LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
2.1.2 Teori Belajar .1Teori Piaget .1Teori Piaget
Piaget merupakan salah satu tokoh teori belajar kognitif yang mengajukan empat konsep pokok dalam menjelaskan perkembangan kognitif. Keempat konsep tersebut adalah skema, asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrium.
Tahap perkembangan kognitif Piaget, Trianto (2007: 15) mengemukakan bahwa ada empat tahap perkembangan kognitif anak yang termuat dalam Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Tahapan Perkembangan Kognitif Anak Tahap Perkiraan Usia Kemampuan-Kemampuan Utama Sensorimotor Lahir sampai 2 tahun
Terbentuknya konsep “kepermanenan obyek”
dan kemajuan gradual dari perilaku refleksif ke perilaku yang mengarah kepada tujuan.
Praoperasional 2 sampai 7 tahun
Perkembangan kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan obyek-obyek dunia. Pemikiran masih egosentris dan sentrasi. Operasi
kongkrit
7 sampai 11 tahun
Perbaikan dalam kemampuan untuk berpikir secara logis. Kemampuan-kemampuan baru termasuk penggunaan operasi-operasi yang dapat balik. Pemikiran tidak lagi sentrasi tetapi desentrasi, dan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh keegoisentrisan.
Operasi formal 11 tahun sampai dewasa
Pemikiran abstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui penggunaan eksperimentasi sistematis.
Menurut Piaget sebagaimana dikutip Rifa’i dan Anni (2012: 170), tiga
prinsip pembelajaran yaitu:
(1) belajar aktif. Proses pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari dalam subjek belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif
anak, perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak untuk belajar sendiri;
(2) belajar lewat interaksi sosial. Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya interaksi di antara subjek belajar. Piaget percaya bahwa belajar bersama, baik di antara sesama, anak-anak maupun dengan orang dewasa akan membantu perkembangan kognitif mereka;
(3) belajar lewat pengalaman sendiri. Perkembangan kognitif anak akan lebih berarti apabila didasarkan pada pengalaman nyata daripada bahasa yang digunakan berkomunikasi. Bahasa memang memegang peranan penting dalam perkembangan kognitif, namun bila menggunakan bahasa tanpa pengalaman sendiri, maka perkembangan kognitif anak cenderung mengarah ke verbalisme.
Dengan demikian penelitian ini memiliki keterkaitan dengan teori Piaget yaitu belajar aktif melalui kemampuan siswa menemukan sendiri, belajar lewat interaksi sosial melalui diskusi kelompok, dan pembelajaran dengan pengalaman sendiri akan membentuk pembelajaran yang bermakna.
2.1.2.2Teori Ausubel
Teori Ausubel dikenal dengan belajar bermaknanya. Menurut Dahar dalam Trianto (2007: 25) belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif siswa. Faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui siswa. Dengan demikian agar terjadi belajar bermakna, konsep
baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa.
Dengan demikian penelitian ini memiliki keterkaitan dengan teori Ausubel yaitu membantu siswa menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi, sangat diperlukan konsep-konsep awal yang sudah dimiliki siswa yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Siswa dituntut untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri, membangun hubungan antara informasi baru dan pengetahuan yang telah siswa miliki untuk menemukan konsep atau pengetahuan baru.
2.1.2.3Teori Vygotsky
“Teori Vygotsky mengandung pandangan bahwa pengetahuan itu dipengaruhi situasi dan bersifat kolaboratif, artinya pengetahuan didistribusikan diantara orang dan lingkungan, yang mencakup obyek, artifak, alat, buku, dan komunitas tempat orang berinteraksi dengan orang lain” (Rifa’i dan Anni, 2012: 39).
“Terdapat beberapa ide Vygotsky tentang belajar, salah satu ide dalam teori belajar Vygotsky adalah Zone of Proximal Development (ZPD) yang berarti serangkaian tugas yang terlalu sulit untuk dikuasai anak secara sendirian, tetapi dapat dipelajari dengan bantuan orang dewasa atau anak yang lebih mampu” (Rifa’i dan Anni, 2011: 39). ZPD menurut Vygotsky sebagaimana dikutip Hasse
dalam (Rifa’i dan Anni, 2011) menunjukkan akan pentingnya pengaruh sosial, terutama pengaruh pembelajaran terhadap perkembangan kognitif anak. “Satu lagi ide penting dari Vygotsky adalah scaffolding, yakni pemberian bantuan kepada anak selama tahap-tahap awal perkembangannya dan mengurangi bantuan
tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab yang lebih besar segera setelah anak dapat melakukannya”
(Trianto, 2007: 27).
Implikasi teori Vygotsky dalam proses pembelajaran menurut Rifa’i dan
Anni (2012: 40) adalah sebagai berikut.
(1) Sebelum mengajar, seorang guru hendaknya dapat memahami ZPD siswa batas bawah sehingga bermanfaat untuk menyusun struktur materi pembelajaran.
(2) Untuk mengembangkan pembelajaran yang berkomunitas, seorang guru perlu memanfaatkan tutor sebaya di dalam kelas. (3) Dalam pembelajaran, hendaknya guru menerapkan teknik
scaffolding agar siswa dapat belajar atas inisiatifnya sendiri sehingga mereka dapat mencapai keahlian pada batas atas ZPD.
Berdasarkan uraian di atas, didapatkan bahwa kaitan model pembelajaran SAVI dengan pendekatan saintifik dan teori belajar Vygotsky adalah dapat dikaitkannya diskusi kelompok untuk menyelesaikan masalah yang diberikan dan menemukan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa melalui kegiatan belajar dalam hal interaksi sosial dengan yang lain.
2.1.2.4Teori Bruner
Menurut Rifa’i dan Anni (2012: 36), Bruner dalam menyusun teori perkembangan kognitif memperhitungkan enam hal sebagai berikut.
(1) Perkembangan intelektual ditandai oleh meningkatnya variasi respon terhadap stimulus.
(2) Pertumbuhan tergantung pada perkembangan intelektual dan sistem pengolahan informasi yang dapat menggambarkan realita.
(3) Perkembangan intelektual memerlukan peningkatan kecakapan untuk mengatakan pada dirinya sendiri dan orang lain melalui kata-kata.
(4) Interaksi antara guru dan siswa adalah penting bagi perkembangan kognitif.
(6) Pertumbuhan kognitif ditandai oleh semakin meningkatnya kemampuan menyelesaikan berbagai alternatif secara simultan, melakukan berbagai kegiatan secara bersamaan, dan mengalokasikan perhatian secara runtut.
Bruner memiliki keyakinan bahwa ada tiga tahap perkembangan kognitif (Rifa’i dan Anni, 2012: 37), yaitu:
1. tahap enaktif
pada tahap ini anak memahami lingkungannya; 2. tahap ikonik
pada tahap ini informasi dibawa anak melalui imajinasi; 3. tahap simbolik
pada tahap ini tindakan tanpa pemikiran terlebih dahulu dan pemahaman perseptual sudah berkembang.
Implikasi teori Bruner dalam proses pembelajaran menurut Rifa’i dan
Anni (2012: 38) adalah sebagai berikut.
(1) Anak memiliki cara berpikir yang berbeda dengan orang dewasa. Guru perlu memperhatikan fenomena atau masalah kepada anak. (2) Anak, terutama pada pendidikan anak usia dini, akan belajar
dengan baik apabila mereka memanipulasi objek yang dipelajari, misalnya dengan melihat, merasakan, mencium dan sebagainya. (3) Pengalaman baru yang berinteraksi dengan struktur kognitif dapat
menarik minat dan mengembangkan pemahaman anak.
Dengan demikian penelitian ini memiliki keterkaitan dengan teori Bruner yaitu membantu siswa meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal dengan berbagai alternatif jawaban, melakukan berbagai kegiatan secara bersamaan, dan mengalokasikan perhatian secara runtut. Hal ini sesuai dengan tahapan pembelajaran SAVI dengan pendekatan saintifik.