• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

E. Teori Proses Menua

1. Teori Biologis

Teori biologis mencakup teori : - Teori genetik dan mutasi

Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Pada teori biologis

dikenal istilah „pemakaian dan perusakan‟ (wear and tear) yang terjadi karena kelebihan usaha dan stress yang menyebabkan sel-sel tubuh menjadi lelah (pemakaian). Pada teori ini juga di dapatkan terjadinya peningkatan jumlah kolagen dalam tubuh lansia, tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit dan kekurangan gizi.

- Immunology slow theory

Menurut Immunology slow theory, sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.

- Teori Stres

Teori stress mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres yang menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.

- Teori Radikal Bebas

Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) yang mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi.

- Teori Rantai Silang

Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang tua atau using menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas, kekacauan dan hilangnya fungsi sel. 2. Teori Sosial

Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan yaitu :

- Teori Interaksi Sosial

Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Mauss, Homans, dan Blau mengemukakan bahwa interaksi sosial terjadi berdasarkan atas hukum pertukaran barang dan jasa. Sedangkan pakar lain Simmons, mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci untuk mempertahankan status sosialnya atas dasar kemampuannya untuk melakukan tukar menukar. Menurut Dowd, interaksi antara pribadi dan kelompok merupakan upaya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya dan menekan kerugian hingga sedikit mungkin. Kekuasaan akan timbul apabila seseorang atau kelompok mendapatkan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan pribadi atau kelompok lainnya.

Pada lansia, kekuasaan dan prastisenya berkurang, sehingga menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti perintah. Pokok-pokok interaksi sosial adalah sebagai berikut: masyarakat terdiri atas aktor-aktor sosial yang berupaya mencapai

tujuannya masing-masing, dalam upaya tersebut terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya dan waktu, untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai seorang aktor harus mengeluarkan biaya, aktor senantiasa berusaha mencari keuntungan dan mencegah terjadinya kerugian, hanya interaksi yang ekonomis saja yang dipertahankan olehnya.

- Teori Aktivitas

Teori aktivitas dikembangkan oleh Palmore dan Lemon yang menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung dari bagaimana seorang lansia merasakan kepuasaan dalam melakukan aktivitas serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas dan aktivitas yang dilakukan. Dari satu sisi aktivitas lansia dapat menurun, akan tetapi dilain sisi dapat dikembangkan misalnya peran baru lansia sebagai relawan, kakek atau nenek, seorang duda atau janda, serta karena ditinggal wafat pasangan hidupnya. Dari pihak lansia sendiri terdapat anggapan bahwa proses penuaan merupakan suatu perjuangan untuk tetap muda dan berusaha untuk mempertahankan perilaku mereka semasa mudanya. Pokok-pokok teori aktivitas adalah: moral dan kepuasan berkaitan dengan interaksi sosial dan keterlibatan

sepenuhnya dari lansia di masyarakat; kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seorang lansia.

- Teori Kesinambungan

Teori ini dianut oleh banyak pakar sosial. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah meskipun ia telah menjadi lansia. Pokok-pokok teori kesinambungan adalah sebagai berikut: lansia tidak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif dalam proses penuaan, tetapi berdasarkan pada pengalamannya di masa lalu, lansia harus memilih peran apa yang harus dipertahankan atau dihilangkan; peran lansia yang hilang tak perlu diganti; lansia berkesempatan untuk memilih berbagai macam cara untuk beradaptasi.

- Teori Perkembangan

Havighurst dan Duvali menguraikan tujuh jenis tugas perkembangan (developmental tasks) selama hidup yang harus dilaksanakan lansia yaitu: penyesuaian terhadap penurunan kemampuan fisik dan psikis; penyesuaian

terhadap pensiun dan penurunan pendapatan; menemukan makna kehidupan; mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan; menemukankepuasan dalam hidup berkeluarga; penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia; menerima dirinya sebagai seorang lansia. Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap berbagai tantangan tersebut yang dapat bernilai positif ataupun negatif. Pokok-pokok dalam teori perkembangan adalah sebagai berikut: masa tua merupakan saat lansia merumuskan seluruh masa kehidupannya; masa tua merupakan masa penyesuaian diri terhadap kenyataan sosial yang baru, yaitu pensiun dan/atau menduda/menjanda; lansia harus menyesuaikan diri sebgai akibat perannya yang berakhir dalam keluarga, kehilangan identitas dan hubungan sosialnya akibat pensiun, serta ditinggal mati oleh pasangan hidup dan teman-temannya.

- Teori Stratifikasi Usia

Wiley menyusun stratifikasi usia berdasarkan usia kronologis yang menggambarkan serta membentuk adanya perbedaan kapasitas, peran, kewajiban, dan hak mereka

berdasarkan usia. Dua elemen penting dari model stratifikasi usia tersebut adalah struktur dan prosesnya. Pokok-pokok dari teori stratifikasi usia adalah sebagai berikut: arti usia dan posisi kelompok usia bagi masyarakat, terdapatnya transisi yang dialami oleh kelompok, terdapatnya mekanisme pengalokasian peran di antara penduduk. Keunggulan teori stratifikasi usia adalah bahwa pendekatan yang dilakukan bersifat deterministik dan dapat dipergunakan untuk mempelajari sifat lansia secara kelompok dan bersifat makro. Kelemahannya adalah teori ini tidak dapat dipergunakan untuk menilai lansia secara perorangan, mengingat bahwa stratifikasi sangat kompleks dan dinamis serta terkait dengan klasifikasi kelas dan kelompok etnik (Maryam).

3. Teori Penarikan Diri (Disengagement Theory)

Teori ini merupakan teori sosial tentang penuaan yang paling awal dan pertama kali diperkenalkan oleh Gumming dan Henry. Kemiskinan yang diderita lansia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Para lansia juga terjadi kehilangan ganda (triple loss), yaitu : kehilangan peran, hambatan kontak sosial, berkurangnya komitmen. Menurut teori ini seorang lansia dinyatakan mengalami proses penuaan yang berhasil apabila

ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri pada persoalan pribadi serta mempersiapkan diri dalam menghadapi kematiannya. Pokok-pokok teori menarik diri adalah sebagai berikut : pada pria, kehilangan peran hidup terutama terjadi pada masa pensiun. Sedangkan pada wanita terjadi pada masa ketika peran dalam keluarga berkurang, misalnya saat anak menginjak dewasa serta meninggalkan rumah untuk belajar dan menikah; lansia dan masyarakat mampu mengambil manfaat dari hal ini, karena lansia dapat merasakan bahwa tekanan sosial berkurang, sedangkan kaum muda memperoleh kerja yang lebih luas. Tiga aspek utama dalam teori ini adalah proses menarik diri yang terjadi sepanjang hidup. Proses ini tidak dapat dihindari serta hal ini harus diterima oleh lansia dan masyarakat.40

40

Universitas Veteran Jakarta, “Landasan Teori Lansia” artikel diakses pada 28 September 2016 dari http://library.upnvj.ac.id/pdf/5FKS1KEDOKTERAN/0810211095/Bab.2.pdf.pdf

BAB III

GAMBARAN UMUM LEMBAGA

A. Latar Belakang Pendirian Lembaga

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas adalah cabang dari Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung. Yang merupakan salah satu lembaga yang dilindungi oleh Dinas Sosial yang memberikan pelayanan dan rehabilitas sosial kepada lanjut usia (Lansia) terlantar dijalanan, rumah sakit dan dari kalangan miskin untuk diberikan hak yang sesuai berupa bimbingan konseling, layanan kesehatan, resosialisasi dan bimbingan keterampilan bagi para lansia yang masih potensial, agar dapat meningkatkan kemampuan, motivasi dan perannya dan memperkuat kembali keberfungsian sosialnya.

Keberhasilan pembangunan meningkatkan derajat kesehatan dan gizi masyarakat berpengaruh terhadap meningkatnya usia harapan hidup dan jumlah lanjut usia. Semakin meningkatnya tuntutan kehidupan kebutuhan ekonomi khususnya di kota-kota besar menyebabkan terjadinya pergeseran nilai dalam keluarga. Kondisi ini mengarah kepada semakin berkurangnya perhatian keluarga terhadap lansia karena keterbatasan waktu yang tersedia. Akibatnya banyak lansia terlantar dan harus hidup sendiri tanpa perhatian serta pendampingan keluarga serta tidak dapat melakukan aktifitas yang bermakna dalam mengisi hari tuanya, selanjutnya keberadaan lansia menjadi beban bagi keluarga. Kondisi ini menuntut Pemerintah

Daerah untuk memberikan pelayanan sosial kepada lansia sehingga dapat menghindarkan mereka dari keterlantaran dari berbagai aspek.

PSTW Budi Mulia 3 merupakan salah satu unit pelaksanaan teknis Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia terlantar. PSTW (Panti Sosial Tresna Werdha) Budi Mulia 3 yaitu dibangun pada akhir tahun 2001 dengan luas bangunan 2.445 m2 diatas lahan seluas 8.665 m2 dan selesai pada bulan November 2002 yang di kukuhkan menjadi Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas melalui SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 63 Tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial Provinsi DKI Jakarta. Dan daya tampung PSTW Budi Mulia 3 Ciracas sebanyak 150 orang Lansia terdiri dari 2 wisma pria (Cendrawasih dan Garuda) dan tiga wisma wanita (Anggrek, Mawar, dan Melati).

B. Tujuan, Visi dan Misi Lembaga

• Tujuan

Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas hidup dan keberfungsian sosial lanjut usia terlantar, sehingga dapat membuat hari tuanya dengan mengikuti ketentraman lahir dan batin.

• Visi PSTW Budi Mulia 3 :

“Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia Ciracas sebagai puasat layanan

Lansia terdepan di Provinsi DKI Jakarta” • Misi PSTW Budi Mulia 3 :

Melayani Lansia secara Holistik yang meliputi : Biologis, Psikologis, Sosial, dan Spiritual.

1) Meningkatkan lanjut usia terlantar dalam kehidupan yang normative 2) Meningkatkan harkat dan martabat serta kualitas hidup lanjut usia 3) Meningkatkan keberfungsian sosial lanjut usia

4) Meningkatkan pelayanan sosial lanjut usia terlantar

5) Meningkatkan peran serta keluarga, masyarakat dan dunia usaha

C. Falsafah Lembaga

Adapun dasar-dasar hukum yang dipakai di PSTW Budi Mulia, diantaranya :

1. Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia. 2. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 3. Undang-Undang No. 11 tahun 2009 tentang Pokok-Pokok

Kesejahteraan Sosial.

4. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Kewenangan provinsi sebagai Daerah Otonom.

5. Peraturan Gubernur No. 104 tahun 2009 tentang organisasi dan Kerja Dinas Sosial Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.

6. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 63 Tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial Provinsi DKI Jakarta.

D. Struktur Organisasi Lembaga

Tabel 1.2 (Tabel Struktur Organisasi PSTW Budi Mulia 3 Ciracas)

Adapun Job Description yang dilakukan oleh pengurus di PSTW Budi Mulia 3 adalah :

KEPALA PANTI Drs. H. Akmal Towe, M.Si

SATPEL KEPERAWATAN Irwan Santoso, SH

SATPEL BAG TATA USAHA Dra. Utari, M.Si

SATPEL PELAYANAN Farida Noviyanti, SH

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

1. Ketua Panti

Bertugas memonitoring segala pekerjaan setiap divisi/seksi. Disamping itu, kepala panti juga melaksanakan tugas manajerial dan teknis operasional pelayanan dan rehabilitas social seusuai dengan Peraturan Perundang Undangan yang berlaku.

2. Tata Usaha

Dalam tugasnya melakukan urusan surat menyurat, kepegawaian, menyusun laporan keuangan, menginput data-data keuangan, transparasi dana perlengkapan, serta sarana dan prasarana Panti.

3. Sie.Perawatan

Merupakan divisi yang membantu pekerja social untuk melakukan seleksi terhadap calon WBS berdasarkan segi moralitas dan kesehatannya. Sekso perawatan juga berfungsi sebagai bagian yang mengatur masalah sandang, pangan, kebersihan lingkungan, kerapihan wisma dan WBS, pemberian obat-obatan dan Vitamin bagi WBS yang membutuhkan.

4. Sie. Bimbingan Penyaluran

Merupakan divisi yang mengawasi jalannya program yang telah disepakati oleh dinas dan pihak panti seperti bimbingan rohani, senam, kerajinan tangan dan kesenian, layanan konseling dan case conference

5. Kelompok Jabatan Fungsional

Pekerja sosial/ jabatan fungsional merupakan divisi yang melakukan assessment, intervensi klien, identifikasi, registrasi, seleksi dan penerimaan serta penjelasan program kepada WBS.

Dalam hal pengambilan keputusan, PSTW Budi Mulia 3 mengambil keputusan dengan system non direktif (secara tidak langsung) karena pengambilan keputusan dilakukan secara bermusyawarah antara ketua panti dengan para staff panti.

E. Program

Di PSTW BM 3 perencanaan program dibuat oleh Dinas dan cenderung untuk jangka panjang dan sifatnya tetap, tidak berubah. Dalam perencanaannya masing-masing dari kepala Panti hadir untuk rapat tentang manajemen program lalu direalisasikan kebawah (staff panti). Sayangnya manajemen program yang ada di PSTW belum berjalan secara optimal.

Adapun program yang dibuat bedasarkan keputusan dari Dinas dan kepala Panti diantaranya kelas Angklung, dimana di semua Panti Sosial Tresna Werdha memiliki program yang sama tergantung bagaimana mereka menerapkannya atau tidak. Pelayanan sosial dan kesehatan, seperti bimbingan konseling dan keterampilan juga merupakan perencanaan dari Dinas yang disepakati bersama oleh masing-masing kepala panti, hanya untuk keterampilannya ingin seperti apa diserahkan kembali kepada pihak panti.

Di sisi lain terdapat pula program yang dibuat oleh kebijakan panti yang perencanannya disusun oleh Sie.Bimbingan dan Penyaluran panti dan disepakati bersama oleh pihak panti yang berkaitan, seperti adanya kegiatan panggung gembira, kegiatan senam seminggu dua kali untuk menyehatkan tubuh para lansia agar tidak mudah terkena stroke dan jantung, kegiatan bimbingan rohani Islam dan Kristen di setiap hari Selasa dan Kamis, latihan rebana untuk para lansia kakung dan keterampilan menjahit dan meronce bunga untuk para lansia perempuan bagi mereka yang masih potensial. Program di PSTW memiliki system Top-Down, yang dibuat langsung oleh Dinas kepada masing-masing Panti. Disamping itu, manajemen program yang ada di PSTW ada juga yang menggunakan system Bottom-Up. Salah satu contohnya ialah program keterampilan menjahit dan meronce bunga yang diusulkan oleh pihak panti ke Dinas.

PSTW BM 3 memberikan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lansia terlantar dalam bentuk pembinaan fisik berupa olahraga dan pemeriksaan

kesehatan, pembinan mental spiritual yang berupa bimbingan rohani Islam dan Kristen yang diadakan seminggu dua kali, bimbingan sosial yang dimasudkan agar WBS dapat mengenali peran dan fungsi sosialnya di lingkungan panti, bimbingan keterampilan meliputi kerajinan tangan dan kesenian, rekreasi dan hiburan.

Pelaksanaan program diantara Program-program inti yang terdapat di PSTW Budi Mulia 3, terdapat pula program-program yang diselenggarakan untuk memperingati hari-hari besar seperti, Hari Kartini, Isra Mi‟raj, Ulang

Tahun Jakarta, Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) dan sebagainya. Seperti halnya pada peringatan acara Hari Kartini, pihak Panti biasanya mengadakan acara lomba busana kebaya (Fashion Show) bagai para WBS (Warga Binaan Sosial) Panti yang masih potensial. Lalu pada acara hari besar keagamaan

seperti halnya Isra Mi‟raj biasanya pihak panti mengadakan acara peringatan

dengan mengunang Ustadz untuk memberikan khotbahnya bagi para WBS panti yang beragama muslim. Pada acara peringatan HLUN pun pihak panti bekerja sama dengan kepala panti Werdha lainnya untuk mengadakan acara. Adapun program-program yang ada di PSTW Budi Mulia 3 diantarnya adalah:

a. Adanya pelatihan-pelatihan seperti keterampilan menjahit, membuat keset dan meronce bunga dari sedotan khusus bagi para lansia yang masih potensial. Hal tersebut dapat berfungsi untuk mengembangkan kreatifitas para lansia.

b. Kegiatan bermain Angklung sebagai terapi pemulihan para lansia yang memiliki riwyat penyakit stroke. Disisi lain bermain Angklung juga dapat membantu mennggabungkan fungsi otak kiri (lewat syair lagu) dan otak kanan (tangga nada), sehingga dapat menjadi jembatan otak untuk menjadi aktif dan tidak mudah lupa (membantu meningkatkan memori).

c. Ada kegiatan Bimbingan Rohani seminggu 2 kali setiap hari Senin dan Kamis, baik rohani agama Islam (Pengajian) maupun Kristen. d. Kegiatan Panggung Gembira. Disini para lansia dituntut untuk

bebas berekspresi, tidak peduli suaranya merdu atau tidak, tujuannya dapat melatih rasa kepercayaan diri lansia untuk mau berjoget dan riang gembira bersama.

e. Pelatihan rebana untuk para lansia kakung dan perempuan, membantu untuk melatih gerakan otot tangan dan sebagai salah satu tujuan untuk memperkenalkan salah satu musik Indonesia. f. Kegiatan Senam yang dilakukan seminggu 2 kali, tujuannya agar

dapat memberfungsikan syaraf dan motoric para lansia, terutama bagi mereka yang merupakan penderita jantung, stroke, dan diabetes.

1. Jadwal Kegiatan WBS PSTW Budi Mulia Ciracas

Jadwal Kegiatan Mingguan Jadwal Kegiatan Harian

Hari Kegiatan Jam Kegiatan

Senin Bimbingan Rohani/Keagamaan 04.00 Bangun Pagi/Mandi 04.45 Sholat Subuh Selasa

Olahraga, Bim. Kesenian, dan Panggung Gembira

05.30 Jalan Kaki Pagi 06.00 Sarapan Pagi Rabu Bimbingan Rohani/Keagamaan 07.00 Kegiatan Yang Terjadwal 12.00 Sholat Dzuhur

Kamis Bimbingan Keterampilan

12.30 Makan Siang 13.30 Istirahat Siang

Jum‟at Olahraga dan TAK

15.00 Sholat Ashar 15.30 Makan Sore Sabtu Bimbingan Rohani/Keagamaan 16.00 Istirahat Sore 18.00 Sholat Magrib

Minggu Aktifitas Mandiri

19.00 Sholat Isya 20.00 Istirahat Malam

2. Alur pelayanan dan penerimaan penghuni panti: Persyaratan penerimaan

a. Usia diatas 60 tahun keaatas b. Warga DKI Jakarta

c. Surat Keterangan RT, RW, Keluraham, Kepolisian, Instansi terkait d. Sehat jasmani dan rohani

e. Bersedia mematuhi tata tertib panti

3. Tata tertib penghuni dan pengurus panti

Bagian keamanan panti terdapat petugas keamanan sebanyak 7 orang petugas yang bekerja secara bergilir sesuai shift nya. Diadakan patroli setiap 3 jam sekali untuk mengecek keamanan lingkungan sekitar panti.

Tata tertib keamanan untuk para WBS antara lain:

- WBS dilarang berada diluar panti atau pos security selama jam kerja - Untuk WBS yang ingin berpergian jauh harus memiliki surat ijin dari

penanggung jawab

- kerjasama yang baik dengan para staff, pramu jajaran, untuk menciptakan lingkungan yang bersih, aman dan nyaman.

F. Jangkauan Layanan

Adapun target layanan PSTW Budi Mulia 3 diantaranya yaitu lansia terlantar yang berusia 60 tahun ke atas, Penduduk DKI Jakarta, ada surat

pengantar dari RT/RW dan Kelurahan dan rekomendasi dari suku Dinas Sosial wilayah.

Gambaran umum Klien yang terdapat di PSTW Budi Mulia 3 sebagian besar merupakan hasil jaringan polisi Pamong Praja (SATPOL PP). Ada beberapa juga yang merupakan rujukan dari panti-panti lain karena panti tersebut tidak memiliki fasilitas yang cukup baik untuk memenuhi kebutuhan klien, ada juga yang beralasan karena WBS tersebut sudah tidak bisa mengikuti aturan dan tata tertib yang sudah di tetapkan di Panti sebelumnya. 10% dari penyaluran Klien merupakan rujukan dari keluarga kandungnya sendiri. Sebagian besar keluarga yang menitipkan ayah/ibu mereka di Panti karena keluarga tersebut tidak memiliki biaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, merawatnya dan memberikan hak-hak yang seharusnya bisa didapatkan oleh setiap orang, yakni kasih saying. Mereka merupakan keluarga yang pada umumnya dari keluarga bermasalah, dan banyak yang tidak memiliki anak, sehingga ketika mereka sudah berusia lanjut, tidak ada satupun sanak saudara yang dapat menampung keberadaan lansia di dalam keluarganya dikarenakan memang mereka sudah tidak memiliki sanak saudara lagi dan hanya tinggal mereka seorang diri. Mayoritas dari mereka para lansia yang sudah tidak memiliki sanak saudara dirujuk oleh pihak RT/RW ataupun Kelurahan setempat yang mengurus langsung surat-surat penyaluran lansia tersebut ke tempat yang lebih mulia, yakni PSTW dimana lansia-lansia tersebut nantinya dapat bisa diberdayakan kembali, tidak terluntang-lantung

dijalanan dan dapat menikmati masa tuanya walaupun tidak dengan keluarga kandungnya. Jadi, dapat dikatakan katagori lansia yang berada di PSTW Budi Mulia 3, 90% mereka merupakan lansia terlantar dan 10% berasal dari keluarga miskin.

Ada 150 WBS yang terapat di PSTW Budi Mulia 3. Data WBS berdasarkan psikologis yang telah diamati oleh PSTW BM 3 pada tahun 2014, hampir 67% WBS yang berada di PSTW BM 3 menderita gangguan psikotik, 33% mengalami gangguan dimensia, dan 100% tidak memiliki gangguan. Data penyakit yang dominan yang dialami oleh para WBS Lansia di PSTW BM 3 ialah Rheumatoid Arthritis sebanyak 35%, Chardiovascular 60%, diabetes sekitar 20%, Psikogeriatri 85%. Dan data WBS berdasarkan Agama yaitu 80% beragama muslim dan 20% non muslim.

G. SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

Pembagian kerja setiap kepala seksi sebagian besar tidak berdasarkan kompetensi melainkan berdasarkan pengabdian dan pengalaman. Misalnya staff pada bagian keperawatan yang bertugas sebagai pendamping wisma tidak harus berlatar belakang pendidikan perawatan. Tetapi pengabdian dan pengalaman yang dibutuhkan untuk menjadi pendamping wisma. Meskipun seperti itu, ada beberapa posisi yang mengharuskan memiliki latar belakang sesuai dengan bidang yang bersangkutan seperti untuk mengisi posisi pekerja sosial di panti harus berlatar belakang kesejahteraan sosial dan memiliki SK.

Rasio pekerja sosial yang ada di panti dengan WBS adalah 3 : 150 yang sudah tersertifikasi dan sudah memiliki SK untuk menjadi peksos. Pekerjaannya pun menjadi jabatan fungsional, seperti assessment, intervensi klien dan lain-lain. Artinya, pekerja sosial di PSTW BM 3 hanya berjumlah 3

Dokumen terkait