• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Teori dan Proses Pemasaran Relasional

Pemasaran relasional menunjukkan hubungan antara perusahaan dengan pelanggan terpilih terbangun dalam hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan. Leverin (2006) menyatakan bahwa Relation marketing is the process of attracting, maintaining and enhancing relationship with the key people. Berdasarkan pada pengertian di atas maka pemasaran relasional dapat dikatakan memiliki makna, sebagai proses dalam menarik, memelihara dan meningkatkan hubungan dengan orang-orang kunci atau yang memiliki pengaruh terhadap perusahaan.

Pengertian pemasaran relasional berkembang dari dasar pemikiran pemasaran yang awalnya bersifat transaksional menjadi transaksi yang ditujukan untuk tercipta dan terbinanya hubungan jangka panjang antara konsumen, pemasok dan pemasar berlandaskan pada kepercayaan dan komitmen.

Kotler dan Amstrong (2000) : “Relationship marketing : The process of creating maintaining, and enhancing strong, value-laden relationship with customers and other stakeholders”.

Burhn (2003) menyatakan bahwa pemasaran relasional sebagai semua tindakan menganalisis, merencanakan, merealisasikan dan mengendalikan ukuran yang memprakarsai, menyetabilkan, meningkatkan dan mengaktivasi hubungan bisnis dengan stakeholder perusahaan, terutama pelanggan, untuk tujuan saling menciptakan nilai masing-masing.

Hal ini diperkuat oleh Kotler (1998) menyatakan bahwa pemasaran relasional adalah proses menciptakan, mempertahankan dan meningkatkan hubungan yang kuat, bernilai tinggi dengan pelanggan dan pihak yang berkepentingan lain.

Inti dari pemikiran relasional adalah segala sesuatu yang memberikan pengaruh terhadap proses pengambilan keputusan nasabah untuk menggunakan produk perbankan. Mulai dari pandangan nasabah, keinginan, kebutuhan, opini yang berkembang dari mulut ke mulut dan pengalaman terdahulu dengan produk dan akhirnya bagaimana semua itu diterimanya. Pada akhirnya nilai produk/jasa yang diterima oleh konsumen merupakan nilai superior produk/jasa dibandingkan pesaing menurut konsumen.

Menurut Kotler (2000) diperlukan investasi besar untuk mengembangkan hubungan relasional dengan konsumen. Dikatakan terdapat lima tahapan untuk membangun hubungan relasional dengan konsumen :

1) Basic marketing : The salesperson simply sells the produc, 2) Reactive marketing : The salesperson sells the product and encourages the customer to call if he or she have questions, comment, or complaint. 3) Accountable marketing : The salesperson phones and the customer short time after the sale to check whether the product is meeting expectations. The salesperson also ask the customer for any specific disappointment. This information helps the company continuously improve its performance, 4) Proaktive marketing : The company salesperson contact the customer from time to time suggestions about improved product uses or helpful new product, 5) Partnership marketing : The company work continuously with the customer to discover ways to perform better.

Pemasaran dasar adalah menjual produk, kemudian penjual mendorong pelanggan untuk menghubungi jika ada pertanyaan, komentar atau komplain. Sebagai wujud dari pemasaran yang bertanggung jawab, setelah transaksi perusahaan penjual menghubungi pelanggan apakah produk sesuai dengan harapan. Informasi dari pelanggan sangat berguna sebagai koreksi bagi perusahaan untuk mengetahui produk seperti apa yang sebenarnya yang diinginkan pelanggan. Pada akhirnya perusahaan dan pelanggan bekerja sama untuk menciptakan penilaian yang lebih baik dari kedua belah pihak yaitu perusahaan dan pelanggan.

Pengembangan pemasaran relasional pada prinsipnya berkaitan dengan keseluruhan proses untuk mengintegrasikan pelanggan kedalam proses rancangan produk bukan saja cocok untuk kebutuhan pelanggan tetapi dapat juga cocok dengan strategi – strategi dari perusahaan.

2.2.1 Memahami Harapan Nasabah (Understanding Customer Expectations)

Harapan nasabah yaitu memperoleh nilai yang terkandung didalam produk dan layanan yang mereka gunakan. Nilai yang diinginkan nasabah terkandung dalam produk dan jasa secara sederhana dapat dijelaskan dalam tiga dimensi, yaitu (Tenner dan Detora: 1992) :

1) Dimensi waktu : menggambarkan seberapa lebih cepat (faster), lebih mudah atau lebih sesuai, 2) Dimensi biaya untuk menggambarkan seberapa mahal biaya lebih murah (cheaper) yang dikeluarkan, 3) Dimensi kualitas menggambarkan lebih baik (better), lebih banyak memilki karakteristik.

Salah satu penentu keberhasilan perusahaan perbankan dalam menjalain hubungan dengan nasabah adalah dengan memenuhi harapan-harapan atau keinginan nasabah. Nasabah selalu mengingat kualitas akan produk atau jasa yang mereka terima, yang selanjutnya akan mereka bandingkan antara pengalaman aktual dari kualitas produk atau jasa yang mereka terima dengan harapan mereka.

Untuk menerangkan harapan pelanggan/nasabah menurut Tenner dan Detora (1992) dapat dilakukan dengan menjawab empat pertanyaan:

1. What produk/service characteristics do customer want?

2. What performance level is needed to satisfy their expectations? 3. What is the relative importance of each characteristics?

4. How satisfied are consumers with performance at the current level? Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan diatas akan memberikan jalan terhadap kita untuk menjawab apa sebenarnya harapan nasabah akan produk/jasa.

Harapan pelanggan dikelompokkan dalam 9 kelompok yang disusun dalam sebuah hierarki ekspektasi (harapan) dari yang tertinggi hingga terendah (Santos dan Boote dalam Tjiptono dan Candar : 2005) yaitu :

1. Ideal expectation, yaitu tingkat kinerja optimum atau terbaik yang diharapkan dapat diterima konsumen. Standar ideal identik dengan excelence, yakni standar sempurna yang membentuk ekspektasi terbesar konsumen.

2. Normative (should) expectation, tingkat kinerja yang dirasakan konsumen seharusnya mereka dapatkan dari produk yang dikonsumsi. Ekspektasi normatif lebih rendah dibandingkan ekspektasi ideal, karena biasanya ekspektasi normatif dibentuk oleh pemasok atau penyedia jasa.

3. Desired expectation, yaitu tingkat kinerja yang diinginkan pelanggan dapat diberikan produk atau jasa tertentu atau dengan kata lain mencerminkan tingkat kinerja yang diinginkan atau diharapkan diterima pelanggan.

4. Predicted expectation, tingkat kinerja yang diantisipasi atau diperkirakan konsumen akan diterimanya. Tipe ekspektasi ini bisa didefinisikan sebagai tingkat kinerja yang bakal atau mungkin terjadi pada interaksi berikutnya antara pelanggan dan perusahaan, standar ini terbentuk berdasarkan pengalaman masa lalu.

5. Deserved expectation, yaitu evaluasi subyektif konsumen terhadap investasi produknya. Tipe ekspektasi ini berkenaan dengan apa yang

setidaknya harus terjadi pada interaksi atau service encounter berikutnya, yakni layanan yang dinilai sudah selayaknya didapatkan pelanggan.

6. Adequate expectation, yaitu tingkat ekspektasi batas bawah dalam ambang batas kinerja produk atau jasa yang diterima pelanggan.

7. Minimum tolerable expectation, yaitu tingkat kinerja terendah yang bisa diterima atau ditolerir konsumnen.

8. Intolerable expectation, yakni serangkaian ekspektaksi menyangkut tingkat kinerja yang tidak bakal ditolerir atau diterima pelanggan.

9. Worst imaginable expectation, yaitu skenario terburuk mengenai kinerja produk yang diketahui dan atau terbentuk melalui kontak dengan media, seperti TV, radio, koran atau internet.

Diantara sembilan ekspektasi diatas, hanya predicted expectation, yang paling banyak digunakan dalam literatur kualitas jasa dan kepuasan pelanggan, dan dikategorikan sebagai core expectation, sedangkan tingkat ekspektasi lainnya sebagai peripheral expectation. Namun demikian core expectation bisa saja sama pentingnya dengan tipe peripheral expectation manapun, tergantung pada pengalaman sendiri sebelumnya, pengalaman orang lain atau Frame of mind dan mood pelanggan selama transaksi.

2.2.2 Kerjasama dengan Nasabah (Building Service Partnerships)

hanyalah proses, sedangkan yang diinginkan nasabah adalah hasil. Jadi sikap ramah saja tidak cukup. Menurut Kotler (2000) partnership marketing lebih menekankan kepada adanya kerjasama yang berkesinambungan antara perusahaan dengan konsumennya untuk menemukan jalan dalam meningkatkan perform pelayanan menjadi lebih baik.

Pembinaan hubungan dengan nasabah yang berkelanjutan melalui pemasaran relasional adalah merupakan filosofi berbisnis dan suatu orientasi strategik yang lebih difokuskan pada upaya mempertahankan dan memperbaiki hubungan dengan nasabah yang telah ada, dari pada mencari nasabah baru. Pemasaran relasional pada dasarnya adalah hubungan jangka panjang antara produsen dan konsumen, pemasok dan pelaku lainnya.

Menurut Kotler dan Amstrong (2001), biaya untuk menarik pelanggan (nasabah) baru lima kali lebih banyak, dari pada biaya untuk mempertahankan pelanggan (nasabah) yang ada agar tetap puas. Perusahaan perbankan harus menyadari bahwa kehilangan seorang nasabah berarti kehilangan lebih dari satu kali transaksi : hal tersebut berarti kehilangan seluruh aliran transaksi yang akan dilakukan nasabah selama hidup berlangganannya (nilai seumur-hidup pelanggan).

Menurut Rickard (2005) ada lima alasan utama untuk menguatkan hubungan dengan pelanggan (nasabah):

1) Kompetisi yang sengit, jika tidak menjaga pelanggan maka pesaing akan mengambilnya, 2) Teknologi yang meningkat dengan cepat, 3) Pelanggan yang edukatif, 4) Pencapaian hubungan dapat menjadi dasar

untuk arus pendapatan jangka panjang, 5) Secara signifikan adalah lebih murah untuk memberi dukungan kepada seorang pelanggan dari pada menemukan pelanggan yang baru.

Hubungan bisnis jangka panjang adalah dasar yang akan berungkali memberikan nilai terhadap pelayanan yang diberikan karena akan terus beradaptasi dengan keinginan nasabah pada periode waktu yang tidak terbatas.

Pada dasarnya nasabah dalam mencari nilai (value) lebih suka mempertahankan hubungan atau membina hubungan jangka panjang dengan suatu organisasi atau bank dari pada terus menerus harus pindah dari satu orgabisasi ke organisasi lain atau dari satu bank ke bank lain (Iswari : 1999).

Dokumen terkait