• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori merupakan sebuah kumpulan konsep yang berbeda antara fakta yang satu dengan fakta yang lainnya pada sekumpulan fakta. Kata teori itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu theoria yang artinya kebetulan atau realita.

Subagyo (1991 : 20), teori adalah sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematis dalam gejala sosial maupun alamiah yang hendak diteliti. Teori adalah

ulasan kongkrit dari pengertian ataupun hubungan dari proposisi atau dalil.

Pendapat lain tentang teori adalah dari Hedriksen (1992), teori adalah suatu susunan hipotesis, konsep, dan prinsip pragmatis yang membentuk kerangka umum referensi suatu bidang yang dipertanyakan.

Teori merupakan sebuah landasan fudamental sebagai opini dasar dalam menjelaskan dan memberi jawaban atas masalah yang diambil, dengan adanya sebuah teori maka segala permasalahan yang muncul dalam skripsi ini akan dapat terjawab dengan kajian tambahan pada teori semiotik yang digunakan penulis sebagai acuan untuk mengerjakan skripsi ini.

Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang sebuah tanda dan segala aspek yang berkaitan dengan tanda, seperti sinyal yang bisa diakses serta bisa diterima oleh seluruh indra yang kita miliki.

Sobur (2003) semiotik adalah sebuah studi atas kode-kode yang sistematis apapun yang memungkinkan kita memandang entis-entis tertentu sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna, objek penelitiannya pada tanda-tanda yang awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjukkan atau merujuk pada benda lain.

Saussure (1916:2), kita dapat menerima suatu ilmu yang mempelajari tentang tanda-tanda dalam kehidupan sosial. Kehidupan sosial tersebut merupakan bagian dari psikologi umum, yang kemudian kita sebut sebagai semiologi.

Semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku pada tanda (Zoest, 1993:1).

Menurut Peirce (1958:1), tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seseorang. Sesuatu itu dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaaan, gagasan, dan yang menyangkut hal-hal lain. Yang menjadikan tanda bukan hanya bahasa, melainkan berbagai hal yang dapat melingkupi kehidupan di sekitar kita. Tanda itu sendiri dapat berupa tulisan, karya seni, sastra, lukisan, karikatur, patung, dan lain-lain.

Sudjiman (1983:3), mengatakan semiotik mulanya dari sebuah konsep tanda. Istilah tersebut berasal dari bahasa Yunani semion yang berarti tanda terdapat di mana-mana, kata merupakan tanda, demikian juga gerak, isyarat, bendera, dan sebagainya.

Menurut Danesi dan Perron (1996: 68-70) dalam Hoed yang berjudul semiotik & Dinamika Sosial Budaya mengungkapkan bahwa penelitian semiotik mencakup tiga ranah yang berhubungan antara apa yang ditampung oleh manusia itu sendiri ataupun melalui lingkungan (the world), yakni bertautan dengan “tubuh”

–nya, “pikiran”-nya, serta dengan “kebudayaan”-nya. Contoh pada acuan menyangkut segi “tubuh” (fisik), setidaknya pada permulaan (tahap awal).

Kemudian melalui representasi berkembang kegiatan di dalam “pikiran” dan selanjutnya, jika diaplikasikan dalam rangka kehidupan sosial, menjadi sesuatu yang hidup dalam “kebudayaan” sebagai signifiying order. Dari itu, kita akan memahami adanya jalinan yang sangat kuat antara “semiosis”, “representasi”, dan

“signifiying order”, antara kemampuan sejak lahir manusia untuk menghasilkan dan memahami tanda “semiosis”, kegiatan dalam kondisi manusia dengan menyangkutpautkan representamen dengan pengetahuan dan pengalamannya, serta

sistem tanda yang hidup dan diketahui bersama kebudayaan masyarakatnya (signifying order).

Ketiga persepsi atau pandangan di atas sejajar dengan teori Pierce tentang proses resprentasi dan respresentmen. Respresentasi tanda menyangkut hubungan antara respresentamen dan objeknya. Dalam semiotik Pierce, respresentasi tanda titik sama kadarnya. Pada tahap awal, tanda baru hanya di lihat sifatnya saja bahwa itu adalah tanda-tanda disebut “qualisign”. Pandangan Danesi dan Perron ini bersangkutan dengan “tubuh” atau “sesiosis dasar”. Kemudian pada tahap yang lebih lanjut, respresntasi tanda sudah berlaku untuk tempat dan waktu tertentu.

Misalnya, menunjukkan sesuatu dengan jari, yang disebut dengan ungkapan sin (gular) sign. Dalam pandangan Danesi dan Perron ini sudah berkaitan dengan

“motorik” manusia. Akhirnya sejumlah tanda berfungsi berdasarkan konvensi dalam suatu masyarakat yang disebut dengan “legisign”. Yang terakhir ini disebut oleh Danesi dan Perron sebagai “the signifiying order”. Porses pemaknaan tanda sudah berlaku secara sosial.

Menurut , Pierce dalam Hoed (2011:24) membedakan tanda sebagai berikut:

1) Ikon (icon), adalah tanda yang dijadikan sebagai bentuk kemungkinan, tanpa tergantung pada adanya sebuah denotatun (penanda), tetapi dapat dikaitkan dengannya atas dasar suatu persamaan yang secara potensial dimilikinya.

Defenisi ini mengaplikasikan bahwa segala sesuatu merupakan ikon, karena semua yang ada dalam kenyataan dapat dikaitakan dengan sesuatu yang lain.

Sehingga dapat dikatakan bahwa ikon merupakan tanda yang menyerupai objek (benda) yang diwakilinya atau tanda yang menggunakan kesamaan

ciri-ciri yang sama dengan yang dimaksud. Contoh Ikon : Gambar wajah adalah ikon dari diri sendiri. Gambar rokok berasap yang dicoret dengan garis diagonal, kita pahami sebagai larangan merokok di sekitar lokasi tersebut.

2) Indeks (indeks), adalah sebuah tanda yang dalam hal corak tandanya tergantung dari adanya sebuah denotatum (penanda). Dengan kata lain tanda yang sifatnya tergantung pada keberadaan suatu penanda. Tanda ini memiliki kaitan sebab-akibat dengan apa yang diwakilinya. Contoh : awan yang gelap dipahami sebagai tanda (index) akan datangnya hujan.

3) Simbol (symbol), adalah tanda dimana hubungan antara tanda dengan denotatum (penanda) ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum atau kesepakatan bersama (konvensi). Tanda bahasa dan matematika merupakan contoh simbol. Simbol juga dapat menggambarkan suatu ide abstrak dimana tidak ada kemiripan antara bentuk tanda dan arti.

Kajian ini dilihat berdasarkan konsep Pierce dalam upacara adat memere nakan pagit yang dikaji lewat simbol. Untuk memahami simbol, penulis juga menggunakan pendapat Barthes tentang makna tanda sebagai berikut:

1. Makna Denotatif

Kata denotatif berasal dari kata denotative sedangkan kata denotasi berasal dari kata (denostation) yang berarti tanda, petunjuk atau menunjukkan ataupun arti/makna yang berasal dari suatu tanda yang telah disepakati bersama atau sudah menjadi pengertian yang sama. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, tanda yang dimaksud adalah tanda-tanda visual, baik itu non-verbal (garis, bidang, warna,

tekstur, dan lain-lain), maupun bisa juga bersifat verbal atau sudah berbentuk (menggambarkan manusia, binatang, dan bentuk respresentatif lainnya).

2. Makna Konotatif

Kata konotatif berasal dari kata konotative, konotasi berasal dari kata (connotation) yang memiliki arti pengertian tambahan atau arti kedua yang tersirat diluar arti seniotik tadi. Serta konotasi merupakan istilah yang digunakan Barthes atau untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca (subjek) serta nilai-nilai dari kebudayaannya.

Berdasarkan judul skripsi ini, maka teori yang digunakan untuk mengkaji upacara adat memere nakan pagit etnik Pakpak adalah teori semiotik.

Saussure (1974:1) mengatakan bahwa tanda memiliki tiga aspek yaitu:

1) Aspek itu sendiri

2) Aspek material ini dapat berupa bunyi, tautan huruf menjadi kata, gambar warna dan atribut-atribut lainnya ini disebut dengan signifier

3) Konsep ini sangat berperan dalam mengkontruksikan makna suatu denotatum atau objek yang disebut dengan signified.

Tanda adalah mewakili sesuatu bagi seseorang. Sesuatu ini dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain sebagainya. Yang dapat menjadi tanda bukan hanya soal bahasa, melainkan berbagai hal yang dapat

melingkupi kehidupan sehari-sehari kita. Tanda dapat berupa bentuk tulisan, karya seni, sastra, lukisan dan patung.

Berdasarkan objeknya, Pierce merumuskan suatu tanda selalu merujuk pada suatu acuan. Setiap tanda selalu memiliki fungsi dan memiliki makna yang sesuai dengan tanda itu sendiri. Dengan demikian, dalam konsep Pierce simbol diartiakan sebagai tanda yang mengacu pada objek tertentu di luar tanda itu sendiri. Hubungan antara simbol dengan penanda dengan sesuatu yang ditandakan (petanda) yang sifatnya konvensional. Berdasarkan konvensi itu pula masyarakat pemakainya dapat menafsirkan ciri dan hubungan antara simbol dengan objek yang diacu dan menafsirkannya. Pierce juga membagi simbol menjadi 3 jenis yaitu:

1) Rhematic simbol atau Simbol rheme 2) Dicent symbol atau proposition 3) Argumen.

1. Rhematic symbol atau symbolic rheme

Yakni tanda yang dihubungkan dengan objeknya melalui asosiasi nilai umum. Misalnya, kita melihat lampu dijalan menunjukkan tanda merah, maka kita dinyatakan untuk berhenti. Mengapa demikian, ini terjadi karena adanya asosiasi dengan benda yang kita lihat.

2. Dicent symbol atau proposition (proposisi).

Adalah tanda yang langsung menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak. Kalau seseorang mengatakan “sana”, penafsiaran kita langsung berasosisai pada sistem kerja otak sertamerta kita akan langsung pergi. Nyatanya dari ungkapan di atas kita kenal hanya sebuah kata. Kata-kata yang kita gunakan

membentuk kalimat, semuanya merupakan sebuah proposisi yang mengandung makna yang berasosiasi dalam otak.

3. Argumen.

Yakni tanda yang merupakan kesamaan seseorang terhadap sesuatu berdasarkan sistem kerja otak tertentu.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teori semiotik yang diambil dari konsep Pierce. Dimana setiap tanda memiliki makna yang bersifat arbitrer atau manasuka. Sesuai dengan teori di atas adat dan masyarakat Pakpak memberikan makna pada setiap tanda yang bersifat arbitrer, artinya mereka menentukan makna dari sebuah tanda sesuai dengan keadaan dan apa yang mereka ingin utarakan atau aplikasikan dengan adat istiadatnya. Ini didasarkan juga dengan penyesuaian dengan bentuk serta kebiasaan mereka sehari-hari.

BAB III

Dokumen terkait