• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPACARA ADAT MEMERE NAKAN PAGIT ETNIK PAKPAK KAJIAN : SEMIOTIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "UPACARA ADAT MEMERE NAKAN PAGIT ETNIK PAKPAK KAJIAN : SEMIOTIK"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

UPACARA ADAT MEMERE NAKAN PAGIT ETNIK PAKPAK KAJIAN : SEMIOTIK

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN OLEH : OLIHI RIS APO SOLIN

120703030

PROGRAM STUDI SASTRA BATAK FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(2)
(3)
(4)

Disetuji oleh:

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(5)

ABSTRAK

Olihi Ris Apo Solin, 2017, Judul Skripsi: Upacara Adat Memere Nakan Pagit Etnik Pakpak Kajian : Semiotik

Upacara adalah merupakan salah satu bentuk kongkrit budaya yang menggunakan simbol sebagai media untuk menyampaikan harapan, doa, serta komunikasi yang terdapat di dalamnya. Upacara adat memere nakan pagit adalah salah satu dari upacara adat Pakpak yang di mana terdapat penggunaan simbol sebagai media komunikasi untuk menyampaikan doa serta harapan. Peneleitian ini guna mendeskripsikan bentuk, fungsi serta makna simbol yang terdapat dalam upacara adat memnere nakan pagit etnik Pakpak. Manfaat penelitian ini dapat memberikan masukan bagi penulis dalam menambah pengetahuan mengenai upacara adat memere nakan pagit etnik Pakpak, sebagai bahan referensi dan acuan bagi pengembangan penelitian berikutnya yang memiliki kesamaan dengan penelitian ini dan sebagai bahan kepustakaan budaya Pakpak yang mulai ditinggalkan karena perngaruh jaman modern. Metode yang digunakan dalam penelitian judul ini adalah metode deskriptif kualitatif. Serta teori yang digunakan adalah teori semiotik dari Pierce yang mengemukakan tanda menjadi 3 bagian yaitu; ikon, indeks, dan simbol.

Metode deskriptif kualitatif ialah cara bagaimana menggambarkan secara objektif dan pasti tentang setiap simbol yang terdapat dalam upacara adat memere nakan pagit etnik Pakpak. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa setiap simbol yang digunakan dalam upacara adat memere nakan pagit etnik Pakpak memiliki andil yang cukup berguna dalam tahapan kehamilan yang telah dirasakan oleh ibu hamil, melalui makna simbol yang terdapat di dalamnya memiliki nilai budaya yang dianggap penting dalam sebuah adat yang telah dilahirkan oleh para leluhur sebagai suatu identitas sebuah daerah.

Kata kunci : upacara adat, tanda, simbol

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan karunianya yang melimpah penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul Upacara Adat Memere Nakan Pagit Etnik Pakpak Kajian : Semiotik.

Penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan tingkat Sarjana 1 (S-1) pada Program Studi Sastra Batak, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini dapat tertulis dengan baik atas dukungan dan peran dari dosen pembimbing penulis. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing penulis yaitu;

Bapak Drs. Sumurung Simorangkir SH. MPd, serta Ibu Dra. Asni Barus M.Hum yang telah mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu dan membimbing penulis dalam upaya penyelesaian skripsi ini. Sehingga skripsi ini bisa dipublikasikan untuk dipelajari. Dan kepada para dosen Program Studi Sastra Batak yang juga telah memberikan pendidikan yang baik dan berguna bagi penulis.

Skripsi ini memiliki beberapa bagian yaitu; Bab I yang berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bab II dengan kajian pustaka yang mencakup kepustakaan yang relevan serta landasan teori. Bab III berisi metode penelitian yang mencakup metode dasar, lokasi penelitian, sumber data, instrument penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Bab IV berisikan pembahasan serta kesimpulan dan saran.

Penulis menyadari skripsi ini masih belum sempurna karena bidang ilmu yang penulis miliki sangat minim. Namun berkat bimbingan para dosen selama penulis dalam masa perkuliahan, maka skripsi ini dapat selesai dengan sebagaimana mestinya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan skripsi ini dikemudian hari. Terima kasih

Medan, Januari 2018 Penulis,

Olihi Ris Apo Solin

Nim. 12070303

(7)

RANA PERLEBE

Lias ate mbue penurat doken mendahi Debata sinisorga kumerna soh bagendari nggo ibereken kininjuah, deket pasu-pasu sitermurmur medahiken penurat kumerna boi kisidungken skripsi simergerar Upacara Adat Memere Nakan Pagit Etnik Pakpak Kajian : Semiotik.

Penusunen skripsi en imo lako ki sidungken persikolahen i perkuliahen nai simerjenjang S-1 i Program Studi Sastra Batak, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Skripsi en boi tersurat mende imo kumerna dukungen dosen pembimbing penurat. Kumerna bagi mendokken lias ate mo penulis mendahiken Bapa Drs. Sumurung Simorangkir SH.MPd, deket Inang Dra. Asni Barus M.Hum sienggo kibereken waktu, tenaga deket pikiren lako kiurupi penurat kibahan skripsi en. Asa boi tersidungken skripsi en deket lako kipelajari mi kalak mbue.

Deket karinana dosen penurat singgo kiajari penurat senderang penurat i bangku perkuliahen nai.

Skripsi en lot piga-piga rumpun imo ; perlebe, si lot isi pendahuluen imo pasal latar belakang masalah, rumusen masalah, tujuen deket guna ni penelitien.

Peduaken, imo kajien pustaka imo pasal kepustakaen si ni merhubungen deket pembahasen skripsi penurat. Peteluken, imo metode penelitien imo pasal metode dasar, bekas penelitien, metode pepulungken data deket metode analisis data.

Pempatken, imo pembahasen imo pasal keterangen langkah Upacara Adat Memere Nakan Pagit Etnik Pakpak betukni simbol, maknani simbol, deket kegunaen simbol i. Pelimaken imo kesimpulen deket saran lako kisempurnaken skripsi en.

Penurat menadari skripsi en madeng mende kalohon kumerna bagien ilmu si penurat dapeti cituk den. Nang bagi pe kumerna bimbingen kan dosen nai senderang penurat i bangku perkuliahen, skripsi en pe boi tersidungken si bakune mendena. Bagi pe penurat mengido ranah deket pedah simerandal lako kisempurnaken skirpsi en i jolo ni ari. Lias ate

Medan, Januari 2018 penulis,

Olhi Ris Apo Solin Nim. 120703030

(8)
(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu senantiasa memberikan kesehatan dan perlindunganNya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1) Bapak Prof. DR. Runtung Sitepu, SH.M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2) Bapak Dr. Budi Agustono, M.S selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara beserta jajaran wakil Dekan, pembantu Dekan lainnya yang telah memberikan akses pendidikan yang layak dan nyaman bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara

3) Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum selaku Ketua Program Studi Sastra Batak, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis untuk berkembang menjadi mahasiswa yang berguna selama menempuh pendidikan perkuliahan

4) Bapak Drs. Flansius Tampubolon, M.Hum selaku sekretaris Program Studi Sastra Batak, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang juga telah memberikan arahan dan kritik yang membangun pada penulis 5) Bapak Drs. Sumurung Simorangkir, SH.MPd selaku pembimbing I penulis

yang telah banyak mengorbankan waktu, tenaga pikiran, arahan serta dukungan, perhatian dan nasehat kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi maupun dalam perkuliahan

(10)

6) Ibu Dra. Asni Barus, M.Hum selaku pembimbing II yang telah banyak mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, nasihat dan arahan untuk membimbing penulis dalam penyelesaian skrispi ini

7) Bapak Drs. Jekmen Sinulingga M.Hum selaku dosen penasehat akademik saya yang telah banyak memberikan arahan yang baik serta memotivasi penulis selama masa perkuliahan di tengah naik turunnya nilai akademik penulis

8) Segenap dosen Sastra Batak yang penuh kasih sayang memberikan ilmu pengetahuan dengan ikhlas selama penulis dalam proses menimba ilmu pengetahuan dibangku perkuliahan

9) Orang tua penulis sayangi dan hormati Bapak Mahala Maruli Tua Solin, dan Ibu Masta br. Marpaung yang dengan sepenuh hati telah mengajar dan mendidik penulis, merawat dan membesarkan penulis hingga dapat menempuh pendidikan ke jenjang perguruan tinggi

10) Informan Penulis Atur Pandapotan Solin, Juster Padang, Lasmier Banurea yang telah banyak membantu dan meluangkan waktunya untuk penulis dalam berbagi informasi kepada penulis untuk melengkapi data-data yang penulis perlukan selama dalam penelitian skripsi

11) Saudara/i penulis, Lolo Pardomuan Solin, Yunita Lia Marlina Solin, Nelson Marko Pulung Solin, Prana Sintuhu Solin, Sarma Marpaung dan seluruh keluarga besar Solin dan Marpaung yang dengan senang hati dan senantiasa memberikan dukungan penuh kepada penulis dan membantu penulis pada saat kesulitan dalam menyusun skripsi ini

(11)

12) Sahabat-sahabat satu stambuk penulis selama perkuliahan, Roniuli Sinaga, Sri Elsita Silalahi, Try Putra Rajagukguk, Rianti Simbolon, Subur Naibaho, Trihamdani Padang, Bob Valentino Simanjuntak, Ria Lestari Sinaga, Dewi Sartika Simanungkalit, Lamro T B Purba, Astina Octavia Nababan, Sarmino Berutu, Tumbur Hardianto Naibaho, Sepran Edo Andrean Silitonga, Ronika Simbolon, Fertika Tasya Sinaga, John Hendrik Sipayung, Hamdani Harahap, Jekli Wancon Sinurat, Opel Melki Malau, Xaverius G Malau, Dortua Simbolon, Era Tumangger, Paulus Adipura Napitupulu atas saran dan masukan serta semangat kepada penulis selama penyelesaian skripsi dan juga di masa perkuliahan

13) Teman-teman yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi, Dio Panisah Meliala, Serta Yuni Solin, Dina Permatasari Sitompul, Talent Lumban Tobing, Etna Boangmanalu, adek-adek stambuk 013, 014, 015, 016 Sastra Batak, teman-teman organisasi Ikampus (Ikatan Mahasiswa Pakpak Universitas Sumatera Utara), dan teman-teman satu almamater penulis yang selalu mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak yang selalu mendukung dan membantu penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

Semoga Tuhan membalas semua jasa kepada pihak yang berperan dalam membantu dan mendukung penulis baik tersurat maupun yang tidak tercantum namanya.

(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR……… ii

RANA PERLEBE... iii

AKSARA BATAK PAKPAK ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH... v

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Peneltian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Kepustakaan Yang Relevan ... 6

2.2 Pengertian Semiotik ... 7

2.3 Pengertian Upacara Adat Memere Nakan Pagit Etnik Pakpak ... 8

2.4 Teori yang digunakan ... 9

BAB III METODE PENELITIAN ... 17

3.1 Metode Dasar ... 18

3.2 Lokasi Penelitian ... 19

3.3 Sumber Data Penelitian ... 20

3.4 Instrument Penelitian ... 21

3.5 Pengumpulan Data ... 21

3.6 Metode Analisis Data ... 22

(13)

BAB IV PEMBAHASAN ... 24

4.1 Tahapan Pelaksanaan Upacara Adat ... 24

4.1.1 Komponen Serta Kelengkapan Dalam Pelaksanaan Upacara Adat Memere Nakan Pagit Etnik Pakpak………. 24

4.1.1.1 Masa Kandungan……….. 27

4.1.1.2 Waktu……… 27

4.1.1.3 Bahan………. 28

4.1.14 Undangan ... 29

4.2 Deskripsi Bentuk Fungsi Dan Makna Simbol Pada Upacara Adat Memere Nakan Pagit Etnik Pakpak ... 30

4.2.1 Deskripsi Bentuk, Fungsi, Dan Makna Simbol Makanan Adat 31 4.2.2 Deskripsi Bentuk, Fungsi, Dan Makna Simbol Perlengkapan... ... 43

4.2.3 Deskripsi Bentuk, Fungsi, Dan Makna Simbol Penanda Status 46 4.2.4 Deskripsi Bentuk, Fungsi, Dan Makna Simbol Tempat/Posisi 51 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... ... 56

5.2 Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59 LAMPIRAN ...

Lampiran 1: Pertanyaan ...

Lampiran 2: Daftar Informan ...

Lampiran 3: Surat Izin Penelitian

Lampiran 4: Surat Keterangan Penelitian

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki banyak ragam budaya serta adat istiadat yang diakui negara di dunia ini. Kebudayaan juga merupakan sebuah simbol dari ciri khas setiap daerah masing-masing yang berada di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Tidak saja akan kebudayaannya namun adat istiadatnya juga dianggap sebagai sesuatu yang unik. Dari setiap etnik yang ada di Indonesia, semuanya mempunyai aturan dan tata budayanya masing-masing. Aturan-aturan itu dianggap sakral bagi setiap daerah.

Di Sumatera Utara sendiri memiliki kebudayaan yang beragam dari 5 sub etnik Batak yaitu, Toba, Karo, Simalungun, Pakpak, serta Angkola Mandailing dan 2 etnik Nias dan Melayu. Dari setiap etniknya masing-masing memiliki aturan dan budaya yang berdiri sendiri. Kita ambil contoh dalam Etnik Pakpak khususnya memiliki banyak kegiatan masyarakat yang berpegangan dengan adat-istiadat. Baik dalam kegiatan upacara pernikahan, kerja njahat, dan upacara adat lainnya.

Selain upacara-upacara yang disebutkan di atas, ada sebuah upacara yang disebut dengan memere nakan pagit. Hal ini merupakan kegiatan yang biasanya ada disetiap daerah di Indonesia. Beragam ritual yang dilakukan mempunyai ciri tersendiri. Dijaman modrenisasi sekarang kegiatan ini sudah mengikuti arus ketajaman modren. Misalnya di daerah perkotaan di Pakpak banyak yang menyalah gunakan kegiatan ini dengan menyampingkan tata cara serta bagian-bagian penting

(15)

dalam upacara tersebut. Banyak kegiatan ini hanya sebagai simbol semata guna

“menjunjung” adat itu agar tetap ada walau tata cara yang digunakan masih menyimpang atau berlawanan.

Penyimpangan ataupun pergeseran yang dimaksud adalah pemikiran masyarakat tentang kesakralan dan pentingnya nilai budaya yang terkandung dalam upacara adat ini menjadi terkikis sedikit demi sedikit dan beralih kepada kegiatan yang sederhana ataupun praktis. Hal ini yang memicu masyarakat kurang peduli dengan makna yang terkandung di dalam simbol medianya.

(Atur Pandapotan Solin) hanya kisaran persen 60 persen masyarakat Pakpak yang masih menggunakan kegiatan upacara ini sesuai dengan aturan yang lahir dari budaya tersebut. Kebanyakan yang melakukan upacara sempurna itu yang berasal dari desa-desa terpencil yang memang masih memegang teguh prinsip kebudayaan yang nyata. Masih harus ada upaya untuk melestarikan guna melaksanakannya atas dasar adat istiadat yang sudah ada sejak dulu.

Hal inilah yang medorong penulis untuk melakukan penelitian tentang simbol yanga ada pada upacara adat memere nakan pagit etnik Pakpak, karena keinginan penulis untuk menunjukkan bahwa Pakpak memiliki segudang hal yang istimewa yang diterapkan pada simbol-simbol adat seperti dalam kegiatan memere nakan pagit ini. Penulis ingin mengarahkan masyarakat terutama generasi muda Pakpak untuk lebih mengenali adat dan budayanya serta memahami setiap simbol yang ditimbulkan dalam uapacara-upacara adat terutama pada upacara adat memere nakan pagit etnik Pakpak ini. Dan generesi muda juga diharpkan sebagai pengguna yang lebih aktif lagi untuk memahami serta memaknai dengan setiap simbol yang ada untuk pemahaman yang berguna di masa yang akan datang.

(16)

Dalam penelitian ini akan dijelaskan simbol apa saja yang digunakan serta makna dari setiap tanda yang timbul dalam upacara adat memere nakan pagit etnik Pakpak. Penelitian mengenai upacara adat memere nakan pagit masih sangat kurang dalam pelaksanaannya. Meskipun sudah banyak dilaksanakan kegiatan ini, namun masyarakat pada umumnya masih belum mengatahui mengapa alat ataupun hidangannya harus berupa ikan. Karena kurangnya juga penelitian yang dilakukan serta minimnya antusias atas pengetahuan akan kegiatan ini, maka simbol serta makna yang terkandung di dalamnya tidak mampu ditafsirkan dengan baik.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan pengkajian simbol yang terdapat dalam kegiatan upacara adat memere nakan pagit etnik Pakpak. Agar kegiatan ini tidak lagi dipandang sebagai kegiatan yang biasa- biasa saja, namun dapat dikelola lagi dengan benar dan dengan sesuai kajian adat istiadat yang ada sejak dulu. Sejalan dengan judul penelitian ini penulis akan mengkaji upacara adat memere nakan pagit etnik Pakpak dari segi semiotik, karena penulis merasa tertarik untuk mengetahui arti atau makna dari tanda atau simbol- simbol yang ada pada upacara adat memere nakan pagit etnik Pakpak.

(17)

1.2 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam Skripsi ini adalah sebagai berikut:

1) Bagaimana tahapan upacara adat memere nakan pagit ?

2) Simbol-simbol apa saja yang terdapat dalam upacara adat memere nakan pagit ?

3) Makna apa saja yang terdapat dalam upacara adat memere nakan pagit ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1) Untuk mendeskripsikan tahapan upacara adat memere nakan pagit etnik Pakpak

2) Untuk mendeskripsikan simbol-simbol pada upacara adat memere nakan pagit etnik Pakpak

3) Untuk mendesrkipsikan makna yang terkandung dalam upacara adat memere nakan pagit etnik Pakpak

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang didapat pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

(18)

A. Manfaat Teoritis

1) Untuk mengetahui tahapan upacara adat memeren nakan pagit etnik Pakpak

2) Untuk mengetahui simbol-simbol apa saja yang terdapat dalam upacara adat memere nakan pagit etnik Pakpak

3) Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam upacara adat memere nakan pagit etnik Pakpak

B. Manfaat Praktis

1) Sebagai referensi kepustakaan khususnya mengenai upacara adat memere nakan pagit etnik Pakpak

2) Bermanfaat bagi masyarakat, khususnya bagi generasi muda untuk membantu memotivasi mereka akan kekayaan budaya yang disalurkan melalui upacara adat memere nakan pagit etnik Pakpak

3) Mengetahui makna yang terkandung dalam tanda upacara adat memere nakan pagit etnik Pakpak

4) Agar dapat dijadikan sebagai sumber penelitian terhadap ilmu lainnya 5) Sebagai dokumentasi upacara adat memere nakan pagit etnik Pakpak pada

Program Studi Sastra Batak FIB USU.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Kajian pustaka adalah paparan atau konsep yang mendukung pemecahan masalah dalam suatu penelitian. Paparan atau konsep ini bersumber dari pendapat para ahli, pengalaman penelitian, dokumentasi, dan nalar penelitian yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku yang relevan dengan judul skripsi ini. Buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah buku- buku semiotik, yang salah satunya dari tokoh semiotik Charles Sander Peirce.

Selain itu juga ada beberapa sumber bacaan lain untuk digunakan dalam memahami serta mendukung penulisan skripsi ini adalah :

1) Rianti Simbolon (2015) dalam Upacara Adat Kelahiran Anak Pada Etnik Batak Toba Di Kabupaten Samosir kajian : Tradisi Lisan, memaparkan tentang tahapan kelahiran pada etnik Batak dengan ditandai dengan memberi makan ibu hamil pada masa kandungan 7 bulan.

2) Hotmida Sinaga (2013) dalam Makna Dan Fungsi Mangupa Pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Angkola Sipirok Kajian : Semiotik, menjelaskan tentang mangupa dalam kegiatan pernikahan yang ditinjau melalui setiap makna dan fungsi yang ada dalam kegiatan tersebut

3) Trabaut (1996) yang berjudul Elemente Der Semiotik, dalam buku ini memaparkan pengertian ilmu semiotik dan juga menjelaskan beberapa teori tentang suatu tanda dalam ilmu semiotik.

(20)

2.2 Pengertian Semiotik

Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani semion yang berarti tanda. Secara langsung Eco (2009) menyebutkan semiotik adalah sebuah bidang ilmu yang mempelajari tentang tanda yang dipelajari melalui objek luas, peristiwa-peristiwa serta kebudayaan. Tokoh lain yang ikut mengartikan semiotik adalah Barthes (1988) membagi semiotik dalam dua bidang pertandaan yaitu pada tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna ekplisit, langsung, serta nyata. Konotasi adalah sebaliknya yang beroprasi pada makna yang tidak ekplisit, tidak langsung, dan tidak nyata.

Pokok perhatian semiotik adalah tanda. Tanda itu sendiri diartikan sebagai sesuatu yang memiliki ciri khusus penting. Terlebih dahulu tanda harus dapat diamati atau dalam pengertiannya tanda harus dapat ditangkap oleh indra pengelihatan. Kedua, tanda harus menunjuk pada suatu hal yang lain artinya bisa menggantikan, mewakili serta menyajikan.

Dalam buku Wibowo (2011:14) Peirce mengemukakan ciri khas pada sebuah tanda yaitu, ikon, indeks, serta simbol.

1) Ikon, ditandai dengan persamaan, kemiripan. Contoh pada gambar: foto, patung. Proses kerja dilihat

2) Indeks, ditandai dengan hubungan sebab akibat, keterkaitan. Contoh: asap, api, gejala, penyakit. Proses kerja diperkirakan

3) Symbol, ditandai dengan konvensi atau kesepakatan sosial. Contoh: kata- kata, isyarat. Proses kerja dipelajari.

(21)

De Saussure dalam Hoed (2011 : 3) menjelaskan tanda menggunakan istilah signifiant (signifier, Ing ; penanda, Ind) untuk segi bentuk tanda, dan signifie (signified, Ing ; petanda, Ind) untuk segi maknanya. Semiotik sendiri memiliki dua aspek, yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda adalah wujud formal yang menandai sesuatu yang disebut petanda, sedangkan petanda adalah sesuatu yang ditandai oleh penanda itu sendiri yaitu artinya.

Berdasarkan dari beberapa tanda yang dipaparkan tadi, maka penulis menggunakan “simbol” sebagai acuan untuk menjelaskan tanda yang dikerjakan dalam skripsi ini.

2.3 Pengertian Upacara Memere Nakan Pagit Etnik Pakpak

Upacara Adat Memere Nakan pagit adalah aktifitas yang dilaksanakan atau yang dilakukan oleh keluarga dalam menyambut bulan ke- 7 (tujuh) janin di dalam perut ibu hamil (istri). Terlahirnya kegiatan ini adalah atas rasa syukur keluarga akan janin yang dikandung dalam perut ibu hamil tersebut. Istilah nakan pagit dalam adat Pakpak adalah, makanan yang tidak memiliki rasa dan dipercayai sebagai obat dalam tubuh ibu hamil. Kegitan ataupun upacara ini berlangsung dalam adat Pakpak dengan menggunakan media sajian makanan yang diberikan dapat berupa ikan batang lae (sejenis ikan mas) di letakkan di atas piring (pinggan) serta beberapa bahan makanan lainnya seperti: bungke, tuyung, pucuk roroh, singgaren, nakan, galuh siberas. Serta peralatannya seperti: baka, pinggan, blagen mbetar. Kegiatan inipun dilaksanakan oleh keluarg yang bersangkutan seperti:

dukak, pertua, siamatua, puhun, senina, berru. Ikan batang lae digunakan pada upacara ini adalah ikan yang sudah dipilih dan diambil langsung dari sungai.

Mengapa harus ikan batang lae, karena ikan ini merupakan ikan yang dianggap

(22)

sebagai pembawa keberuntungan bagi masyarakat. Kegunaan kegiatan ini sendiri adalah untuk memberikan gizi kepada sang janin agar lebih kuat semasa dalam perkembangan didalam perut (Rahim) ibu. Konon pada hitungan bulan tersebut janin sudah dapat mengkonsumsi hidangan tersebut dari pencernaan sang ibu.

Sebelum hidangan tadi diberikan, sang ibu mertua (simatua daberu) akan memberikan sedikit ucapan harapan (doa) kepada menantunya dan sang janin agar dapat tumbuh dengan harapan semua keluarga besar, seperti tuturan berikut: “ en mo mberru nakan pagit, pangan mo nakan pagit en asa pagit ndarohmu, mpihir tendimu njuah njerdik kono. Ulang ko megar-megar lako mendalani en karina, kumerna nggo mende dagingmu, mende-mende mo preso”. (Nak inilah hidangan untukmu, makanlah hidangan ini agar kuat tubuhmu, sehat badanmu. Jangan sampai sakit untuk menjalani semua ini, karena sudah kuat batinmu, baik-baiklah menjaganya). Kemudian ibu mertua memberikan hidangan itu kepada menantunya untuk dimakan.

Pada konteksnya di jaman dulu, upacara adat ini dilaksanakan secara diam- diam atau tanpa sepengetahuan ibu hamil tersebut. Setelah acara tersebut selesai, sang mertua selalu memantau perkembangan sang janin dan ibu selepas diberikannya nakan pagit tadi.

2.4 Teori yang Digunakan

Teori merupakan sebuah kumpulan konsep yang berbeda antara fakta yang satu dengan fakta yang lainnya pada sekumpulan fakta. Kata teori itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu theoria yang artinya kebetulan atau realita.

Subagyo (1991 : 20), teori adalah sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematis dalam gejala sosial maupun alamiah yang hendak diteliti. Teori adalah

(23)

ulasan kongkrit dari pengertian ataupun hubungan dari proposisi atau dalil.

Pendapat lain tentang teori adalah dari Hedriksen (1992), teori adalah suatu susunan hipotesis, konsep, dan prinsip pragmatis yang membentuk kerangka umum referensi suatu bidang yang dipertanyakan.

Teori merupakan sebuah landasan fudamental sebagai opini dasar dalam menjelaskan dan memberi jawaban atas masalah yang diambil, dengan adanya sebuah teori maka segala permasalahan yang muncul dalam skripsi ini akan dapat terjawab dengan kajian tambahan pada teori semiotik yang digunakan penulis sebagai acuan untuk mengerjakan skripsi ini.

Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang sebuah tanda dan segala aspek yang berkaitan dengan tanda, seperti sinyal yang bisa diakses serta bisa diterima oleh seluruh indra yang kita miliki.

Sobur (2003) semiotik adalah sebuah studi atas kode-kode yang sistematis apapun yang memungkinkan kita memandang entis-entis tertentu sebagai tanda- tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna, objek penelitiannya pada tanda yang awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjukkan atau merujuk pada benda lain.

Saussure (1916:2), kita dapat menerima suatu ilmu yang mempelajari tentang tanda-tanda dalam kehidupan sosial. Kehidupan sosial tersebut merupakan bagian dari psikologi umum, yang kemudian kita sebut sebagai semiologi.

Semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku pada tanda (Zoest, 1993:1).

(24)

Menurut Peirce (1958:1), tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seseorang. Sesuatu itu dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaaan, gagasan, dan yang menyangkut hal-hal lain. Yang menjadikan tanda bukan hanya bahasa, melainkan berbagai hal yang dapat melingkupi kehidupan di sekitar kita. Tanda itu sendiri dapat berupa tulisan, karya seni, sastra, lukisan, karikatur, patung, dan lain- lain.

Sudjiman (1983:3), mengatakan semiotik mulanya dari sebuah konsep tanda. Istilah tersebut berasal dari bahasa Yunani semion yang berarti tanda terdapat di mana-mana, kata merupakan tanda, demikian juga gerak, isyarat, bendera, dan sebagainya.

Menurut Danesi dan Perron (1996: 68-70) dalam Hoed yang berjudul semiotik & Dinamika Sosial Budaya mengungkapkan bahwa penelitian semiotik mencakup tiga ranah yang berhubungan antara apa yang ditampung oleh manusia itu sendiri ataupun melalui lingkungan (the world), yakni bertautan dengan “tubuh”

–nya, “pikiran”-nya, serta dengan “kebudayaan”-nya. Contoh pada acuan menyangkut segi “tubuh” (fisik), setidaknya pada permulaan (tahap awal).

Kemudian melalui representasi berkembang kegiatan di dalam “pikiran” dan selanjutnya, jika diaplikasikan dalam rangka kehidupan sosial, menjadi sesuatu yang hidup dalam “kebudayaan” sebagai signifiying order. Dari itu, kita akan memahami adanya jalinan yang sangat kuat antara “semiosis”, “representasi”, dan

“signifiying order”, antara kemampuan sejak lahir manusia untuk menghasilkan dan memahami tanda “semiosis”, kegiatan dalam kondisi manusia dengan menyangkutpautkan representamen dengan pengetahuan dan pengalamannya, serta

(25)

sistem tanda yang hidup dan diketahui bersama kebudayaan masyarakatnya (signifying order).

Ketiga persepsi atau pandangan di atas sejajar dengan teori Pierce tentang proses resprentasi dan respresentmen. Respresentasi tanda menyangkut hubungan antara respresentamen dan objeknya. Dalam semiotik Pierce, respresentasi tanda titik sama kadarnya. Pada tahap awal, tanda baru hanya di lihat sifatnya saja bahwa itu adalah tanda-tanda disebut “qualisign”. Pandangan Danesi dan Perron ini bersangkutan dengan “tubuh” atau “sesiosis dasar”. Kemudian pada tahap yang lebih lanjut, respresntasi tanda sudah berlaku untuk tempat dan waktu tertentu.

Misalnya, menunjukkan sesuatu dengan jari, yang disebut dengan ungkapan sin (gular) sign. Dalam pandangan Danesi dan Perron ini sudah berkaitan dengan

“motorik” manusia. Akhirnya sejumlah tanda berfungsi berdasarkan konvensi dalam suatu masyarakat yang disebut dengan “legisign”. Yang terakhir ini disebut oleh Danesi dan Perron sebagai “the signifiying order”. Porses pemaknaan tanda sudah berlaku secara sosial.

Menurut , Pierce dalam Hoed (2011:24) membedakan tanda sebagai berikut:

1) Ikon (icon), adalah tanda yang dijadikan sebagai bentuk kemungkinan, tanpa tergantung pada adanya sebuah denotatun (penanda), tetapi dapat dikaitkan dengannya atas dasar suatu persamaan yang secara potensial dimilikinya.

Defenisi ini mengaplikasikan bahwa segala sesuatu merupakan ikon, karena semua yang ada dalam kenyataan dapat dikaitakan dengan sesuatu yang lain.

Sehingga dapat dikatakan bahwa ikon merupakan tanda yang menyerupai objek (benda) yang diwakilinya atau tanda yang menggunakan kesamaan

(26)

ciri-ciri yang sama dengan yang dimaksud. Contoh Ikon : Gambar wajah adalah ikon dari diri sendiri. Gambar rokok berasap yang dicoret dengan garis diagonal, kita pahami sebagai larangan merokok di sekitar lokasi tersebut.

2) Indeks (indeks), adalah sebuah tanda yang dalam hal corak tandanya tergantung dari adanya sebuah denotatum (penanda). Dengan kata lain tanda yang sifatnya tergantung pada keberadaan suatu penanda. Tanda ini memiliki kaitan sebab-akibat dengan apa yang diwakilinya. Contoh : awan yang gelap dipahami sebagai tanda (index) akan datangnya hujan.

3) Simbol (symbol), adalah tanda dimana hubungan antara tanda dengan denotatum (penanda) ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum atau kesepakatan bersama (konvensi). Tanda bahasa dan matematika merupakan contoh simbol. Simbol juga dapat menggambarkan suatu ide abstrak dimana tidak ada kemiripan antara bentuk tanda dan arti.

Kajian ini dilihat berdasarkan konsep Pierce dalam upacara adat memere nakan pagit yang dikaji lewat simbol. Untuk memahami simbol, penulis juga menggunakan pendapat Barthes tentang makna tanda sebagai berikut:

1. Makna Denotatif

Kata denotatif berasal dari kata denotative sedangkan kata denotasi berasal dari kata (denostation) yang berarti tanda, petunjuk atau menunjukkan ataupun arti/makna yang berasal dari suatu tanda yang telah disepakati bersama atau sudah menjadi pengertian yang sama. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, tanda yang dimaksud adalah tanda-tanda visual, baik itu non-verbal (garis, bidang, warna,

(27)

tekstur, dan lain-lain), maupun bisa juga bersifat verbal atau sudah berbentuk (menggambarkan manusia, binatang, dan bentuk respresentatif lainnya).

2. Makna Konotatif

Kata konotatif berasal dari kata konotative, konotasi berasal dari kata (connotation) yang memiliki arti pengertian tambahan atau arti kedua yang tersirat diluar arti seniotik tadi. Serta konotasi merupakan istilah yang digunakan Barthes atau untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca (subjek) serta nilai-nilai dari kebudayaannya.

Berdasarkan judul skripsi ini, maka teori yang digunakan untuk mengkaji upacara adat memere nakan pagit etnik Pakpak adalah teori semiotik.

Saussure (1974:1) mengatakan bahwa tanda memiliki tiga aspek yaitu:

1) Aspek itu sendiri

2) Aspek material ini dapat berupa bunyi, tautan huruf menjadi kata, gambar warna dan atribut-atribut lainnya ini disebut dengan signifier

3) Konsep ini sangat berperan dalam mengkontruksikan makna suatu denotatum atau objek yang disebut dengan signified.

Tanda adalah mewakili sesuatu bagi seseorang. Sesuatu ini dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain sebagainya. Yang dapat menjadi tanda bukan hanya soal bahasa, melainkan berbagai hal yang dapat

(28)

melingkupi kehidupan sehari-sehari kita. Tanda dapat berupa bentuk tulisan, karya seni, sastra, lukisan dan patung.

Berdasarkan objeknya, Pierce merumuskan suatu tanda selalu merujuk pada suatu acuan. Setiap tanda selalu memiliki fungsi dan memiliki makna yang sesuai dengan tanda itu sendiri. Dengan demikian, dalam konsep Pierce simbol diartiakan sebagai tanda yang mengacu pada objek tertentu di luar tanda itu sendiri. Hubungan antara simbol dengan penanda dengan sesuatu yang ditandakan (petanda) yang sifatnya konvensional. Berdasarkan konvensi itu pula masyarakat pemakainya dapat menafsirkan ciri dan hubungan antara simbol dengan objek yang diacu dan menafsirkannya. Pierce juga membagi simbol menjadi 3 jenis yaitu:

1) Rhematic simbol atau Simbol rheme 2) Dicent symbol atau proposition 3) Argumen.

1. Rhematic symbol atau symbolic rheme

Yakni tanda yang dihubungkan dengan objeknya melalui asosiasi nilai umum. Misalnya, kita melihat lampu dijalan menunjukkan tanda merah, maka kita dinyatakan untuk berhenti. Mengapa demikian, ini terjadi karena adanya asosiasi dengan benda yang kita lihat.

2. Dicent symbol atau proposition (proposisi).

Adalah tanda yang langsung menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak. Kalau seseorang mengatakan “sana”, penafsiaran kita langsung berasosisai pada sistem kerja otak sertamerta kita akan langsung pergi. Nyatanya dari ungkapan di atas kita kenal hanya sebuah kata. Kata-kata yang kita gunakan

(29)

membentuk kalimat, semuanya merupakan sebuah proposisi yang mengandung makna yang berasosiasi dalam otak.

3. Argumen.

Yakni tanda yang merupakan kesamaan seseorang terhadap sesuatu berdasarkan sistem kerja otak tertentu.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teori semiotik yang diambil dari konsep Pierce. Dimana setiap tanda memiliki makna yang bersifat arbitrer atau manasuka. Sesuai dengan teori di atas adat dan masyarakat Pakpak memberikan makna pada setiap tanda yang bersifat arbitrer, artinya mereka menentukan makna dari sebuah tanda sesuai dengan keadaan dan apa yang mereka ingin utarakan atau aplikasikan dengan adat istiadatnya. Ini didasarkan juga dengan penyesuaian dengan bentuk serta kebiasaan mereka sehari-hari.

(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

Secara etimologi kata metode berasal dari bahasa Yunani “metodhos’’ dan

“logos’’. Metodhos artinya cara atau jalan, logos artinya ilmu pengetahuan. Jadi, metode merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai sasaran yang dikehendaki ataupun tujuan dalam pemecahan suatu masalah. Metode penelitian adalah cara yang harus dilakukan dalam pengumpulan data. Metode penelitian ini pada dasarnya cara ilmiah untuk mengumpulkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

Sudaryanto (1982 : 2) mengatakan bahwa metodologi adalah tindakan untuk melakukan sesuatu hal dengan menggunakan pikiran secara sistematis dalam mencapai suatu tujuan.

Dari sumber KBBI 2006 menyebutkan kata penelitian adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan. Penjabarannya adalah metodologi penelitian adalah upaya untuk menghimpun data yang diperlukan dalam penelitian untuk mendapatkan kebenaran terhadap suatu objek permasalahan.

Dalam metode penelitian akan dibicarakan tentang metode dasar, sumber data penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data.

Whitney (1960) menyatakan bahwa di samping untuk memperoleh kebenaran, kerja meyelidik harus pula dilakukan secara sungguh-sungguh dalam waktu yang lama. Dengan demikian penelitian merupakan suatu metode untuk

(31)

menemukan kebenaran, sehingga penelitian juga merupakan metode berpikir secara kritis.

3.2 Metode Dasar

Metode dasar yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif. Metode ini dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek/subyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya (Nanawi 1991 : 63).

Whitney (1960), metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan- pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.

Pada masyarakat Pakpak kegiatan upacara adat memere nakan pagit ini masih ada digunakan namun dengan motode yang berbeda. Artinya dengan mengenyampingkan simbol ataupun tanda yang tertuang di dalam ritual tersebut.

Dalam metode deskriptif ini, penulis akan berusaha memaparkan hasil yang sebenarnya sesuai dengan keadaannya sekarang.

Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat informasi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Penelitian deskriptif ini lebih bersifat penemuan fakta-fakta yang ada, termasuk dalam usaha mengemukakan satu dengan yang lainnya di dalam aspek-aspek yang diselidiki.

(32)

3.3 Lokasi Penelitian

Dimaksud dengan lokasi penelitian yang baik adalah lokasi/tempat penelitian yang sesuai dengan obyek permasalahannya dan merupakan daerah informasi secara kualitatif maupun kuantitatif (Subagyo 1991:35). Dari penjelasan di atas, maka lokasi penelitian yang penulis tuju adalah di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat, Propinsi Sumatera Utara. Alasan penulis memilih lokasi penelitian ini adalah karena judul dan pokok permasalahan yang dituju terdapat di Kabupaten Pakpak Bharat itu sendiri, karena Kabupaten Pakpak Bharat ini masih memiliki budaya yang kental serta usur-unsur adat yang masih terasa hingga saat ini. Dan di daerah ini juga masih bisa ditemukan tokoh- tokoh adat yang masih paham mengenai upacara sebagai informan, sehingga dapat mempermudah penulis dalam mengumpulkan data penelitian yang sesuai dengan objek penelitian penulis.

Berikut merupakan peta lokasi penelitian di Desa Sukaramai Kec. Kerajaan kabupaten Pakpak Bharat.

(33)

3.4 Sumber data Penelitian

Arikunto dalam Naharoh (2008:52) mengemukakan bahwa sumber data dalam suatu penelitian adalah subjek darimana data dapat diperoleh. Secara umum sumber data dapat diklarifikasi menjadi tiga bagian penting yaitu :

1) Person (orang) adalah tempat penelitian bertanya mengenai variabel yang diteliti

2) Paper (kertas) adalah sebuah komponen, keterangan arsip, pedoman, surat keputusan (SK), dan lain sebagainya

3) Place (tempat) adalah sumber data keadaan ditempat berlangsungnya kegiatan yang berhubungan dengan penelitian

(34)

3.5 Instrumen Penelitian

Moleong, (1989:19) mengatakan bahwa untuk mengumpulkan data, paradigma ilmiah memanfaatkan tes tertulis atau kuesioner atau menggunakan alat bantu (fisik) lainnya yang mendukung seperti poligraf, dan sebagainya. Instrumen yang digunakan dalam kegiatan penelitain adalah :

1) Lembar wawancara/pedoman wawancara

2) Alat perekam (tape recorder) yang digunakan untuk mewawancarai informan sehubungan dengan objek penelitian

3) Alat tulis dan kertas yang digunakan untuk mencatat segala hal yang dianggap penting dan berkaitan dengan objek penelitian

4) Handphone digunakan untuk merekam serta mengambil gambar dalam kegiatan objek yang diteliti

3.6 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada hubungan antara metode dengan mengumpulkan data dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan Nazir (1988:211). Secara umum metode pengumpulan data dapat dibagi atas beberapa jenis yaitu:

1) Metode pengamatan langsung, metode dengan menggunakan alat indra penglihatan

2) Metode dengan menggunakan pertanyaan 3) Metode khusus

maka metode yang digunakan penulis dalam pengumpulan data lapangan antara lain :

(35)

1) Metode observasi yaitu penulis langsung ke lapangan melakukan pemantauan terhadap objek penelitian. Metode observasi digunakan oleh penelitian untuk mengamati berlangsungnya upacara adat memere nakan pagit tersebut. Wawancara yang dilakukan dengan tokoh-tokoh masyarakat.

Alasan penelitian melakukan observasi untuk mendapatkan data akurat mengenai upacara adat memere nakan pagit tersebut.

2) Metode kepustakaan ( library research ) yaitu pengumpulan data melalui buku-buku yang berhubungan serta memiliki hubungan erat dengan penelitian tersebut. Metode ini dilakukan untuk mendapatkan sumber acuan penelitian agar data yang didapatkan dari lokasi mampu diolah semaksimal mungkin sesuai dengan tujuan yang digariskan.

3) Metode wawancara (depth interview) digunakan untuk memperoleh gambaran apa makna yang terkandung pada objek yang diteliti

3.7 Metode Analisis Data

Subagyo (1991:104-105) analisis data dalam penelitian merupakan rangkaian dalam proses penelitian yang sangat penting, karena dengan analisis inilah data yang ada akan terlihat manfaatnya dalam memecahkan masalah dalam penelitian dan untuk mencapai tujuan akhir penelitian.

Analisis data merupakan juga proses pengaturan data, merangkumnya kedalam pola kategori dari uraian dasar. Dalam penelitian ini data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis secara kualitatif. Mengelola data yang belum sempurna menjadi data yang akurat dan ilmiah dipakai dengan metode struktural.

Adapun langkah-langkah metode analisis data adalah sebagai berikut : 1) Data diklarifikasi sesuai dengan objek pengkajian

(36)

2) Data-data dianalisis sesuai dengan kajian yang ditetapkan yaitu bagaimana tata cara, makna dan fungsi yang terkandung

3) Mengaplikasikan hasil analisis dalam bentuk tulisan yang sistematis sehingga semua dapat dipaparkan dengan baik.

(37)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Tahapan Pelaksanaan Upacara Adat Memere Nakan Pagit Etnik Pakpak

Dalam acara adat di Pakpak, pelaksanaannya dimulai di pagi hari (perkekeen mataniari) para orang tua baik dari pihak perempuan maupun pihak anak berkumpul di dalam rumah berserta ibu hamil yang sudah memasuki usia kandungan 7 bulan. Setelah itu puhun (tutur paling tinggi dalam sistem kekerabatan Suku Pakpak) mengambil alih acara agar berlangsung hikmah dan sesuai adat.

Seperti tuturan di bawah ini.

Puhun :

Si cegen ari en, nggo pulung kita i bagasen sapo ta en lako membere panganen simpagit mendahi berru kita en si nggo mengandung pitu bulan.

Mendokken lias ate mo kita taba Tuhanta Debata kumerna nggo ibereken kininjuah mendahi kita sitampak pulung i bekasta sedari en. Kundul mo kene mberu deket dukak nami i babo belagen mbetar en, ijolo panganen sienggo lot ibahan kami mendahiken ndene en. Bagi ma pe dekket partua- partuana asa boi jolmit kundul ibelagen mbetar en. (Di pagi hari ini, kita berkumpul di dalam rumah ini untuk memberikan makanan kepada anak kita yang tengah hamil 7 bulan. Terima kasih kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan kesehatan kepada kita semua yang hadir di dalam rumah ini. Duduklah kalian anak kami di atas tikar putih, yang di depan kalian sudah tersedia hidangan makanan untuk kalian. Begitu

(38)

juga para orang tua kedua belah pihak untuk duduk mendampingi anak- anaknya.)

Setelah sudah duduk di tempatnya masing-masing, pihak puhun memberikan arahan kepada orangtua kedua belah pihak untuk mempersilahkan ibu hamil berserta suaminya duduk menghadap matahari terbit. Setelah itu ibu mertua serta suami duduk di hadapan kedua anak mereka (menantu). Seperti tuturan di bawah ini.

Puhun : Mendahiken kene partua-partua kalak en asa kundul mo kene i jolo panganen deket i jolo kalak en lako kibereken panganen simpagit en.

(Kepada kedua belah pihak keluarga anak kita ini duduklah di depan hidangan makanan serta di depan anak kita untuk meberikan makan kepada mereka).

Ibu mertua dari laki-laki (suami) menyulangkan makanan kepada menantu (ibu hamil) didampingi oleh suami. Sebelum menyulangkan makanan kepada menantu, sang mertua perempuan (simatua daberru), dan mertua laki-laki (simatua daholi) mengucapkan sedikit kalimat harapan atau doa untuk menantunya dan calon bayi. Seperti tuturan di bawah ini.

Simatua daberru :

Enmo berru nakan pagit, pangan mo nakan pagit en asa pagit ndarohmu, mpihir tendimu njuah njerdik kono. Ulang ko megar-megar lako mendalani en karina, kumerna nggo mende dagingmu, mende-mende mo pereso”. (Nak inilah makanan untukmu, makanlah makanan ini agar kuat tubuhmu, sehat

(39)

badanmu. Jangan sampai sakit untuk menjalani semua ini, karena sudah kuat batinmu, baik-baiklah menjaganya). Seperti tuturan di bawah ini.

Simatua Daholi :

Njuah-njuah mo ke dukaknami bagima pe kempu si lot i beltekmi. Asa jadi dukak kasea mo ia kaduan ijolo partuana deket ijolo Tuhan sipermaseh ate i. Ndaoh mo aka sibolis, roh rejeki i jolo, podi, kamuhun, kambirang.

(Sehat-sehatlah kalian anak menantu kami begitu juga sicalon bayi yang ada dalam janinmu, agar dimasa yang akan datang menjadi anak yang berbakti kepada orang tua dan takut akan Tuhan. Jauh dari mara bahaya, dan memiliki rejeki yang baik).

Begitu juga dengan orang tua si perempuan Ibu (Inang), Bapak (Bapa) yang ikut menyulang anaknya dan memberikan doa harapan kepada anak dan cucunya dimasa yang akan datang. Seperti tuturan di bawah ini.

Inangna & Bapana :

Berru enmo nakan pagit kusulangken nakan en mendahi kono asa gabe tendi midagingmu asa bagak perdalanenmu soh kitubuhken dokakmu, njuah-njuah kempui i nahan roh mi portibien. Bagak rejeki ndene ibereken Debatai mendahiken kene. (Nak inilah hidangan makanan kusulangkan kepadamu agar menjadi darah daging buatmu, agar baik proses persalinanmu kedepannya, sehat-sehat bayimu nanti lahir ke dunia ini.

Murah rejeki kalian diberikan Tuhan Yang Maha Esa).

Selepas menyulangkan makanan tersebut, kedua orang tuanya kembali ke tempat duduknya semula. Kemudian setelah semuanya selesai menyulangkan

(40)

makanan kepada ibu hamil tersebut, acara selanjutnya makan bersama pada keluarga yang ada di dalam rumah tersebut.

Setelah kegiatan selesai, doa bersama keluarga dipanjatkan guna menyempurnakan kegiatan yang berlangsung tadi. Semuanya diserahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar apa yang diharapkan keluarga besar calon bayi tersebut dapat dijawab oleh Tuhan dengan kasih karunia dan damai sejahtera ketika dia lahir ke dunia nanti.

Ibu ataupun mertua ibu hamil tersebut selalu memantau masa perkembangan janin yang ada di dalam perut ibu hamil agar dapat mengatur pola makanannya selama masa kehamilan, sehingga janin serta kebutuhan asupan makanannya dapat terpenuhi dengan baik.

4.1.1 Komponen Serta Kelengkapan Dalam Pelaksanaan Upacara Adat Memere Nakan Pagit Etnik Pakpak

4.1.1.1 Masa Kandungan

Dalam kegiatan ini masa kandungan ibu hamil dilihat dari usia kandungan memasuki bulan ke- 7. Karena pada masa ini janin sudah dapat merasakan makanan yang di cerna oleh tubuh ibunya, sehingga sang janin mendapatkan asupan gizi yang baik melalui makanan yang di makan oleh ibunya.

4.1.1.2 Waktu

Waktu pelaksanaanya disesuaikan dengan masa kandungan ibu hamil tersebut. Jika masa kandungan tersebut sudah genap 7 bulan, maka sudah bisa dilakukan pemberian nakan pagit . Pemberian nakan pagit ini dilakukan pada pagi hari (perkekeen mataniari). Karena pada dasarnya kehidupan itu dimulai ketika kita

(41)

bangun, sama seperti matahari yang bersinar terlebih dahulu. Karena pada masanyapun setiap kegiatan adat yang ada di Pakpak dilakukan pada pagi hari. Agar rejeki yang didapatkan nantipun bagus dan bersinar cerah seperti matahari.

4.1.1.3 Bahan

Bahan merupakan hal yang diperlukan disetiap kegiatan apapun, guna melancarkan kegiatan yang dimaksud terselenggara dengan sesuai harapan. Bahan- bahan ini harus disiapakan guna keperluan kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan memere nakan pagit.

Bahan yang dibutuhkan dalam kegiatan ini adalah : 1) Ikan batang lae (sejenis ikan mas) 2) Bungke (sejenis rimbang)

3) Tuyung (terong)

4) Pucuk Roroh (daun jipang) 5) Singgaren (daun sop) 6) Nakan (nasi)

7) Galuh simberas (pisang kecil)

Adapun alat yang digunakan dalam upacara adat memere nakan pagit ini adalah : 1) Baka (tempat menampung besar)

2) Pinggan (piring)

3) Belagen Mbentar (tikar putih)

Semua bahan serta alat yang disebutkan di atas dibutuhkan dalam kegiatan upacara adat ini. Setiap bahan yang dibutuhkan haruslah terpenuhi sehingga tidak

(42)

ada yang nanti tertinggal, agar tidak berkurang fungsi dan makna yang terdapat dalam acara tersbut.

4.1.1.4 Undangan

Dalam kegiatan ini undangan yang diberikan bersifat tertutup. Artinya yang diundang dalam kegiatan ini adalah dari bagian kedua keluarga yang dimaksud (Kula-kula, senina, anak berru) dalam sistem kekerabatan Suku Pakpak.

Penyebaran undangan ini disampaikan melalui mulut ke mulut karena pada jaman dahulu belum ada alat untuk mendukung penyampaian undangan jarak jauh. Namun pada masa sekarang dapat diberitahukan melalui alat komunikasi seperti handphone ataupun media lainnya.

Semua komponen serta kelengkapan tersebut harus tersedia agar kegiatan tersebut dapat berjalan lancar sesuai aturan adat yang berlaku. Dengan demikian berkat dan doa yang didapatkan tersalurkan dengan baik untuk ibu hamil serta janin yang dikandung.

(43)

4.2 Deskripsi Bentuk, Fungsi dan Makna Simbol Pada Upacara Adat Memere Nakan Pagit Etnik Pakpak.

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan pada upacara adat memere nakan pagit, ditemukan beberapa kategori pembagian simbol yang terdapat, di antaranya adalah :

1) Simbol makanan adat, yang terdiri dari; ikan batang lae, bungke, tuyung, pucuk roroh, singgaren, nakan, galuh siberas

2) Simbol Perlengkapan adat, yang terdiri dari; baka, pinggan, belagen mbetar, 3) Simbol penanda status yang terdiri dari; puhun, partua, simatua, dukak 4) Simbol tempat atau posisi di antaranya; duduk berhadapan pada matahari

terbit

5) Simbol waktu terdiri dari; waktu dimulainya kegiatan, hari baik untuk melaksanakan acara

Berikut pemaparan bentuk dan simbol upacara adat memere nakan pagit etnik Pakpak :

(44)

4.2.1 Deskripsi Bentuk, Fungsi Dan Makna Simbol Makanan Adat

NO GAMBAR SIMBOL FUNGSI DAN MAKNA SIMBOL

1 Gambar 4.1

(Ikan Batang Lae. Doc. Foto oleh Olihi Solin, 25 Agustus 2017)

Ikan batang lae (jenis ikan yang menyerupai ikan mas namun lebih besar). Diletakkan dengan posisi badan berdiri seperti contoh gambar di atas. Dengan kepala ikan menghadap kepada orang yang akan menerima.

FUNGSI

Dalam upacara adat memere nakan pagit, ini merupakan makanan utama dalam kegiatan ini. Ikan memiliki fungsi sebagai simbol suka cita. Ikan sebagai simbol adat yang memang sudah lama ditinggalkan dalam kegiatan upacara adat selain upacara adat memere nakan pagit. Itu sebabnya penggunaan ikan pada upacara adat ini sangat bermanfaat. Selain itu fungsi lainnya juga adalah sebagai penambah gizi buat ibu hamil serta pengontrol mental melalui lemak yang ada dalam tubuh ikan. Agar ibu hamil dapat mengontrol mentalnya ketika bayi yang ada di dalam kandungannya tumbuh dengan perkembangan yang semakin aktif.

(45)

MAKNA

Makna ikan secara adat berisi harapan kelak bayi yang dilahirkan nanti dapat memiliki rejeki yang bagus. Dan memiliki umur yang panjang. Mampu berkembang dalam setiap lingkungan sosial yang ada di sekelilingnya. Secara upacara, ikan ini diibartakn sebagai pemersatu batin antara ibu hamil dan calon bayi agar dapat menjalani proses kehamilan dan persalinan dengan baik walaupun rasa perih dan sakit kerap datang. Seperti halnya ikan ini mampu bertahan hidup walau di air yang keruh.

(46)

2 Gambar 4.2

(Ikan Batang Lae. Doc. Foto oleh Olihi Solin, 25 Agustus 2017)

Bungke (sejenis rimbang) dihidangkan bersamaan dengan ikan batang lae. Diletakkan di samping ikan dan disusun dengan teratur.

Fungsi

Bungke adalah bahan yang disertakan dalam penyajian hidangan makanan memere nakan pagit yang meiliki fungsi sebagai simbol cita rasa pelengkap hidangan dan memiliki rasa sangat pahit. Selain sebagai pelengkap, bungke dijadikan sebagai obat dalam tubuh ibu hamil untuk mengurangi rasa nyeri dan sakit (yang terkandung dalam zat solasodine) ketika masa kandungan serta menjadi alat kekebalan tubuh sang janin dalam kandungan. Tujuannya agar fisik si ibu dapat terkontrol selama proses perkembangan janin dalam rahim.

(47)

Makna

Sebagai simbol adat yang berisikan ucapan syukur terhadap bayi yang akan terlahir di dunia. Agar yang memakan hidangan ini menjadi darah daging di dalam tubuhnya dan menjadi alat kekebalan tubuh bagi bayi yang dikandung. Pada konteks dalam upacara adat memere nakan pagit, seperti bentuknya yang kecil dan memiliki rasa yang sangat pahit, dapat diartikan menjadi sebuah harapan agar sang bayi dan ibu hamil dapat menjalani proses kehamilan hingga persalinan dengan baik walau dengan rasa sukar dan penderitaan. Sehingga ke duanya dapat sehat dan selamat ketika proses persalinan tiba.

(48)

3 Gambar 4.3

(Bungke. Doc. Foto oleh Olihi Solin, 25 Agustus 2017) Tuyung dalam bahasa Indonesia adalah terong.

Makanan pendamping yang biasa digunakan sebagai sayur dan aneka santapan yang lain. Digunakan dalam hidangan memere nakan pagit sebagai pelengkap cita rasa makanan yang diletakkan berdampingan dengan bungke.

Hanya direbus dengan air mendidih tanpa diberi perasa makanan tambahan.

Fungsi

Tuyung memiliki fungsi dalam hidangan nakan pagit sebagai pelengkap hidangan dan santapan untuk ibu hamil serta sang janin. Hidangan ini disantap bersamaan dengan diberikannya ikan bateng lae tersebut oleh ibu mertua.

Tuyung ini memiliki banyak fungsi diantaranya, untuk mejaga kesehatan tubuh ibu hamil yang terkandung dalam vitamin K, serta mencegah kerusakan sel-sel dalam kandungan.

Terong juga diyakini berfungsi sebagai sistem kekebalan tubuh bagi perempuan semasa dalam tahap kandungan. Terong yang digunakan harus terong yang berwarna hijau (muda) (gambar 4.3), karena terong yang muda melambangkan kekuatan dan anugerah.

(49)

Makna

Makna tuyung (terong) dalam upacar memere nakan pagit adalah untuk memberikan daya tahan tubuh yang kuat kepada ibu hamil saat masa kandungan. Harapan dan doapun timbul dari makanan ini. Artinya diharapkan sang calon bayi serta ibu hamil dapat memiliki tubuh yang kuat selama masa kehamilan sampai melahirkan, serta memiliki kesahatan yang baik. Semuanya itu diaplikasikan pada simbol makanan tuyung ini.

(50)

4 Gambar 4.4

(Pucuk Roroh. Doc. Foto oleh Olihi Solin, 25 Agustus 2017)

Daun jipang direbus dengan air panas sampai lembek dan bisa dikunyah. Posisinya juga di letakkan bederetan dipiring beserta dengan bahan-bahan makananan yang sudah tersedia sebelumnya.

Fungsi

Pucuk roroh digunakan dalam sajian nakan pagit adalah sebagai pelengkap dan mengembalikan rasa pahit yang ditimbulkan dari bahan makanan sebelumnya. Pucuk Roroh sebagai simbol penyempurnaan hidangan yang membuat makanan tak terasa pahit. Selain pelengkap dan penyempurnaan hidangan, pucuk roroh juga dijadikan sebagai obat untuk mencegah bayi lahir dengan cacat melalui kandungan folat yang ada dalam pucuk roroh. Bagi ibu hamil sendiri, pucuk roroh bermanfaat sebagai energi untuk menjalankan aktivitasnya sehari-hari.

Makna

Pucuk roroh sebagai simbol pemanis dalam makanan diibartkan menjadi pelengkap penyeimbang makanan yang disantap ibu hamil. Harapannya agar sang calon bayi bisa

(51)

5 Gambar 4.5

(Singgaren. Doc. Foto oleh Olihi Solin, 25 Agustus 2017) Daun sop yang digunakan sebagai penyedap

seperti pucuk roroh yang tumbuh di tanah namun tetap rendah. (agar sang calon bayi mampu selalu rendah hati jika kelak nanti bergelimang harta), seperti pokok labu yang memiliki buah banyak. Agar ke duanya mampu melewati semua proses kehamilan dengan selamat.

Fungsi

Sebagai penyedap masakan atau sebagai pewangi makanan yang digunakan jaman dahulu. Fungsi adat dari tumbuhan ini adalah, ketika si ibu hamil memakan hidangan yang pahit tadi, setelah menyantap singgaren ini, rasa ceria timbul, rasa semangat makan kembalipun timbul karena aromanya yang nikmat. Fungsi lain dari hidangan ini adalah sebagai obat penenang saraf selama ibu menjalani masa kandungan.

(52)

makanan (pengganti masako, atau bumbu masakan yang ada pada saat ini)

Makna

Singgaren dalam adat memiliki simbol harapan yang baru yang diberikan kepada sang calon bayi ketika lahir ke dunia nanti. Agar dijauhkan dari segala mara bahaya dan sakit penyakit, dan selalu disertai oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Daun ini memiliki aroma yang sangat sedap, seperti halnya kehidupan nantinya yang ada di depan calon bayi agar mampu memberikan warna disetiap kehidupan yang diajalani sebagai anak yang berbakti dan selalu hormat kepada orang tua yang telah membesarkannya.

(53)

6 Gambar 4.6

(Nakan. Doc. Foto oleh Olihi Solin, 25 Agustus 2017) Nakan (nasi) sumber karbohidrat yang selalu dikonsumsi masyarakat Indonesi dari jaman dahulu hingga sekarang.

Fungsi

Nasi difungsikan sebagai alat untuk pelengkap hidangan makanan apapun bagi masyarakat Indonesia. Fungsi adat dari nasi ini adalah sebagai penyempurnaan hidangan, agar sang ibu hamil bisa melahap hidangan yang tersedia dengan bantuan nasi. Fungsi lainnya adalah sebagai penambah gizi bagi ibu hamil dan janin yang ada dalam kandungannya.

Makna

Nakan dalam simbol adat berisikan harapan yang putih bersih kepada sang calon bayi seperti halnya nasi yang memiliki warna putih dan halus. Dan seperti padi kian berisi kian merunduk. Harapannya agar sang calon bayi dapat selalu berakhlak baik dan terhormat walaupun memiliki banyak prestasi yang didapatkannya. Makna hubungannya adalah agar ibu dapat mejalani masa kehamilan dengan sehat dan persalinan bejalan lancar dan bayi lahir sehat.

(54)

7 Gambar 4.7

(Galuh Siberas. Doc. Foto oleh Olihi Solin, 25 Agustus 2017)

Galuh siberas (pisang) sumber penghasil vitamin C dan B6 yang memberikan kontribusi gizi yang tinggi bagi daya tahan tubuh.

Fungsi

Galuh siberas adalah makanan yang dikhususkan bagi ibu hamil. Fugsinya sebagai hidangan penutup pada saat hidangan nakan pagit selesai dikonsumsi. Tujuannya agar rasa pahit yang ditimbulkan dari bahan makanan tadi mampu dicerna dengan baik di dalam tubuh sehingga lambung mampu mengolahnya dengan mudah. Selain itu galuh simberas juga memiliki fungsi sebagai obat untuk sistem saraf dan otak ibu hamil serta sumsum tulang belakang. Agar nanti melahirkan bayi tidak prematur. Bayi yang dilahirkanpun tidak kekurangan asupan gizi dan nutrisi.

Makna

Makna simbol galuh siberas secara adat berisi harapan agar ibu hamil yang mengkonsumsinya agar mementingkan kesehatan janin selama dikandungan agar menghasilkan calon

(55)

bayi yang baik bagi kehidupannya kelak agar manis seperti halnya pisang yang dikonsumsinya tadi. Makna lainnya adalah agar anak yang lahir nanti bisa selembut pisang kecil, besar berbuah lembut dan memiliki kulit yang cerah. Begitu juga dengan rejeki dan kehidupannya setelah dewasa nanti.

(56)

4.2.2 Desekripsi Bentuk, Fungsi dan Makna Simbol Perlengkapan

1 GAMBAR SIMBOL FUNGSI DAN MAKNA SIMBOL

Gambar 4.8

(Baka. Doc. Foto oleh Olihi Solin, 25 Agustus 2017) Baka atau dalam bahasa Indonesia (tempat beras berbentuk tabung terbuat dari pandan) yang ada dalam suku Batak. Yang selalu digunakan disetiap acara adat suku Batak

Fungsi

Baka dalam adat memiliki fungsi sebagai tempat penyimpanan beras pada umumnya ketika ada acara adat yang berlangsung. Selain itu baka dalam adat pakpak khususnya dalam kegiatan adat memere nakan pagit memiliki fungsi sebagai simbol suka cita. Baka tersebut berada di atas wadah piring.

Makna

Dalam acara adat ini, baka memiliki makna sebagai ucapan syukur atas apa yang dihidangkan di atasnya, dan menjadi berkah kepada yang menerimanya.

(57)

2 Gambar 4.9

(Pinggan. Doc. Foto oleh Olihi Solin, 25 Agustus 2017) pinggan atau dalam bahasa Indonesia (piring).

Alat yang digunakan untuk meletakkan makanan ataupun hidangan.

Fungsi

Piring memiliki fungsi sebagai tempat meletakkan makanan. Dalam upacara adat memere nakan pagit, pinggan tidak sembarangan dipilih, artinya harus pinggan berwarna putih. Fungsinya adalah sebagai simbol cinta dan kasih sayang atas apa yang telah dihidangkan kepada si penerima.

Makna

Makna adat yang terdapat dalam pinggan adalah agar apa yang disampaikan kepada si penerima menjadi sebuah berkat kepadanya. Seperti warna dan bentuk piring yang bulat, diharapkan rejeki yang akan didapatkan ibu hamil dan calon bayi nantinya tidak ada ujungnya dan selalu diberkahi.

(58)

3 Gambar 4.10

(Blagen Mbetar. Doc. Foto oleh Olihi Solin, 25 Agustus 2017)

Belagen mbetar atau dalam bahasa Indonesia (tikar putih). Terbuat dari pandan.

Fungsi

Adapun kegunaan atau fungsi dari belagen mbetar adalah sebagai alat duduk si penerima berkat (ibu hamil &

suami) selama acara berlangsung. Tikar diibaratkan sebagai singgah sana “raja” pengganti tempat duduk dalam adat Pakpak. Karena yang mendudukinya hanya orang tertentu dan yang selalu menerima berkat dari orang lain.

Makna

Makna yang terdapat dalam belagen mbetar ini adalah sebagai simbol kekuasaan atas apa yang didapat oleh si penerima. Tikar yang digunakan dalam kegiatan ini harus tikar yang baru. Agar dapat melalui proses melahirkan sang janin dengan baik dan memiliki harapan baru dari janin yang lahir.

Maknanya agar apa yang didaptakan kelak sama seperti tikar tersebut, rejeki yang baik kepada sang keluarga dan calon bayi.

(59)

4.2.3 Deskripsi Bentuk, Fungsi, Dan Makna Simbol Penanda Status

1 GAMBAR SIMBOL FUNGSI DAN MAKNA SIMBOL

Gambar 4.11

(Puhun/Paman. Doc. Foto oleh Olihi Solin, 25 Agustus 2017)

Kula-kula atau bagian paling atas dalam sistem kekerabatan suku Pakpak. Turunan dari pihak istri.

Fungsi

Dalam konteks adatnya puhun memiliki andil sebagai pemegang peran paling tinggi dalam setiap acara adat. Selain itu puhun merupakan bagian penyempurna acara adat. Puhun juga hanya sebatas media pendamping dalam acara memer nakan pagit ini. Puhun juga sebagai media untuk bermusyawarah atas kegiatan apa yang akan dilakukan.

Makna

Puhun diartikan dalam adat adalah sebagai simbol

“Tuhan” dalam acara tersebut. Artinya dia memiliki peran sebagai perestu sebuah acara. Makna yang diambil dari peran

(60)

puhun dalam acara adat adalah sebagai alat penyeimbang sebuah acara, dan sebagai pihak yang mengatur acara tersebut agar berjalan lancar sesuai dengan konteks adat yang berlaku serta mendapatkan berkah yang seharusnya dari proses kegiatan ini dalam konteks etnik Pakpak.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menentukan tingkat kelahiran yang sebenarnya sesuai dengan penduduk yang stabil, dibuat perhitungan distribusi umur dan jenis kelamin pada penduduk Provinsi NAD

Dengan koleksi terbaru dari PAKAIAN online exclusive dan juga koleksi new arrival yang menarik, serta serangkaian acara menarik dan promosi, program ekslusif seperti mystery

Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan supervisi akademik kepala sekolah, iklim kerja sekolah, dan disiplin kerja terhadap

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Balai Teknik Ke- sehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penya- kit Menular Kelas 1 Makassar mengenai analisis

Hasil penelitian yang dilakukan bahwa dari delapan buah sumur yang diobservasi 100% tidak memenuhi syarat yang ditentukan, sesuai dengan syarat-syarat sumur secara umum menu-

transformando las prácticas en el uso de la tierra, las prácticas comerciales y los hábitos del consumidor. transformando las prácticas en el uso de la tierra, las prácticas

Kredit Jumlah Angka Kredit Keterangan/ Bukti Fisik JUMLAH

The information in this report is provided “as is” without any representation or warranty of any kind, and Fitch does not represent or