• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada dasarnya setiap negara di dunia saling tergantung satu sama lain sehingga setiap negara melakukan perdagangan internasional. Ada dua alasan suatu negara melakukan perdagangan internasional yang masing-masing menjadi sumber bagi adanya keuntungan perdagangan (gain of trade) bagi mereka. Pertama, negara-negara melakukan perdagangan karena mereka berbeda satu dengan yang lain. Bangsa-bangsa di dunia ini, sebagaimana halnya individu- individu, selalu berpeluang memperoleh keuntungan dari perbedaan-perbedaan diantara mereka melalui pengaturan sedemikian rupa sehingga setiap pihak dapat melakukan sesuatu secara relatif lebih baik. Kedua, negara-negara saling melakukan perdagangan untuk mencapai economies of scale dalam produksi. Seandainya setiap negara bisa membatasi kegiatan produksinya untuk menghasilkan sejumlah barang tertentu saja, maka mereka berpeluang memusatkan perhatian dan segala macam sumberdayanya sehingga dapat menghasilkan barang-barang tersebut dengan skala yang lebih besar sehingga lebih efisien daripada jika negara tersebut memproduksi berbagai jenis barang sekaligus.

Adam Smith adalah pelopor konsep perdagangan antar negara yang didasarkan atas keunggulan absolut masing-masing negara. Suatu negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan dengan negara lain apabila negara tersebut berspesialisasi dalam komoditas yang dapat diproduksi dengan lebih efisien (mempunyai keunggulan absolut) dan mengimpor komoditas yang kurang

efisien (mengalami kerugian absolut) (Koo and Kennedy, 2005). Konsep perdagangan selanjutnya yang diperkenalkan oleh David Ricardo sekitar abad ke- 18 (1823) didasarkan atas keunggulan komparatif yang selanjutnya dikenal dengan Model Ricardian atau Hukum Keunggulan Komparatif (The Law of Comparative Advantage). Ricardo menyatakan bahwa meskipun sebuah negara memiliki keunggulan absolut yang lebih rendah dari negara lain dalam memproduksi kedua komoditas, namun masih tetap terdapat dasar bagi negara tersebut untuk melakukan perdagangan yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (memiliki keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih besar atau memiliki kerugian komparatif (Salvatore, 1997). Sementara itu dalam Model Ricardian, kemungkinan-kemungkinan produksi ditentukan oleh alokasi satu faktor tunggal, yaitu tenaga kerja ke berbagai sektor ekonomi. Model ini menyatakan gagasan dasar yang penting mengenai keunggulan komparatif, namun tidak memungkinkan untuk membahas distribusi pendapatan (Krugman and Obstfeld, 2003).

Model yang berkembang selanjutnya adalah Model Faktor Spesifik. Jika tenaga kerja bisa bergerak bebas antar sektor, maka ada sejumlah faktor produksi yang bersifat spesifik atau terikat pada sektor tertentu. Model ini sangat baik dalam menerangkan distribusi pendapatan, namun tidak mampu menjelaskan soal pola perdagangan (Krugman and Obstfeld, 2003). Kemudian berkembang Model Heckscher-Ohlin (H-O) dimana berbagai faktor produksi dimungkinkan bergerak antar sektor. Model ini menekankan perbedaan bawaan faktor produksi antar

negara sebagai determinasi perdagangan yang paling penting. Teori H-O menganggap bahwa setiap negara akan mengekspor komoditas yang relatif intensif menggunakan faktor produksi yang melimpah karena biayanya akan cenderung murah serta mengimpor komoditas yang faktor produksinya relatif langka dan mahal.

Model perdagangan standar membentuk kurva penawaran relatif dunia dari kemungkinan-kemungkinan produksi dan kurva permintaan relatif dunia atas dasar preferensi-preferensi masyarakat. Harga ekspor relatif terhadap impor atau nilai tukar perdagangan suatu negara sepenuhnya akan ditentukan oleh perpotongan antara kedua kurva tersebut. Jika faktor-faktor lain cateris paribus, kenaikan nilai tukar perdagangan suatu negara akan meningkatkan kesejahteraan penduduknya dan sebaliknya (Krugman and Obstfeld, 2003).

Apabila gagasan mengenai keuntungan perdagangan merupakan konsep teoritis yang paling penting dalam studi ekonomi internasional, maka pertentangan abadi antara perdagangan bebas dan proteksi perdagangan sepertinya merupakan tema kebijakan yang penting. Sejak munculnya bentuk negara pada abad ke-16, pemerintah sudah mengkhawatirkan dampak yang ditimbulkan oleh persaingan internasional terhadap keberhasilan industri-industri domestik sehingga berupaya menghindari kejatuhan industri-industri dari pesaing luar negeri dengan memberlakukan pembatasan impor atau membantu sektor industri domestik dalam meningkatkan daya saing di pasar internasional dengan memberikan subsidi ekspor.

Mengingat arti penting historis serta relevansinya terhadap masalah proteksi, selama bertahun-tahun pakar ekonomi internasional telah

mengembangkan kerangka analisis yang praktis namun memiliki kemampuan dalam menentukan dampak kebijakan pemerintah yang mempengaruhi perdagangan. Kerangka tersebut tidak hanya memperkirakan dampak kebijakan, melainkan juga menerapkan suatu analisis biaya manfaat (cost-benefit analysis) dan menetapkan kriteria untuk menentukan apabila ada campur tangan dari pemerintah yang berdampak positif bagi perekonomian (Krugman and Obstfeld, 2003), namun yang sering dilakukan adalah analisis berdasarkan perspektif keseimbangan parsial (partial equilibrium). Analisis tersebut menggunakan kurva-kurva permintaan dan penawaran, kemudian untuk analisis yang lebih kompleks dengan menerapkan perspektif keseimbangan umum (general equilibrium) yang juga melihat batas-batas kemungkinan produksi (production possibility frontiers) dan kurva indiferen (indifferent curve).

Perekonomian internasional terdiri dari negara-negara yang berdaulat sehingga masing-masing negara bebas menentukan kebijakan ekonominya sendiri, terlepas bagaimana dampak kebijakan tersebut terhadap perekonomiannya terkait dengan peran negara tersebut sebagai large country atau small country. Akan tetapi dalam perekonomian dunia yang makin padu, kebijakan ekonomi suatu negara biasanya mempengaruhi negara-negara lain, terutama kebijakan large country terhadap small country. Perbedaan-perbedaan tujuan dan kepentingan dari setiap negara seringkali mengarah kepada konflik. Meskipun seandainya setiap negara mempunyai kesamaan tujuan, mereka masih bisa berselisih dan mengalami kerugian jika mereka gagal mengkoordinasikan kebijakan-kebijakan mereka. Masalah mendasar dalam ekonomi internasional adalah bagaimana menghasilkan suatu tingkat penyesuaian yang memadai diantara kebijakan-

kebijakan perdagangan dan moneter internasional yang bisa diterima oleh setiap negara tanpa perlu membentuk suatu pemerintahan dunia yang berwenang mengatur semua negara mengenai apa yang harus dilakukan.

Dokumen terkait