• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Pengertian Gadai Syariah (Rahn)

Transaksi hukum gadai dalam fikih Islam disebut ar-rahn. Ar-rahn adalah suatu jenis perjanjian untuk menahan suatu barang sebagai tanggungan utang.5 Pengertian ar-rahn dalam bahasa Arab adalah ast-tsubut wa ad-dawam ( تﻮﺒﺴﻟا ماوﺪﻟاو) yang berarti “tetap” dan “kekal”. Pengertian “tetap” dan “kekal” yang dimaksud merupakan makna yang tercakup dalam kata al-habsu, yang berarti menahan. Kata ini merupakan makna yang bersifat materil. Karena itu secara

5 Rahmat Syafei, “Konsep Gadai; ar-arhn dalam fikih Islam anatara nilai sosial dan nilai komersial”dalam Huzaimah T. Yanggo, Problematika Hukum Islam Kontemporer III, (Jakarta: Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan, 1995), cet. II, h. 59.

22

bahasa kata ar-rahn berarti “menjadikan suatu barang yang bersifat materi sebagai pengikat utang”.6

Pengertian gadai (rahn) secara bahasa seperti di ungkapkan di atas adalah tetap, kekal dan jaminan; sedangkan dalam pengertian istilah adalah menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil sejumlah harta dimaksud sesudah ditebus. Sedangkan pengertian gadai (rahn) dalam hukum syara’ adalah :

ﺎَﻋٌ ﺔَﻤْﯿِﻗ ﺎَﮭَﻟ َﻦْﯿَﻋ ُﻞْﻌَﺟ َﻚْﻠِﺗ ْﻦِﻣ ُﮫَﻀْﻌَﺑ ُﺬْﺧَا ْوَا ُﻦْﯾﱠﺪﻟا َﻚِﻟَذ ُﺬْﺧَا ُﻦِﻜْﻤُﯾ ُﺚْﯿَﺤِﺑ ٍﻦْﯾَﺪِﺑ ٌ ﺔَﻘْﯿِﺛَو ِعْﺮﱠﺸﻟا ِﺮْﻈَﻧ ﻲِﻓ ٌ ﺔَﯿِﻟ

َﻦْﯿَﻌْﻟا 7

“Menjadikan suatu barang yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syara’ sebagai jaminan utang, yang memungkinkan untuk mengambil seluruh atau sebagian utang dari barang tersebut.”

Selain itu ada juga pengertian gadai syariah menurut para ahli hukum Islam, antara lain sebagai berikut :

a. Ulama Syafi’iyah

ﻲِﻓْﻮَﺘْﺴَﯾ ٍﻦْﯾَﺪِﺑ ٌﺔَﻘْﯿِﺛَو ﺎَﮭُﻌْﯿَﺑ ُزْﻮُﺠَﯾ َﻦْﯿَﻋ ُﻞْﻌَﺟ ِﮫِﻧ ﺎَﻓ وُرﱠﺬَﻌَﺗ َﺪْﻨِﻋ ﺎَﮭْﻨِﻣ

8

“Menjadikan suatu barang yang biasa dijual sebagai jaminan utang dipenuhinya utang dipenuhi dari harganya, bila yang berutang tidak sanggup membayar utangnya.”

6

Wahbah Al-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuh, (Beirut: Dar Al-Fikr, 2002), jilid 4, h. 4204.

7

Al-Sayid Sabiq, Al-Fiqh As-Sunnah, (Beirut: Dar Al-fikr, 1995), jilid III, h. 187

8

Wahbah Al-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuh, (Beirut: Dar Al-Fikr, 2002), jilid 4, h. 4204.

23

b. Ulama Hanabilah

َﺪِﺑ ُﺔَﻘْﯿِﺛَو ْﻮُﻠَﻌْﺠَﯾ يِﺬﱠﻟا ُلﺎَﻤْﻟ ِﮫْﯿَﻠَﻋ َﻮُھ ْﻦﱠﻤِﻣ ِﮫِﺋﺎَﻔْﯿِﺘْﺳِا َرﱠﺬَﻌَﺗ ْنَا ِﮫِﻨَﻤَﺛ ْﻦِﻣ ﻲِﻓْﻮَﺘْﺴَﯾ ٍﻦْﯾ

9

“Suatu benda yang dijadikan kepercayaan suatu utang, untung dipenuhi dari harganya, bila yang berhutang tidak sanggup membayar utangnya.”

c. Ulama Malikiyah

ٌءْﻲَﺷ ٍمِزﺎَﻟ ٍﻦْﯾَد ﻲِﻓ ِﮫِﺑ ﺎَﻘﱢﺛَﻮُﺗ ِﮫِﻜِﻟﺎَﻣ ْﻦِﻣ ُﺬَﺧْﺆُﯾ ُلﱠﻮَﻤَﺘُﻣ 10

“Suatu yang bernilai harta (mutamawwal) yang diambil dari pemiliknya untuk dijadikan pemikat atas utangnya yang tetap (mengikat).” d. Muhammad Syafi’i Antonio

Gadai Syariah (rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabah (rahin) sebagai barang jaminan (marhun) atas utang/pinjaman (marhun bih) yang diterimanya. Marhun tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan atau penerima gadai (murtahin) memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.11

2. Rukun dan Syarat-Syarat Gadai a. Rukun Gadai

Dalam fikih empat mazhab (fiqh al-mazahib al-arba’ah) di ungkapkan rukun gadai sebagai berikut :

9

Abi Muhammad Abdullah bin Muhammad bin Ibnu Qudamah, Muqhny ‘ala Muqtashar Al-kharqiy, (Beirut: Ad-Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 1994), jilid 4, h. 234.

10

Wahbah Zuhaily, Al-fiqh Al-Islam wa Adillatuhu, (Beirut: Dar Al-Fikr, 2002), jilid 4, h. 4208.

11 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 128.

24

1. Aqid (orang yang berakad)

Aqid adalah orang yang melakukan akad yang meliputi 2 (dua) arah, yaitu Rahin (orang yang menggadaikan) dan Murtahin (orang yang berpiutang dan menerima barang gadai). Hal yang di maksud di dasari oleh Sighat, yaitu ucapan berupa ijab qabul (serah terima antara panggadai dengan penerima gadai)

2. Ma’qud alaih (barang yang di akadkan)

Ma’qud ‘alaih meliputi dua hal, yaitu marhun (orang yang digadaikan), marhun bih (utang yang karenanya diadakan akad rahn)12 b. Syarat-Syarat Gadai

Selain rukun yang harus dipenuhi dalam transaksi gadai, maka dipersyaratkan juga syarat. Syarat-syarat yang dimaksud, terdiri atas :

1. Shighat

Syarat shighat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan waktu yang akan datang. Misalnya, orang yang menggadaikan hartanya mempersyaratkan tenggang waktu hutang habis dan hutang belum terbayar, sehingga pihak penggadai dapat diperpanjang satu bulan tenggang waktunya. Kecuali syarat itu mendukung kelancaran akad maka diperbolehkan.

2. Pihak-pihak yang berakad cakap menurut hukum

Pihak-pihak yang cakap menurut hukum ditandai dengan :

12

25

a. Akil baligh b. Berakal sehat

c. Mampu melakukan akad

Menurut pengikut ulama Abu Hanifah membolehkan anak-anak yang mumayiz melakukan akad karena dapat membedakan yang baik dan yang buruk.

3. Utang (marhun bih)

Utang (marhun bih) mempunyai pengertian bahwa : (a) utang adalah kewajiban bagi pihak yang berhutang untuk membayar kepada pihak yang memberi piutang; (b) merupakan barang yang dapat dimanfaatkan; (c) barang tersebut dapat dihiting jumlahnya.

4. Marhun

Marhun adalah harta yang dipegang Murtahin (penerima gadai) atau wakilnya, sebagai jaminan utang. Para ulama menyepakati bahwa syarat yang berlaku pada barang gadai adalah syarat yang berlaku pada barang yang dapat diperjual belikan, yang ketentuannya adalah :13

a. Agunan itu harus bernilai dan dapat dimanfaatkan menurut ketentuan syariat Islam.

b. Agunan itu harus dapat dijual dan nilainya seimbang dengan besarnya utang.

13 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Wacana Ulama dan Cendikiawan, (Jakarta: Bank Indonesia dan Tazkia Institute, 2001), h. 21.

26

c. Agunan itu harus jelas dan tertentu (harus dapat ditentukan secara spesifik.

d. Agunan itu milik sah debitur.

e. Agunan itu tidak terkait dengan hak orang lain (bukan milik orang lain sebagian maupun seluruhnya).

f. Agunan itu harus harta yang utuh.

g. Agunan itu diserahkan kepada pihak lain, baik materinya maupun manfaatnya.

3. Dasar Hukum Gadai Syariah 1. Landasan Syariah

Dasar hukum yang melandasi gadai syariah adalah ayat-ayat Al-qur’an, hadits nabi Muhammad saw, ijma’ ulama dan fatwa MUI. Dengan penjelasan sebagai berikut :

a. Al-qur’an

QS. Al-baqarah (2) ayat 283 yang digunakan sebagai dasar dalam membangun konsep gadai adalah sebagai berikut :

                                                         

27

Artinya :

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperolah seorang penulis, mka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnyan (utangnya) dan hendakla ia bertakwa kepada Tuhannya: dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang gmenyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya: dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”

Syaikh Muhammad Ali Asy-Sayis berpendapat, bahwa ayat Al-qur’an di atas adalah petunjuk untuk menerapkan prinsip kehati-hatian bila seseorang hendak melakukan transaksi utang-piutang yang memakai jangka waktu dengan orang lain, dengan cara menjaminkan sebuah barang kepada orang yang berpiutang (rahn).14

Fungsi barang gadai (marhun) pada ayat diatas adalah untuk menjaga kepercayaan masing-masing pihak, sehingga penerima gadai (murtahin) meyakini bahwa pemberi gadai (rahin) beriktikat baik untuk mengembalikan pinjamannya (marhun bih) dengan cara menggadaikan barang atau benda yang dimilikinya (marhun), serta tidak melalaikan jangka waktu pengembalian hutangnya itu.

b. Hadits Nabi Muhammad saw

Dasar hukum yang kedua untuk dijadikan rujukan dalam membuat rumusan gadai emas adalah hadits nabi Muhammad saw, yang antara lain diungkapkan sebagai berikut :

14

28

‘Aisyah ra. Yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yang berbunyi :

َلﺎَﻗ ْمَﺮْﺸَﺣ ْﻦِﺑ ﱡﻲِﻠَﻋَو ﻲِﻠَﻈْﻨَﺤﻟْا ُﻢْﯿِھاَﺮْﺑِإ ْﻦِﺑ ُقﺎَﺤْﺳِإ ﺎَﻨَﺛ ﱠﺪَﺣ : ْﻦَﻋ َﺶَﻤَﻌﻟا ْﻦِﺑ ُﺲُﻧْﻮُﯾ ْﻦِﺑ ﻰَﺴْﯿِﻋ ﺎَﻧَﺮَﺒْﺧَا ْﺖَﻟﺎَﻗ َﺔَﺴِﺋﺎَﻋ ْﻦَﻋِدﻮَﺳَﺄْﻟا ِﻦَﻋ ِﻢْﯿِھاَﺮْﺑِإ : ُلْﻮُﺳَر ىَﺮَﺘْﺷا ٍﺪْﯾِﺪَﺣ ْﻦِﻣ ﺎًﻋْرِد ُﮫُﻨْھَرَو ﺎًﻣﺎَﻌَﻃ ﱟيِدْﻮُﮭَﯾ ْﻦِﻣ ِﮫﱠﻠﻟا ) ﻢﻠﺴﻣ هاور ( 15

“Telah diriwayatkan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al-Hanzhali dan Ali bin Khasyram berkata : keduanya mengabarkan kepada kami Isa bin Yunus bin ‘Amasy dari Ibrahim dari Aswad dari ‘Aisyah berkata: bahwasanya rasulullah saw membeli makanan dari seorang Yahudi dengan menggadaikan baju besinya.” (HR. Muslim)

Dari Anas bin Malik ra. yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah yang berbunyi:

ﱠﺪَﺣ ﻲِﻤَﻀْﮭَﺠْﻟا ﱢﻲِﻠَﻋ ُﻦْﺑ ُﺮْﺼَﻧ ﺎَﻨَﺛ ﱠﺪَﺣ َلﺎَﻗ ،ٍﺲَﻧَأ ْﻦَﻋ َةَدﺎَﺘَﻗ ُﻦْﺑ ُمﺎَﺸِھ ﺎَﻨَﺛﱠﺪِﺣ ،ﻲِﺑَأ ﻲِﻨَﺛ : ِﷲا ُلْﻮُﺳَر َﻦَھَر ْﺪَﻘَﻟ اًﺮْﯿِﻌَﺳ ُﮫْﻨِﻣ ِﮫِﻠْھَﺄِﻟ َﺬَﺧَﺄَﻓ ِﺔَﻨْﯾِﺪَﻤْﻟﺎِﺑ ﱟيِدْﻮُﮭَﯾ َﺪْﻨِﻋ ﺎًﻋْرِد ) ﺔﺟﺎﻣ ﻦﺑا هاور ( 16

“Telah meriwayatkan kepada kami Nashr bin Ali Al-Jahdami, ayahku telah meriwayatkan kepadaku, meriwayatkan kepada kami Hisyam bin Qatadah dari Anas berkata: Sungguh Rasulullah saw. Menggadaikan baju besinya kepada seseorang Yahudi di Madinah dan menukarnya dengan gandum untuk keluarganya.” (HR. Ibnu Majah)

Dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari :

َا ْﻦَﻋ ﻲِﺒْﻌﱠﺸﻟا ِﻦَﻋ ﺎﱠﯾٍﺮَﻛَز ﺎَﻧَﺮَﺒْﺧَأ ٍكَرﺎَﺒُﻣ ُﻦْﺑ ِﷲا ُﺪْﺒَﻋ ﺎَﻧَﺮَﺒْﺧَأ ٍﻞِﺗ ﺎَﻘُﻣ ُﻦْﺑ ُﺪﱠﻤَﺤُﻣ ﺎَﻨَﺛ ﱠﺪَﺣ ،َلﺎَﻗ َةَﺮْﯾَﺮُھ ْﻲِﺑ ِﷲا ُلْﻮُﺳَر َلﺎَﻗ : ِﮫِﺘَﻘْﻔَﻨِﺑ ُﺐَﻛْﺮُﯾ ُﺮْﮭﱠﻈﻟا ﺎًﻧْﻮُھْﺮَﻣ َنﺎَﻛ اَذِإ َﮫَﻘَﻔﱠﻨﻟا ُبَﺮْﺸَﯾَو ِراﱢﺪﻟا ُﻦْﺒَﻟَو ﺎًﻧْﻮُھْﺮَﻣ َنﺎَﻛ اَذِإ َﮫَﻘَﻔﱠﻨﻟا ُبَﺮْﺸَﯾَو ُﺐَﻛْﺮَﯾ يِﺬﱠﻟا ﻰَﻠَﻋَو ) يرﺎﺨﺒﻟا هاور ( 17 15

Imam Abi Husain Muslim bin Hajjaj Al-Qusyairy An-Naisaburi, Shahih Muslim, (Beirut Dar Al-Fikr, 1993), juz 2, h.51

16

Al-Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid Al-Qazwiny, Sunan Ibn Majah, (Al-Fikr, 1995), juz 2, h. 18.

29

“Telah meriwayatkan kepada kami Muhammad bin Muqatil, mengabarkan kepada kami Zakariyya dari Sya’bi dari Abu Hurairah, dari Nabi saw., bahwasanya beliau bersabda: kendaraan dapat digunakan dan hewan ternak dapat pula diambil manfaatnya apabila digadaikan. Pegadaian wajib memberikan nafkah dan penerima gadai boleh mendapatkan manfaatnya”. (HR. Bukhari)

Hadits riwayat Abu Hurairah ra., yang berbunyi :

ِﷲا ُلْﻮُﺳَر َلﺎَﻗ ،َلﺎَﻗ َةَﺮْﯾَﺮُھ ْﻲِﺑَا ْﻦَﻋ : ُﮫُﻣْﺮُﻏ ِﮫْﯿَﻠَﻋَو ُﮫُﻤْﻨُﻏ ُﮫَﻟ ِﮫِﺒِﺣﺎَﺼِﻟ َﻦْھﱠﺮﻟا ُﻖَﻠْﻐَﯾ َﻻ ) ﻲﻌﻓﺎﺷا هاور ﻲﻨﻄﻘﻟا راﺪﻟا و (

“Barang gadai tidak boleh disembunyikan dari pemilik yang menggadaikan, baginya risiko dan hasilnya.” (HR. Asy-Syafi’i dan Ad-Daruquthni)

c. Ijma’

Berkaitan dengan pembolehan perjanjian gadai ini, jumhur ulama berpendapat kebolehan status hukum gadai dan mereka tidak pernah berselisih pendapat mengenai hal ini berdasarkan kepada kisah Rasulullah saw yang menggadaikan baju besinya untuk mendapatkan makanan dari seorang Yahudi.

2. Landasan Hukum Positif

Landasan tataran teknis rahn diatur dalam ketentuan pasal 36 huruf c poin keempat PBI No. 6/25/PBI/2004 tentang Bank Umum yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, yang intinya menyatakan bahwa

17

Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ismail bin Ibrahim bin Mughiran bin Bardizbah Al-Bukhari Al-Ju’fiy, Shahih Al-Bukhari, (Dar Al-Fikr, 1983), juz 3, h. 116.

30

bank wajib menerapkan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian dalam kegiatan usahanya yang meliputi melakukan pemberian jasa pelayanan perbankan berdasarkan akad rahn.

3. Fatwa Dewan Syariah Nasional

Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menjadi salah satu rujukan yang berkenaan dengan gadai syariah, diantaranya dikemukakan sebagai berikut18:

a. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 25/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn, dengan ketentuan umum sebagai berikut : 1) Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun

(barang) sampai semua utang rahn (yang menyerahkan barang) dilunasi. 2) Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahn.

3) Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahn, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahn. 4) Besarnya biaya pembiayaan dan pemeliharaan marun tidak boleh

ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. 5) Penjualan marhun

a) Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahn untuk segera melunasi hutangya.

18

31

b) Apabila rahn tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka marhun dujual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.

c) Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.

d) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahn dan kekurangannya menjadi kewajiban rahn.

b. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 26/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn Emas, dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Rahn emas dibolehkan berdasarkan prinsip Rahn.

2) Ongkos dan biaya penyimpanan barang (marhun) ditanggung oleh penggadai (rahn).

3) Ongkos penyimpanan basarnya didasarkan kepada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan.

4) Biaya penyimpanan barang (marhun) daliakukan berdasarkan akad ijarah. c. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.

09/DSN-MUI/III/2000, tentang Pembiayaan Ijarah;

d. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 10/DSN-MUI/III/2000, tentang Wakalah;

e. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 43/DSN-MUI/III/2004, tentang Ganti Rugi;

32

4. Mekanisme pemberian pinjaman, sistem cicilan dan perpanjangan utang 1. Mekanisme pemberian pinjaman19

Mekanisme penyaluran pinjaman pada pelaksananaan sistem gadai syariah mempunyai prinsip bahwa nasabah hanya dibebani oleh biaya administrasi dan jasa simpan harta benda sebagai jaminan. Selain itu, untuk mendapatkan pinjaman, barang yang dimiliki harus terlebih dahulu ditaksir oleh petugas penaksir. Tujuannya adalah menghitung besarnya jumlah pinjaman yang dapat dipinjamkan oleh tempat melakukan permohonan gadai. Berdasarkan jumlah pinjaman itu, akan ditentukan golongan pinjaman dan berapa tingkat biaya administrasi yang harus ditanggung. Setelah perhitungan itu selesai maka peminjam dapat menerima pembayaran uang pinjaman tanpa potongan apapun, kecuali premi asuransi (tetapi tergantung tempat permohonan gadai).

Demikian pula bila ingin melunasi pinjaman. Pelunasan tidak harus menunggu jatuh tempo. Artinya, bila jangka waktu pinjaman itu 4(empat) bulan maka nasabah dapat melunasi walaupun periode pinjaman belum berakhir. Mekanisme pelaksanaan pegadaian syariah merupakan implementasi dari beberapa konsep yang telah ditetapkan oleh beberapa ulama tentang kegiatan pegadaian.

19

33

2. Sistem Cicilan dan perpanjangan utang

Pada dasarnya orang yang menggadaikan (rahin) hartanya dikantor pegadaian untuk mendapatkan pinjaman uang dapat melunasi pinjamannya kapan saja, tanpa harus menunggu jatuh tempo. Namun, pemberi gadai (rahin) dapat memberi memilih cara pelunasan sekaligus ataupun mencicil utangnya.

Selain itu, perlu diungkapkan bahwa ketentuan jumlah pinjaman didasari oleh kualitas dan kuantitas barang yang digadaikan. Harta benda yang akan digadaikan ditaksir berdasarkan pertimbangan jenis harta, nilai harta dan lain-lain.

5. Proses pelelangan barang gadai (marhun)

Pihak pegadaian akan melakukan pelelangan jika rahin tidak dapat melunasi sampai batas waktu yang telah ditentukan dalam akad. Pelelangan dilakukan oleh pihak pegadaian setelah sebelumnya diberitahukan kepada rahin paling lambat 5 (lima) hari sebelum tanggal penjualan. Pelelangan dimaksud mempunyai ketentuan sebagai berikut20 :

1. Ditetapkan harga emas oleh pegadaian pada saat pelelangan dengan margin 2% untuk pembeli.

20

34

2. Harga penawaran yang dilakukan oleh banyak orang tidak boleh dilakukan karna dapat merugikan bagi rahn.karena itu, pegadaian melakukan pelelangan terbatas.

3. Hasil pelelangan akan digunakan untuk biaya penjualan 1% dari harga jual, biaya pinjaman 4 (empat) bulan dan sisanya dikembalikan kepada rahin. 4. Sisa kelebihan yang tidak diambil selama setahun, akan diserahkan oleh pihak

35

Dokumen terkait