• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Teori Genealogi, Kekuasaan dan Pengetahuan

2.3 Landasan Teori

Pada hakikatnya teori digunakan untuk menjelaskan mengapa sesuatu terjadi yang berlaku dalam kenyataan, teori melaksanakan fungsi ganda, yaitu pertama, menjelaskan fakta yang sudah diketahui, dan kedua, membuka celah pandangan baru untuk menemukan fakta baru. Apabila kejadian yang sama ditafsirkan dalam konteks teoretis berbeda, akan muncul jenis-jenis fakta yang berlainan pula (Kaplan, 2002: 15). Teori sebagai panduan menganalisis dan mengembangkan pikiran dalam upaya menjawab masalah yang dikaji. Dalam penelitian ini digunakan sejumlah teori, yaitu (a) teori genealogi, kekuasaan dan pengetahuan, (b) teori praktik sosial, dan (c) teori semiotika.

2.3.1 Teori Genealogi, Kekuasaan dan Pengetahuan

Teori genealogi, kekuasaan dan pengetahuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Michael Foucault, yang lahir di Poitiers Prancis, 15 Oktober 1926 dan meninggal 25 Juni 1984 (Foucault, 2002: 5-6). Foucault adalah figur sentral dalam filsafat Prancis abad ke-20 yang ide-idenya sering diasosiasikan dengan aliran pascastruktural. Pemikirannya amat memengaruhi perkembangan kajian budaya kontemporer. Pemikiran Michael Foucault kental dipengaruhi Nietzsche. Michael Foucault berikhtiar untuk mengidentifikasikan kondisi-kondisi historis dan sejumlah aturan yang berkontribusi dalam pembentukan pelbagai wacana sekaligus bekerjanya model kekuasaan pengetahuan dalam praktik sosial (Barker, 2014: 101).

Language, Foucault mengembangkan pemikirannya pada pendekatan arkeologi (Ritzer, 2010: 67). Michael Foucault juga mengembangkan kajiannya ke arah genealogi (sisilah) kekuasaan (Edkins-Williams, 2010: 211). Dalam kajian budaya, konsep genealogi mendapatkan makna yang khas bila dikaitkan dengan karya Foucault yang menggunakan konsep ini untuk meneliti relasi kekuasaan serta kesinambungan (Barker, 2014: 106).

Genealogi Michael Foucault memfokuskan asal usul perkembangan rezim-rezim kekuasaan dan ilmu pengetahuan (Ritzer, 2010: 78). Genealogi Michael Foucault memaparkan bagaimana klaim-klaim kebenaran mempunyai keterkaitan histories dengan akar-akar institusional tertentu dalam sejarah. Genealogi Michael Foucault diilhami oleh Frederich Nietzche dalam karya

genealogi of morals (1887). Genealogi berhubungan dengan sejarah. Dalam genealogi Foucault mengungkapkan perhatiannya pada hubungan timbal balik antara sistem kebenaran dan mekanisme kuasa. Genealogi tidak mencari asal usul melainkan menemukan awal-awal dari pembentukan diskursus, menganalisis pluralitas sejarah kemunculan mereka secara faktual, dan melepaskan diri dari ilusi identitas (Hadiyanta, 1997: 14).

Genealogi berkaitan dengan keturunan dan kesinambungan serta ketidaksinambungan historis sebuah wacana pada saat ia dimainkan dalam kondisi-kondisi historis yang spesifik dan tereduksi (Barker, 2005: 512).

Lebih lanjut Foucault (1984: 76) menyatakan bahwa:

[genealogi] must record the singularity of events outside of any monoton ous finality. It must be sensitive to their recurrence, not in order to trance the gradual curve of their evolution, but isolate the different scenes where they engage in different role.

31

Genealogi Foucault berusaha memperlihatkan bagaimana relasi-relasi kekuasaan dan pengetahuan berjalan untuk menguasai dan mengontrol. Pada tahap ini Foucault berusaha mendudukkan antara kekuasaan dan diskursus. Pengetahuan dan kekuasaan mempunyai hubungan timbal balik. Penyelenggaraan pengetahuan akan menimbulkan efek kekuasaan (Eriyanto, 2003: 65).

Michael Foucault juga berbicara tentang relasi antara pengetahuan dan kekuasaan. Dalam konteks ini, pandangan Michael Foucault (dalam Sarup, 2003), kekuasaan dapat menciptakan realitas serta objek dan ritual kebenaraan yang dijunjung tinggi, dibekukan, dan diwariskan dalam relasi kekuasaan. Karena itu kemudian praktik kekuasaan dapat melahirkan objek pengetahuan baru yang menciptakan pengaruh-pengaruh kekuasaan.

Lebih detil Michael Foucault mengungkapkan berikut ini.

Kekuasaan menciptakan realitas dan kekuasaan menciptakan domain objek dan ritual kebenaran. Pelaksanaan kekuasaan itu sendiri menciptakan dan melahirkan objek pengetahuan yang baru. Sebaliknya, pengetahuan menciptakan pengaruh-pengaruh kekuasaan. Tanpa pengetahuan kekuasaan tidak mungkin dijalankan, pengetahuan tidak mungkin tidak melahirkan kekuasaan (dalam Sarup, 2003: 124--128). Menurut Foucault kekuasaan terartikulasi ke dalam pengetahuan dan sebaliknya pengetahuan terartikulasi ke dalam kekuasaan. Dengan kata lain, kekuasaan tidak hanya punya relasi dengan pengetahuan, melainkan kekuasaan terdiri atas pengetahuan, sebagaimana halnya pengetahuan juga terdiri atas kekuasaan (dalam Suryawan, 2010: 121).

Bagi Foucault, kekuasaan bukan hubungan subjektif searah, kemampuan seseorang atau kelompok untuk memaksakan kehendak kepada orang lain. Kekuasaan merupakan strategi kompleks dalam suatu masyarakat dengan

perlengkapan, manuver, teknik, dan mekanisme tertentu. Menurut Haryomoko (2002: 8--21) sebagai berikut ini.

Secara umum harus diakui bahwa kekuasaan lebih beroperasi daripada dimiliki. Kekuasaan tidak merupakan hak istimewa yang didapat atau dipertahankan kelas dominan, tetapi akibat dari keseluruhan posisi strategisnya, akibat yang menunjukkan posisi mereka yang didominasi. Dengan demikian, kekuasaan tidak bisa dilokalisasi pada tempat tertentu menjadi milik seseorang. Kekuasaan itu ada di mana-di mana menyebar dalam hubungan-hubungan masyarakat.

Bertens (2014: 311--314) menyimpulkan, teorities kuasa Michael Foucault dapat dibagi dalam empat perspektif penting, sebagai berikut.

Pertama, kuasa bukanlah milik melainkan strategi. Kuasa tidak dimiliki tetapi dipraktikkan dalam suatu ruang lingkup di mana ada banyak posisi yang secara strategis berkaitan satu sama lain dan senantiasa mengalami pergeseran. Kedua, kuasa tidak dapat dilokalisasi tetapi terdapat di mana-mana. Menurut Foucault strategi kuasa berlangsung di mana-mana. Dimana saja terdapat susunan, aturan-aturan, dan hubungan-hubungan itu dari dalam, malah memungkinkan semua itu. Ketiga, kuasa tidak selalu bekerja melalui penindasan dan represi, tetapi terutama melalui normalisasi dan regulasi. Keempat, kuasa tidak bersifat destruktif melainkan produktif. Kuasa tidak menghancurkan tetapi menghasilkan sesuatu. Kuasa itu produktif, kuasa memungkinkan segala sesuatu. Menolak kuasa termasuk strategi kuasa itu sendiri.

Menurut Foucault (dalam Suryawan, 2010: 121) kuasa tidak bersifat subjektif. Inilah salah satu alasan mengapa Michael Foucault menolak Marxistis; kuasa tidak dapat dilihat sebagai suatu proses dialektis di mana si A menguasai si B dan kemudian (sesudah beberapa syarat telah terpenuhi) si B menguasai si A. Kuasa juga tidak bekerja dengan negatif dan represif, melainkan dengan cara positif dan produktif. Pandangan Foucault (dalam Bartens, 2014: 313) sebagai berikut ini.

Kita harus berhenti melukiskan akibat-akibat kuasa dengan cara negatif: seolah-olah kuasa ‘meniadakan’, ‘merepresi’, ‘mensensor’, ‘mengabstrakkan’,‘menyelubungi’,‘menyembunyikan’.Pada kenyataannya

33

lingkup objek dan ritus-ritus kebenaran. Baik manusia perorangan maupun pengetahuan yang dapat diperoleh daripadanya, termasuk produksi ini. Menurut Foucault (2002a: 23), pengetahuan selalu berkaitan dengan kekuasaan. Keduanya saling menguatkan satu sama lain, misalnya berbekal pengetahuan psikologi seseorang mempunyai kekuasaan untuk menghakimi kondisi mental orang lain. Pengetahuan terbentuk di dalam praktik kekuasaan dan membangun perkembangan, perbaikan dan profilerasi teknik baru kekuasaan (Barker, 2004: 83).

Bahasa dan praktik mengacu kepada produksi pengetahuan bahasa yang memberikan makna kepada objek matrial dan praktik sosial. Diskursus mengkontruksikan, mendefinisikan, dan menghasilkan objek pengetahuan dengan cara yang dapat dipahami sambil mengesampingkan bentuk penalaran lain sebagai suatu yang tidak dapat dipahami (Barker, 2004: 81). Foucault (2002: 9) menegaskan bahwa diskursus adalah cara menghasilkan pengetahuan, berserta praktik sosial yang menyertainya, bentuk subjektivitas yang terbentuk darinya, relasi kekuasaan yang ada di balik pengetahuan dan praktik sosial tersebut, serta saling keterkaitan di antara semua aspek ini.

Teori Genealogi, kekuasaan dan pengetahuan dipergunakan dalam penelitian ini untuk melihat kaitan antara mitologi, silsilah atau sejarah dan proses menjadibalian bawo terkait dengan pengetahuanbalian bawo mempunyai punya efek kuasa. Balian bawo memproduksi pengetahuan sebagai basis kekuasaan. Pengetahuan berada di dalam relasi-relasi kuasa itu sendiri. Relasi tercipta antara

balian bawodengan komunitas Dayak Lawangan. Tanpa pengetahuannya,balian bawo tanpa kuasa dan sebaliknya tidak ada kuasa tanpa pengetahuan. Produksi

pengetahuan yang dilakukanbalian bawo melandasi kekuasaannya karena setiap kekuasaan disusun, dimapankan, dan diwujudkan lewat pengetahuan. Eksistensi

balian bawo menghasilkan kebenaran dan pengetahuan tertentu yang menimbulkan efek kuasa. Pengetahuan dan kekuasaan mempunyai hubungan timbal balik.

Dokumen terkait