• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 KERANGKA PENELITIAN Kerangka Teoritis

4. Teori Heckscher-Ohlin (Modern Theori of Comparative Advantage)

Dengan mengabaikan perbedaan teknologi, di pihak lain Heckscher-Ohlin model (the H-O model) menekankan bahwa keunggulan komparatif ditentukan oleh perbedaan relatif kekayaan faktor produksi dan penggunaan faktor tersebut secara relatif intensif dalam kegiatan produksi barang ekspor.

Konsep Daya Saing

Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan biaya yang cukup rendah sehingga kegiatan produksi tersebut menguntungkan pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional (Simanjuntak 1992). Menurut Kadariah et al (1978), efisien tidaknya produksi suatu komoditas yang bersifat tradable tergantung pada daya saingnya di pasar dunia. Artinya, apakah biaya produksi riil yang terdiri dari pemakaian sumber domestik cukup rendah sehingga harga jualnya dalam rupiah tidak melebihi tingkat harga batas yang relevan (border price).

Daya saing identik dengan masalah produktivitas, yakni dengan melihat tingkat ouput yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Meningkatnya produktivitas ini disebabkan oleh peningkatan jumlah input fisik modal maupun tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang digunakan, dan peningkatan teknologi (Porter, 1991). Konsep daya saing dalam perdagangan internasional sangat terkait dengan keunggulan yang dimiliki oleh suatu komoditas atau kemampuan suatu negara dalam menghasilkan suatu komoditas tersebut secara efisien dibanding negara lain.

Krugman dan Obstfeld (2004) menyatakan bahwa setiap negara melakukan perdagangan internasional karena dua alasan utama, yang masing-masing menjadi sumber bagi adanya keuntungan perdagangan (gain from trade) bagi mereka. Alasan pertama negara berdagang adalah karena mereka berbeda satu sama lain. Kedua, negara-negara berdagang satu sama lain dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomis (economies of scale) dalam produksi. Maksudnya, seandainya setiap negara bisa membatasi kegiatan produksinya untuk menghasilkan sejumlah barang tertentu saja, maka mereka berpeluang memusatkan perhatian dan segala macam sumber dayanya sehingga ia dapat menghasilkan barang-barang tersebut dengan skala yang lebih besar dan lebih efisien dibandingkan jika negara tersebut mencoba memproduksi berbagai jenis barang secara sekaligus.

Perdagangan internasional terjadi karena adanya perbedaan dalam hal kepemilikan sumberdaya dan cara pengolahannya di tiap-tiap negara. Suatu negara akan mengekspor sejumlah barang, jasa, dan faktor produksi untuk ditukarkan dengan impor barang, jasa, dan faktor produksi lain yang hanya dapat diproduksi dengan cara yang kurang efisien atau tidak diproduksi sama sekali. Dengan demikian akan berkembang hubungan saling ketergantungan dan peranan perdagangan internasional dari setiap negara akan menjadi penting. Secara lebih jelas aliran perdagangan internasional terdapat pada Gambar 4.

P

Gambar 4. Aliran Perdagangan Internasional Sumber: Salvator 1997

Keterangan:

P2 :Harga keseimbangan di pasar dunia

P3 :Harga keseimbangan di negara B sebelum berdagang P1 :Harga keseimbangan di negara A sebelum berdagang Da :Permintaan domestik negara A

Sa :Penawaran domestik negara A D :Permintaan di pasar dunia S :Penawaran di pasar dunia Sb :Permintaan domestik negara B Db :Penawaran domestik negara B

Daya saing atas suatu komoditas sering diukur dengan menggunakan pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif. Keunggulan bersaing negara- negara mencakup tersedianya sumberdaya dan melihat lebih jauh pada keadaan negara yang mempengaruhi daya saing perusahaan-perusahaan internasional pada industri yang berbeda. Sebagian besar sumberdaya yang penting seperti keahlian tenaga kerja yang tinggi, teknologi dan sistem manajemen yang canggih diciptakan melalui investasi. Atribut yang merupakan faktor-faktor keunggulan bersaing industri nasional, yakni kondisi faktor sumberdaya (resources factor conditions), kondisi permintaan (demand conditions), industri pendukung dan terkait, serta persaingan, struktur dan strategi perusahaan. Daya saing didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk mempertahankan keuntungan dan menjaga pangsa pasar secara berkelanjutan melalui pemanfaatan keunggulan komparatifnya (Porter 1990).

Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditas adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dalam pengusahaan komoditas tersebut. Keuntungan dapat dilihat dari dua sisi yaitu keuntungan privat dan keuntungan sosial. Sementara itu, efisiensi pengusahaan komoditas dapat dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.

Konsep Keunggulan Komparatif

Keunggulan komparatif adalah kemampuan suatu wilayah atau negara dalam memproduksi satu unit dari beberapa komoditas dengan biaya yang relatif rendah dari biaya imbangan sosialnya dan dari alternatif lainnya. Keunggulan komparatif merupakan suatu konsep yang diterapkan suatu negara untuk

P P A* B* Impor Sa A” B’ E’ A’ Db D S E* A X 0 0 0 Sb Pasar Negara B Pasar Negara A Pasar Dunia

Da X P3 P2 P1 B X Ekspor E

membandingkan beragam aktivitas produksi dan perdagangan di dalam negeri terhadap perdagangan dunia.

Konsep daya saing berasal dari konsep keunggulan komparatif yang pertama kali dikenal dengan model Ricardo. Hukum keunggulan komparatif (the law of comparative advantage) dari Ricardo menyatakan bahwa sekalipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingkan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih bisa berlangsung, selama rasio harga antar negara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan. Ricardo menganggap keabsahan teori nilai berdasar tenaga kerja (labor theory of value) yang menyatakan bahwa hanya satu faktor produksi yang penting untuk menentukan nilai suatu komoditas yaitu tenaga kerja. Nilai suatu komoditas adalah proporsional (secara langsung) dengan jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkannya. Salah satu kelemahan teori Ricardo adalah kenapa tenaga kerja adalah satu-satunya faktor produksi, kenapa output persatuan input tenaga kerja dianggap konstan.

Teori keunggulan komparatif Ricardo disempurnakan oleh G. Haberler yang menafsirkan bahwa labor of value hanya digunakan untuk barang antara, sehingga menurut G. Haberler teori biaya imbangan (theory opportunity cost) dipandang lebih relevan. Argumentasi dasarnya adalah bahwa harga relatif dari komoditas yang berbeda ditentukan oleh perbedaan biaya. Biaya dalam hal ini menunjukkan produksi komoditas alternatif yang harus dikorbankan untuk menghasilkan komoditas yang bersangkutan.

Salvatore (1997) menyatakan bahwa keunggulan komparatif masih dapat dilakukan sekalipun suatu negara mengalami kerugian memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingkan dengan negara lain. Negara yang kurang efisien akan berspesialisasi dalam produksi dan mengekspor komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif, sebaliknya negara tersebut akan mengimpor komoditas yang mempunyai kerugian absolut yang besar. Dinamisnya keunggulan komparatif yang berarti suatu negara yang memiliki keunggulan komparatif di sektor tertentu secara potensial harus mampu mempertahankan dan bersaing dengan negara lain. Keunggulan komparatif berubah karena faktor yang mempengaruhinya antara lain ekonomi dunia, lingkungan domestik dan teknologi. Konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing yang akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. Oleh karena itu konsep keunggulan komparatif tidak dapat dipakai untuk mengukur daya saing suatu kegiatan produksi pada kondisi perekonomian aktual.

Konsep Keunggulan Kompetitif

Keunggulan kompetitif merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur daya saing suatu aktivitas pada kondisi perekonomian aktual. Konsep keunggulan kompetitif didasarkan pada keadaan perekonomian yang tidak berada dalam keadaan distorsi, namun hal ini sulit ditemukan dalam dunia nyata. Keunggulan kompetitif lebih sesuai untuk menganalisis kelayakan finansial dari suatu aktivitas. Kelayakan finansial melihat manfaat proyek atau aktivitas ekonomi dari sudut lembaga atau individu yang terlibat dalam aktivitas tersebut, sedangkan analisa ekonomi menilai suatu aktivitas atas manfaat bagi masyarakat

secara keseluruhan (Kadariah et al. 1978). Komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif dikatakan juga memiliki efisiensi secara finansial.

Suatu komoditas mungkin saja mempunyai keunggulan komparatif sekaligus keunggulan kompetitif, hal ini menunjukkan bahwa komoditas tersebut sangat menguntungkan untuk diproduksi. Di samping itu, ada juga komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif tetapi tidak memiliki keunggulan kompetitif sehingga dapat diperkirakan ada distorsi pasar yang tidak menguntungkan produksi komoditas tersebut. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan deregulasi terhadap faktor-faktor yang dapat menghambat produksi komoditas tersebut.

Konsep Efisiensi

Menurut Lau dan Yotopaulus (1971) dalam Kurniawan (2011) konsep efisiensi pada dasarnya mencakup tiga pengertian, yaitu efisiensi teknis, efisiensi alokatif (harga) serta efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis mencerminkan kemampuan petani untuk memperoleh output maksimal dari sejumlah input tertentu. Efisiensi alokatif mencerminkan kemampuan petani untuk menggunakan input dengan dosis atau syarat yang optimal pada masing-masing tingkat harga input dan teknologi yang dimiliki sehingga produksi dan pendapatan yang diperoleh maksimal. Efisiensi ekonomis adalah kombinasi antara efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Secara umum konsep efisiensi didekati dari dua sisi yaitu pendekatan dari sisi penggunaan input dan pendekatan dari sisi output yang dihasilkan (Farrel, 1957 dalam Coelli et al.,2005).

Pearson S,C dan S. Bahri (2005) menyatakan bahwa efisiensi dapat diukur dengan tingkat keuntungan sosial (sosial profitability), yaitu tingkat keuntungan yang dihitung berdasarkan harga efisien. Investasi publik yang berhasil (misal investasi dalam bentuk jaringan irigasi atau transportasi) akan meningkatkan nilai output atau menurunkan biaya input. Perbedaan keuntungan sosial sebelum dan sesudah adanya investasi publik menunjukkan peningkatan keuntungan sosial. Konsep Kebijakan Pemerintah

Kebijakan pemerintah ditetapkan dengan tujuan untuk meningkatkan ekspor ataupun sebagai usaha dalam melindungi produk dalam negeri agar dapat bersaing dengan produk luar negeri. Kebijakan tersebut biasanya diberlakukan untuk input dan output yang menyebabkan terjadinya perbedaan antara harga input dan harga output yang diminta produsen (harga privat) dengan harga yang sebenarnya terjadi jika dalam kondisi perdagangan bebas (harga sosial). Kebijakan yang ditetapkan pemerintah pada suatu komoditas ada dua bentuk yaitu subsidi dan hambatan perdagangan. Kebijakan subsidi terdiri dari subsidi positif dan subsidi negatif (pajak), sedangkan hambatan perdagangan berupa tarif dan kuota. Menurut Monke dan Pearson (1989) perbedaan kebijakan perdagangan dengan subsidi berbeda dalam tiga aspek yaitu pada budget pemerintah, tipe alternatif kebijakan yang dilakukan, dan tingkat kemampuan penerapan kebijakannya. Beberapa tipe alternatif kebijakan yang dilaksanakan pemerintah terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3. Tipe Alternatif Kebijakan Pemerintah

Instrumen Dampak pada Produsen

Kebijakan Subsidi

Dampak pada Konsumen Kebijakan Subsidi

1. Tidak merubah harga 2. Merubah harga pasar pasar dalam negeri

Subsidi pada produsen 1. Pada barang-barang

substitusi impor (S+PI; S-PI)

2. Pada barang-barang orientasi ekspor (S+PE; S-PE)

Subsidi Pada Konsumen 1. Pada barang-barang

substitusi impor (S+CI; S-CI)

2. Pada barang-barang orientasi ekspor (S+CE; S-CE)

Kebijakan Perdagangan (Merubah harga pasar dalam negeri)

Hambatan pada barang impor (TPI)

Hambatan pada barang ekspor (TPE)

Sumber : Monke and Pearson, 1989 Keterangan :

S+ : Subsidi S- : Pajak

PE : Produsen Barang Orientasi Ekspor PI : Produsen Barang Substitusi Impor CE : Konsumen Barang Orientasi Ekspor CI : Konsumen Barang Substitusi Impor TCE : Hambatan Barang Ekspor

TPI : Hambatan Barang Impor

Tabel 3 menunjukkan bahwa kebijakan harga dapat dibedakan dalam tiga kriteria. Pertama : tipe instrumen yang berupa subsidi atau kebijakan perdagangan. Kedua : kelompok penerima, meliputi produsen atau konsumen, dan ketiga : tipe komoditas yang berupa komoditas dapat di impor atau dapat di ekspor.

1. Tipe Instrumen

Dalam kebijakan tipe instrumen, dibedakan pengertian antara subsidi dan kebijakan perdagangan. Subsidi adalah pembayaran dari atau untuk pemerintah, apabila dibayar dari pemerintah maka disebut subsidi positif, sedangkan apabila dibayar untuk pemerintah disebut subsidi negatif (pajak). Pada dasarnya, subsidi positif dan negatif bertujuan untuk menciptakan harga domestik agar berbeda dengan harga internasional untuk melindungi konsumen atau produsen dalam negeri.

Kebijakan perdagangan adalah pembatasan yang diterapkan pada ekspor atau impor suatu komoditas. Pembatasan dapat diterapkan baik terhadap harga komoditas yang diperdagangkan (dengan suatu pajak perdagangan) atau dengan pembatasan jumlah komoditas (dengan kuota perdagangan) untuk menurunkan jumlah yang diperdagangkan secara internasional dan mengendalikan antara harga internasional (harga dunia) dengan harga domestik (harga dalam negeri). Untuk barang yang di impor misalnya dapat dilakukan dengan menekan tarif per unit (pajak impor) maupun pembatasan kuantitas (kuota impor) untuk membatasi kuantitas yang di impor dan meningkatkan harga domestik di atas harga internasional.

Kebijakan perdagangan ekspor dimaksudkan untuk membatasi jumlah yang di ekspor melalui penekanan baik pajak ekspor maupun pembatasan jumlah ekspor sehingga harga domestik lebih rendah bila dibandingkan dengan harga di pasar dunia. Kebijakan subsidi dan perdagangan berbeda dalam tiga aspek. Pertama, yang berimplikasi pada anggaran pemerintah, kedua berupa alternatif kebijakan dan ketiga adalah kemampuan penerapan.

a. Implikasi pada Anggaran Pemerintah

Kebijakan perdagangan tidak mempengaruhi anggaran pemerintah, sedangkan subsidi positif akan mengurangi anggaran pemerintah dan subsidi negatif (pajak) akan menambah anggaran pemerintah.

b. Tipe Alternatif Kebijakan

Ada delapan tipe subsidi untuk produsen dan konsumen pada barang orientasi ekspor (PE) dan barang substitusi impor (SI) yaitu :

a. Subsidi positif kepada produsen barang substitusi impor (S+PI) b. Subsidi positif kepada produsen barang orientasi ekspor (S+PE) c. Subsidi negatif kepada produsen barang substitusi impor (S-PI) d. Subsidi negatif kepada produsen barang orientasi ekspor (S-PE) e. Subsidi positif kepada konsumen barang substitusi impor (S+CI) f. Subsidi positif kepada konsumen barang orientasi ekspor (S+CE) g. Subsidi negatif kepada konsumen barang substitusi impor (S-CI) h. Subsidi negatif kepada konsumen barang orientasi ekspor (S-CE)

Subsidi positif yang diterapkan pada produsen maupun konsumen membuat harga yang diterima menjadi lebih tinggi bagi produsen dan lebih rendah bagi konsumen. Kondisi ini lebih baik jika dibandingkan tanpa ada kebijakan subsidi positif sedangkan penerapan subsidi negatif (pajak) membuat harga yang diterima produsen lebih rendah dan jika diterapkan pada konsumen akan menyebabkan harga lebih tinggi. Kondisi ini bagi produsen dan konsumen menjadi lebih buruk jika dibandingkan dengan kondisi sebelum subsidi negatif (pajak) diterapkan.

Pada kebijakan perdagangan hanya terdapat dua tipe yaitu hambatan perdagangan pada barang impor dan hambatan perdagangan pada barang ekspor. Aliran impor atau ekspor dapat dibatasi oleh pajak perdagangan atau kebijakan kuota sepanjang pemerintah dapat memiliki mekanisme yang efektif untuk mengontrol penyelundupan, sedangkan dampak dari perluasan ekspor atau impor tidak dapat diciptakan oleh kebijakan perdagangan. Negara hanya dapat melakukan subsidi impor atau ekspor dan memperluas perdagangan.

c. Tingkat Kemampuan Penerapan

Kebijakan subsidi dapat diterapkan untuk setiap komoditas baik komoditas

tradable maupun komoditas non tradable, sedangkan kebijakan perdagangan hanya diterapkan untuk barang-barang yang diperdagangkan (tradable).

2. Kelompok Penerima

Kelompok kedua dari klasifikasi kebijakan adalah apakah kebijakan dimaksudkan untuk konsumen atau produsen. Subsidi atau kebijakan perdagangan mengakibatkan terjadinya transfer diantara produsen, konsumen dan keuangan pemerintah. Jika tidak ada kebijakan subsidi dan kebijakan perdagangan, pemerintah melalui anggarannya harus membayar keseluruhan transfer, ketika produsen memperoleh keuntungan dan konsumen mengalami kerugian, dan sebaliknya ketika konsumen memperoleh keuntungan dan produsen mengalami kerugian.

Kondisi tersebut menggambarkan bahwa keuntungan yang didapatkan oleh satu pihak hanya menjadi pengganti dari kerugian yang dialami pihak lain, tetapi dengan adanya transfer yang diikuti oleh efisiensi ekonomi yang hilang. Maka keuntungan yang diperoleh akan lebih kecil daripada kerugian yang diderita. Oleh karena itu, manfaat yang diperoleh kelompok tertentu (konsumen, produsen atau keuangan pemerintah) adalah lebih kecil dari jumlah yang hilang dari kelompok yang lain.

3. Tipe Komoditas

Klasifikasi tipe komoditas bertujuan untuk membedakan antara komoditas yang dapat diekspor dan komoditas yang dapat diimpor. Apabila tidak ada kebijakan harga, maka harga domestik adalah sama dengan harga di pasar internasional, dimana untuk barang yang di ekspor digunakan harga FOB (free on board) yaitu harga di pelabuhan ekspor dan untuk barang yang dapat di impor digunakan harga CIF (cost, insurance, freight) atau harga pelabuhan impor. Kebijakan harga yang ditetapkan pada input dapat berupa kebijakan subsidi baik subsidi positif maupun subsidi negatif (pajak) dan kebijakan hambatan perdagangan yang berupa tarif dan kuota.

Kebijakan Pemerintah pada Harga Output

Kebijakan terhadap output baik berupa subsidi mapun pajak dapat diterapkan pada barang ekspor maupun impor. Kebijakan pemerintah terhadap output dijelaskan dengan menggunakan Transfer Output (TO) dan Koefisien Proteksi Output Nominal (Nominal Protection Coefficient On Output/NPCO).

Dampak dari subsidi positif terhadap produsen dan konsumen pada barang impor terdapat pada Gambar 5.

Gambar 5 Dampak Subsidi Positif terhadap Produsen dan Konsumen Barang Impor

Keterangan :

Pw : Harga di Pasar Internasional Pd : Harga di Pasar Domestik

Pp : Harga di tingkat produsen setelah diberlakukan pajak dan subsidi S + PI : Subsidi kepada produsen untuk barang impor

S + CI : Subsidi kepada konsumen untuk barang impor

Gambar 5(a) merupakan gambar subsidi positif untuk produsen barang impor dimana harga yang diterima oleh produsen domestik lebih tinggi dari harga di pasar internasional. Hal ini menyebabkan output produksi dalam negeri meningkat dari Q1 menjadi Q2 sedangkan konsumsi tetap pada Q3. Harga yang diterima konsumen akan tetap sama dengan harga di pasar dunia. Subsidi ini akan menyebabkan jumlah impor turun dari Q3-Q1 menjadi Q3-Q2. Tingkat subsidi per output sebesar (Pp – Pw) pada output Q2, maka transfer total dari pemerintah kepada produsen sebesar Q2 x (Pp – Pw) atau PpABPw. Subsidi menyebabkan barang yang seharusnya diimpor menjadi diproduksi sendiri dengan biaya korbanan sebesar Q1CAQ2, sedangkan opportunity cost yang diperoleh jika barang tersebut diimpor adalah sebesar Q1CBQ2. Dengan adanya subsidi tersebut, maka akan terjadi kehilangan efisiensi sebesar CAB. Gambar 5(b) menunjukkan subsidi untuk produsen barang ekspor. Adanya subsidi dari pemerintah menyebabkan harga yang diterima produsen lebih tinggi dari harga yang berlaku di pasar dunia. Harga yang tinggi berakibat pada peningkatan output produksi dalam negeri dari Q3 ke Q4, sedangkan konsumsi menurun dari Q1 ke Q2 sehingga jumlah ekspor meningkat dari Q3 ke Q4. Tingkat subsidi yang diberikan pemerintah adalah sebesar GABH.

Gambar 5(c) menunjukkan subsidi positif untuk konsumen untuk output yang diimpor. Kebijakan subsidi sebesar Pw–Pd kepada konsumen menyebabkan produksi menurun dari Q1 menjadi Q2 sedangkan konsumsi akan meningkat dari Q3 menjadi Q4 karena kebijakan subsidi akan merubah harga dalam negeri menjadi lebih rendah. Subsidi ini akan menyebabkan peningkatan impor dari Q3- Q1 menjadi Q4-Q2. Transfer pemerintah terdiri dari dua bagian, yaitu transfer dari pemerintah ke konsumen sebesar ABGH dan transfer dari produsen ke konsumen sebesar PwAPd. Dengan demikian akan terjadi kehilangan efisiensi ekonomi pada sisi konsumsi dan produksi. Di sisi produksi, output turun dari Q2 menjadi Q1 menyebabkan hilangnya pendapatan sebesar Q2FAQ1 atau sebesar Pw x (Q2-Q1), sehingga terjadi inefisiensi ekonomi sebesar AFB. Di sisi konsumsi opportunity cost akibat peningkatan konsumsi adalah sebesar Pw x (Q4 – Q3) atau sebesar Q3EGHQ4 dengan kemampuan membayar konsumen sebesar Q3EHQ4 sehingga terjadi inefisiensi sebesar EGH. Dengan demikian total inefisiensi yang terjadi adalah sebesar AFB dan EGH.

Gambar 5(d) menunjukkan subsidi untuk barang ekspor, pada grafik tersebut harga dunia (Pw) lebih besar dari harga yang diterima produsen (Pp). Harga yang lebih rendah menyebabkan konsumsi barang ekspor menjadi meningkat dari Q1 menjadi Q2. Perubahan ini akan menyebabkan opportunity cost sebesar Pw x (Q2 –Q1) atau area yang sama dengan kemampuan membayar konsumen yaitu Q1CAQ2, dengan inefisiensi yang terjadi yaitu sebesar CBA.

Kebijakan Pemerintah pada Harga Input

Kebijakan terhadap input dapat diterapkan pada input tradable (input impor) dan input non tradable (input domestik). Pada kedua input tersebut, kebijakan dapat berupa subsidi positif dan subsidi negatif (pajak) sedangkan kebijakan hambatan perdagangan tidak diterapkan pada input domestik (non tradable) karena input non tradable diproduksi dan di konsumsi di dalam negeri.

1. Kebijakan Input Tradable

Kebijakan pada input tradable dapat berupa kebijakan subsidi atau pajak dan kebijakan hambatan perdagangan. Pengaruh subsidi dan pajak pada input

tradable dapat ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Pajak dan Subsidi pada Input Tradable

Sumber: Monke and Pearson, 1989 Keterangan :

S – II = Pajak untuk input impor S + II = Subsidi untuk input impor

Gambar 6. menunjukkan pengaruh pajak terhadap input tradable yang digunakan. Pada Gambar 6a, adanya pajak pada input menyebabkan biaya produksi meningkat sehingga pada tingkat harga output yang sama. output domestik turun dari Q1 ke Q2 dan kurva suplay bergeser ke kiri atas. Efisiensi ekonomi yang hilang adalah sebesar ABC yang merupakan perbedaan antara nilai output yang hilang Q1CA Q2 dengan ongkos produksi dari output Q2BC Q1. Gambar 6b menggambarkan dampak subsidi input yang menyebabkan harga input lebih rendah dan biaya produksi lebih rendah sehingga kurva supply bergeser ke kanan bawah dan produksi naik dari Q1 ke Q2. Efisiensi ekonomi yang hilang dari produksi adalah sebesar ABC yaitu perbedaan antara biaya produksi yang bertambah dengan meningkatnya output dengan peningkatan nilai input.

2. Kebijakan Input Non Tradable

Pada input non tradable kebijakan pemerintah meliputi kebijakan pajak dan subsidi karena input non tradable hanya diproduksi dan dikonsumsi di dalam negeri. Sedangkan kebijakan perdagangan tidak dapat diterapkan pada input non tradable. Ilustrasi mengenai kebijakan subsidi dan pajak yang diterapkan pemerintah pada input non tradable dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Pajak dan Subsidi pada Input Non Tradable

Sumber : Monke and Pearson, 1989 Keterangan :

S – N = Pajak untuk Barang Non Tradable

S + N = Subsidi untuk Barang Non Tradable

Pada Gambar 7a terlihat dengan adanya pajak (PC - PP) menyebabkan produksi yang dihasilkan turun dari Q1 menjadi Q2. Efisiensi ekonomi dari produsen yang hilang sebesar BCA dan dari konsumen yang hilang sebesar DBA. Pada subsidi positif (Gambar 7b), adanya subsidi menyebabkan produksi meningkat dari Q1 ke Q2 karena harga yang diterima produsen naik menjadi Pp dan harga yang diterima konsumen turun menjadi PC. Kehilangan efisiensi dapat dilihat dari perbandingan antara peningkatan nilai output dengan meningkatnya ongkos produksi dan meningkatnya keinginan konsumen untuk membayar.

Policy Analysis Matrix (PAM)

Menurut Monke dan Pearson (1989), PAM (Policy Analysis Matrix) adalah alat yang digunakan untuk menganalisis pengaruh intervensi pemerintah dan dampaknya pada sistem komoditas. Sistem komoditas meliputi empat aktivitas yaitu aktivitas usahatani (farm production), penyampaian dari usahatani ke pengolah, pengolahan, dan pemasaran. Metode PAM dapat digunakan untuk

Dokumen terkait