BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Landasan Teori
2.2.2. Teori Implementasi George C. Edwards III
1) Model Implementasi oleh Goerge C. Edward III
Model implementasi kebijakan yang prespektif top down yang dikembangkan oleh George C. Edward III. Edward III menamakan model implementasi kebijakan publiknya dengan Direct and Indirect Impact on Implementation. Dalam pendekatan teori ini terdapat empat variabel yang mempengaruhi keberhasilan impelementasi suatu kebijakan, yaitu: 1. Komunikasi; 2. Sumberdaya; 3. Disposisi; dan 4. Struktur birokrasi.22
19
Rulinawaty Kasmad, Implementasi Kebijakan Publik, (Makassar: Universitas Muhammadiyah Makasar, 2018), hal. 24.
20
Rulynawati Kasmad, Studi Implementasi Kebijakan Publik, (Makassar: Kedai Aksara, 2013), hal. 21.
21
Ibid,.
22
Edward III, George C, Public Policy Implementing, London: Jai Press Inc, 1990), hal, 149-154.
1. Komunikasi
Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan dapat berjalan apabila komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan impelementasi harus dikomunikasikan kepada bagian personalia yang tepat. Selain itu, kebijakan yang dikomunikasikan pun harus tepat, akurat, dan konsisten. Komunikasi diperlukan agar para pembuat keputusan dan para implementor akan semakin konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam masyarakat.
Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi yaitu : a) Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian. b) Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak membingungkan (tidak ambigu/mendua) ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu mengahalangi impelementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana membutuhkan fleksibelitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi pada tataran yang lain hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan. c) Konsistensi; perintah yang diberikan dalam melaksanakan suatu komunikasi haruslah konsisten dan jelas untuk diterapkan atau dijalankan. Karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.23
23
Husaini Usman, Manajemen, Teori, Praktik dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal. 3.
2. Sumber daya
Yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan adalah sumber daya. Sumber daya merupakan hal penting lainnya dalam mengimplementasikan kebijakan, menurut Goerge C.Edward III (dalam Agustino),24 indikator sumber daya terdiri dari beberapa elemen, yaitu: a) Staf; sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan dalam staf. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak kompeten di bidangnya. b) Informasi; dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan saat mereka diberi perintah. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. Implementer harus mengetahui apakah orang yang terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap hukum. c) Wewenang; pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang nihil, maka kekuatan para implementor dimata publik tidak terlegitimasi, sehingga dapat menggagalkan proses implementasi kebijakan. d) Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti apa yang harus dilakukan dan memiliki wewenang untuk melaksanakan
24
Syaiful Sagala., Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal. 49
tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.25
3. Disposisi
Variabel ketiga yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan adalah disposisi. Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi, menurut Goerge C.Edward III (dalam Agustino), adalah :
a. Pengangkatan birokrat; disposisi atau sikap pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan apabila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi. Karena itu, pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan.
b. Insentif; Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan memanipulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi (self interst) atau organisasi.26
25
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 143.
26
Agostiono, Implementasi Kebijakan Publik Model Van Meter dan Van Horn, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), hal. 154.
4. Struktur birokrasi
Keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Walaupun sumber daya untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia, atau para pelaksana kebijakan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat dilaksanakan atau direalisasikan karena terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebabkan sumber daya-sumber daya menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik.27
Dua karakteristik, menurut Edward III, yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi/organisasi kearah yang lebih baik, yaitu dengan melakukan: 28
a. Standar Operating Prosedures (SOP); merupakan perkembangan dari tuntutan internal akan kepastian waktu, sumber daya serta kebutuhan penyeragaman dalam organisasi kerja yang kompleks dan luas. Dengan menggunakan SOP, para pelaksana dapat mengoptimalkan waktu yang tersedia dan dapat berfungsi untuk menyeragamkan tindakan-tindakan pejabat dalam organisasi yang kompleks dan tersebar luas, sehingga dapat
27
Tabrani Rusyan, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya), hal. 4.
28
Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran Sebuah Teori dan Konsep Dasar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 183.
menimbulkan fleksibilitas yang besar dan kesamaan yang besar dalam penerapan peraturan.
b. Fragmentasi, merupakan penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan kepada beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi”. Pada umumnya, semakin besar koordinasi yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan, semakin berkurang kemungkinan keberhasilan program atau kebijakan
2) Model Donald Van Metter dan Carl Van Horn
Enam variabel menurut Van Metter dan Van Horn, yang mempengaruhi kinerja kebijakan yaitu: 29
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Kinerja Implementasi kebijakan dapat diukur keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan.
2. Sumberdaya
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.
3. Karakteristik
Agen pelaksana pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta sesuai dengan para agen pelaksananya. Selain itu, cakupan atau luas
29
wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan. 4. Sikap/Kecenderungan (disposition) para pelaksana
Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi orang-orang yang terkait langsung terhadap kebijakan yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan.
5. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana.
Kodinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam impelementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik.
Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi publik dalam persepektif yang ditawarkan oleh Van Metter dan Van Horn adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi penyebab dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan.