• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Teor

2.1.4 Teori Inflas

Inflasi adalah kecendrungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus-menerus dalam kurun waktu tertentu. Diartikan juga sebagai naiknya terus menerus tingkat harga pada suatu perekonomian akibat kenaikan permintaan agregat/penurunan penawaran agregat. Indeks harga konsumen adalah ukuran tingkat harga sebagai indikator inflasi. IHK dihitung setiap bulan berdasar perkembangan harga barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga seluruh ibu kota propinsi di Indonesia (Soebagiyo dan Prasetyawati, 2002).

Nopirin (1996), inflasi dapat digolongkan ke dalam tiga macam penggolongan :

1. Inflasi berdasarkan sifatnya

laju inflasi berbeda-beda antara negara satu dengan negara lainnya atau dalam satu negara untuk kurun waktu yang berbeda. Atas dasar perkembangannya, inflasi dapat dibedakan kedalam tiga kategori yaitu:

a. Creeping inflation (inflasi merayap), adalah inflasi tahap awal dengan kenaikan harga secara lambat atau juga sering disebut dengan inflasi lunak. Biasanya creefing inflation ditandai dengan inflasi yang rendah (<10%/tahun). Kenaikan harga berjalan secara lambat dengan prosentase yang kecil dalam jangka waktu yang relatif lama.

b. Galloping inflation, adalah inflasi menengah yang ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta memiliki akselerasi, artinya harga-harga minggu/bulan ini lebih tinggi dari minggu/bulan lalu dan seterusnya. c. Hyper inflation, adalah kondisi inflasi yang paling parah akibatnya

terhadap perekonomian, harga-harga naik sampai lima atau enam kali. Hyper inflation merupakan hal yang sering terjadi akibat tindakan pemerintah untuk menutup defisit anggarang belanja dengan jalan mencetak uang baru, sehingga jumlah uang beredar dimasyarakat tinggi dan mengakibatkan laju inflasi bertambah tinggi.

Sedangkan menurut Boediono (1985), Ada berbagai cara untuk menggolongkan macam inflasi berdasarkan tingkat keparahannya, yakni : a. Inflasi ringan (dibawah 10% setahun)

c. Inflasi tinggi (antara 30-100% setahun) d. Hiperinflasi ( diatas 100% setahun) 2. Inflasi berdasarkan asalnya

Inflasi dapat dibedakan menjadi inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation) dan inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation). Inflasi yang berasal dari dalam negeri adalah inflasi yang sumber penyebabnya berasal dari keadaan perekonomian dalam negeri sendiri. Timbulnya inflasi ini karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan percetakan uang yang baru, panen yang gagal dan sebagainya. Inflasi yang berasal dari luar negeri adalah inflasi yang timbul karena kenaikan harga- harga di luar negeri, sehingga akan mempengaruhi barang-barang yang di impor.

3. Inflasi berdasarkan penyebabnya

Sebelum kebijaksanaan untuk mengatasi inflasi diambil, terlebih dahulu diketahui faktor-faktor yang menyebabkan inflasi. Atas dasar ini kita bedakan menjadi :

a. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat. Sehingga antara jumlah barang dengan jumlah permintaan berjalan tidak seimbang, akibatnya harga barang menjadi lebih tinggi atau naik inflasi semacan ini disebut demand pull inflation.

b. Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi. Sehingga membawa dampak bagi produsen dimana akan mengurangi keinginan mereka untuk menjual hasil produksinya pada tingkat harga yang berlaku sebelumnya.

Berkurangnya penawaran yang tidak diikuti dengan pengurangan permintaan yang sama besarnya akan menyebabkan kenaikan harga. Ini disebut cost push inflation.

Akibat atau efek dari terjadinya inflasi bagi ekonomi adalah : 1. Efek terhadap pendapatan (Equity Effect)

Efek inflasi terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi.

Pihak-pihak yang dirugikan dengan adanya inflasi : - Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap.

- Seseorang yang menumpukkan kekayaan dalam bentuk uang kas.

- Seseorang yang memberikan pinjaman uang dengan bunga lebih rendah dari laju inflasi.

2. Efek terhadap output (Output Effect)

Inflasi yang mengakibatkan perubahan pada alokasi faktor produksi melalui :

- Kenaikan output. Dengan alasan bahwa dengan adanya inflasi dalam tingkat yang rendah, maka permintaan akan barang cenderung naik sehingga mendorong pengusaha untuk meningkatkan produksinya, dan akibatnya harga barang tidak melonjak tinggi.

- Penurunan output. Apabila inflasi mengalami kenaikan dan cenderung kearah hiperinflasi maka kondisi perekonomian akan mengalami kelesuhan karena harga barang cenderung naik sehingga terjadi penurunan

permintaan yang pada akhinya membawa dampak bagi produsen dalam pengurangan jumlah produksinya.

3. Efek terhadap efisiensi (Efficiency Effect).

Inflasi dapat membawa efek bagi perubahan alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu. Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan adanya inflasi dapat mengakibatkan alokasi faktor produksi menjadi tidak efisien. Secara garis besar inflasi adalah perubahan dalam pola distribusi kekayaan dan pendapatan. Ada efek inflasi yang kurang nyata yaitu bahwa umumnya orang-orang yang memegang asset liquid seperti uang tunai dan deposito akan rugi karena penurunan daya beli asset tersebut. Sedangkan orang yang mempunyai asset fisik seperti tanah akan menerima manfaat.

Dari sudut produksi, terdapat perbedaan yang penting antara efek inflasi kecil dan efek inflasi besar. Umumnya para ekonom sependapat bahwa inflasi kecil lebih baik daripada deflasi. Kesimpulan ini diperoleh dari beberapa faktor. Salah satunya adalah untuk mencapai laju inflasi sama dengan nol atau negatif, permintaan agregat harus dikurangi sampai sistemnya mengalami pengangguran, atau untuk mencapai tingkat kegiatan ekonomi yang sesuai dengan pekerjaan penuh (full employment). Kita mengalami inflasi karena sumber-sumber yang harus dipakai dengan tenaga kerja, akan cenderung lebih sedikit.

2.2 Pengertian dan Fungsi Bank

Bank komersial adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Berdasarkan jenisnya, bank hanya dibedakan menjadi dua, yaitu bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. (pasal 1 UU No. 10 tahun 1998). Perbedaan antara bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat meliputi beberapa aspek, diantaranya; kegiatan usaha, permodalan, alokasi kredit, badan hukum, kepemilikan, dan double principle.

Secara umum, fungsi bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara lebih spesifik bank dapat berfungsisebagai agent of trust, agent of development, dan agent of services

a. Agent of trust

Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan.

Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut dan pada saat yang telah dijanjikan simpanan tersebut dapat ditarik kembali dari bank. Pihak bank sendiri akan mau menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitur atau masyarakat apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa pihak debitur tidak akan menyalagunakan pinjamannya, debitur akan mengelola dana pinjamannya dengan baik, debitur akan mempunyai kemampuan untuk membayar pada saat jatuh tempo, dan debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo.

b. Agent of development

Kegiatan perekonomian masyarakat di sektor moneter dan sektor riil tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut selalu berinteraksi dan saling mempengaruhi. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Kegiatan bank berupa berupa penghimpunan dan penyaluran dana sangat diperlukan bagi lancarnya kerugian perekonomian di sektor rill. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi-distribusi-konsumsi ini tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancarankegiatan investasi-distribusi-konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian.

c. Agent of servies

Disamping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Jasa ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank, dan penyelesaian tagihan.

Ketiga fungsi bank diatas diharapkan dapat memberikan gambaran yang menyeluruh dan lengkap mengenai funsi bank dalam perekonomian, sehingga bank tidak hanya dapat diartikan sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediary institution).

2.3 Pengertian Deposito

Simpanan deposito dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dinyatakan sebagai simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Berbeda dengan tabungan dan giro, simpanan deposito mengandung unsur jangka waktu (jatuh tempo) yang lebih panjang dan dapat ditarik atau dicairkan hanya setelah jatuh tempo. Begitu pula dengan suku bunga yang diberikan relatif lebih tinggi dibanding dengan tabungan dan giro. Bunga disesuaikan dengan perkembangan pasar dan biasa diberikan setiap bulan sesuai dengan tanggal jatuh temponya.

Tabungan deposito juga dapat berfungsi sebagai alat investasi jangka panjang maupun jangka pendek. Dengan menginvestasikan uang dalam deposito berjangka, nasabah mempunyai pilihan jatuh tempo dalam waktu satu, tiga, enam,

dua belas bulan atau dua puluh empat bulan. Nasabah akan dikenakan denda (penalty) dengan tidak mendapat hasil apapun apabila mencairkan dana deposito sebelum jatuh tempo. Dengan demikian, bila nasabah berniat menggunakan uang tersebut dalam jangka pendek sebaiknya membuka tabungan. Karena dengan membuka tabungan, dana sewaktu-waktu dapat diambil tanpa harus dikenakan denda. Namun, perlu ketahui bahwa suku bunga tabungan yang diberikan biasanya lebih kecil dari suku bunga deposito bank.

Uang yang simpan di bank dan memenuhi persyaratan tertentu, seratus persen dijamin pemerintah dari resiko kegagalan bayar. Skema garansi tersebut masih diberlakukan oleh pemerintah untuk jangka waktu yang belum dapat ditentukan. Nasabah tidak perlu khawatir akan kehilangan uang yang disimpan apabila bank tersebut ditutup atau diambil alih. Pemerintah akan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa uang nasabah akan dibayarkan kembali sesuai dengan jumlah yang disimpan.

Deposito berjangka juga tersedia dalam mata uang asing, seperti dolar AS. Dalam situasi ekonomi yang tidak pasti, seorang nasabah dapat memilih untuk tidak menyimpan uang seluruhnya dalam bentuk tabungan deposito rupiah melainkan juga dalam dollar AS. Hal ini didasarkan pada pertimbangan kemungkinan anjloknya nilai mata uang rupiah dimasa depan disebabkan iklim ekonomi dunia yang kian tidak pasti.

2.4 Penelitian Terdahulu

Wahyu Setyaningsih (1999). Berjudul “Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi Deposito Berjangka Rupiah sesudah Deregulasi Perbankan 1 juni

1983 di Indonesia kurun waktu 1984-1998”. Penelitian ini menggunakan data tahunan dari tahun 1984-1998. Variabel dependen yang digunakan adalah jumlah deposito berjangka rupiah sedangkan variabel independennya adalah PDB riil perkapita, suku bunga deposito berjangka, nilai tukar valas (Dollar AS terhadap rupiah). Untuk pengujian yang digunakan model pendekatan PAM (Partial Adjusment Model).

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah PDB riil perkapita dan suku bunga deposito berjangka rupiah sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan. Sedangkan kurs valuta dolar AS terhadap rupiah tidak berpengaruh terhadap deposito berjangka rupiah. Dalam analisis hubungan antara variabel dependen dan variabel independen pada penelitian ini membuktikan penggunaan model regresi berganda non linier adalah tepat. Hasil uji asumsi klasik terdapat model regresi yang menunjukkan tidak terdapat gejala multikolinearitas, heteroskedatisitas, dan autokorelasi. Hasil estimasi PAM diperoleh bahwa elastisitas jangka panjang lebih besar dari elastisitas jangka pendek. Artinya dalam elastisitas jangka panjang sudah tidak dipengaruhi lagi oleh tingkat deposito berjangka rupiah periode sebelumnya.

Siti Fatimah Nurhayati (2002). Berjudul “Analisis Permintaan Deposito Dalam Valuta Asing Pada Bank Swasta Nasional Di Indonesia” dari tahun 1985- 2001. Variabel dependen yang digunakan adalah Permintaan Deposito dalam Valuta Asing sedangkan variabel independennya adalah PDB, Suku Bunga Deposito, kurs valuta asing (Rupiah terhadap Dollar AS) dan Libor.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah bahwa pengujian t menunjukkan ada 3 variabel yang berpengaruh terhadap simpanan valuta asing di Indonesia yaitu variabel suku bunga deposito Rupiah berpengaruh negatif pada jangka pendek dan positif dalam jangka panjang, suku bunga internasional LIBOR berpengaruh positif dalam jangka panjang, sedangkan variabel pendapatan perkapita riil dan kurs tidak berpengaruh.

Romauli Putri M. Marbun (2005). ψerjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Jumlah Deposito Berjangka Pada Bank Pemerintah di Sumatera Utara” dari tahun 1993 – 2003. Variabel dependen yang digunakan adalah jumlah deposito pada bank-bank pemerintah di Propinsi Sumatera Utara, sedangkan yang menjadi variabel independen adalah pendapatan perkapita dan tingkat suku bunga deposito.

Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa pendapatan perkapita memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan jumlah deposito berjangka. Begitu pula dengan tingkat suku bunga berpengaruh positif terhadap jumlah deposito berjangka. Pengujian dilakukan dengan model regresi linier berganda dengan koefisien determinasi sebesar 0,976.

Tuti (2006). ψerjudul “Analisis Permintaan Deposito ψerjangka Dalam Negeri Pada ψank Umum di Indonesia” , periode tahun 1990 sampai 2004. Data yang digunakan adalah data triwulanan. Penelitian ini ingin melihat hubungan antara tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, dan suku bunga deposito terhadap permintaan deposito dalam negeri pada bank umum di Indonesia.

Model persamaan awal yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi dengan Partial Adjusment Model (PAM). Namun, karena pada model regresi PAM itu tidak menghasilkan signifikansi pada variabel Y(-1), sehingga model PAM ini tidak bisa dipakai selanjutnya untuk melakukan pegujian statistik dan pengujian asumsi klasik. Untuk itu digunakan metode OLS dengan fungsi dan persamaan regresi linier. Dari pengujian-pengujian yang dilakukan, ternyata hasil estimasi masih menyimpang asumsi klasik yaitu mengandung heteroskedastisitas, namun setelah diobati ternyata model regresi ini telah dinyatakan sehat dan memenuhi asumsi klasik kembali.

Kesimpulan yang diperoleh adalah inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan deposito dalam negeri, sedangkan perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan deposito. Variabel independen lainnya, yakni suku bunga deposito, menunjukan pengaruh yang tidak signifikan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, yang pertama adalah periode penelitian yang digunakan. Pada penelitian sebelumnya belum didapai penelitian tentang jumlah deposito berjangka untuk periode tahun 2004 - 2010. Kedua, data series yang digunakan, pada penelitian sebelumnya menggunakan data tahunan dan triwulanan, sedangkan penelitian ini menggunakan data bulanan. Ketiga, dalam hal variabel independen yang digunakan. Penelitian sebelumnya, Wahyu Setyaniningsih (1999) menggunakan PDB riil perkapita, suku bunga, dan kurs rupiah sebagai variabel independen, sedangkan penelitian Siti Fatimah (2002) variabel independennya adalah PDB,

suku bunga, Kurs rupiah, dan suku bunga Libor. Keempat, perbedaannya terletak pada metode pembentukan model yang digunakan. Pada penelitian-penelitian sebelumnya, model estimasi yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan metode OLS dan Partial Adjustment Model (PAM), sedangkan penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan Metode Garch (1,1).

2.5 Kerangka Pemikiran

Inflasi dan suku bunga deposito diduga memiliki pengaruh terhadap perkembangan jumlah deposito yang terhimpun, selain itu terdapat pula pengaruh dari faktor lain seperti stabilitas keamanan dan politik dan tingkat suku bunga di luar negeri. Tingkat inflasi itu sendiri merupakan fenomena yang terjadi sebagai akibat dari kondisi makro ekonomi yang dipengaruhi oleh jumlah uang beredar, nilai tukar, situasi ekonomi internasional dan lain-lain. Sedangkan suku bunga deposito merupakan produk perbankan yang menjadi kewenangan masing-masing bank untuk menetapkan berdasarkan perhitungan beban operasional, margin keuntungan, tingkat kompetisi, dan lain-lain.

Pada saat Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan melalui instrumen moneter yang dimilikinya, kebijakan tersebut akan mempengaruhi perekonomian melalui berbagai jalur transmisi. Kebijakan OPT akan berimbas pada jumlah uang beredar dan nilai tukar, sedangkan kebijakan BI Rate akan menjadi acuan perbankan dalam menetapkan suku bunga tabungan maupun pinjaman. Dalam kerangka kebijakan Inflation Targeting, dimana sasaran akhirnya adalah inflasi, kebijakan moneter tersebut diharapkan akan direspon oleh dunia usaha, sehingga dapat menghasilkan target inflasi yang diinginkan.

JUMLAH TABUNGAN DEPOSITO DEPOSITO BANK INDONESIA SUKU BUNGA DEPOSITO INFLASI Instrumen Moneter Respon Perbankan & Dunia Usaha PERTUMBUHAN EKONOMI Kondisi Makro: 1. JUB 2. Nilai tukar 3. Situasi eko internasional 4. dll Respon Bank: 1. Beban Ops 2. Margin laba 3. Faktor resiko 4. Kompetisi 5. dll INVESTASI Stabilitas keamanan dan politik Suku bunga Luar Negeri BI Rate OPT Keterangan :

Didalam ruang lingkup penelitian Diluar ruang lingkup penelitian

Dengan tingkat inflasi dan suku bunga yang terkendali maka diharapkan terjadi akumulasi tabungan masyarakat, salah satunya dalam bentuk deposito. Tabungan masyarakat ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber dana bagi investasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

2.6 Hipotesis

Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini adalah:

a. H0 : Suku bunga deposito tidak berpengaruh positif terhadap jumlah deposito berjangka.

Ha : Suku bunga deposito berpengaruh positif terhadap jumlah deposito berjangka.

b. H0 : Inflasi tidak berpengaruh negatif terhadap terhadap jumlah deposito berjangka.

Ha : Kurs rupiah berpengaruh negatif terhadap jumlah deposito berjangka.

c. H0 : Suku bunga deposito dan inflasi secara simultan tidak berpengaruh terhadap jumlah deposito berjangka.

Ha : Suku bunga deposito dan inflasi secara simultan berpengaruh terhadap jumlah deposito berjangka.

Keterangan :

H0 : Hipotesis Awal Ha : Hipotesis Alternatif

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini dilakukan berdasarkan data series bulan yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS), diantaranya adalah Publikasi Tinjauan Kebijakan Moneter dan Statistik Perbankan Indonesia yang diterbitkan bulanan. Selain itu terdapat pula data yang diperoleh dari Publikasi Indokator Ekonomi yang diterbitkan oleh BPS. Jenis data yang dikumpulkan meliputi :

- Jumlah deposito pada bank Umum (bulanan) - Data inflasi m-t-m (bulanan)

- Data suku bunga deposito 1 bulan (bulanan)

3.2 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan untuk mendukung dan mencapai tujuan penelitian adalah analisis deskriptif dan model AutoRegressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH) dan Generalized AutoRegressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH).

3.2.1 Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif dilakukan untuk memberikan gambaran tentang perilaku data setiap variabel yang akan diteliti. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah jumlah deposito, tingkat suku bunga deposito satu bulan, dan inflasi month to month selama periode Januari 2004 sampai Desember 2010.

3.2.2 Model AutoRegressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH) dan Generalized AutoRegressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH) Metode dalam penelitian ini menggunakan model AutoRegressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH) dan Generalized AutoRegressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH), yaitu suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh satu atau beberapa variabel independen terhadap suatu variabel dependen.

Salah satu asumsi yang mendasari estimasi regresi linier berganda dengan metode OLS adalah residual harus bersifat konstan dari waktu ke waktu. Apabila residual tidak bersifat konstan, maka terkandung masalah heteroskedastisitas. Pada penelitian ini data runtut waktu yang diolah menghasilkan masalah heteroskedastisitas. Oleh karena itu metode estimasi dengan menggunakan OLS tidak dapat dilakukan, karena koefisien yang dihasilkan tidak bersifat BLUE (best linier unbiased estimator). Sebagai jalan keluar, kini telah ada model yang khusus digunakan untuk menghadapi kondisi seperti ini. Model tersebut dikenal dengan ARCH (AutoRegresive Conditional Heteroscedasticity).

Kelebihan model ini dibandingkan dengan analisis regresi linear berganda adalah model ini tidak memandang heteroskedastisitas sebagai suatu permasalahan, tetapi justru memanfaatkan kondisi tersebut untuk membuat model, bahkan dengan memanfaatkan heteroskedastisitas dalam error yang tepat, maka akan diperoleh estimator yang lebih efisien (Nachrowi dan Usman, 2006).

Model ini dikembangkan oleh Robert Engle (1982) dan dimodifikasi oleh Mills (1999). Dalam perkembangannya muncul variasi dari model ini, yang dikenal dengan nama GARCH (Generalized AutoRegresive Conditional

Heteroscedasticity), yang dikembangkan oleh tim Bollerslev (1986 dan 1994). Dalam model ARCH, varian residual data runtut waktu tidak hanya dipengaruhi oleh variabel independen, tetapi juga dipengaruhi oleh nilai residual data itu sendiri. Model ARCH menggunakan dua persamaan berikut ini:

Yt = β0 + β1X1t + β2X2t + εt (3.1)

(3.2) Dengan Y adalah variabel dependen, X variabel independen (bisa ditambah sesuai keperluan), ε adalah pengganggu atau residual, adalah varian residual, dan

disebut sebagai komponen ARCH.

Ada berbagai bentuk ARCH dan GARCH, antara lain: 1. GARCH (1,1)

2. ARCH in Mean (M-ARCH) 3. Treshold ARCH (TARCH)

4. Eksponential ARCH/GARCH (E-(G)ARCH) 5. Simple asymmetric ARCH (SAARCH) 6. dan lain-lain.

Namun yang akan digunakan dalam penelitian ini dan menjadi model yang baik untuk memprediksi variabel deposito adalah model GARCH (1,1). Persamaan dari model ini adalah, sebagai berikut:

Yt = β0 + β1X1t + β2X2t + εt (3.3)

(3.4) dimana :

Yt = variabel dependen pada akhir bulan ke-t

Xit = variabel independen i pada akhir bulan ke-t (i = 1,2,3, ...) βi = koefesien regresi berganda

ε

t = error term ke-t

Sedangkan varian bersyarat , memiliki tiga bagian, yaitu = rata-rata (mean)

= Volatilitas periode sebelumnya (disebut komponen ARCH) = Varian periode sebelumnya (disebut komponen GARCH)

Hal yang menarik dalam persamaan ini tidak hanya peramalan dari Yt saja, tapi juga peramalan varians . Perubahan dalam varians sangat penting misalnya dalam memahami pasar saham atau pasar keuangan.

Dokumen terkait