• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Keberagamaan Perspektif Islam

Dalam dokumen Keberagaman Masyarakat Melayu Batubara (Halaman 63-67)

BAB II LANDASAN TEORETIS

B. Keberagamaan

3. Teori Keberagamaan Perspektif Islam

Perspektif Islam dalam perilaku keberagamaan dijelaskan pada Alquran di bawah ini:

⧫



❑⧫◆

❑➔







◆

❑➔⬧

◆❑

⬧



→⬧

⧫

✓



Artinya;

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan,

dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Q.S. Al Baqarāh; 208).104

Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan kepada seluruh ummat Islam untuk mengikuti ajaran Islam secara totalitas. Totalitas tersebut bermakna tidak ada memilih-milih suatu amalan dan melakukan secara utuh ajaran agama. Jika dikaitkan dalam penelitian ini totalitas tersebut dapat dimaknai bahwa dalam menjalankan perintah agama ummat Islam semestinya memenuhi kriteria kelima dimensi tersebut, tidak ada satu yang dijalankan kemudian yang lainnya ditinggalkan. Kesempurnaan dalam beragama menurut ayat tersebut terletak kepada totalitas yang dimaksud.

Kemudian Islam pun berbicara mengenai kelima dimensi yang telah disebutkan terdahulu namun memiliki istilah yang berbeda, berikut kelima dimensi keberagamaan menurut Islam.105

1. Dimensi Akidah (ideologi).

Dimensi akidah adalah dimensi yang sangat mengakar dalam diri dan jiwa seorang muslim. Dimensi akidah akan membicarakan permasalahan dasar-dasar agama yang menyangkut terhadap konsep keTuhanan yang Esa bahkan menyangkut permasalahan hari kiamat. Secara umum dimensi akidah tergambarkan dalam rukun Iman dan rukun Islam.

Selain memiliki ruang lingkup di antara rukun Iman dan rukun Islam, dimensi akidah juga menjelaskan permasalahan peribadatan manusia yang murni ataupun tidak. Peribadatan murni yang dimaksud adalah peribadatan yang ajarannya datang dari agama secara utuh tanpa ada tambahan dari manusia. Peribadatan tidak murni dapat dilihat dari sumber peribadatan tersebut, biasanya peribadatan tidak murni berasal dari agama tapi dicampuri oleh berbagai budaya lainnya.

Kajian keberagamaan secara sejarah berlaku kuat dalam dimensi akidah ini. Sebagaimana diketahui bahwa di Indonesia pengaruh agama Hindu Budha sangat kental di awal masa perkembangan Islam di Nusantara, dan tidak terlepas

kemungkinan bahwa pengaruh tersebut masih tetap eksis sampai saat ini. Oleh karenanya peribadatan tidak murni tersebut sangat mudah masuk dalam konteks historis ini dan itu menjadi kajian besar dalam dimensi akidah.

2. Dimensi Ibadah (ritual).

Setiap agama memiliki ajaran yang berbeda dan memilik dalil yang berbeda pula, begitu juga dengan ibadah ataupun ritual yang dijalankan. Tentunya dalam satu agama banyak terdapat ritual yang semestinya dijalankan sesuai dengan ajaran agama tersebut. Dalam hal ini adalah ibadah dalam agama Islam seperti melaksanakan ibadah salat. Semestinya ummat Islam melaksanakan ibadah salat sesuai dengan ketentuan yang dipraktekkan oleh Nabi Muhammad Saw. Dalam hal ini ulama adalah menjadi panutannya karena ulama dikatakan sebagai pewaris Nabi dan hanya ulama lah yang takut kepada Allah Swt.

Dalam dimensi ibadah ataupun ritual ini yang menjadi kajiannya adalah melihat sejauhmana seseorang itu menjalankan ibadah yang telah diperintahkan kepadanya dan menilai frekuensi ibadah yang dilakukan. Intinya dalam dimensi ibadah ini lebih mengkaji ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya. Selain itu dimensi ibadah juga akan membahas mengenai cara dan capaian yang diperoleh oleh seseorang ketika menjalankan suatu ibadah.

3. Dimensi Amal (pengamalan)

Dimensi amal adalah kelanjutan dari dimensi ibadah. Dalam kajian dimensi amal selain berbicara mengenai amalan atau perbuatan yang dilakukan oleh seseorang, dimensi ini juga akan menguraikan sisi kehidupan manusia yang berhubungan dengan sesama manusia dan manusia dengan alam semesta. Uraian tersebut tentunya dimotivasi oleh ajaran agama yang telah diterapkan oleh manusia.

Para psikolog mengistilahkan dimensi amal ini adalah dengan istilah “Pengalaman Keagamaan”. Pengalaman keagamaan tersebut diperoleh tentunya

dengan rutinitas menjalankan amalan-amalan tertentu dan pada akhirnya menghasilkan suatu kepuasan ataupun ketenangan dalam diri seseorang. Dimensi amal ini memiliki tingkatan pengamalan. Dikatakan bahwa para sufi (orang ahli tasawwuf) merupakan orang yang tepat diperbincangkan dalam dimensi ini karena mereka memiliki pengalaman tinggi dalam menjalankan keagamaan. Secara sejarah masuknya Islam di Indonesia pun golongan sufi merupakan tokoh yang terawal menumbuhkembangkan Islam di Nusantara.

4. Dimensi Ihsan (penghayatan)

Dimensi Ihsan atau dimensi penghayatan merupakan kelanjutan daripada dimensi amal. Dalam dimensi Ihsan akan membahas mengenai hubungan manusia kepada Tuhan. Hubungan yang dimaksud bukan sekedar memiliki hubungan vertikal namun sejauhmana kedekatan manusia kepada Tuhannya. Dalam konteks kedekatanan manusia kepada Tuhan yang dapat berbicara banyak dalam hal ini adalah mereka yang mempunyai pengalaman keberagamaan di bidang tasawwuf. Pendekatan tarekat dipercayai lebih banyak dalam merasakan penghayatan tersebut.

Awal mulanya pencapaian dimensi ihsan dalam diri seorang hamba adalah dimulai dengan dimensi amal. Dimensi amal adalah penyokong kuat bagi manusia untuk mencapai ke tahap penghayatan. Tahap ini merupakan langkah yang tidak mudah dilakukan oleh manusia dan tidak semua manusia yang akan dapat merasakan kedekatan dirinya kepada Tuhan. Langkah ini sekaligus akan dapat memaparkan secara mendalam mengenai pembahasan keberagamaan.

5. Dimensi Ilmu Pengetahuan.

Terakhir adalah dimensi ilmu pengetahuan. Dimensi ini akan memaparkan pengetahuan seseorang terhadap norma-norma agama yang dipeluknya. Dalam dimensi ini akan terlihat bahwa seseorang itu merespon dengan baik atau tidak ajaran agama yang dipeluknya. Semakin baik respon seseorang terhadap agama

yang dipeluknya maka semakin baik pengetahuannya terhadap ajaran agama itu dan begitu juga sebaliknya.

Dalam praktik kehidupan sehari-hari dapat kita melihat tingkat pengetahuan ini dari berbagai cara seperti dari cara berbicara, cara beribadah, cara berprilaku dan sebagainya. Dimensi ilmu pengetahuan dengan mudah kita ketahui saat terjadi dialok di antara sesama pemeluk agama. Selanjutnya dalam penelitian ini akan memaparkan kelima dimensi tersebut yang terpancar dari perilaku kehidupan sehari-hari dan untuk mengenal dengan pasti perjalanan dimensi ini dalam penelitian, peneliti akan berinteraksi dan mengamati langsung ke lapangan sesuai dengan objek yang diteliti. Sentuhan kelima dimensi tersebut jika berjalan dengan maksimal maka akan melahirkan masyarakat yang memiliki etika tinggi dan berperadaban.106

Dalam dokumen Keberagaman Masyarakat Melayu Batubara (Halaman 63-67)

Dokumen terkait