• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Kepuasan Pelanggan

Dalam teori kepuasan pelanggan, ada dua perspektif untuk melihat faktor yang memengaruhi seseorang mencari pelayanan kesehatan. Perspektif pertama yaitu dari masyarakat sendiri (client) dan perspektif kedua yaitu dari pemberi pelayanan kesehatan (provider). Kedua persepektif tersebut akan memberikan dua kemungkinan, yaitu met dan unmet dari apa yang diharapkan dan diinginkan.

Apabila apa yang diharapkan tidak sesuai dengan apa yang diterima, maka hal tersebut merupakan masalah yang harus diselesaikan.

Ada beberapa hal yang dapat memengaruhi secara langsung individu (client) memanfaatkan pelayanan kesehatan, yaitu kondisi psikologi (selera, persepsi sehat-sakit, harapan, persepsi terhadap provider) dan karakteristik individu (umur dan jenis kelamin). Sedangkan secara tidak langsung hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi sosio-ekonomi dan budaya. Di samping itu, ada beberapa hal pula yang dapat memengaruhi sikap dan perilaku penyedia pelayanan kesehatan (provider), yaitu factor karakteristik provider (pengetahuan dan kemampuan, motivasi, etos kerja) dalam menyediakan layanan kesehatan, factor pekerjaan, dan factor organisasi.

Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan ketika kebutuhan, keinginan, dan harapan pasien dapat dipenuhi melalui produk/jasa yang dikonsumsi. Oleh karena itu, kepuasan pasien adalah rasio kualitas yang dirasakan oleh pasien dibagi dengan kebutuhan, keinginan, dan harapan pasien. Kepuasan pelanggan dapat dikaji dari model kebutuhan, model kesenjangan, model persaingan, dan lain-lain.

Model kebutuhan menjelaskan tentang faktor dominan pengaruh perspektif pasien (client) dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan (utilisasi). Pada utilisasi ada dua kemungkinan yaitu puas dan tidak puas. Apabila permintaan dan harapan pasien dapat dipenuhi, kondisi demikian disebut satisfied demand. Namun, apabila permintaan dan harapan pasien tidak dapat dipenuhi, maka disebut unsatisfied demand. Hal tersebut merupakan model kesenjangan, di mana antara harapan dan pelayanan yang diterima pasien tidak sesuai.

Kesenjangan antara apa yang dirasakan pasien dengan standar yang telah ditetapkan dapat dinilai dengan comparison standard. Standar tersebut dapat berasal dari harapan pasien, pesaing, kategori produk/jasa, janji promosi dari rumah sakit, dan nilai atau norma industry kesehatan yang berlaku. Hasil dari perbandingan tersebut akan menghasilkan persepsi kesejangan. Kesimpulan atas kesenjangan tersebut dipengaruhi oleh nilai batas penerimaan (zone of indifference). Apabila di bawah batas penerimaan, di mana apa yang diharapkan tidak terpenuhi maka disebut kesenjangan negative. Selanjutnya reaksi emosional kepuasan/ketidakpuasan akan muncul, dapat berupa senang, puas, marah, kecewa, dan lain-lain.

Adanya harapan dari pasien/pelanggan harus dipahami dengan baik karena merupakan prasyarat untuk meningkatkan kualitas dan mencapai kepuasan pelanggan. Oleh karena itu, maka mekanisme untuk memahami harapan pelanggan harus diperhatikan dan dibedakan menurut level/tingkatan harapannya, antara lain sebagai berikut :

(1) Level 1

Pada harapan level 1, harapan implisit atau harapan dasar pelanggan merupakan tingkat terendah dalam model hierarki harapan. Harapan ini menyangkut tingkat performa minimum yang selalu diasumsikan ada, sehingga apabila karakteristik produk/jasa hilang, maka pasien tidak puas. Pemahaman harapan pelanggan pada tingkat ini hanya terbatas pada mengumpulkan keluhan. Provider umumnya bersifat reaktif dan kurang fokus pada upaya pemenuhan kebutuhan dan harapan pasien. Petugas pelayanan pasif, menunggu, dan hanya menampung keluhan yang ada.

Level 1 adalah pelayanan yang berorientasi public. Hal yang memengaruhi terjadinya pemahaman pada tingkat ini yaitu adanya data pelanggan yang dirasakan bias, minimnya informasi karena pelanggan tidak tahu kemana harus menyampaikan keluhannya, dan analisis data masih lemah. (2) Level 2

Pada harapan level 2, mencakup spesifikasi kebutuhan yang didapat dan dipilih. Petugas pelayanan mulai proaktif focus pelanggan dengan mencoba memenuhi harapan pasien yang bersifat individu. Selain itu, proses komunikasi tentang keinginan dan harapan juga sudah ada, tetapi ketidakpuasan oleh penyediaan layanan belum merupakan prioritas yang harus diselesaikan. Perhatian pada pelanggan terlihat dengan adanya penyediaan kotak saran, survey kepuasan pelanggan purna layanan, penyediaan customer service, dan analisis data keluhan.

(3) Level 3

Pada harapan level 3 (tersembunyi atau laten), merupakan nilai tambah dari karakteristik jasa yang tidak diketahui sebelumnya oleh pelanggan. Pada level ini terjadi komunikasi terapeutik dalam upaya penyelesaian masalah pasien. Level ini adalah pelayanan berorientasi pada kelangsungan hubungan pelanggan atas experiental marketing. Penyediaan pelayanan harus proaktif, yaitu secara terus menerus melaksanakan peningkatan mutu layanan. Indikator level 3 adalah adanya pemenuhan kebutuhan dan harapan serta kepuasan pelanggan karena adanya nilai tambah.

Selain adanya model kebutuhan dan model kesenjangan, terdapat pula model persaingan. Model ini menggambarkan bagaimana baik rumah sakit publik

maupun privat mencoba mencapai tujuan rumah sakit dengan fokus pelanggan (pemenuhan kebutuhan, keinginan, dan harapan pasar). Dalam upaya pemenuhan kebutuhan dan harapan pasar, strategi rumah sakit public yaitu denga mengupayakan adanya relevansi dan ekuitas pasar yang dilayani dengan tujuan untuk mencapai efektivitas. Sedangkan strategi rumah sakit privat yaitu mengupayakan rumah sakit memiliki otonomi dan akreditasi dengan tujuan mencapai pengembalian aset dan pertumbuhan rumah sakit.

Berdasarkan model stimuli-penilaian-reakssi, ada empat komponen yang dapat membentuk kepuasan pelanggan, yaitu :

1. Stimulus

2. Penilaian pelanggan 3. Reaksi

4. Perbedaan karakteristik individu

Stimulus adalah rangsangan yang dapat diterima pelanggan melalui indra, dapat berupa fisik dan nonfisik. Rangsangan ini akan diamati, dinilai (dipersepsi), dan direspon oleh pasien secara sadar atau tidak sadar. Penilaian pelanggan dapat dinyatakan dalam atribut baik, buruk, dingin, lucu, membantu, sikap positif, negative, dan netral. Reaksi pelanggan dari penilaiannya atas stimulus tersebut dapat dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik individu, yaitu pre-disposisi (umur, jenis kelamin), perilaku sebelumnya, da pengalaman dalam pelayanan kesehatan sebelumnya. Pengukuran kepuasan pelanggan ini dapat dilakukan pada keseluruhan proses dan juga langsung pada reaksi terhadap stimulus yang ada.

Menurut Woodruff, 2002 (dalam Supriyanto dan Ernawaty, 2010), ada tiga jenjang hierarki nilai saat konsumen akan menilai produk/jasa yang dibeli, yaitu

jenjang penilaian atribut (karakteristik produk/jasa), konsekuensi manfaat membeli produk/jasa, dan tujuan membeli produk/jasa. Model hierarki nilai pelanggan merupakan proses pasien berfikir tentang nilai jasa rumah sakit dan konsekuensi penggunaan pada situasi tersebut. Nilai pasien pada masing-masing jenjang akan menyebabkan kepuasan pada setiap jenjang nilai.

Dokumen terkait