INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DAFTAR LAMPIRAN
2.2. Landasan Teori 1 Fungsi Konsums
2.2.2. Teori Konsums
2.2.2.3. Teori Konsumsi Berdasarkan Hipotesis Daur Hidup
Teori konsumsi berdasarkan hipotesis daur kehidupan (life cycle
hypothesis) dikemukakan oleh tiga ekonom yaitu: Albert Ando, Richard
Brumberg dan Franco Mondigliani. Teori ini mempelajari fungsi konsumsi
berdasarkan model perilaku konsumen Fisher dimana konsumsi bergantung pada
pendapatan seumur hidup seseorang. Mondigliani menekankan bahwa pendapatan
bervariasi secara sistematis selama kehidupan seseorang dan tabungan membuat
konsumen menggerakkan pendapatan dari masa hidupnya ketika pendapatan
tinggi ke masa hidup ketika pendapatan rendah.
Pada dasarnya hipotesis daur hidup berpendapat bahwa konsumsi
seseorang dalam suatu waktu dipengaruhi oleh dua faktor yaitu pendapatan yang
hidup walaupun tidak bekerja lagi. Pendapatan seseorang selama bekerja
bervariasi dan kebanyakan orang merencanakan pensiun dari bekerja pada umur
65 tahun, dan mereka berekspektasi pendapatan akan turun setelahnya. Adanya
penurunan pendapatan tidak mengurangi keinginan untuk menurunkan standar
kehidupannya dibanding dengan konsumsi saat sekarang.
Asumsi dasar teori konsumsi hipotesis daur hidup adalah menganggap
bahwa individu merencanakan perilaku konsumsi dan tabungan mereka selama
periode yang panjang dengan tujuan mengalokasikan konsumsi mereka untuk
membuat hidup mereka lebih baik. Sedang asumsi utamanya bahwa kebanyakan
orang memilih gaya hidup yang stabil, secara umum bukannya banyak menabung
disuatu periode demi pendapatan yang besar di periode berikutnya, tetapi
mengkonsumsi yang sama di setiap periodenya.
Sumber: Sukirno, 2005
Gambar 2.3 Konsumsi dan Pendapatan dalam Daur Kehidupan
C C/Y Waktu/T 0 Y saving dissaving dissaving
Karena orang cenderung menerima pendapatan yang rendah pada usia
muda, tinggi pada usia menengah dan rendah pada usia tua, maka rasio tabungan
akan berfluktuasi sejalan dengan perkembangan umur mereka. Orang muda akan
mempunyai tabungan yang rendah atau negatif (dissaving), usia menengah tingkat
tabungan yang tinggi atau membayar pinjaman yang dibuat pada masa muda dulu,
dan usia tua akan mengambil tabungan yang dibuatnya di masa usia menengah.
2.2.2.4.Teori Konsumsi Berdasarkan Hipotesis Pendapatan Permanen
Teori konsumsi berdasarkan hipotesis pendaptan permanen (permanent
income hypothesis) telah dikemukakan oleh Milton Friedman. Menurut teori ini,
pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pendapatan
permanen (permanent income) dan pendapatan sementara (transitory income).
Pendapatan permanen yang dimaksud adalah kekayaan dan pendapatan yang
dibelanjakan sekarang dan yang akan datang jumlahnya tetap demi menjaga
kestabilan konsumsi sepanjang hidupnya. Pendapatan permanen dapat diperoleh
dari upah atau gaji tetap yang diterima, atau pendapatan dari semua faktor yang
menentukan kekayaan. Sedangkan pendapatan sementara adalah bagian
pendapatan yang tidak diharapkan terus bertahan dan tidak bisa diperkirakan
sebelumnya.
Milton Friedman menyatakan bahwa pendapatan sekarang terdiri dari
pendapatan permanen dan pendapatan sementara atau pendapatan transitori.
Secara matematik dapat ditulis sebagai berikut:
Dimana Y adalah pendapatan sekarang, Yp adalah pendapatan permanen dan Yt
adalah pendapatan sementara.
Dalam hipotesis ini Friedman menganggap tidak ada hubungan antara
pendapatan sementara dengan pendapatan permanen, juga antara konsumsi
sementara dengan konsumsi permanen, maupun konsumsi sementara dengan
pendapatan sementara. Sehingga MPC dari pendapatan sementara sama dengan
nol yang berarti bila konsumen menerima pendapatan sementara yang positif
maka tidak akan memengaruhi konsumsi. Demikian pula bila konsumen
menerima pendapatan sementara yang negatif maka tidak akan mengurangi
konsumsi. Friedman menyimpulkan konsumsi bersifat proporsional terhadap
pendapatan permanen sehingga fungsi konsumsi dapat ditunjukkan dengan
persamaan
C = αYp
Dimana α adalah konstanta yang mengukur bagian dari pendapatan permanen yang dikonsumsi. Sedangkan kecenderungan rata-rata dari hipotesis pendapatan
permanen adalah sebagai berikut:
APC = C/Y = αYp/Y
Menurut hipotesis pendapatan permanen, kecenderungan mengkonsumsi rata-rata
tergantung pada rasio pendapatan permanen dengan pendapatan sekarang. Bila
pendapatan sekarang secara temporer naik diatas pendapatan permanen,
kecenderungan mengkonsumsi rata-rata secara temporer akan turun, sebaliknya
jika pendapatan sekarang secara temporer turun terhadap pendapatan permanen
2.2.2.5.Teori Konsumsi Berdasarkan Hipotesis Pendapatan Relatif
Teori konsumsi berdasarkan hipotesis pendapatan relatif adalah
pengembangan lebih lanjut dari fungsi konsumsi Keynes yang dilakukan oleh
James S. Duesenberry. Dasar dari teori ini adalah studi empiris yang dilakukan
Kuznets dimana James Duesenberry mengemukakan pendapatnya bahwa
pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan terutama oleh tingginya
pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Jika pendapatan berkurang maka
konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluarannya untuk konsumsi. Untuk
mempertahankan tingkat konsumsi yang masih tetap tinggi, mereka terpaksa harus
mengurangi besarnya tabungan. Jika pendapatan bertambah lagi, maka konsumsi
mereka juga akan bertambah, tetapi bertambahnya tidak begitu besar. Sedangkan
tabungan akan bertambah sedikit lebih besar.
Kenyataan seperti ini akan terus dijumpai sampai tingkat pendapatan
tertinggi yang telah pernah dicapai dapat dicapainya lagi. Setelah pendapatan
puncak daripada sebelumnya telah dapat dilalui, maka tambahan pendapatan akan
banyak menyebabkan bertambahnya pengeluaran untuk konsumsi. Sedangkan
dilain pihak, bertambahnya tabungan tidak begitu cepat.
Dasar teori dengan hipotesis tingkat pendapatan relatif dari Duesenberry
(1949) didasarkan pada dua asumsi, yaitu:
1. Selera rumahtangga atas konsumsi barang dan jasa adalah interdependent.
Artinya pengeluaran konsumsi rumahtangga dipengaruhi oleh pengeluaran
2. Pengeluaran konsumsi adalah irreversible. Artinya pola pengeluaran
konsumsi rumahtangga atau seseorang pada saat penghasilan naik akan
berbeda dengan pola konsumsi ketika tingkat penghasilan turun.
Sumber: Prasetyo, 2009
Gambar 2.4 Teori Konsumsi Hipotesis Pendapatan Relatif
Duesenberry dalam teorinya menemukan bahwa persentase dari konsumsi
dan pendapatan akan cenderung kecil pada saat perekonomian baik, dan
cenderung tinggi pada saat perekonomian dalam keadaan buruk. Ketika terjadi
perubahan dalam penghasilan, maka konsumsi tidak akan langsung meningkat.
Hal ini terjadi karena pengaruh konsumsi periode sebelumnya yang lebih kecil.
Demikian pula ketika pendapatan turun maka konsumsi tidak akan turun secara
tajam karena terbiasa dengan hidup senang, yang terjadi adalah persentase dari Y=C+S C/S Y 0 C0 C1 C2 LRC Y0 Y1 Y2 a b c d e i g f h j
konsumsi dan pendapatannya menjadi semakin besar. Hal ini dapat dijelaskan
melalui gambar 2.4.
Ketika pendapatan turun dari Y2 menjadi Y0, konsumsi tidak langsung
turun ke titik a, tetapi masih tetap berkonsumsi di sepanjang kurva C1 karena
pengaruh konsumsi periode sebelumnya. Konsumsi terletak di titik f dalam jangka
pendek, namun dalam jangka panjang konsumsi akan turun ke titik a. Ketika
pendapatan turun terjadi pemanfaatan tabungan sebesar af untuk tetap dapat
mengkonsumsi yang besar. Proporsi tabungan akan menurun dari yang seharusnya
proporsinya adalah ga/gY0, karena dimanfaatkan untuk menutupi konsumsi
sehingga hanya mencapai gf/gY0.
Sebaliknya jika terjadi peningkatan pendapatan menjadi Y2, tingkat
konsumsi tidak akan langsung naik pada kurva C2 di titik i, tetapi tetap pada kurva
C1 pada titik e dalam jangka pendek, setelah itu dalam jangka panjang akan
bergeser ke titik i. Dalam jangka pendek terjadi peningkatan proporsi tabungan,
yang seharusnya adalah ji/jY2, namun dalam jangka pendek sebesar je/jY2.
kejadian ini disebut dengan Ratchet Effect, yaitu penurunan atau kenaikan
pendapatan tidak secara langsung menurunkan atau menaikkan konsumsi dalam
jangka pendek, namun terjadi dalam jangka panjang. Dalam penelitiannya
Duesenberry membuat kesimpulan bahwa konsumsi seseorang akan tergantung
dari penghasilan saat ini dan penghasilan tertinggi tahun sebelumnya (Ratchet
Effect) dan perilaku konsumsi seseorang akan tergantung pula dengan perilaku konsumsi lingkungannya (Demonstration Effect).
2.2.2.6.Teori Konsumsi Berdasarkan Pendekatan Modern
Teori konsumsi modern pada dasarnya merupakan pengembangan dari
teori yang sudah ada dan tidak dapat dipisahkan dari model dasar teori konsumsi
Franco Modigliani dalam teori daur hidupnya serta model konsumsi dari Milton
Friedman dalam teori pendapatan permanennya. Secara garis besar, model fungsi
konsumsi modern dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu:
1. Model hipotesis fungsi konsumsi pendapatan permanen berdasarkan pilihan
antarwaktu Fisher (Fisher’s model of intertemporal choice) oleh Robert Hall dan Random-Walk.
2. Hipotesis fungsi konsumsi pendekatan modern dalam hidup penuh
ketidakpastian (life cycle-permant income hypothesis) oleh John Y. Campbell
dan N. Gregory Mankiw.
2.3Variabel Penelitian 2.3.1 Pendapatan
Seseorang melakukan kegiatan bekerja adalah untuk mendapatkan
penghasilan. Penghasilan yang diperoleh akan dibelanjakan untuk memenuhi
kebutuhan (konsumsi). Sedangkan apabila seluruh kebutuhannya telah terpenuhi
kemungkinan sisa penghasilannya akan ditabung (saving) atau digunakan untuk
melakukan kegiatan investasi. Jadi penghasilan atau pendapatan seseorang
mempunyai peran penting dalam keseluruhan kegiatan perekonomian.
Pendapatan nasional adalah pendapatan yang diterima oleh seluruh
rumahtangga suatu negara yang merupakan balas jasa dari penyerahan faktor-
melalui tiga macam pendekatan penghitungan yang biasa digunakan dalam suatu
negara, yaitu:
1. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
Penghitungan dengan pendekatan pendapatan untuk memperoleh nilai dari
pendapatan nasional dilakukan dengan cara menjumlahkan semua
pendapatan yang diperoleh dari keseluruhan pelaku ekonomi dengan
aktivitas kegiatan ekonominya dalam suatu negara pada periode waktu
tertentu. Pendapatan dapat diperoleh berupa sewa, bunga, upah atau gaji,
deviden atau laba perusahaan. Pendapatan tersebut merupakan balas jasa
faktor produksi seperti tanah, tanaga kerja, gedung, modal, dan
kewirausahaan.
2. Pendekatan Produksi (Production Approach)
Pendapatan nasional yang dihitung dengan pendekatan produksi metode
penghitungannya dengan menjumlahkan keseluruhan nilai akhir (final
goods) dari produksi barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu
unit-unit produksi dalam suatu negara pada periode waktu tertentu.
Penghitungan pendapatan nasional melalui pendekatan ini masih terdapat
kekurangan dengan adanya penghitungan ganda (double counting).
Penghitungan ganda akan terjadi jika nilai produksi sektor tertentu juga
merupakan input dalam produksi sektor lainnya. Penghitungan ganda
dapat dihindari melalui dua cara, yaitu dengan menghitung nilai akhir
(final goods) atau dengan menghitung nilai tambah (value added). Dengan
dikonsumsi oleh konsumen akhir. Sedangkan nilai tambah yang dimaksud
adalah selisih nilai barang dengan biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi termasuk nilai dari bahan baku.
3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)
Pendekatan pengeluaran dalam penghitungan pendapatan nasional
dilakukan dengan cara menghitung keseluruhan pengeluaran masyarakat
dalam suatu negara. Pengeluaran masyarakat dalam suatu negara
dikelompokkan menjadi pengeluaran konsumsi rumahtangga, pengeluaran
pemerintah, pengeluaran sektor perusahaan dan sektor perdagangan luar
negeri atau ekspor dan impor.
Tingkat pendapatan masyarakat secara umum mempunyai hubungan yang
searah dengan tingkat konsumsi, dimana kenaikan pendapatan akan diikuti oleh
kenaikan tingkat konsumsi, sebaliknya penurunan tingkat pendapatan akan
menurunkan tingkat konsumsi.
2.3.2 Tingkat Suku Bunga
Bunga adalah harga dari pinjaman yang harus dibayarkan peminjam atas
pinjaman yang diterima dan imbalan bagi yang meminjamkan. Dalam hal
menabung, bunga adalah balas jasa yang diberikan oleh pihak bank kepada
penabung atau nasabah karena bersedia menyimpan dananya di bank. Dana
nasabah oleh pihak bank akan dikelola salah satunya sebagai sumber pembiayaan
dalam investasi. Ada dua macan suku bunga yang dikenal, yaitu suku bunga
nominal dan suku bunga riil. Suku bunga nominal adalah tingkat suku bunga yang
adalah tingkat bunga nominal dikurangi laju inflasi yang terjadi selama periode
yang sama.
Bunga pada dasarnya berperan sebagai pendorong utama agar masyarakat
bersedia menabung. Tingkat tabungan akan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya
tingkat bunga. Semakin tinggi suku bunga, akan semakin tinggi pula
kecenderungan atau minat masyarakat untuk menabung, sebaliknya suku bunga
yang rendah akan mengurangi minat masyarakat untuk menabung. Bunga bank
yang tinggi akan mengurangi tingkat konsumsi, karena orang akan cenderung
untuk menabung di bank dengan balas jasa bunga yang tinggi dibandingkan
dengan membelanjakan banyak uang untuk kegiatan konsumsi.
Dampak dari kenaikan tingkat bunga riil terhadap konsumsi dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu dampak pendapatan (income effect) dan dampak
substitusi (substitution effect). Dampak pendapatan adalah perubahan konsumsi
yang disebabkan oleh pergerakan ke arah kurva indiferen yang lebih tinggi.
Konsumen adalah penabung dan bukan peminjam maka kenaikan tingkat bunga
akan membuat konsumsi dan tingkat kesejahteraan periode yang akan datang
semakin baik karena sisa pendapatan yang ditabung akan memperoleh balas jasa
atau bunga yang lebih tinggi. Dampak substitusi adalah perubahan konsumsi yang
disebabkan oleh perubahan harga relatif konsumsi antara dua periode. Kenaikan
tingkat bunga membuat konsumen memilih lebih banyak konsumsi karena
konsumsi pada periode kedua akan lebih murah dibandingkan konsumsi pada
2.3.3 Inflasi
Pengertian inflasi secara umum adalah kenaikan harga-harga umum secara
terus menerus dalam suatu periode tertentu. Inflasi merupakan proses
kecenderungan kenaikan harga-harga umum barang-barang dan jasa secara terus
menerus. Kenaikan harga-harga ini tidak berarti harus naik dengan persentase
yang sama, yang penting terdapat kenaikan harga-harga umum secara terus
menerus dalam periode tertentu (bulan atau tahun). Jika kenaikan harga yang
terjadi hanya sekali saja dan bersifat sementara sekalipun dalam persentase yang
besar tetapi tidak berdampak meluas bukanlah merupakan inflasi.
Jenis inflasi berdasarkan tingkat keparahannya dapat digolongkan sebagai
berikut:
1. Inflasi ringan (dibawah 10% pertahun)
2. Inflasi sedang (antara 10% - 30% pertahun)
3. Inflasi berat (antara 30% - 100% pertahun)
4. Hiperinflasi (diatas 100% pertahun)
(Boediono, 1990).
Sedangkan penggolongan inflasi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu:
1. Inflasi yang muncul disebabkan adanya dayatarik dari permintaan
masyarakat akan berbagai barang yang terlalu kuat (demand pull
inflation). Inflasi terjadi karena interaksi permintaan dan penawaran
terhadap suatu barang dimana tingginya permintaan barang dan jasa relatif
2. Inflasi yang muncul disebabkan karena adanya goncangan atau dorongan
kenaikan biaya faktor-faktor produksi secara terus menerus dalam kurun
waktu tertentu (cost push inflation).
Inflasi secara umum mempunyai hubungan yang negatif dengan pola
konsumsi. Adanya inflasi akan menyebabkan harga-harga barang naik, dan tanpa
adanya peningkatan pendapatan, rumahtangga akan semakin sedikit memperoleh
barang-barang untuk dikonsumsi.
2.3.4 Kekayaan
Kekayaan adalah bentuk lain dari aset yang dimiliki oleh rumahtangga
baik berupa aset likuid maupun nonlikuid, atau dalam bentuk aset riil maupun
finansial. Aset riil yang dimiliki oleh rumahtangga dapat berupa rumah, tanah, dan
mobil, sedangkan aset finansial dapat berupa tabungan, deposito berjangka,
saham, dan surat berharga lainnya. Kekayaan dapat menambah konsumsi, karena
menambah pendapatan disposibel. Penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari
kekayaan disebut sebagai penghasilan nonupah. Sebagian dari penghasilan
tambahan tersebut akan digunakan oleh rumahtangga untuk meningkatkan
pengeluaran konsumsi.
2.3.5 Variabel Lain yang Memengaruhi Pengeluaran Konsumsi
Selain variabel ekonomi yang memengaruhi konsumsi seperti pendapatan,
tingkat bunga, inflasi dan kekayaan, perkembangan ekonomi yang terjadi
mengakibatkan bertambahnya variabel lain yang memengaruhi konsumsi
1. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi
secara menyeluruh, walaupun pengeluaran rata-rata perorang atau per
rumahtangga relatif rendah. Pengeluaran konsumsi suatu negara akan
sangat besar, jika jumlah penduduk sangat banyak dengan pendapatan
perkapita yang sangat tinggi.
2. Komposisi Penduduk
Komposisi penduduk dapat dibedakan menurut usia (produktif dan tidak
produktif), pendidikan (rendah, menengah dan tinggi), dan wilayah
(pedesaan dan perkotaan). Pengaruh komposisi penduduk terhadap tingkat
konsumsi adalah semakin banyak penduduk usia produktif makin besar
tingkat konsumsi, makin tinggi tingkat pendidikan masyarakat makin
tinggi tingkat konsumsi dan makin banyak penduduk yang tinggal di
perkotaan pengeluaran untuk konsumsi juga semakin tinggi.
3. Sosial Budaya
Faktor nonekonomi yang berpengaruh terhadap tingkat konsumsi adalah
faktor sosial budaya masyarakat. Faktor sosial budaya masyarakat dapat
dilihat dengan berubahnya pola kebiasaan makan, perubahan etika dan
tatanilai karena ingin meniru kelompok masyarakat lain yang dianggap
2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan faktor-faktor
yang memengaruhi konsumsi. Penelitian tersebut merupakan pengembangan dari
teori-teori konsumsi yang telah dikemukakan oleh para ahli dan juga menjadi
bukti empiris yang menguatkan teori tersebut. Penelitian terdahulu akan
digunakan untuk membantu dalam penelitian ini untuk memahami fenomena-
fenomena yang berhubungan dengan konsumsi sesuai dengan kondisi yang terjadi
saat ini.
Virmani dan Raut (1989) menganalisis determinan konsumsi dan perilaku
menabung pada dua puluh tiga negara berkembang. Dalam penelitiannya mereka
meneliti variabel yang memengaruhi konsumi dengan pendekatan Random Walk
dan Hall Hypothesis. Hasil penelitian diperoleh dengan pendekatan Random Walk
Hypothesis dengan tingkat bunga yang tetap, variabel pendapatan sekarang,
pendapatan yang akan datang, dan pendapatan yang tidak diduga memengaruhi
konsumsi dan dengan variabel tingkat bunga, variabel pendapatan sekarang,
pendapatan yang akan datang, pendapatan tidak diduga, suku bunga nominal, dan
inflasi memengaruhi konsumsi. Tingkat bunga riil berpengaruh positif terhadap
konsumsi sedangkan tingkat bunga nominal dan inflasi berpengaruh negatif
terhadap konsumsi.
Singh (2004) dalam penelitiannya menyebutkan berdasarkan tinjauan teori
dan temuan empiris, fungsi konsumsi dapat ditunjukkan melalui persamaan,
Dimana Ct adalah konsumsi, Yt adalah pendapatan disposibel nasional, Wt adalah
kekayaan, dan Z adalah determinan lain.
Fungsi konsumsi yang dikembangkan Singh seperti tersebut diatas
didasarkan pada pendekatan pendapatan permanen (PIH) dan pendekatan daur
hidup (LIH) yang mengasumsikan bahwa rumahtangga membagi konsumsinya
antara masa sekarang dan masa yang akan datang berdasarkan perkiraan
kemampuan konsumsi dalam jangka panjang. Rumahtangga mencoba
melancarkan konsumsi mereka dengan cara menyimpan pendapatannya untuk
masa pensiun nanti. Selain itu rumahtangga memilih tingkat konsumsinya
berdasarkan atas kekayaan yang dimiliki (kekayaan nyata dan keuangan). Dalam
penelitiannya Singh memproksikan kekayaan dengan jumlah uang kuasi. Uang
kuasi dimaksud terdiri dari tabungan yang dimiliki penduduk sepanjang waktu
dan juga komponen memegang uang dalam arti luas.
Determinan lain dalam model yang dibangun oleh Singh terdiri dari
tingkat bunga nyata, tingkat pengangguran dan transfer bersih swasta. Tingkat
bunga nyata memberikan pengaruh substitusi, sementara tingkat pengangguran
digunakan sebagai proksi tentang ketidakpastian dalam hubungan dengan arus
pendapatan yang akan diperoleh. Sedangkan transfer swasta bersih merefleksikan
pengaruh terhadap migrasi konsumsi bersih.
Isyani dan Hasmarini (2005) menganalisis konsumsi di Indonesia tahun
1989-2002 (Tinjauan Terhadap Hipotesis Keynes dan Post Keynes). Dalam
terdiri dari pendapatan nasional, suku bunga riil, investasi saham, jumlah uang
beredar, pajak pendapatan, dan konsumsi tahun sebelumnya. Model Partial
Adjustment Model (PAM) digunakan untuk menganalisis dalam jangka pendek
maupun dalam jangka panjang. Hasil dari penelitian diperoleh bahwa variabel
pendapatan nasional, suku bunga riil, pajak penghasilan dan konsumsi tahun
sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap konsumsi sedangkan variabel
investasi saham, jumlah uang beredar tidak berpengaruh signifikan terhadap
konsumsi di Indonesia.
Sangadji (2008) menganalisis konsumsi di Indonesia selama tahun 2000-
2006 tentang pengaruh pendapatan dan tingkat suku bunga riil terhadap konsumsi
rumahtangga di Indonesia dengan menggunakan model analisis ECM (Error
Correction Model). Hasil penelitiannya menunjukan bahwa konsumsi
rumahtangga di Indonesia dipengaruhi oleh pendapatan dan tingkat bunga riil.
Siregar (2009) menganalisis determinan konsumsi masyarakat di Indonesia
selama tahun 2000-2008 tentang pengaruh pendapatan nasional, suku bunga,
inflasi, dan uang kuasi terhadap pengeluaran konsumsi masyarakat dengan model
analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa pendapatan
nasional, suku bunga, dan inflasi berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi
masyarakat Indonesia.
2.5. Kerangka Pemikiran
Konsumsi rumahtangga sebagai penggerak utama dalam perekonomian
rumahtangga dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu faktor ekonomi, faktor
demografi dan faktor nonekonomi. Fenomena yang terjadi di Indonesia adalah
dengan jumlah penduduk yang banyak, pertumbuhan konsumsi rumahtangga dan
konsumsi perkapita masih rendah.
Gambar 2.5 Alur Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian dari beberapa teori konsumsi yang telah dikemukakan,
terutama analogi fungsi konsumsi Keynesian dan penelitian terdahulu, terdapat
beberapa faktor ekonomi yang memengaruhi konsumsi rumahtangga. Dari
beberapa faktor tersebut dapat dikembangkan suatu fungsi konsumsi, dimana
pengeluaran konsumsi dipengaruhi oleh pendapatan nasional, tingkat suku bunga,
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi rumahtangga
Faktor ekonomi Faktor demografi Faktor nonekonomi
Analisis regresi linier berganda Analisis Deskriptif Kesimpulan Rekomendasi kebijakan Suku bunga Inflasi Pendapatan Investasi
Konsumsi perkapita rendah Pertumbuhan konsumsi rendah
inflasi, dan pertumbuhan investasi. Alur kerangka pemikiran dan hubungan
variabel dalam penelitian dapat ditunjukan pada gambar 2.5.
2.6. Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan awal yang masih bersifat sementara yang
akan dibuktikan kebenarannya melalui data empiris. Berdasarkan tujuan penelitian
dan kerangka pemikiran dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Pendapatan nasional berpengaruh positif terhadap konsumsi rumahtangga
di Indonesia, ceteris paribus.
2. Suku bunga berpengaruh negatif terhadap konsumsi rumahtangga di
Indonesia, ceteris paribus.
3. Inflasi berpengaruh negatif terhadap konsumsi rumahtangga di Indonesia,
ceteris paribus.
4. Pertumbuhan investasi berpengaruh negatif terhadap konsumsi
rumahtangga di Indonesia, ceteris paribus.
5. Kenaikan BBM berpengaruh negatif terhadap konsumsi rumahtangga di
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI). Data yang
digunakan dalam analisis statistik regresi linier berganda adalah data time series
triwulanan. Adapun data yang digunakan adalah:
1. Data pengeluaran rumahtangga yang diperoleh dari data PDRB
penggunaan atas harga konstan tahun 2000 selama periode tahun 2000 – 2010.
2. Data pendapatan nasional yang diperoleh dari data PDB penggunaan atas
harga konstan tahun 2000 selama periode tahun 2000 – 2010. pendapatan nasional diperoleh dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB) dikurangi