• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Masuknya Islam ke Nusantara

SEJARAH PENYEBARAN ISLAM DI JAWA BARAT

A. Teori Masuknya Islam ke Nusantara

Istilah Nusantara digunakan untuk menyebut wilayah yang sekarang di sebut Kepulauan yang meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Brunei Darussalam. Pada waktu itu wilayah tersebut menyatu, karena belum terbentuk Negara-negara seperti sekarang ini. Dengan demikian, bila disebutkan Islam masuk Nusantara berarti Islam masuk ke wilayah yang sekarang dalam Negara-negara Asia Tenggara.53

Masuknya Islam ke wilayah Indonesia oleh MC. Rikclefs disebut sebagai “ suatu Proses yang sangat penting dalam sejarah Indonesia, namun juga yang paling tidak jelas”.54 Pendapat Ricklefs itu menurut Didin Saepudin, bisa jadi karena masuknya Islam ke Indonesia menimbulkan beberapa teori yang dikemukakan para ahli dan telah diperdebatkan oleh para ilmuan, namun agak sulit untuk disimpulkan.55 Menurut Ricklefs kesimpulan pasti tidak mungkin dicapai karena sumber-sumber yang ada tentang islamisasi sangat langka dan sering sangat tidak informatif. 56 Adapun secara umum menurut Ricklefs ada dua proses mengenai penyebaran agama Islam di Indonesia. Pertama, penduduk pribumi mengalami kontak dengan agama Islam dan kemudian menganutnya.

53

Didin Saepudin, Proses Islamisasi Penduduk Indonesia dalam Perspektif Sejarah, Mimbar Agama dan Budaya , Vol.23, No 3, 2006, hal. 225.

54

MC. Ricklefs, A History of Modern Indonesia, Pernerjemah, Dharmono Hardjowidjono, (Yogyakarta: Gajah Mada Univ. Press 2005), hal. 3.

55

Didin Saepudin, Proses Islamisasi Penduduk Indonesia dalam Perspektif Sejarah, hal. 225.

56

Proses kedua, orang-orang Asing ( Arab, India, Cina dll.) yang telah memeluk agama Islam tinggal secara tetap di suatu wilayah Indonesia, kawin dengan penduduk asli, dan mengikuti gaya hidup lokal sedemikian rupa sehingga mereka sudah menjadi orang Jawa, Melayu, atau suku lainnya. 57

Dalam uraian di bawah ini penulis akan mengungkapkan tiga teori tentang masuknya Islam di Indonesia yang di kemukakan oleh Azyumardi Azra di dalam buku Jaringan Ulama.

Pertama, teori yang menyatakan bahwa Islam langsung dari Arab, atau tepatnya Hadramaut. Beberapa tokoh yang mengusung teori ini adalah Crawfurd (1820), keyzer (1859), Niemann (1861), De Hollander (1861) dan Veth (1878). Crawfurd menyatakan bahwa Islam datang langsung dari Arab. Sedangkan Keyzer beranggapan bahwa Islam datang dari Mesir yang bermazhab Syafi’i, sama seperti yang di anut kaum Muslimin Nusantara umumnya. Teori ini juga di pegang oleh Neiman dan De Holander, tetapi dengan menyebut Hadramaut, bukan Mesir, sebagai Sumber datanganya Islam, sebab Muslim Hadramaut adalah pengikut Mazhab Syafi’i seperti juga kaum muslimin Nusantara. Sedangkan Veth hanya Orang-orang Arab “ tanpa menunjuk asal di Timur- Tengah maupun kaitannya dengan Hadramaut, Mesir atau India. 58

Sedangkan Tokoh dari Asia Tenggara, termasuk Indonesia yang mendukung teori ini diantranya adalah Hamka, A. Hasymi, dan Syed Muhammad Naquib Al-Attas. Al - Attas sebagai tokoh pendukung teori ini menyebutkan bahwa aspek-aspek atau karakteristik internal Islam harus menjadi perhatian

57

Ibid. hal. 4

58

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur- Tengah dan Nusantara, Bandung : Mizan, 1994, hal. 31.

penting dan sentral dalam melihat kedatangan Islam di Nusantara, bukan unsur -unsur luar atau aspek eksternal. Karakteristik ini dapat menjelaskan secara gamblang mengenai bentuk Islam yang berkembang di Nusantara. Al –Attas menjelaskan bahwa penulis-penulis yang di identifikasi sebagai India dan kitab-kitab yang di nyatakan berasal dari India oleh sarjana barat khususnya, sebenarnya adalah orang Arab dan berasal dari Arab atau Timur- Tengah atau setidaknya Persia.59

Sejalan dengan hal ini, Hamka menyebutkan pula dalam Seminar” Sejarah Masuk masuknya Islam di Indonesia” pada tahun 1962. bahwa kehadiran Islam di Indonesia telah terjadi sejak Abad Ke -7 dan berasal dari Arabia. Pendapat ini di dasarkan pada berita Cina yang menyebutkan bahwa pada Abad ke- 7 terdapat sekelompok orang yang di sebut Ta-shih yang bermukim di kanton (Cina) dan Fo-lo-an (termasuk daerah Sriwijaya) serta adanya utusan Raja Ta-shih kepada Ratu Sima di Kalingga Jawa ( 654/655 M) . sebagian ahli menafsirkan Ta-shih sebagai orang Arab.60

Kedua, teori yang mengatakan bahwa Islam di Nusantara dari India. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Pijnapel pada 1872. Berdasarkan terjemahan perancis tentang catatan perjalanan Sulaeman, Marcopolo, dan Ibnu battuta, Ia menyimpulkan bahwa Islam di Asia Tenggara di sebarkan oleh orang-orang Arab yang bermazhab Syafi’i dari Gujarat dan Malabar di India. Oleh karena itu Nusantara, menurut teori ini menerima Islam dari India. Kenyataan bahwa Islam

59

Naquib Al-Attas, Islam dalam Sejarah dan kebudayaan Melayu, Bandung ; Mizan, 1997, hal. 54.

60

Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, Jakarta: Depdikbud,1975, hal. 110-112.

di Nusantara berasal dari India menurut teori ini tidak menunjukan secara menyakinkan dilihat dari segi pembawanya. namun Pijnapel mengemukakan bahwa Islam di Nusantara bersal dari orang-orang Arab yang bermazhab Syafi’i yang bermigrasi ke Gujarat dan Malabar. Pijnapel sebenarnya memandang bahwa Islam di Nusantara di sebarkan oleh orang-orang Arab. Pandangan ini cukup memberikan pengertian bahwa pada hakikatnya penyebar Islam di Nusantara adalah orang-orang Arab yang telah bermukim di India. 61

Pendukung lain dari teori ini adalah Snouck Hurgronje. Ia berpendapat bahwa ketika Islam telah mengalami perkembangan dan cukup kuat di beberapa kota pelabuhan di anak benua India, sebagian kaum Muslim Deccan tinggal disana sebagai pedagang, perantara dalam perdagangan timur tengah dengan Nusantara. Orang-orang Deccan inilah kata Hourgronje datang ke dunia Melayu – Indonesia sebagai penyebar Islam pertama. Orang-orang Arab menyusul kemudian pada masa-masa selanjutnya.62 Mengenai waktu kedatangannya, Hourgronje tidak menyebutkan secara pasti . Ia juga tidak menyebutkan secara pasti wilayah mana di India yang yang di pandang sebagi tempat asal datangnya Islam di Nusantara. Ia hanya memberikan prediksi waktu, yakni abad ke 12 sebagai periode yang paling mungkin sebagi awal penyebaran Islam di Nusantara.63

Dukungan yang cukup Argumentatif atas teori India di sampaikan oleh W.F. Stutterheim. Ia dengan jelas menyebutkan bahwa Gujarat sebagai Negeri

61

Alwi bin Thahrir Al- Haddad, Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh, (Jakarta: Lentera, 2001, hal.83.

62

Azra, Jaringan Ulama Timur- Tengah dan Nusantara, hal.40.

63

asal Islam masuk ke Nusantara. Pendapatnya di dasarkan pada argument bahwa Islam disebarkan melalui jalur dagang antara Nusantara – Camabay (Gujarat) – Timur Tengah – Erofa. Argumentasi ini di perkuat dengan pengamatannya terhadap nisan makam Nusantara yang di perbandingkan dengan nisan-nisan makam di Wilayah Gujarat. Relief nisan-nisan Sultan pertama dari kerajaan Samudera (pasai), Al –Malik al- Saleh (wafat 1297) menurut pengamatan Stutterheim bersifat Hinduistis yang mempunyai kesamaan dengan nisan yang terdapatdi Gujarat. Kenyataan ini cukup memberikan keyakinan pada dirinya bahwa Islam datang ke Nusantara dari Gujarat.64

Teori yang di kemukakan Stutterheim mendapat dukungan dari Moquette , sarjana asal Belanda. Penelitian Moquette terhadap bentuk batu nisan membawanya pada kesimpulan bahwa Islam di Nusantara berasal dari Gujarat. Moquette menjelaskan bahwa bentuk batu nisan, khususnya di Pasai mirip dengan batu nisan pada makam Maulana Malik Ibrahim (wafat 822 H/ 1419 M) di Gresik Jawa Timur. Sedangkan bentuk batu nisan di kedua wilayah itu sama dengan batu nisan yang terdapat di Camabay (Gujarat). Kesamaan bentuk pada nisan-nisan tersebut menyakinkan Moquette bahwa batu nisan itu diimpor dari India . dengan demikian Islam di Indonesia, menurutnya, bersal dari India, yaitu Gujarat. Teori ini di kenal dengan “ teori batu nisan”65

Ketiga, teori yang menyatakan bahawa Islam datang dari Benggali (Kini Bangladesh). Teori ini dikembangkan oleh S.Q Fatimi dan dikemukakan pula oleh Tome Pires. Ada beberapa alasan mengapa kedua tokoh ini berkeyakinan

64

Azra, Jaringan Ulama Timur- Tengah dan Nusantara, hal. 25.

65

demikian. Tome pires berpendapat bahwa kebanyakan orang-orang terkemuka di Pasai adalah orang Benggali atau keturunan mereka. Pendapat ini dikembangkan oleh Fatimi. bahwa Islam muncul pertama kali di Semenanjung Melayu yakni dari arah timur pantai bukan dari barat Malaka, melalui Kanton, Pharang (Vietnam), Leran, dan Trengganu. Proses awal Islamisasi ini, menurutnya terjadi pada abad ke- 11 M. Masa ini di buktikan dengan ditemukannya batu nisan seorang Muslimah bernama Fatimah binti Maimun yang wafat pada tahun 475 H. atau 1082 M di Leran Gresik.

Berkenaan dengan teori batu nisan dari Stutterheim dan Moquette yang menyatakan Islam di Nusantara berasal dari India. Fatimi menentang keras pendapat itu, menurutnya bahwa menghubung-hubungkan seluruh batu nisan di Pasai dengan batu nisan dari Gujarat adalah suatu tindakan yang keliru. Berdasarkan hasil pengamatannya, Fatimi menyatakan, bentuk dan gaya batu niasan Al-Malik Al- Saleh berbeda dengan batu nisan yang ada di Gujrat. Ia berpendapat bentuk dan gaya batu nisan itu mirip dengan batu nisan yang ada di Benggal. Oleh karena itu, batu nisan tersebut pasti di datangkan dari Benggal bukan dari Gujarat. Analisis ini di pergunakan Fatimi untuk membangun teorinya yang menyatakan bahwa Islam di nusantara berasal dari Benggal. Tetapi terdapat kelemahan substansial pada pendapat Fatimi, bahwa perbedaan Mazhab Fiqih yang di anut Muslim Nusantara yaitu Mazhab Syafi’i yang berbeda dengan Mazhab Hanafi tidak menjadi perhatiannya. Perbedaan mazhab Fiqih ini menjadikan teori Fatimi lemah dan tidak cukup kuat diyakini kebenarannya.66

66

Masih berkaitan dengan kedatangan Islam ke Nusantara, Wan Husein Azmi menambahkan satu teori lagi bahwa Islam datang dari Cina. Ia mengutip teori Emanuel Godinho de Eradie seorang ilmuan Spanyol yang menulis pada 1613 M, “ Sesungguhnya Aqidah Muhammad telah di terima di Pattani dan Pam di pantai Timur kemudian di terima dan di kembangkan Paramesywara pada 1411 M.67

Sementara itu ekspedisi Laksamana Cheng-Ho yang memasuki Nusantara menimbulkan dugaan bahwa Islam bisa di mungkinkan datang melalui Cina. A. Dahana, Guru besar studi Cina, Universitas Indonesia (UI) Depok, berpendapat perkiraan bahwa Cheng-Ho juga menyebarkan Islam dalam Ekspedisinya tidak mengada-ada. Fakta ini bisa di telusuri dari faktor Tionghoa dalam Islamisasi Asia Tenggara. Selama ini katanya arus Islamisasi yang di kenal hanya berasal dari dua tempat yaitu Gujarat dan Timur Tengah. “ munculnya teori tentang peran warga Tionghoa dalam penyebaran Islam di Nusantara merupakan proses pengayaan khazanah kesejarahan kita.”68

Prof. Hembing Wijayakusama dalam kata pengantar buku Laksamana Cheng-Ho menyatakan bahwa Cheng-Ho berjasa besar dalam penyebaran agama Islam, pembauran dan peningkatan sumber daya manusia dalam bidang perdagangan, dan pertanian bagi daerah yang dikunjunginya. Cheng-Ho juga lanjut Hembing, memiliki peran besar dalam membentuk Masyarakat Muslim

67

A. Hasymi, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, (Bandung: Al-Ma’arif, 1993, hal. 180.

68

Didin Saepudin, Proses Islamisasi Penduduk Indonesia dalam Perspektif Sejarah, hal. 227.

Tionghoa dan membangun hubungan Diplomatik dan persahabatan antara Negara Tiongkok dan masyarakat Indonesia serta dengan masyarakat dunia lainnya.69

Slamet Mulyana, ahli sejarah, seperti yang di kutip Azyumardi Azra, juga menyinggung kemungkinan Islam di Nusantara “bersal dari Cina.”70 Hubungan antara Nusantara dan Cina lanjut Azra sudah terjalin sejak masa pra- Islam, sehingga meninggalkan berbagai jejak historis penting. Sumber-sumber Cina bahkan memberi informasi-informasi yang cukup penting tentang Nusantara, termasuk pada masa-masa awal kedatangan Islam di Nusantara . Riwayat perjalanan pendeta pengembara terkenal I-Tsing yang singgah di pelabuhan Sribuzza (Sriwijaya) pada 671 telah mencatat kehadiran orang-orang Arab dan Persia disana. Riwayat pengembara Chau Ju Kua juga memberitakan tentang adanya koloni Arab di Pesisir Barat Sumatera, yang paling mungkin di Barus. Sumber-sumber Cina ini sangat penting, tetapi masalahnya adalah sulitnya mengidentifikasi nama-nama (orang dan tempat) yang mereka sebutkan dengan nama-nama yang di kenal dalam Sejarah Nusantara.71

Dokumen terkait