• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS

II.4. Teori Efek Media Massa

Efek adalah semua jenis perubahan yang terjasi pada seseorang setelah menerima suatu pesan komunikasi dari suatu sumber (Wiryanto, 2000:62). Efek pesan media meliputi efek kognitif, efek afektif dan behavioral. Efek kognitif terjadi apabila perubahan pada apa yang diketahui dan dipahami, atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan. Efek efektif terjadi bila ada perubahan pada perasaan. Efek afektif berkaitan dengan emosi, sikap, atau nilai. Efek behavioral terjadi bila ada perubahan perilaku (Rakhmat, 2007:219). Selain itu, (Effendi, 2003:318-319) juga menjelaskan mengenai efek komunikasi massa yang meliputi efek kognitif, efek afektif, dan efek konatif sebagai berikut:

1. Efek kognitif

Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informasi bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini membahas tentang bagaimana media dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan ketrampilan kognitifnya.

2. Efek afektif

Tujuan dari komunikasi massa bukan sekedar memberitahu khalayak tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, khalayak diharapkan dapat turut merasakan perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah, benci, kesal, kecewa, penasaran, sayang, cemas, sinis, kecut dan sebagainya.

3. Efek behavior

Efek behavior merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan, atau kegiatan. Behavior bersangkutan dengan niat, tekad, upaya, usaha, yang cenderung menjadi suatu kegiatan atau tindakan.

II.4.1. Teori S-O-R

Prinsip S-O-R ini merupakan suatu prinsip belajar yang sederhana, dimana efek merupakan reaksi terhadap stimuli tertentu. Menurut teori ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimuli khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Bagian-bagian utama dari teori ini adalah pesan (stimulus), penerima/ receiver (organisme), efek (response)

S-O-R ini merupakan dasar teori jarum hipodermik, yaitu efek media massa yang sangat berpengaruh. Dalam teori ini media dipandang sebagai obat yang disuntik ke dalam pembuluh darah audience, yang kemudian diasumsikan akan bereaksi seperti yang diharapkan. Model ini dirumuskan sebagai berikut:

Stimulus Response (Perubahan Sikap) Organisme: − Perhatian − Pengertian − penerimaan

Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus itu tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus tersebut tidak efektif mempengaruhi perhatian dari individu dan berhenti disini.tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).

Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap (Effendi, 2003:254)

Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung pada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) seperti kepemimpinan atau gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.

Pada tahun 1970, Melvin DeFleur melakukan modifikasi terhadap teori ini yang dikenal sebagai perbedaan individu dalam komunikasi massa (individual differences). Disini diasumsikan bahwa pesan-pesan media berisi stimulus tertentu

yang berinteraksi secara berbeda-beda dengan karakteristik pribadi dari para anggota audience. Teori DeFleur ini secara eksplisit telah mengakui adanya intervensi

variabel-variabel psikologis yang berinterkasi dengan terpaan media massa dalam menghasilkan respon (Bungin, 2006:277)

Teori S-O-R ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas, kepemimpinan, gaya bicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok, atau masyarakat.

Hoslan, et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakekatnya sama dengan proses belajar pada individu, yang teridiri dari:

a. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi apabila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.

b. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima), maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.

c. Setelah itu, organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterima (bersikap)

d. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan, maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).

Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula.

Stimulus yang dapat melebihi stimulus ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakini organisme. Dalam meyakinkan organisme ini, faktor reinforcement memegang peranan penting.

Pendekatan teori S-O-R lebih megutamakan cara-cara pemberian imbalan yang efektif agar komponen konasi dapat diarahkan pada sasaran yang dikehendaki. Pemberian informasi sangat penting untuk dapat merubah komponen kognisi. Komponen kognisi merupakan dasar untuk memahami dan mengambil keputusan agar dalam keputusan itu terjadi keseimbangan. Keseimbangan inilah yang merupakan sistem dalam menentukan arah dan tingkah laku seseorang. Dalam penentuan arah itu terbentuk pula motif yang mendorong terjadinya tingkah laku tersebut. Dinamika tingkah laku disebabkan pengaruh internal dan eksternal (http//:www.gepcities.com/klinikikm/pendidikan-perilaku/perubahan-perilaku.htm).

II.5. Pengertian Sikap

Menurut Jalaluddin Rakhmat (2007:39) mengemukakan lima pengertian sikap, yaitu: 1. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa

dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok.

2. Sikap mempunyai daya penolong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan; mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari.

3. Sikap lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami pembahan.

4. Sikap mengandung aspek evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan.

5. Sikap timbul dari pengalaman: tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah.

Menurut Allport (Mar’at, 1993:13) ada tiga komponen yang terdapat dalam yaitu sebagai berikut:

1. Kognitif

Merupakan komponene yang berhubungan dengan apa yang diketahui oleh manusia dan berhubungan dengan kepercayaan, pengetahuan dan pemahaman. 2. Afektif

Merupakan komponen pembentukan dan perubahan sikap pada khalayak setelah mengenal aspek kognitif dan komponen ini menyangkut kehidupan emosional seseorang yang dapat diamati langsung.

3. Konatif

Merupakan kecenderungan bertingkah laku dan dapat diamati langsung serta berhubungan dengan kebiasaan dan tindakan.

II.5.1. Pembentukan dan perubahan sikap

Pada dasarnya sikap bukan merupakan suatu pembawaan, melainkan hasil dari interaksi antara individu dengan lingkungan sehingga sikap bersifat dinamis. Faktor pengalaman besar peranannya dalam pembentukan sikap.

Sikap dapat pula dinyatakan sebagai hasil belajar, karena sikap dapat mengalami perubahan. Sesuai dengan yang dinyatakan Sherif dan Sherif (1956) bahwa sikap dapat berubah karena kondisi dan pengaruh yang diberikan. Sebagai hasil dari belajar sikap tidaklah terbentuk dengan sendirinya karena pembentukan sikap senantiasa akan berlangsung dalam interaksi manusia berkenaan dengan objek tertentu

Lebih tegas, menurut Bimo Walgito (1980) bahwa pembentukan dan perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor, yaitu:

1. Faktor internal (individu itu sendiri), yaitu cara individu dalammenanggapi dunia luar dengan selektif sehingga ridak semua yang datang akan diterima atau ditolak.

2. Faktor eksternal, yaitu keadaan-keadaan yang ada diluar individu yang merupakan stimulus untuk membentukatau mengubah sikap

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembentukan dan perubahan sikap pada dasranya dipengaruhi oleh dua faktor yang ada dalam diri individu dan faktor diluar individu yang keduanya saling berinteraksi. Proses ini akan berlangsung selama perkembangan individu (Dayakisni dan Hudaniah,2003:98)

Dokumen terkait