• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.4 Teori Motivasi

Di kalangan para teoritikus dan praktisi manajemen telah lama diketahui bahwa masalah motivasi bukanlah masalah yang mudah, baik memahaminya apalagi menerapkannya. Tidak mudah karena berbagai alasan dan pertimbangan. Akan tetapi yang jelas ialah bahwa dengan motivasi yang tepat para karyawan akan terdorong untuk berbuat semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya karena meyakini bahwa dengan keberhasilan organisasi mencapai tujuan dan berbagai sasarannya, kepentingan-kepentingan pribadi para anggota organisasi tersebut akan terpelihara pula.

Begitu pentingnya teori motivasi diterapkan secara tepat sehingga makin banyak ilmuwan yang menekuni kegiatan pengembangan teori tersebut. Berikut adalah beberapa teori yang paling dikenal dewasa ini. Menurut Siagian (2006:287) ada beberapa teori motivasi yang paling dikenal dewasa ini yaitu:

1. Teori Abraham H. Maslow

Salah seorang ilmuwan yang dipandang sebagai pelopor teori motivasi adalah Abraham H. Maslow. Hasil-hasil pemikirannya tertuang dalam bukunya yang berjudul “Motivation and Personality”. Teori motivasi yang dikembangkannya pada tahun 40-an itu pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu:

b. Kebutuhan keamanan, tidak hanya dalam arti fisik, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual.

c. Kebutuhan sosial

d. Kebutuhan prestise yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status.

e. Aktualisasi diri dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama dan kedua kadang- kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas ialah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda dari satu orang ke orang lain karena manusia merupakan makhluk individu yang khas. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi juga bersifat psikologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.

Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang pentingnya unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin disempurnakan. Bahkan dapat dikatakan mengalami, “koreksi”.

Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut diarahkan terutama pada konsep “hierarki kebutuhan” yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “heirarki” dapat diartikan sebagai tingakatan, atau secara analogi berarti

“anak tangga”. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua, dalam hal ini keamanan sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan dan papan terpenuhi, yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasannya sebelum seseorang merasa aman, demikian seterusnya (dalam Siagian, 2006 : 287)

2. Teori Clayton Alderfer

Bagi mereka yang senang mendalami teori motivasi, bukan merupakan hal baru apabila dikatakan bahwa teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG’. Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah, yaitu:

E = Existence

R = Relatedness

G = Growth

Jika makna ketiga istilah tersebut di dalami akan terlihat dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hieararki pertama dan kedua dalam teori Maslow. Relatedness senada dengan hieararki ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna yang sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer

menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak.

Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan terlihat bahwa:

a. Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya.

b. Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan.

c. Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih mendasar.

Tampaknya pandangan ini didasarkan pada sifat pragmatisme oleh manusia yaitu, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya pada hal-hal yang mungkin dicapainya (dalam Siagian, 2006 : 289)

3. Teori Herzberg

Ilmuwan yang ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi karyawan adalah Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “Model Dua Faktor” dari motivasi yaitu faktor motivasional dan faktor higiene atau pemeliharaan.

Menurut teori ini yang dimaksud dengan faktor motivasional adalah hal-hal pendorong prestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dari dalam diri seseorang. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor higiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik

yang berarti bersumber dari luar diri seseorang, misalnya dari organisasi, tetapi turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan kekaryaannya.

Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kersempatan bertumbuh, kemajuan dalam karir dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor higiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungann seorang karyawan dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijaksanaan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.

Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan kekaryaan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukan yang bersifat ekstrinsik (dalam Siagian, 2006 : 290).

4. Teori Keadilan

Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dan imbalan yang diterima. Artinya apabila seseorang karyawan mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi yaitu:

a. Seseorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar. b. Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam pelaksanaan tugas

yang menjadi tanggung jawabnya.

Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang karyawan biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu:

a. Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi diri pribadi seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya.

b. Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri.

c. Imbalan yang diterima oleh karyawan lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis.

d. Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para karyawan (dalam Siagian, 2006 : 291).

5. Teori Harapan

Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work and Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat dari suatu hasil yang ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan nampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.

Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya pun utnuk berupaya akan menjadi rendah.

Di kalangan para ilmuwan dan praktisi menajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para karyawan dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para karyawan tidak mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya (dalam Siagian, 2006 : 292).

6. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku

Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan sendiri. Berarti sifatnya sangat subyektif, perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.

Dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa perilaku seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekuensi eksternal dari

perilaku dan tindakannya. Artinya berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan bahkan pengubah perilaku.

Dalam hal ini berlakulah apa yang dikenal dengan hukum pengaruh yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekuensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekuensi yang merugikan.

7. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi

Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus-menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakatan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengkaitkan imbalan dengan prestasi kerja seorang karyawan.

Menurut model ini, motivasi seorang karyawan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal.

Faktor-faktor internal yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang antara lain:

a. Persepsi seseorang mengenai diri sendiri b. Harga diri

c. Harapan pribadi d. Kebutuhan

e. Keinginan f. Kepuasan kerja

g. Prestasi kerja yang dihasilkan.

Sedangkan faktor-faktor eksternal yang turut mempengaruhi motivasi seseorang antara lain ialah:

a. Jenis dan sifat pekerjaan

b. Kelompok kerja di mana seseorang bergabung c. Organisasi tempat bekerja

d. Situasi lingkungan pada umumnya

e. Sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.

Interaksi positif antara kedua kelompok faktor tersebut pada umumnya menghasilkan tingkat motivasi yang tinggi (dalam Siagian, 2006 : 294).

8. Teori X dan Teori Y dari Douglas Mc. Gregor

Douglas Mc. Gregor adalah seorang guru besar Manejemen pada Lembaga Teknik Massachusetts (Massachusetts Institute of Technology) dan juga seorang psikolog sosial Amerika yang memimpin suatu varietas proyek dalam hal motivasi dan tingkah laku umum dari para anggota organisasi.

Mc. Gregor terkenal dengan teori X dan teori Y nya, dalam bukunya

The Human State of Enterprise (Segi Manusiawi Perusahaan). Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia secara jelas dan tegas dapat dibedakan atas manusia manusia penganut teori X (Teori Tradisional) dan manusia penganut teori Y (Teori Demokrasik).

Teori X terdiri atas, yaitu;

1. Rata-rata karyawan itu malas dan tidak suka bekerja.

2. Umumnya karyawan tidak terlalu berambisi mencapai prestasi yang optimal dan selalu menghindarkan tanggung jawabnya dengan cara mengkambinghitamkan orang lain.

3. Karyawan lebih suka dibimbing, diperintah dan diawasi dalam melaksanakan pekerjaannya.

4. Karyawan lebih mementingkan dirinya sendiri dan tidak

memperdulikan tujuan organisasi.

Menurut teori X ini untuk memotivasi harus dilakukan dengan cara yang ketat, dipaksa dan diarahkan supaya mereka mau bekerja secara sungguh-sungguh. Jenis motivasi yang diterapkan adalah cenderung pada motivasi yang negatif yakni dengan menerapkan hukuman yang tegas. Tipe kepemimpinan teori X adalah otoriter sedang gaya kepemimpinannya berorientasi pada prestasi kerja.

Teori Y terdiri atas, yaitu:

1. Rata-rata karyawan rajin dan menganggap sesungguhnya bekerja sama wajarnya dengan bermain-main dan beristirahat. Pekerjaan tidak perlu dihindari dan dipaksakan, bahkan banyak karyawan yang tidak betah dan merasa kesal jika tidak bekerja.

2. Lazimnya karyawan dapat memikul tanggung jawab dan berambisi untuk maju dalam mencapai prestasi kerja yang optimal. Mereka kreatif dan inovatif mengembangkan dirinya untuk memecahkan

persoalan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan pada pundaknya. Jadi mereka selalu berusaha mendapatkan metode kerja yang terbaik.

3. Karyawan selalu berusaha mencapai sasaran organisasi dan mengembangkan dirinya untuk mencapai sasaran itu. Organisasi seharunya memungkinkan karyawan untuk mewujudkan potensinya sendiri dengan memberikan sumbangan pada tercapainya sasaran perusahaan.

Menurut teori Y ini untuk memotivasi karyawan hendaknya dilakuan dengan cara peningkatan partisipasi karyawan, kerja sama dan keterikatan pada keputusan. Tegasnya, dedikasi dan partisipasi akan lebih menjamin tercapainya sasaran. Mc. Gregor memandang suatu organisasi efektif sebagai organisasi bila menggantikan pengawasan dan pengarahan dalam integrasi dan kerja sama serta karyawan ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Jenis motivasi yang diterapkan adalah motivasi positif, sedang tipe kepemimpinannya adalah kepemimpinan partisipasif.

Dokumen terkait