• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Teori Pembelajaran Bahasa

2.3 Landasan Teori

Teori merupakan seperangkat konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik melalui spesifikasi hubungan antarvariabel sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena (Kerlingker dalam Sugiyono, 2013:79).

Teori utama dalam penelitian ini adalah teori pembelajaran bahasa karena penelitian ini lebih menekankan proses pembelajaran di kelas dengan tujuan agar peserta didik mampu menghasilkan tulisan yang dapat membangun keterampilan berbahasa. Teori tersebut didukung oleh teori-teori lain yang relevan, yaitu (1) teori menulis yang digunakan untuk memahami dan memeriksa ketentuan-ketentuan yang ada dalam proses menulis, seperti memeriksa penggunaan bahasa, tanda baca, ejaan, pengembangan ide dalam tulisan, dan mengoreksi hasil tulisan mereka; (2) teori tata bahasa Inggris digunakan untuk memahami dan memeriksa kemampuan peserta didik dalam menggunakan tata bahasa Inggris khususnya dalam penggunaan past tense.

2.3.1 Teori Pembelajaran Bahasa

Menurut Brown (1987:6), pembelajaran adalah proses memperoleh atau mendapatkan pengetahuan tentang subjek atau keterampilan yang dipelajari melalui belajar, pengalaman, atau instruksi (“learning is acquiring or getting

knowledge of a subject or skill by study, exoerience or instruction”). Brown juga menambahkan bahwa pembelajaran adalah suatu perubahan perilaku yang relatif tetap dan merupakan hasil latihan yang dilakukan secara berulang-ulang

24

(“Learning is relatively permanent change in a behavioral tendency and is the

result of reinforced practice”).

Menurut Cahyo (2012:27), dalam teori pembelajaran ada dua pendekatan yang digunakan, yaitu (1) pendekatan behavioristik dan (2) pendekatan konstruktivisme. Pendekatan behavioristik adalah suatu dasar pemikiran yang memandang peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dan respons (R) yang diberikan atas stimulus tersebut. Di pihak lain, pendekatan kontruktivisme adalah pendekatan yang memandang subjek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif yang berinteraksi dengan lingkungannya. Dari dua pendekatan tersebut yang sesuai dengan penelitian ini adalah pendekatan behavioristik, yaitu stimulus diberikan kepada peserta didik berupa penerapan metode pembelajaran PPP (presentation, practice, and production) serta tahapan menulis recount text dan respons yang diberikan peserta didik adalah hasil tulisan recount text sederhana.

Skinner (1957) seorang psikolog Amerika Serikat yang menganut aliran behaviorisme menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku. Seseorang dianggap telah belajar jika telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dalam kutipan bukunya yang berjudul Verbal Behavior dinyatakan bahwa teknik pendidikan yang menekankan pada penghafalan, baik bahan lisan maupun tulisan, sangat bergantung pada dorongan atau motivasi. Sebagai contoh, beberapa baris puisi yang diberikan kepada peserta didik dan dia diperintahkan

untuk “belajar”. Pendidik kemudian meminta peserta didik untuk membaca puisi. Penghargaan atau pujian akan diberikan jika ia melakukannya dengan benar.

25

Sebaliknya, pendidik akan menghukumnya jika peserta didik salah mengucapkannya. Hal itu dilakukan dalam rangka menghasilkan tanggapan yang kemudian dapat diperkuat.

“In educational techniques, there were required motivation in learning process by giving rewards and punishment. It used to generate a good response. (Skinner, 1957:255).

Pandangan behavioristikmengakui pentingnya masukan input yang berupa stimulus dan keluaran output yang berupa respons. Penguatan (reinforcement)

adalah faktor penting dalam belajar. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambahkan (positif reinforcement), maka respons semakin kuat. Demikian juga penguatan dikurangi

(negative reinforcement) maka respons juga semakin kuat. Misalnya seorang peserta didik perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika peserta didik tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Akan tetapi, jika sesuatu tidak mengenakkan peserta didik (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong peserta didik untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Penguatan negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya, yaitu bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respons yang muncul berbeda dengan respons yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respons yang sama menjadi semakin kuat. Penguatan positif dan penguatan negatif bertujuan untuk memperkuat respons. Terdapat perbedaan antara penguatan positif dan penguatan negatif, yaitu penguatan positif bertujuan untuk menambah respons, sedangkan

26

penguatan negatif bertujuan untuk mengurangi kesalahan agar memperkuat respons. Efek prosedur dalam memberikan respons dari kondisi pengendalian tertentu biasanya dilakukan dengan cara lain. Selain menggunakan berbagai macam penguatan, suatu ketergantungan diatur dengan respons verbal dan penguat umum. Setiap peristiwa yang bersifat mendahului suatu ganjaran berbeda dapat digunakan sebagai penguat untuk membawa perilaku bawah kontrol seseorang pada semua kondisi yang kurang tepat dan rangsangan yang buruk (Skinner, 1957:54)

“By provide the reinforcement could strengthen the responses. Giving reinforcement, reward, and punishment would be able to control the responses” (Skinner, 1957:54).

Menurut pendapat Douglas Brown (dalam Iskandarassid, 2009:4), yang juga merupakan penganut paham behaviorisme, pembelajaran dimaknai sebagai proses menuju ke arah yang lebih baik. Pembelajaran juga merupakan penguasaan atau pemerolehan pengetahuan tentang subjek atau sebuah keterampilan dengan belajar, pengalaman, atau instruksi. Variasi belajar dapat diamati melalui proses tingkah laku atau penampilan anak didik. Ada enam jenis tingkah laku, yaitu (1) suatu kegiatan belajar peserta didik yang ditampilkan melalui proses stimulus (S) - respons (R), S adalah situasi yang ditampilkan stimulus, sedangkan R adalah respons atas stimulus; (2) untaian dan rangkaian, suatu kegiatan belajar yang terjadi berdasarkan rentetan atau rangkaian respons yang dihubungkan –

hubungkan; (3) perbedaan yang beragam, proses belajar terjadi atas serangkaian respons yang khusus; (4) penggolongan, jenis belajar yang terjadi atas penggolongan suatu benda, keadaan, atau perbuatan yang sesuai dengan situasi;

27

(5) menggunakan urutan, suatu kecakapan untuk berbuat atau bertindak sesuai dengan landasan komponennya; dan (6) memecahkan masalah, kemampuan berpikir, menganalisis, dan memecahkan masalah.

Kedua pandangan Skinner dan Brown mengenai pendekatan behavioristik dalam teori pembelajaran di atas mengemukakan bahwa pendekatan behavioristik diterapkan dalam proses pembelajaran. Kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas “mimetic” yang menuntut peserta didik untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Beberapa aplikasi teori behaviorisme dalam pembelajaran adalah (1) bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis; (2) hasil belajar harus segera diberitahukan kepada peserta didik, yaitu jika salah, dibetulkan dan jika benar, diperkuat; (3) proses belajar harus mengikuti irama dan yang belajar, materi pelajaran menggunakan sistem modul; (4) tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic; (5) dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri; (6) dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman; (7) dalam pendidikan diutamakan mengubah lingkungan untuk menghindari pelanggaran agar tidak menghukum; (8) tingkah laku yang diinginkan pendidik diberikan hadiah; (9) hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu); dan (10) tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat mencapai tujuan (Skinner, 1957).

Penelitian tindakan kelas ini menggunakan metode pembelajaran PPP (presentation, practice, and production) yang merupakan stimulus (S) untuk mendapatkan respons (R) berupa karangan siswa, yaitu recount text. Penguatan

28

(reinforcment) yang diberikan dalam penelitian ini adalah pengulangan materi dan latihan menggunakan metode pembelajaran PPP (presentation, practice, and production) dalam menulis sebuah recount text sebelum penugasan diberikan. Penelitian ini diberikan penguatan positif berupa pujian kepada peserta didik yang mampu memperoleh hasil yang baik dalam menulis sebuah recount text. Penguatan positif ini bertujuan untuk mendapatkan respons yang baik pada hasil kegiatan menulis recount text di tahap berikutnya.

2.3.2 Menulis

Teori pembelajaran bahasa di atas diterapkan pada model linguistik yang diteliti, yaitu dalam proses pembelajaran menulis yang difokuskan pada produk dari proses penulisan itu sendiri. Menurut Tarigan (2000:21), menulis adalah mengeluarkan dan mengekspresikan isi hati dalam bentuk tulisan. Keterampilan menulis tidak langsung datang dengan sendirinya, tetapi harus melalui banyak latihan dan praktik secara teratur. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesatuan-kesatuan ekspresi bahasa. Hasil dari tulisan yang dikerjakan dapat dilihat proses yang berkaitan dengan hasil tulisan yang telah dibuat sehingga dapat diamati secara langsung. Ketika berkonsentrasi pada produk, seseorang hanya tertarik pada hasil akhirnya. Dalam bentuk yang paling sederhana, pendekatan proses meminta peserta didik untuk mempertimbangkan prosedur penyusunan hasil kerja yang baik.

In the teaching of writing, it is very important to understand the procedures and steps to write the right text which committed from the beginning to the end to get a good product (Harmer, 2007:325)”.

29

Menurut Harmer (2007), terdapat berbagai tahapan dalam proses menulis, yaitu penyusunan, peninjauan, menyusun kembali, dan terakhir adalah menulis yang dilakukan secara rekursif sehingga pada tahap pengeditan mungkin dirasakan perlu untuk kembali ke fase pramenulis dan berpikir lagi. Potongan tulisan dapat diedit seperti yang disusun sebelumnya. Tahapan menulis, di antaranya adalah (a) periksa penggunaan bahasa (tata bahasa, kosakata, kata penghubung), (b) periksa tanda baca (dan tata letak), (c) periksa ejaan Anda, (d) periksa tulisan Anda untuk pengulangan yang tidak perlu, (e) tentukan informasi untuk setiap paragraf, (f) tuliskan berbagai ide, (g) pilih ide-ide terbaik untuk dimasukkan, (h) menulis salinan bersih dari versi yang dikoreksi, dan (i) tulislah versi kasar (Harmer, 2007: 326).

Menurut beberapa pendapat yang dikutip dari dailywritingtips.com (dalam Dalman, 2014:5), tahap-tahap menulis yang baik adalah prewriting, writing, revising, editing, dan publishing. Dalam tahap prewriting, hal yang harus diperhatikan adalah pemilihan ide/tema, menentukan topik, menetapkan tujuan dan sasaran, mengumpulkan bahan dan informasi yang diperlukan, serta mengorganisasikan ide atau gagasan dalam bentuk kerangka karangan. Tahap selanjutnya adalah tahap writing. Dalam tahap ini penulis harus dapat mengembangkan butir demi butir ide yang terdapat dalam kerangka karangan, dengan memanfaatkan bahan atau informasi yang telah dipilih dan dikumpulkan dengan memperhatikan struktur karangan yang terdiri atas bagian awal, isi, dan akhir. Berikutnya adalah tahap revising, yaitu penyuntingan. Penyuntingan adalah pemeriksaan dan perbaikan unsur-unsur mekanik karangan seperti ejaan, tanda

30

baca, diksi, pengalimatan, pengalineaan, gaya bahasa, pencatatan kepustakaan, dan kovensi tulisan lainnya. Setelah itu adalah tahap editing, yaitu perbaikan yang lebih mengarah pada pemeriksaan dan perbaikan isi karangan. Tahap terakhir adalah publishing. Tahap ini adalah tahap yang optional, maksudnya bisa ada dan bisa juga tidak. Tahap ini adalah pencetakan atau pengeprinan. Dalam tahap ini tulisan yang sudah dibuat dapat diperbanyak dan diedarkan ke publik untuk dibaca khayalak ramai.

Salah satu kunci seseorang dapat berkomunikasi dengan baik dan benar menggunakan bahasa terutama dalam hal menulis adalah karena mereka mengerti akan genre. Genre adalah jenis teks yang mempunyai konstruk sosial dan teridentifikasi sebagai konstruk, struktur, dan fungsi sosialnya. Ketika peserta didik belajar menulis sebuah genre maka mereka harus memperhatikan topiknya, jenis teks apa yang akan dibuat, bagaimana struktur skematisnya, dan fungsi sosialnya (Harmer, 2007: 300). Di samping itu, kejelasan merupakan asas yang pertama dan utama bagi hampir semua karangan, khususnya ragam karangan faktawi. Setiap pembaca menghargai karangan yang dapat dibaca dan dimengerti secara jelas. Karangan yang kabur, ruwet, dan sulit dimengerti maksudnya akan membosankan pembaca dan melatih pikiran. Berikut ini dijelaskan ciri-ciri karangan yang jelas dan mudah dimengerti oleh pembaca. Ciri-ciri yang dimaksud adalah (1) setiap orang menyukai karangan yang dapat dipahami tanpa susah payah untuk dimengerti; (2) sederhana; karangan yang jelas tidak terlebih-lebihan dengan kalimat-kalimat dan kata-kata semakin sederhana, karangan itu dapat menggambarkan suatu buah pikiran secara terang dalam pikiran pembaca; (3)

31

langsung, karangan yang jelas tidak berbelit-belit ketika menyampaikan pokok soalnya; dan (4) tepat, karangan yang jelas dapat melukiskan secara betul ide-ide yang terdapat dalam pikiran penulis.

Teori menulis yang dijabarkan oleh Harmer tersebut memiliki relevansi dengan penelitian ini karena peserta didik melakukan kegiatan menulis. Tulisan peserta didik berupa recount text merupakan salah satu bentuk genre yang memiliki konstruk, struktur, dan fungsi sosial. Selain itu, juga memiliki ketentuan-ketentuan pada tahap penulisannya. Pada proses menulis tersebut peserta didik dituntut untuk memahami ketentuan-ketentuan yang ada, seperti memeriksa penggunaan bahasa, tanda baca, ejaan, pengembangan ide dalam tulisan, dan mengoreksi hasil tulisan mereka. Terkait dengan hal tersebut maka proses menulis yang dilakukan memerlukan latihan dan praktik secara teratur. Dalam penelitian ini peserta didik diberikan latihan-latihan sebelum praktik menulis sebuah karangan recount text dilakukan. Untuk mempermudah peserta didik dalam strategi menulis recount text, tenaga pendidik dapat memberikan sebuah perencanaan atau tahapan-tahapan sederhana dalam menentukan topiknya. Hal tersebut berupa sebuah planning organizer. Planning organizer adalah perencanaan sebuah recount text yang berisikan struktur organisasi dan ketentuan-ketentuan yang mendukung teks itu sendiri. Penambahan instrumen ini bertujuan untuk mengingatkan peserta didik tentang definisi, fungsi, tahapan, serta aspek kebahasaan yang harus diperhatikan dalam membuat recount text.

32

Gambar 2.1 Planning Organizer

Teori menulis ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan karena dapat digunakan untuk membedah rumusan masalah pertama dan kedua, yaitu mengungkap tentang kemampuan menulis sebelum dan sesudah diberikan tindakan secara kualitatif.

Dokumen terkait