• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Pengukuran

Dalam dokumen BAB II LANDASAN TEORI (Halaman 32-42)

C. Laporan Keuangan

3. Teori Pengukuran

Menurut Sari (2011), berikut ini adalah alasan-alasan yang mendukung hictorical cost-accounting :

a. Historical cost relevan dalam proses pengambilan keputusan ekonomis, karena diperlukan data dari masa lalu

b. Didasarkan pada transaksi yang sudah pasti dan kejadian yang sebenarnya, sehingga dapat dipertanggungjawabkan

c. Diperlukan sepanjang sejarah system ini masih bermanfaat d. Konsep yang paling mudah dipahami

e. Lebih diyakini dapat meminimalisasi subjektivitas dan mengurangi kemungkinan perubahan oleh pihak tertentu

f. Current cost accounting masih dapat dipertanyakan

g. Masalah perubahan harga dapat dilaporkan melalui penyajian data atau laporan supplement

h. Masih belum cukup bukti dan data untuk menolak akuntansi historis

b. Teori Pengukuran Current Cost

Menurut Godfrey (2006), current cost accounting adalah

suatu system akuntansi dimana aset dinilai pada harga beli pasar sekarang dan keuntungan ditentukan dengan alokasi yang didasarkan pada biaya sekarang

Dalam metode pengukuran ini, Edwards dan Bell (2006) menyatakan bahwa yang dibutuhkan oleh manager adalah bagaimana mereka mengalokasikan sumber-sumber ekonomi yang ada untuk memaksimalkan laba. Oleh karena itu, diperlukan jawaban terhadap tiga pertanyaan berikut :

a. Berapa jumlah aset yang harus dimiliki pada suatu tanggal tertentu b. Bagaimana seharusnya bentuk aset

c. Bagaimana aset didanai

Untuk membuat keputusan tentang ketiga pernyataan diatas, maka manager perlu merumuskan pengharapan tentang kejadian masa yang akan datang. Manager biasanya menghadapi masalah apakah ingin mempertahankan suatu aktiva atau utang atau menjual atau membayarnya dan bagaimana menggunakan atau mendanai kegiatan perusahaan. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka diusulkan perhitungan business profit yang memiliki dua komponen, yakni :

a. Current operating profit

Laba dalam komponen ini adalah kelebihan nilai sekarang dari barang atau jasa yang dijual dengan harga pokoknya

b. Realizable cost saving (Holding Gain)

Laba dalam komponen ini adalah kenaikan harga pokok dari suatu aktiva yang masih dimiliki sekarang

Current cost terdiri dari 5 bentuk, yaitu : a. Replacement cost

Nilai yang diukur saat ini untuk mendapatkan aktiva baru atau menggantinya dengan kapasitas produksi yang sama. Metode ini dikritik dalam hal :

• Dalam hal harga suatu aktiva menurun maka penurunan itu akan menimbulkan pembebanan ke laba rugi lebih rendah dari beban pada historical cost

• Perubahan harga umum tidak tergambar dalam metode replacement cost ini dikarenakan hanya aktiba tertentu saja yang menggunakannya

b. Reproduction Cost

Metode ini sama dengan Replacement Cost c. Net Realizable Value

Suatu metode dimana harga jual dikurangi taksiran biaya penjualan. Pada masa inflasi Net Realizable Value lebih besar dari Replacement Cost karena management tidak mungkin menjual barangnya tanpa mengharapkan laba margin general price level. Penyusutan dalam metode ini dihitung berdasarkan perbedaan harga jual aktiva itu pada awal periode dibandingkan dengan akhir periode.

d. Selling Price

Dalam metode selling price nilai yang dipakai adalah harga jual tanpa dikurangi biaya penjualan sehingga laporan keuangan yang disusun menurut selling price akan lebih besar daripada net realizable value dan metode lainnya

Metode ini sangat tergantung pada pengharapan seseorang sehingga bisa lebih besar atau lebih kecil dibanding metode lainnya. Hal ini disebabkan karena expected value ini merupakan gambaran dari present value.

c. Metode pengukuran Fair Value

PSAK 13 (2011:13.2) menyatakan definisi nilai wajar sebagai berikut

Nilai wajar adalah suatu jumlah yang digunakan untuk mengukur aset yang dapat dipertukarkan melalui suatu transaksi yang wajar yang melibatkan pihak-ihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai

Sedangkan menurut Hennie Van Greuning yang diterjemahkan oleh Edward Tanujaya (2005:295) mengemukakan bahwa bilai wajar adalah :

Nilai wajar adalah suatu jumlah yang digunakan sebagai dasar pertukaran aset atau penyelesaian kewajiban antara pihak-pihak yang paham (knowledgeable) dan berkeinginan untuk melakukan transaksi yang wajar (arm’s length transaction)

Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai wajar yaitu suatu jumlah yang dapat digunakan untuk mengukur aset yang bisa dipertukarkan melalui transaksi yang wajar antara pihak-pihak yang berkeinginan dan yang memahami.

Yang dimaksud dengan pengukuran diatas bukan merupakan pengukuran awal. Untuk pengukuran awal (saat aset diakuisisi atau liabilitas muncul), perusahaan tetap menggunakan dasar kos pada saat terjadinya transaksi. Setelah pengukuran awal (biasa disebut sebagai pengukuran setelah pengukuran awal), yaitu saat pelaporan keuangan (san untuk pelaporan seterusnya, selama aset masih dikuasai), perusahaan

boleh memilih model kos (berdasarkan kos historis) atau model revaluasi (berdasarkan nilai wajar) untuk mengukur pos-pos laporan keuangannya.

Dari definisinya, dapat disimpulkan bahwa nilai wajar diukur menggunakan dasar ketika aset (atau liabilitas) dapat ditukar, bukan ketika aset (liabilitas) benar-benar ditukar. Cara mengukur “ketika aset (liabilitas) dapat ditukar” dijelaskan dalam Statement of Financial Accounting Standards (SFAS) 157 (2007) dengan menggunakan :

1. Pendekatan pasar

Dalam pendekatan ini, nilai wajar diukur berdasarkan harga pasar atau informasi relevan lain yang dihasilkan dari transaksi di pasar. Hal ini termasuk harga aset ( liabilitas) sejenis yang ada di pasar, dan metode penilaian lain yang konsisten dengan pendekatan pasar. Urutan yang digunakan jika nilai wajar menggunakan pendekatan pasar adalah pertama, harga pasar aset (liabilitas) pada saat pelaporan jika tidak terdapat harga pasar aset (liabilitas) maka menggunakan harga pasar aset (liabilitas) sejenis. Jika tidak terdapat harga pasar aset (liabilitas) sejenis maka menggunakan model yang konsisten dengan pendekatan pasar (contoh model matrix pricing,dll)

2. Pendekatan Penghasilan

Pendekatan ini menggunakan teknik penilaian untuk mengubah nilai masa depan (contohnya lairan kas atau laba) ke nilai kinninya yang terdiskonto (discounted). Pengukuran nilai wajar dalam pendekatan ini menggunakan

dasar nilai yang dilihat dari harapan pasar kini atas nilai aset (liabilitas) masa depan. Pendekatan ini termasuk menggunakan nilai kini (present value, option pricing)

3. Pendekatan kos

Pendekatan kos disebut juga pendekatan kos pengganti kini (current replacement cost). Kos pengganti ini adalah jumlah yang diperlukan untuk menggantikan suatu aset.

Menurut Hamid Yusuf (2009:15) yang merupakan senior penilai dari MaPPi mengatakan bahwa ada tiga hirarki atau level yang perlu diperhatikan dalam penentuan nilai wajar, yaitu :

“(1) Untuk hirarki pertama Nilai Wajar dapat diperoleh atas dasar inputan data pasar secara langsung. Teknik ini dalam penilaian properti sebagai aset tetap sering dikenal dengan pendekatan data pasar (market data approach), karena menggunakan data pembanding yang sejenis dari objek penilaian. Contoh data pasar langsung seperti rumah dengan untuk jenis dan tipe yang sama, ruko dan ruko dengan parameter sejenis dan sebanding.(2) Untuk hirarki kedua, nilai wajar dapat diperoleh dari suatu teknik penilaian tidak menggunakan data pasar langsung, namun hasil penilaian yang diharapkan tetap menggambarkan nilai pasar yang ditentukan seorang penilai secara professional. Memahami hal tersebut, penilai dapat saja menggunakan pendekatan penilaian lainnya, seperti pendekatan pendapatan (income approach) atau pendekatan biaya (cost approach). Meskipun kedua pendekatan ini tidak menggunakan data pasar langsung, tetapi penilai dapat menggunakan data pasar tidak langsung (hasil analisis dan riset) sebagaiinputan sehingga nilai yang dikeluarkan tetap nilai pasar. Contoh data pasar tidak langsung seperti, penilaian hotel dengan pendekatan pendapatan dapat menggunakan tarif kamar sewa, tingkat hunian dan biaya operasional yang bisa dibandingkan terhadap hotel sejenis lainnya dipasar termasuk penentuan tingkat diskonto terhadap hotel sejenis lainnya di pasar termasuk penentuan tingkat diskonto. Demikian pula dalam pendekatan biaya, penentuan harga tanah di dasarkan harga pasar sesuai penggunaan tertinggi dan terbaik dan nilai bangunan menggunakan biaya penggantian baru dan penyusutan yang lazim di pasar. (3) untuk hirarki ketiga, nilai wajar diperoleh dari suatu kondisi properti yang jarang atau tidak diperjualbelikan secara langsung, kecuali sebagai entitas usaha. Untuk itu, inputan data yang terbatas lebih dilihat dari kepentingan entitas dan tetap

menggunakan pendekatan pendapatan atau pendekatan biaya dengan metode biaya pengganti terdepresiasi (depreciated replacement cost)”

Nilai wajar dari suatu aset dapat ditentukan sesuai dengan nilai pasar, karena di dalam IFRS banyak menggunakan basis mark to market sebagai dasar penilaian. Apabila tidak terdapat nilai pasar yang dapat dijadikan nilai wajar maka dasar penilaian dapat menggunakan basis mark-to-model atau dengan menggunakan teknik dengan bantuan jasa penilai independen.

Maka Blommaert dalam Verhog ( 2003 ) menyatakan bahwa penggunaan fair value sesungguhnya dapat menimbulkan implikasi yang bersifat subjektif terutama yang berkaitan dengan penilaian. Selain itu, Gassen & Schwedler (2009) menemukan bahwa terdapat pemahaman yang berbeda-beda mengenai fair value. Fair value yang didasarkan atas harga pasar lebih bernilai dan memiliki decision usefulness lebih tinggi dibandingkan dengan fair value yang didasarkan atas penilaian secara estimasi. Gassen & Schwelder (2009) juga menemukan bahwa fair value yang didasarkan pada harga pasar memilki decision usefulness yang tinggi untuk aset-aset lancer dan non operasional, dan untuk aset tidak lancer serta aset-aset yang digunakan untuk kegiatan operasional, tidak ada perbedaan yang signifikan dari sisi decision usefulness baik yang menggunakan historical cost maupun menggunakan market based fair value.

Keunggulan nilai wajar (Fair Value) antara lain :

1. Laporan keuangan menjadi lebih relevan untuk dasar pengambilan keputusan

3. Informasi lebih dekat dengan apa yang diinginkan oleh pemakai laporan keuangan

Dibalik keunggulan ternyata dalam penggunaan fair value juga terdapat masalah yang dihadapi yaitu :

1. Fair Value berusaha menyediakan informasi yang trasnparan dengan menilai aset pada tingkat harga yang dihasilkan jika segera dilikuidasi sehingga sangat sensitive terhadap pasar

2. Akuntansi fair value bekerja melalui akuntansi mark to market (MTM) yaitu aset dicantumkan pada harga pasar mereka jika diperdagangkan secara terbuka. Menggunakan akuntansi mark to market akan berakibat perubahan yang terus menerus pada laporan keuangan perusahaan ketika nilai aset mengalami kenaikan dan penurunan serta laba rugi yang dicatat. Hal ini membuat semakin sulit untuk memastikan apakah laba dan rugi diakibatkan oleh keputusan bisnis yang dibuat oleh manajemen atau oleh perubahan yang terjadi di pasar.

3. Lembaga keuangan mengatakan bahwa mereka takut akuntansi berdasarkan pasar akan menyebabkan vilality kinerja lembaga (karena semakin mudahnya nilai item-item aktiva dan pasiva berfluktuasi) walaupun sebenarnya lembaga keuangan yang senantiasa mengelola bahaya yang mengancam aset dan liability hanya sedikit takut dengan market value accounting. Laporan keuangan lembaga keuangan yang

kurang efektif dalam mengelola resiko akan tercermin pada volality yang selalu ada dalam setiap usahanya. Para investor dan kreditor akan memiliki informasi yang lebih berguna dan relevan dalam membedakan resiko antar perusahaan, ketika mengambil keputusan investasi dan keputusan pemberian kredit.

Di Indonesia pada prakteknya data pasar resmi belum tersedia secara memadai, sehingga penggunaan basis nilai wajar sebagai basis penilaian akan banyak menggunakan basis mark-to-model atau dengan menggunakan teknik bantuan jasa penilai independen. Penilai bersertifikat di Indonesia memilki wadah sendiri yang disebut dengan MaPPI (Masyarakat Penilai Profesional Indonesia)

Ruang lingkup MaPPI sebagai wadah penilai professional di Indonesia terutama adalah penilaian baik terhadap aset maupun usaha. Secara lebih mendetail, ruang lingkup MaPPI dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Penilaian untuk menentukan nilai ekonomis terhadap harta benda berwujud maupun yang tidak berwujud iatu Penilaian Aset Tetap ( Fixed Aset Valuation) dan Penilaian Usaha ( Bussiness Valuation) termasuk goodwill, trademark dan hak paten, dan atau

2. Penilaian proyek (Project Appraisal), dan atau

3. Penilaian kelayakan teknis (Technical Appraisal), dan atau

4. Penilaian dan konsulasi pengembangan (Development Consultacy) termasuk Studi Kelayakan Proyek (Project Feasibility Study); dan atau 5. Penilaian dan pegawasan proyek ( Project Monitoring), dan atau

6. Penilaian dan Konsultasi Investasi (Investment Arrager and Advisory Services), dan atau

7. Penilaian dan Teknologi Informasi di bidang Property (Property Information System), dan atau

8. Penilaian Konsultasi Property (Property Consultacy)termasuk kegiatan Konsultasi keuangan Properti (Financial Property Advisory Services),dan atau

9. Pengelolaan harta benda (Property Management)

Dalam hal penentuan nilai wajar sebagai dasar penilaian ternyata banyak menimbulkan masalah tersendiri. Penggunaan nilai wajar dianggap memberikan informasi yang lebih relevan dalam pengambilan keputusan, tetapi masalahnya di dalam standard yang dikeluarkan IFRS, tidak ada pernyataan yang menjelaskan petunjuk jelas dalam menentukan nilai wajar tersebut. IFRS memberikan petunjuk penggunaan nilai wajar yang berbeda-beda di setiap standardnya.

D. Perubahan Kebijakan Akuntansi

Dalam dokumen BAB II LANDASAN TEORI (Halaman 32-42)

Dokumen terkait