• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Teori Properti Investasi

1. Pengertian Teori Properti Investasi

Menurut PSAK 13 (Revisi 2011) (2011:13.2), Properti Investasi adalah

Properti (tanah dan bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau kedua-duanya) yang dikuasai (oleh pemilik atau lessee melalui sewa pembiayaan) untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai atau keduanya, dan tidak untuk :

a. Digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan administratif; atau

b. Dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari

Sesuai dengan definisi diatas, maka properti investasi menghasilkan arus kas secara mandiri yang sebagian besar tidak tergantung dari aset lain. Hal ini membedakan properti investasi dengan properti yang digunakan sendiri oleh perusahaan. Properti investasi merupakan aset tetap yang dimiliki oleh pemilik atau aset tetap yang disewa melalui perjanjian sewa beli ( leasing ) atau sewa operasi. Properti investasi yang dimaksud dapat berupa :

a. Tanah b. Bangunan

c. Tanah dan bangunan

(2)

2. Pengklasifikasian Properti Investasi

Aset tetap yang tidak dikategorikan dalam kelompok properti investasi menurut PSAK 13 (2011:13.4) adalah :

a. Properti yang dimaksudkan untuk dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari atau sedang dalam proses pembangunan atau pengembangan untuk dijual( PSAK 14 : Persediaan), sebagai contoh properti yang diperoleh secara eksklusif dengan maksud untuk dijual dalam waktu dekat atau untuk pengembangan dan dijual kembali.

b. Properti dalam proses pembangunan atau pengembangan atas nama pihak ketiga ( PSAK 34: Kontrak Konstruksi)

c. Properti yang digunakan sendiri ( PSAK 16 : Aset Tetap), termasuk properti yang dikuasai untuk digunakan di masa depan sebagai properti yang digunakan sendiri, properti yang dimiliki untuk pengembangan di masa depan dan penggunaan selanjutnya sebagai properti yang digunakan sendiri, properti yang digunakan oleh karyawan ( dengan atau tanpa karyawan tersebut membayar sewa sesuai harga pasar yang berlaku) dan properti yang digunakan sendiri yang menunggu untuk dijual.

d. Properti yang disewakan kepada perusahaan lain dengan cara sewa pembiayaan.

Sedangkan karakter aset yang dikelompokan atau dapat diakui sebagai properti investasi adalah :

(3)

a. Dapat menghasilkan kas secara mandiri, tanpa tergantung pada aset lainnya. Properti investasi dapat menghasilkan kas secara mandiri dengan cara disewakan kepada pihak lain. Sedangkan aset tetap, menghasilkan kas dengan besinergi kepada pihak lan. Sebagai contoh pada perusahaan dagang, tanah dan bangunan bersama-sama dengan peralatan dan persediaan akan menghasilkan kas melalui penjualan persediaan barang dagang.

b. Apabila dalam transaksi penyewaan aset, entitas menawarkan tambahan jasa, nilai tambahan jasa tidak signifikan dibandingkan pendapatan sewa yang diterima. Tambahan jasa berupa jasa kebersihan, jasa keamanan, catering/ laundry kepada para penyewa ruangan. Jika tambahan jasa lebih besar/ signifikan dibandingkan dengan pendapatan sewa, maka aset tersebut di kelompokkan sebagai aset tetap.

Perusahaan yang memiliki bangunan gedung kantor/ apartment sebagai tempat produksi/ penyediaan jasa atau untuk tujuan administratif dan menyewakan bagian yang lainkepada pihak luar, maka perusahaan tersebut akan mengakui bangunan tersebut sebagai :

a. Properti Investasi

• Jika perusahaan tidak dapat memisahkan dan menentukan nilai bagian yang digunakan sendiri maupun yang disewakan

(4)

• Bagian yang digunakan dalam proses produksi atau persediaan barang – barang / jasa atau untuk tujuan administratif jumlahnya tidak signifikan

• Jika perusahaan menyediakan tambahan jasa kepada para penghuni properti dan jasa tersebut tidak signifikan terhadap keseluruhan perjanjian.

b. Aset Tetap

• Jika perusahaan tidak dapat memisahkan dan menentukan nilai bagian yang digunakan sendiri maupun yang disewakan

• Bagian yang digunakan dalam proses produksi atau persediaan barang – barang/ jasa untuk tujuan administrative jumlahnya signifikan

• Jika perusahaan menyediakan tambahan jasa kepada para penghuni properti dan jasa tersebut signifikan terhadap keseluruhan perjanjian.

c. Properti Investasi dan aset tetap

• Jika bagian yang digunakan sendiri oleh perusahaan maupun bagian yang disewakan dapat ditentukan nilainya dengan cara dapat dijual secara terpisah / disewakan secara terpisah. Maka aset tersebut akan diakui sebagai properti investasi sekaligus aset tetap dalam proporsi masing – masing.

(5)

3. Metode Perolehan Properti Investasi

Perusahaan dapat memperoleh properti investasi dengan cara : a. Pembelian dari pihak luar

Perusahaan membeli aset yang sejak awal perolehannya dimaksudkan untuk disewakan kepada pihak lain/ untuk mengapresiasi kenaikan nilai. Biaya- biaya yang di kapitalisasi sebagai properti investasi mencakup harga beli ditambah biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam perolehan properti investasi

b. Membangun sendiri

Perusahaan dapat membangun sendiri gedung atau bangunan yang hendak disewakan kepada pihak lain. Harga perolehan dari properti investasi ini adalah total dari biaya pembangunan yang meliputi biaya bahan baku, tenaga kerja dan biaya overhead. Pada masa konstruksi, aset yang sedang dibangun diakui sebagai Konstruksi dalam pengerjaan dan ketika selesai masa konstruksinya direfleksikan sebagai properti investasi.

c. Alih fungsi atau reklasifkasi dari aset tetap

Perusahaan juga dapat mengalihfungsikan aset tetap yang pada awalnya digunakan sendiri sebagai properti investasi, ketika aset tetap tersebut mulai disewakan kepada pihak lain. Harga perolehan properti investasi adalah nilai wajar dari aset tetap pada tanggal reklas ( transfer)

(6)

4. Akuntansi untuk Properti Investasi

Kriteria pengakuan properti investasi sama halnya dengan properti, pabrik dan peralatan yang telah diatur dalam PSAK 16 : Aset Tetap. Properti Investasi akan diakui sebagai aset properti investasi apabila :

a. Terdapat kemungkinan manfaat ekonomi di masa mendatang yang melekat pada properti akan mengalir ke perusahaan, dan

b. Biaya perolehan properti dapat diukur secara andal atau akurat.

Dalam pencatatan untuk akuntansi properti investasi, pertama-tama properti investasi diakui atau dicatat sebesar biaya perolehan plus biaya-biaya transaksi yang dikeluarkan untuk mendapatkan properti investasi. Setelah pengakuan awal, perusahaan dapat memilih kebijakan akuntansi dengan :

1. Metode Nilai wajar / Fair Value Methode 2. Model Biaya

B. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan ( PSAK ) 13

Standar Akuntansi Keuangan merupakan pedoman untuk penyajian laporan keuangan perusahaan yang disusun dan disahkan oleh Dewan Standard Akuntansi Keuangan dan kemudian diterapkan di Indonesia. Munculnya standard akuntansi ini dikarenakan perkembangan dan perubahan di lingkungan global yang menuntut adanya transparansi, relevansi dan reabilitas pada laporan keuangan. Dalam perkembangan selanjutnya terjadi perubahan dari harmonisi ke adaptasi, kemudian

(7)

menjadi adopsi dalam rangka konfergensi dengan International Financial Reporting Standards ( IFRS) (www.iaiglobal.or.id) . Standard Akuntansi Keuangan terdiri dari Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan ( PSAK ) dan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan ( ISAK ) yang digunakan perusahaan sebagai pedoman dalam penyusunan laporan keuangan perusahaan. Standar akuntansi digunakan agar informasi yang diberikan oleh perusahaan relevan dan dapat dibandingkan serta dipertanggungjawabkan, sehingga banyak orang menjadi tertarik dan menanamkan modalnya ke dalam instrument keuangan khususnya saham dari perusahaan go public di Indonesia.

PSAK 13 ( Revisi 2011 ) merupakan salah satu bagian dari Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan yang telah disusun dan disahkan oleh Dewan Standard Akuntansi Keuangan dalam mengatur perusahaan dalam memperlakukan properti investasi miliknya. PSAK 13 sebelumnya telah disusun pada tahun 2007 dengan judul “ Properti Investasi ”, akan tetapi dalam rangka melakukan konvergensi IFRS pada standar international yaitu International Accounting Standards ( IAS), Dewan Standard Akuntansi Keuangan melakukan perubahan atau revisi pada PSAK 13 tahun 2011 dengan mengadopsi IAS 40 : Investment Property yang kemudian disahkan dengan judul “ Property Investasi” dan efektif diberlakukan pada atau setelah tanggal 1 Januari 2012. PSAK 13 ( revisi 2011 ) : Properti Investasi menggantikan PSAK 13 ( revisi 2007) : Properti Investasi.

Secara umum perbedaan antara PSAK 13 ( Revisi 2011) : Properti Investasi dengan PSAK 13 ( Revisi 2007) : Properti Investasi adalah sebagai berikut :

(8)

Tabel B.1. Perbedaan PSAK 13 (Revisi 2011) dan PSAK 13 ( Revisi 2007)

Perihal PSAK 13 ( Revisi 2011) PSAK 13 ( Revisi 2007)

Definisi Tidak mengatur definisi

tentang penghentian pengakuan

Mengatur definisi tentang pengehentian pengakuan Pengakuan awal properti

investasi dalam proses pembangunan dan pengembangan

Diakui sebagai properti investasi

Diakui sebagai aset tetap

dan perlakuannya mengacu ke PSAK 16 :

Aset Tetap sampai properti investasi siap dibangun

Ketidakmampuan

menetapkan nilai wajar yang andal

Jika entitas memilih menggunakan metode nlai wajar, maka properti investasi dalam proses pembangunan dan pengembangan :

1. Diukur pada harga perolehan sampai nilai wajarnya dapat ditentukan secara andal atau sampai proses pembangunan dan pengembangan selesai ( mana yang lebih dahulu) 2. Pada pengakuan awal langsung dapat diukur sebesar nilai wajarnya jika dapat ditentukan secara andal

1.1.1

Tidak diatur

Sumber : PSAK 13 ( Revisi 2011 ) Properti Investasi, 2011 1. Pengakuan Properti Investasi

Menurut PSAK 13 ( 2011 : 13.6 ) , properti investasi diakui sebagai aset jika dan hanya jika :

a. Besar kemungkinan manfaat ekonomik masa depan yang terkait dengan properti investasi akan mengalir ke entitas dan

(9)

b. Biaya perolehan properti investasi dapat diukur secara andal/ akurat

Perusahaan dalam mengevaluasi nilai properti investasi harus sesuai dengan prinsip pengakuan pada saat terjadinya. Biaya perolehan termasuk biaya yang terjadi pada saat penambahan, penggantian bagian properti atau perbaikan properti.

Perusahaan tidak mengakui biaya properti investasi sehubungan dengan biaya harian penggunaan properti. Biaya – biaya tersebut lebih tepat diakui dalam laporan laba rugi pada saat terjadinya. Biaya harian penggunaan properti yang utama adalah biaya tenaga kerja serta bahan-bahan habis pakai termasuk biaya suku cadang kecil. Tujuan pengeluaran biaya ini digambarkan sebagai ‘perbaikan dan pemeliharaan’ dari properti.

Properti investasi juga dapat diperoleh melalui penggantian. Sebagai contoh, interior dinding bangunan merupakan penggantian dinding aslinya. Berdasarkan prinsip pengakuan, perusahaan mengakui jumlah tercatat properti investasi atas biaya penggantian properti investasi pada saat terjadinya biaya, jika kriteria pengakuan terpenuhi.

2. Pengukuran

2.1 Pengukuran pada saat pengakuan awal

Menurut PSAK 13 ( Revisi 2011) : Properti Investasi,pada mulanya, properti investasi diukur sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan ini meliputi harga pembelian dan setiap pengeluaran yang dapat diatribusikan secara langsung. Contoh pengeluaran yang dapat diatribusikan secara langsung adalah biaya jasa hukum, pajak

(10)

penjualan serta biaya – biaya transaksi lainya. Namun, ada beberapa biaya yang tidak bisa dicatat sebagai biaya perolehan, biaya tersebut adalah :

a. Biaya perintisan kecuali biaya tersebut diperlukan untuk membawa properti ke tempat atau kondisi yang diinginkan sesuai dengan maksud yang diinginkan oleh manajemen

b. Kerugian operasional yang terjadi sebelum properti investasi mencapai tingkat hunian yang direncanakan

c. Pemborosan dalam hal bahan baku, tenaga kerja, atau sumber daya lain yang terjadi selama proses pembangunan atau pengembangan properti. Apabila properti investasi tersebut ditangguhkan atau sewa, maka perlakuan biaya perolehannya adalah sebagai berikut :

a. Pembayaran atas properti investasi yang ditangguhkan, maka biaya perolehan adalah setara harga tunai. Apabila terdapat perbedaan antara jumlah tersebut dan total pembayaran maka diakui sebagai beban bunga selama periode kredit.

b. Apabila properti tersebut dikuasai dengan cara sewa dan diklasifikasikan sebgai properti investasi yang dicatat sebagai sewa pembiayaan sebagaimana yang diatur dalam PSAK 30 : Sewa, dan dalam hal ini aset diakui pada jumlah yang lebih rendah antara nilai wajar dengan nilai kini pembayaran sewa minimum.

c. Apabila properti investasi tersebut diperoleh dalam pertukaran dengan aset moneter atau aset nonmoneter atau kombinasi dari kedua aset tersebut,

(11)

biaya perolehan diukur pada nilai wajar kecuali transaksi pertukaran tidak memiliki substansi komersial atau nilai wajar aset yang diterima dan aset yang diserahkan tidak dapat diukur secara andal. Apabila aset yang diperoleh tidak dapat diukur pada nilai wajar maka biaya perolehannya diukur pada jumlah tercatat yang diserahkan. Namun, perusahaan harus menentukan apakah transaksi pertukaran tersebut memiliki substansi komersial dengan mempertimbangkan sejauh mana ekspektasi arus kas masa depan dapat berubah sebagai akibat dari transaksi tersebut. Untuk mengindikasi bahwa transaksi tersebut memiliki substansi komersial, maka perusahaan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

• Konfigurasi ( resiko, waktu, dan jumlah ) arus kas dari aset yang diterima berbeda dengan konfigurasi arus kas dari aset yang diserahkan

• Nilai spesifik perusahaan dari bagian operasi entitas yang terpengaruh oleh transaksi berubah sebagai akibat dari pertukaran dan

• Selisih dari kedua hal tersebut diatas adalah relative signifikan terhadap nilai wajar dan aset yang dipertukarkan.

d. Ketika transaksi pasar yang serupa tidak tersedia maka nilai wajar suatu aset dapat diukur secara andal apabila

(12)

• Variabilitas dalam rentang estimasi nilai wajar yang rasional untuk aset dapat di nilai secara rasional untuk aset tersebut adalah tidak signifikan

• Probabilitas dari beragam estimasi dalam rentang tersebut dalapt dinilai secara rasional dan digunakan dalam mengestimasi nilai wajar.

Apabila perusahaan dapat menentikan nilai wajar secara andal, baik dari aset yang diterima atau diserahkan, maka nilai wajar dari aset yang diserahkan digunakan untuk mengukur biaya perolehan dari aset yang diterima, kecuali jika nilai wajar aset yang diterima lebih jelas.

2.2 Pengukuran setelah pengakuan awal

Setiap laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan diharuskan untuk memberikan informasi yang andal dan relevan. PSAK 25 Mengenai Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan telah menetapkan bahwa perubahan kebijakan akuntansi secara sukarela akan dilakukan hanya jika perubahan tersebut menghasilkan laporan keuangan memberikan informasi yang andal dan lebih relevan mengenai dampak transaksi, peristiwa atau kondisi lain terhadap kondisi keuangan, kinerja keuangan, atau arus kas perusahaan.

Pernyataan ini mensyaratkan seluruh perusahaan untuk menentukan nilai wajar dari properti investasi baik untuk tujuan pengukuran ( apabila menggunakan

(13)

nilai wajar ) maupun pengungkapan ( apabila menggunakan model biaya ). Perusahaan dianjurkan, tetapi tidak diharuskan untuk menentukan nilai wajar properti investasi berdasarkan penilaian oleh jasa penilai independen yang memiliki kualifikasi professional yang diakui serta memiliki pengalaman di lokasi dan kategori properti investasi yang dinilai. Menurut PSAK 13 : Properti Investasi (Revisi 2011) perusahaan dapat memilih apakah perusahaan menggunakan metode nilai wajar atau metode biaya untuk seluruh properti investasi yang menjadi agunan liabilitas yang membayar imbal hasil dikaitkan secara langsung dengan nilai wajar dari atau imbal hasil dari aset tertentu yang mencakup properti investasi tersebut. Perusahaan juga dapat memilih apakah metode nilai wajar atau model biaya untuk seluruh properti investasi lainnya.

Model Nilai Wajar

Definisi nilai wajar mengacu kepada transaksi wajar. Transaksi wajar adalah transaksi antara pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan teretntu atau khusus, yang membuat harga transaksi tidak mencerminkan karateristik dari kondisi pasar. Transaksi tersebut dianggap terjadi diantara pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa, yang masing-masing bertindak secara independen.

Nilai wajar properti investasi merupakan harga yang mana properti dapat dipertukarkan antara pihak-pihak yang memiliki pengetahuan memadai dan berkeinginan dalam suatu transaksi yang wajar. Nilai wajar tidak mencakup estimasi kenaikan atau penurunan harga karena kondisi khusus yang diberikan oleh pihak terkait dengan penjualan. Berikut ini adalah penjelasan nilai wajar secara spesifik :

(14)

• Dilakukan setelah pengukuran awal

Setelah pengakuan awal, perusahaan yang memilih menggunakan model nilai wajar mengukur seluruh properti investasi berdasarkan nilai wajar, kecuali dalam kasus nilai wajar tidak dapat diestimasikan.

• Apabila hal atas properti yang dimiliki oleh lessee melalui sewa operasi diklasifikan sebagai properti investasi maka model nilai wajar harus diterapkan.

• Keuntungan / kerugian dari pengukuran nilai wajar masuk ke laporan laba rugi

• Nilai wajar diukur pada saat tanggal neraca, atau harus mencerminkan kondisi pasar pada tanggal neraca.

Nilai wajar properti investasi mencerminkan antara lain, penghasilan rental dari sewa yang sedang berjalan dan asumsi-asumsi yang layak dan rasional yang mencerminkan keyakinan pihak-pihak yang berkeinginan bertransaksi dan memiliki pengetahuan memadai mengenai asumsi tentang penghasilan rental dari sewa di masa depan dengan mengingat kondisi sekarang. Dengan dasar pemikiran yang sama, nilai wajar juga mencerminkan arus kas keluar ( termasuk pembiayaan rental dan arus kas keluar lainnya) yang dapat diperkirakan sehubungan dengan properti tersebut. Sebagian arus kas keluar tersebut dierminkan dalam kewajiban, sementara arus kas keluar lainnya tidak akui dalam laporan keuangan sampai dengan tanggal tersebut.

(15)

Pedoman nilai wajar terbaik mengacu pada harga kini dalam pasar yang aktif untuk properti serupa dalam lokasi dan kondisi yang sama dan berdasarkan pada sewa dan kontrak lain yang serupa. Perusahaan harus memperhatikan adanya perbedaan dalam sifat, lokasi atau kondisi properti dan ketentuan yang disepakati dalam sewa dan kontrak lain yang berhubungan dengan properti.

Menurut PSAK 13 : Properti Investasi ( Revisi 2011 ), tidak tersedianya harga kini dalam pasar yang aktif sejenis, suatu perusahaan harus mempertimbangkan informasi dari berbagai sumber, termasuk :

a. Harga kini dalam pasar aktif untuk properti yang memiliki sifat, kondisi dan lokasi berbeda ( atau berdasarkan pada sewa atau kontrak lain yang berbeda), disesuaikan untuk mencerminkan perbedaan tersebut

b. Harga pasar terakhir properti serupa dalam pasar yang kurang aktif dengan penyesuaian untuk mencerminkan adanya perubahan dalam kondisi ekonomi sejak tangal transaksi terjadi pada harga tersebut.

c. Proyeksi arus kas diskontoan berdasarkan estimasi arus kas di masa depan yang dapat diandalkan, didukung dengan syarat yang terdapat dalam sewa dan kontrak lain yang ada dengan bukti eksternal seperti pasar kini rental untuk properti serupa dalam lokasi dan kondisi sama, dan penggunaan tarif diskonto yang mencerminkan penilaian pasar kini dari ketidakpastian dalam jumlah atau waktu arus kas.

Dalam menentukan nilai wajar properti investasi, perusahaan tidak melakukan perhitungan ganda atas aset atau kewajiban yang diakui terpisah, contohnya :

(16)

a. Peralatan seperti lift atau pendingin ruangan seringkali menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari bangunan dan biasanya dimasukkan ke dalam nilai wajar properti investasi, daripada diakui secara terpisah sebagai aset tetap.

b. Apabila kantor disewakan termasuk dengan furniture di dalamnya, maka nilai wajar kantor umumnya dimasukkan nilai wajar dari furniture tersebut, karena penghasilan rental juga terkait dengan furniture yang digunakan. Apabila furniture termasuk ke dalam nilai wajar properti invetsasi, perusahaan tidak mengakuinya sebagai aset terpisah.

c. Nilai wajar properti investasi tidak termasuk biaya dibayar dimuka atau penghasilan accured operating lease income, karena perusahaan mengakui hal tersebut secara terpisah sebagai aset atau kewajiban.

d. Nilai wajar properti investasi yang dikuasai dengan cara sewa mencerminkan adanya arus kas yang diharapkan ( termasuk rental kontijen yang diperkirakan menjadi utang). Selaras dengan hal itu, jika penilaian yang diperoleh atas properti adalah nilai netto dari pembayaran keseluruhan yang diperkirakan terjadi.

Nilai wajar properti investasi tidak mencerminkan pengeluaran modal masa depan untuk meningkatkan kapasitas atau memperbaiki properti dan tidak mencerminkan manfaat masa depan dari pengeluaran masa depan tersebut.

Hal yang perlu diperhatikan adalah nilai wajar berbeda dengan nilai pakai yang sebagaimana didefinisikan dalam PSAK 48 : Penurunan Nilai Aset. Nilai wajar

(17)

mencerminkan pengetahuan dan estimasi antara pembeli dan penjual yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai bahwa baik pembeli maupun penjual yang saling berkeinginan, memiliki informasi yang memadai tentang sifat dan karakteristik dari properti investasi, kegunaan actual dan potensialnya dan kondisi pasar pada akhir periode pelaporan.

Model Biaya

Pengakuan properti investasi dengan menggunakan model biaya mengikuti ketentuan PSAK 16 : Aset Tetap, yakni menggunakan historical cost dikurangi depresiasi dan impairment. Apabila properti investasi memenuhi criteria dimiliki untuk dijual, maka perusahaan :

a. Mengukur aset tersebut sebesar nilai yang lebih rendah antara jumlah tercatat dan nilai wajar setelah dikurangi dengan biaya penjualan tidak disusutkan.

b. Menyajikan aset tersebut dan hasil operasinya secara terpisah dalam neraca dan laporan laba rugi.

2.3 Ketidakmampuan menetapkan nilai wajar yang andal.

Apabila perusahaan menentukan nilai wajar properti investasi dalam konstruksi tidak dapat ditentukan secara reliable tetapi mengharapkan nilai wajar properti investasi dalam konstruksi dapat ditentukan secara reliable ketika konstrksi selesai, maka perusahaan akan mengukur properti investasi dengan model biaya sampai nilai wajar dapat ditentukan secara reliable atau konstruksi selesai ( yang terjadi terlebih dahulu).

(18)

Ketidakmampuan menetapkan nilai wajar yang andal terjadi jika transaksi pasar serupa jarang terjadi dan alternative estimasi andal nilai wajar (sebagai contoh, berdasarkan proyeksi arus kas diskontoan) tidak tersedia. Dalam kasus tersebut properti investasi harus menerapkan model biaya berdasarkan PSAK 16 : Aset Tetap. Nilai residu dari properti investasi harus diasumsikan nol. Entitas harus menerapkan PSAK 16 : Aset Tetap hingga pelepasan properti tersebut.

Apabila sebelumnya perusahaan telah mengukur properti investasi berdasarkan nilai wajar, maka perusahaan harus melanjutkan pengukuran properti tersebut berdasarkan nilai wajar hingga pelepasan bahkan jika transaksi pasar yang sejenis menjadi jarang terjadi dan harga pasar tidak banyak tersedia.

3. Pengungkapan terkait Properti Investasi

PSAK 13 : Properti Investasi (2011) menjelaskan pengungkapan untuk Model Nilai Wajar dan Model Biaya:

a. Apakah perusahaan tersebut menerapkan model nilai wajar atau model biaya

b. Apabila menerapkan model nilai wajar, apakah dan dalam keadaan bagaimana, hak atas properti yang dikuasai dengan cara sewa operasi diklasifikasikan dan dicatat sebagai properti investasi.

c. Apabila pengklasifikasian ini sulit dilakukan, kriteria yang digunakan untuk membedakan properti investasi dengan properti yang digunakan sendiri dan dengan properti yang dimiliki untuk dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.

(19)

d. Metode dan asumsi signifikan yang diterapkan dalam menentukan nilai wajar dari properti investasi, yang mencakup pernyataan apakah penentuan nilai wajar tersebut didukung oleh bukti pasar atau lebih banyak berdasarkan factor lain ( yang harus diungkapkan oleh perusahaan tersebut) karena sifat properti tersebut dan keterbatasan data pasar yang dapat diperbandingkan.

e. Sejauh mana penentuan nilai wajar properti investasi ( yang diukur atau diungkapkan dalam laporan keuangan) didasarkan atas penilaian oleh penilai independen yang diakui dan memiliki kualifikasi professional yang relevan serta memiliki pengalaman muktahir di lokasi dan kategori properti investasi yang dinilai. Apabila tidak ada penilaian seperti itu, hal tersebut harus diungkapkan.

f. Jumlah yang diakui dalam laba rugi untuk : 1) Penghasilan rental dari properti investasi

2) Beban operasi langsung (mencakup perbaikan dan pemeliharaan) yang timbul dari properti investasi yang tidak menghasilkan pendapatan rental selama periode tersebut

3) Perubahan kumulatif dalam nilai yang wajar diakui dalam laporan laba rugi atas penjualan properti investasi yang mana model biaya digunakan ke kelompok yang menggunakan model nilai wajar

4) Eksistensi dan jumlah pembatasan atas realisasi dari properti investasi atau pembayaran penghasilan dan hasil pelepasan

(20)

5) Kewajiban kontraktual untuk membeli, membangun atau mengembangkan properti investasi atau untuk perbaikan, pemeliharaan atau peningkatan.

Perusahaan yang menerapkan model nilai wajar mengungkapkan rekonsiliasi antara jumlah tercatat properti investasi pada awal dan akhir periode yang menunjukan hal-hal berikut :

a. Penambahan, pengungkapan terpisah untuk penambahan yang dihasilkan dari akuisisi dan penambahan yang dihasilkan dari pengeluaran setelah perolehan yang diakui dalam jumlah tercatat aset

b. Penambahan yang dihasilkan dari akuisisi melalui penggabungan usaha c. Aset yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual atau masuk

dalam kelompok aset yang dilepaskan yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual dan pelepasan lain

d. Laba dan rugi netto penyesuaian terhadap nilai wajar

e. Perbedaan nilai tukar netto yang timbul pada penjabaran laporan keuangan dari mata uang fungsional menjadi mata uang penyajian yang berbeda, termasuk penjabaran dari kegiatan usaha luar negeri menjadi mata uang penyajian dari perusahaan pelaporan

f. Transfer ke dan dari persediaan dan properti yang digunakan sendiri g. Perubahan lainnya

Ketika penilaian atas properti investasi disesuaikan secara signifikan untuk tujuan pelaporan keuangan, misalnya untuk menghindari penghitungan ganda atas

(21)

aset atau liabilitas yang diakui sebagai aset atau liabilitas terpisah, maka perusahaan mengungkapkan rekonsiliasi antara penilaian tersebut dan penilaian yang telah disesuaikan yang dilaporkan dalam laporan keuangan, dengan menunjukan secara terpisah jumlah agregat dari pengakuan kewajiban sewa yang telah ditambahkan dan penyesuaian signifikan lainnya. Namun, apabila perusahaan mengukur properti investasi dengan menggunakan model biaya sesuai dengan PSAK 16 : Aset Tetap, rekonsiliasi yang diisyaratkan mengungkapkan jumlah yang terkait dengan properti investasi tersebut secara terpisah dari jumlah yang terkait dengan properti investasi lain. Sebagai tambahan, perusahaan mengungkapkan uraian mengenai properti investasi tersebut dan penjelasan mengapa nilai wajar tidak dapat ditentukan secara andal, jika memungkinkan, rentang estimasi nilai wajar kemungkinan besar berada. Untuk pelepasan properti investasi yang tidak dicatat dengan nilai wajar, fakta bahwa perusahaan telah melepaskan properti investasi yang tidak dicatat dengan nilai wajar, jumlah tercatat properti investasi pada saat dijual dan jumlah keuntungan dan kerugian yang diakui.

Sesuai dengan PSAK 13 : Properti investasi ( Revisi 2011) Perusahaan yang menerapkan model biaya mengungkapkan:

a. Metode penyusutan yang digunakan

b. Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan

c. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan ( agregat dengan akumulasi rugi penurunan nilai ) pada awal dan akhir periode

(22)

d. Rekonsiliasi jumlah tercatat properti investasi pada awal dan akhir periode yang menunjukan :

1) Penambahan, pengungkapan terpisah untuk penambahan yang dihasilkan dari akuisisi dan penambahan pengeluaran setelah perolehan yang diakui sebagai aset

2) Penambahan yang dihasilkan dari akuisisi melalui penggabungan usaha

3) Aset yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual atau masuk dalam kelompok yang akan dilepaskan yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual yang dinilai dengan jumlah tercatat atau nilai jual yang dinilai dengan jumlah tercatat atau nilai jual dikurangi beban penjualan, mana yang lebih rendah dan pelepasan lain

4) Penyusutan

5) Jumlah dan rugi penurunan nilai yang diakui, dan jumlah pemulihan rugi penurunan nilai satu periode sesuai PSAK 48 : Penurunan Nilai Aset

6) Perbedaan nilai tukar netto yang timbul pada penjabaran laporan keuangan dari mata uang fungsional menjadi mata uang penyajian yang berbeda, termasuk penjabaran dari kegiatan usaha luar negeri menjadi mata uang penyajian dari perusahaan pelapor

(23)

7) Transfer ke dan dari persediaan dan properti yang digunakan sendiri

8) Perubahan lain

e. Nilai wajar properti investasi, jika perusahaan tidak dapat menentukan nilai wajar properti investasi secara andal, perusahaan mengungkapkan

1) Uraian properti investasi

2) Penjelasan mengapa nilai wajar tidak dapat ditentukan secara andal

3) Apabila memungkinkan, kisaran estimasi dimana nilai wajar kemungkinan besar berbeda.

C. Laporan Keuangan

1. Laporan Keuangan dan Karateristik Laporan Keuangan Marisi P. Purba (2010:27) menjelaskan bahwa :

“Laporan keuangan disusun dengan tujuan untuk memberikan informasi terkait dengan posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan suatu entitas yan berguna untuk pengambilan keputusan para pemakainya. Laporan keuangan juga merupakan saran mengkomunikasikan laporan keuangan kepada pihak-pihak yang berada diluar korporasi. Keputusan yang diambil oleh para pemakai laporan sangat bervariasi, tergantung kepentingan mereka. Informasi yang ada di dalam laporan keuangan harus memiliki karakteristik tertentu agar dapat memnuhi kebutuhan pemakainya. Karateristik yang harus dipenuhi suatu informasi yang ada pada laporan keuangan ditetapkan dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan atau International Financial Reporting Standards Framework”

(24)

Sebagaimana telah dijelaskan diatas, PSAK 1 : Penyajian Laporan Keuangan ( Revisi 2009), Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut ini:

(a) laporan posisi keuangan pada akhir periode, (b) laporan laba rugi komprehensif selama periode,(c) laporan perubahan ekuitas selama periode, (d) laporan arus kas selama periode, (e) catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lainnya; dan (f) laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos-pos-pos dalam laporan keuangannya.

Laporan keuangan yang berisi neraca dan sebagainya memiliki karateristik kualitatif yang harus dipenuhi dalam penyajiannya, sehingga berguna bagi para penggunaanya untuk mengambil keputusan. Selain dari itu laporan keuangan juga harus disusun dengan menggunakan asumsi keberlangsungan hidup atau going concern. Asumsi tersebut mendasari penggunaan berbasis akrual dalam menyusun laporan keuangan.

Terdapat empat karateristik utama laporan keuangan yang harus dipenuhi sehingga laporan keuangan dapat bermanfaat bagi pengambil keputusan sebagaimana dijelaskan pada kerangka dasar International Financial Reporting Standards, yaitu :

a. Suatu informasi bermanfaat apabila dapat dipahami dan understandable oleh para penggunaannya. Pengguna laporan keuangan adalah pihak-pihak yang berasal dari pelbagai kalangan dengan latar belakang pendidikan, profesi dan budaya yang

(25)

berbeda-beda. Laporan keuangan harus disajikan dengan bahasa yang sederhana,singkat,formal dan mudah dipahami.

b. Informasi yang ada pada laporan keuangan harus relevan dengan pengambilan keputusan

c. Informasi yang ada pada laporan keuangan akan sangat bermanfaat apabila disajikan dengan andal dan dapat dipercaya

d. Informasi yang ada pada laporan keuangan harus memilki sifat daya banding. Untuk mencapai kualitas tersebut, laporan keuangan harus disajikan secara komparatif dengan tahun-tahun sebelumnya e. Karateristik terakhir ini merupakan karateristik yang paling

penting dari sebuah laporan keuangan, yaitu sebuah laporan keuangan harus disajikan secara benar dan wajar atau True and Fair.

2. Pengungkapan (disclosure) dalam Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan hasil akhir dalam proses akuntansi, yakni proses pengkomunikasian laporan. Laporan merupakan mekanisme yang penting bagi manajer untuk berkomunikasi dengan pihak investor luar, yaitu investor public di luar lingkup management serta tidak terlibat dalam pengelolaan perusahaan.

Dasar perlunya praktek pengungkapan laporan keuangan oleh manajemen kepada pemegang saham dijelaskan dalam agency theory. Menurut Jensen dan Meckling (1976), agency relationship (hubungan keagenan) ada bilamana satu atau lebih individu yang disebut dengan principal bekerja dengan individu atau organisasi

(26)

lain yang disebut agent, principal akan menyediakan fasilitas dan mendelegasikan kebijakan pembuatan keputusan kepada agen.

a. Luas Pengungkapan

Imhoff (1992) dalam Ainun dan Fuad (2000) menyatakan kualitas tampak sebagai atribut yang penting dari suatu informasi akuntansi. Meskipun kualitas akuntansi masih memiliki makna ganda, banyak penelitian yang menggunakan indeks of disclosure methodology mengemukakan bahwa kualitas pengungkapan dapat diukur dan digunakan untuk menilai manfaat potensial dari sisi laporan tahunan. Dengan kata lain Imhoff mengatakan bahwa tingginya kualitas informasi akuntansi sangat berkaitan dengan tingkat kelengkapan.

Seberapa banyak informasi tersebut harus diungkapkan tidak hanya tergantung pada keahlian pembaca, tetapi juga pada standard yang dibutuhkan ( Hendriksen, 1997). Ada tiga konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan, yaitu :

a. Adequate disclosure ( pengungkapan cukup)

Merupakan pengungkapan minim yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku, dimana angka-angka yang disajikan dapat diintrepetasikan dengan benar oleh investor.

b. Fair disclosure ( pengungkapan wajar)

Pengungkapan yang wajar secara tidak langsung merupakan tujuan etis agar memeberikan perlakuan yang sama kepada semua pemakai laporan yang menyediakan informasi yang layak terhadap pembaca potensial. c. Full Disclosure

(27)

Pengungkapan penuh menyangkut kelengkapan penyajian informasi yang diungkapkan secara relevan. Pengungkapan penuh memiliki kesan penyajian informasi secara melimpah, sehingga beberapa pihak menganggapnya tidak baik ( Ainun dan Fuad,2000)

Damough ( 1993 ) dalam Ainun dan Fuad (2000) mengemukakan ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan standard, yaitu :

1. Pengungkapan wajib ( mandated disclosure)

Merupakan pengungkapan minimum yang harus diungkapkan atau disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku (kewajiban perusahaan). Perusahaan memperoleh manfaat dari menyembunyikan, sementara yang lain dengan mengungkapkan informasi. Jika perusahaan tidak bersedia untuk mengungkapkan secara sukarela maka pengungkapan wajib akan memaksa perusahaan untuk mengungkapkannya 2. Pengungkapan sukarela ( voluntary disclosure)

Merupakan pengungkapan yang tidak diwajibkan peraturan, dimana perusahaan bebas memilih jenis informasi yang akan diungkapkan yang sekiranya dapat mendukung dalam pengambilan keputusan. Pengungkapan ini berupa butir-butir yang dilakukan sukarela oleh perusahaan. Healy dan Palepu (1993) mengemukakan meskipun semua

(28)

perusahaan public diwajibkan untuk memenuhi pengungkapan minimum, mereka berbeda secara substansial dalam hal jumlah tambahan informasi yang diungkap ke pasar modal. Salah satu cara meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan sukarela secara lebih luas dan membantu investor dalam memahami strategi bisnis manajemen.

b. Teori Pengungkapan

Secara konseptual, pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan. Secara teknis, pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses akuntansi yakni penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh statement keuangan. Wolk et al., (2008: 281-282) mendefiniskan tingkat pengungkapan sebagai berikut

“Disclosure is concerned with information in both the financial statements and supplementary communications including footnote, poststatement events, managements discussion and analysis of operations for the forth coming year, financial and operating forecasts, the summary of significant accounting policies and additional financial statements covering segmental disclosure and extensions beyond historical costs”.

 

Atas dasar definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa tingkat pengungkapan laporan keuangan merupakan informasi yang ada di dalam laporan keuangan maupun komunikasi pelengkap yang mencakup catatan kaki, peristiwa setelah pelaporan, analisis manajemen tentang operasi yang akan datang, peramalan keuangan dan operasi, serta laporan keuangan tambahan.

(29)

Evans (2000) menjelaskan pengungkapan sebagai berikut :

Disclosure means supplying information in the financial statements, including the statements themselves, the notes to the statements, and the supplementary disclosures associated with the statements. It does not extend to public or private statements made by management or information provided outside the financial statement.

Secara lebih spesifik, Wolk, Tearney dan Dodd (2001) menginterpretasi pengertian pengungkapan sebagai berikut :

Broadly interpreted, disclosure is concerned with information in both the financial statements and supplementary communications including footnotes, poststatement events, management’s discussion and analysis for the fortcoming year, financial and operating forecasts, and additional financial statements covering segmental disclosure and extentions beyond historical cost.

Evan, membatasi pengertian pengungkapan hanya pada hal-hal yang menyangkut pelaporan keuangan. Pernyataan manajemen dalam surat kabar atau media masa lain serta informasi di luar lingkup pelaporan keuangan tidak masuk dalam pengertian pengungkapan. Sementara itu, Wolk, Tearney, dan Dodd memasukkan pula statement keuangan segmental dan statemen yang merefleksi perubahan harga sebagai bagian dari pengungkapan (Suwardjono, 2005). Dalam interpretasi yang lebih luas, pengungkapan terkait dengan informasi yang terdapat dalam laporan keuangan maupun informasi tambahan (supplementary communications) yang terdiri dari catatan kaki, informasi tentang kejadian setelah tanggal pelaporan, analisis manajemen tentang operasi perusahaan di masa yang mendatang, prakiraan keuangan dan operasi, serta informasi lainnya Wolk dan Tearney, (1997) dalam Widiastuti, (2002).

(30)

Pengungkapan sering juga dimaknai sebagai penyedia informasi lebih dari apa yang dapat disampaikan dalam bentuk statement keuangan formal. Hal ini nampaknya sejalan dengan gagasan FASB dalam kerangka konseptualnya sebagai berikut :

Although financial reporting and financial statements have essentially the same objectives, some useful information is better provided by financial statements and some is better provided, or can only be provided, by means of financial reporting other than financial statements.

Masalah teoritis pengungkapan dapat dinyatakan dalam bentuk pernyataan berikut ini :

• Untuk siapa informasi diungkapkan • Mengapa pengungkapan harus dilakukan

• Seberapa banyak dan informasi apa yang harus diungkapkan • Bagaimana cara dan kapan mengungkapkan informasi Siapa Dituju

Kerangka konseptual telah menetapkan bahwa investor dan kreditor merupakan pihak yang dituju oleh pelaporan keuangan sehingga pengungkapan ditujukan terutama untuk mereka. FSAB misalnya menetapkan tingkat kecanggihan para investor dan kreditor cukup tinggi sehingga pengungkapan yangd iwajibkan dapat dikatakan lebih sedikit dibanding yang dituntut oleh SEC karena SEC mempertimbangkan pula kepentingan investor yang naïf. SEC menuntut lebih banyak pengungkapan karena pelaporan keuangan mempunyai aspek social dan public (public interest). Oleh karena itu, pengungkapan menuntut lebih dari sekedar

(31)

pelaporan keuangan tetapi meliputi pula penyampaian informasi kualitatif dan non-kualitatif karena pihak yang dituju lebih luas dan model pengambilan keputusannya kurang dapat diidentifikasi, pengungkapan cenderung untuk meluas dan jarang menjadi sempit (spesifik)

Fungsi dan Tujuan Pengungkapan

Secara umum, tujuan pengungkapan adalah menyajikan informasi yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan laporan keuangan dan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda-beda. Telah disinggung bahwa investor dan kreditor tidak homogeny tetapi bervariasi dalam hal kecanggihannya karena pasar modal merupakan sarana utama pemenuhan dana dari masyarakat, pengungkapan dapat diwajibkan untuk tujuan melindungi (protective), informative (informative), atau melayani kebutuhan khusus (diffential).

Tujuan Melindungi

Tujuan melindungi dilandasi oleh gagasan bahwa tidak semua pemakai cukup canggih sehingga pemakai yang aktif perlu dilindungi dengan mengungkapkan informasi yang mereka tidak mungkin memperolehnya atau tidak mungkin mengolah informasi untuk menangkap substansi ekonomik yang melandasi suatu pos statement keuangan. Dengan kata lain, pengungkapan dimaksudkan untuk melindungi perlakuan manajemen yang mungkin kurang adil dan terbuka (unfair). Dengan tujuan inim, tingkat atau volume pengungkapan menjadi tinggi.

Tujuan melindungi biasanya menjadi pertimbangan badan pengawas yang mendapat autoritas untuk melakukan pengawasan terhadap pasar modal seperti SEC

(32)

atau Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Hal ini dapat dipahami karena mereka bertindak demi kepentingan publik.

Tujuan Informatif

Tujuan informatif dilandasi oleh gagasan bahwa pemakai yang dituju sudah jelas dengan tingkat kecanggihan tertentu. Dengan demikian, pengungkapan diarahkan untuk menyediakan informasi yang dapat membantu keefektifan pengambilan keputusan pemakaian tersebut. Tujuan ini biasanya melandasi penyusun standard akuntansi untuk menentukan tingkat pengungkapan. Dalam kenyataannya, badan pengawas seperti BAPEPAM bekerja sama dengan penyusun standard akuntansi untuk menentukan keluasan pengungkapan. Untuk tujuan pengawasan oleh badan kepemerintahan, terdapat pula pengungkapan yang khusus ditujukan ke badan pengawas melalui formulir-formulir yang harus diisi oleh perusahaan pada waktu menyerahkan laporan tahunan maupun laporan kuartalan.

Tujuan Kebutuhan Khusus

Tujuan ini merupakan gabungan dari tujuan perlindungan public dan tujuan informative. Apa yang harus dungkapkan kepada public dibatasi dengan apa yang dipandang bermanfaat bagi pemakai yang dituju sementara untuk tujuan pengawasan, informasi tertentu khusus harus disampaikan kepada badan pengawas berdasarkan peraturan melalui formulir-formulir yang menuntut pengungkapan secara rinci.

3. Teori Pengukuran

(33)

Menurut Sari (2011), berikut ini adalah alasan-alasan yang mendukung hictorical cost-accounting :

a. Historical cost relevan dalam proses pengambilan keputusan ekonomis, karena diperlukan data dari masa lalu

b. Didasarkan pada transaksi yang sudah pasti dan kejadian yang sebenarnya, sehingga dapat dipertanggungjawabkan

c. Diperlukan sepanjang sejarah system ini masih bermanfaat d. Konsep yang paling mudah dipahami

e. Lebih diyakini dapat meminimalisasi subjektivitas dan mengurangi kemungkinan perubahan oleh pihak tertentu

f. Current cost accounting masih dapat dipertanyakan

g. Masalah perubahan harga dapat dilaporkan melalui penyajian data atau laporan supplement

h. Masih belum cukup bukti dan data untuk menolak akuntansi historis

b. Teori Pengukuran Current Cost

Menurut Godfrey (2006), current cost accounting adalah

suatu system akuntansi dimana aset dinilai pada harga beli pasar sekarang dan keuntungan ditentukan dengan alokasi yang didasarkan pada biaya sekarang

Dalam metode pengukuran ini, Edwards dan Bell (2006) menyatakan bahwa yang dibutuhkan oleh manager adalah bagaimana mereka mengalokasikan sumber-sumber ekonomi yang ada untuk memaksimalkan laba. Oleh karena itu, diperlukan jawaban terhadap tiga pertanyaan berikut :

(34)

a. Berapa jumlah aset yang harus dimiliki pada suatu tanggal tertentu b. Bagaimana seharusnya bentuk aset

c. Bagaimana aset didanai

Untuk membuat keputusan tentang ketiga pernyataan diatas, maka manager perlu merumuskan pengharapan tentang kejadian masa yang akan datang. Manager biasanya menghadapi masalah apakah ingin mempertahankan suatu aktiva atau utang atau menjual atau membayarnya dan bagaimana menggunakan atau mendanai kegiatan perusahaan. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka diusulkan perhitungan business profit yang memiliki dua komponen, yakni :

a. Current operating profit

Laba dalam komponen ini adalah kelebihan nilai sekarang dari barang atau jasa yang dijual dengan harga pokoknya

b. Realizable cost saving (Holding Gain)

Laba dalam komponen ini adalah kenaikan harga pokok dari suatu aktiva yang masih dimiliki sekarang

Current cost terdiri dari 5 bentuk, yaitu : a. Replacement cost

Nilai yang diukur saat ini untuk mendapatkan aktiva baru atau menggantinya dengan kapasitas produksi yang sama. Metode ini dikritik dalam hal :

(35)

• Dalam hal harga suatu aktiva menurun maka penurunan itu akan menimbulkan pembebanan ke laba rugi lebih rendah dari beban pada historical cost

• Perubahan harga umum tidak tergambar dalam metode replacement cost ini dikarenakan hanya aktiba tertentu saja yang menggunakannya

b. Reproduction Cost

Metode ini sama dengan Replacement Cost c. Net Realizable Value

Suatu metode dimana harga jual dikurangi taksiran biaya penjualan. Pada masa inflasi Net Realizable Value lebih besar dari Replacement Cost karena management tidak mungkin menjual barangnya tanpa mengharapkan laba margin general price level. Penyusutan dalam metode ini dihitung berdasarkan perbedaan harga jual aktiva itu pada awal periode dibandingkan dengan akhir periode.

d. Selling Price

Dalam metode selling price nilai yang dipakai adalah harga jual tanpa dikurangi biaya penjualan sehingga laporan keuangan yang disusun menurut selling price akan lebih besar daripada net realizable value dan metode lainnya

(36)

Metode ini sangat tergantung pada pengharapan seseorang sehingga bisa lebih besar atau lebih kecil dibanding metode lainnya. Hal ini disebabkan karena expected value ini merupakan gambaran dari present value.

c. Metode pengukuran Fair Value

PSAK 13 (2011:13.2) menyatakan definisi nilai wajar sebagai berikut

Nilai wajar adalah suatu jumlah yang digunakan untuk mengukur aset yang dapat dipertukarkan melalui suatu transaksi yang wajar yang melibatkan pihak-ihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai

Sedangkan menurut Hennie Van Greuning yang diterjemahkan oleh Edward Tanujaya (2005:295) mengemukakan bahwa bilai wajar adalah :

Nilai wajar adalah suatu jumlah yang digunakan sebagai dasar pertukaran aset atau penyelesaian kewajiban antara pihak-pihak yang paham (knowledgeable) dan berkeinginan untuk melakukan transaksi yang wajar (arm’s length transaction)

Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai wajar yaitu suatu jumlah yang dapat digunakan untuk mengukur aset yang bisa dipertukarkan melalui transaksi yang wajar antara pihak-pihak yang berkeinginan dan yang memahami.

Yang dimaksud dengan pengukuran diatas bukan merupakan pengukuran awal. Untuk pengukuran awal (saat aset diakuisisi atau liabilitas muncul), perusahaan tetap menggunakan dasar kos pada saat terjadinya transaksi. Setelah pengukuran awal (biasa disebut sebagai pengukuran setelah pengukuran awal), yaitu saat pelaporan keuangan (san untuk pelaporan seterusnya, selama aset masih dikuasai), perusahaan

(37)

boleh memilih model kos (berdasarkan kos historis) atau model revaluasi (berdasarkan nilai wajar) untuk mengukur pos-pos laporan keuangannya.

Dari definisinya, dapat disimpulkan bahwa nilai wajar diukur menggunakan dasar ketika aset (atau liabilitas) dapat ditukar, bukan ketika aset (liabilitas) benar-benar ditukar. Cara mengukur “ketika aset (liabilitas) dapat ditukar” dijelaskan dalam Statement of Financial Accounting Standards (SFAS) 157 (2007) dengan menggunakan :

1. Pendekatan pasar

Dalam pendekatan ini, nilai wajar diukur berdasarkan harga pasar atau informasi relevan lain yang dihasilkan dari transaksi di pasar. Hal ini termasuk harga aset ( liabilitas) sejenis yang ada di pasar, dan metode penilaian lain yang konsisten dengan pendekatan pasar. Urutan yang digunakan jika nilai wajar menggunakan pendekatan pasar adalah pertama, harga pasar aset (liabilitas) pada saat pelaporan jika tidak terdapat harga pasar aset (liabilitas) maka menggunakan harga pasar aset (liabilitas) sejenis. Jika tidak terdapat harga pasar aset (liabilitas) sejenis maka menggunakan model yang konsisten dengan pendekatan pasar (contoh model matrix pricing,dll)

2. Pendekatan Penghasilan

Pendekatan ini menggunakan teknik penilaian untuk mengubah nilai masa depan (contohnya lairan kas atau laba) ke nilai kinninya yang terdiskonto (discounted). Pengukuran nilai wajar dalam pendekatan ini menggunakan

(38)

dasar nilai yang dilihat dari harapan pasar kini atas nilai aset (liabilitas) masa depan. Pendekatan ini termasuk menggunakan nilai kini (present value, option pricing)

3. Pendekatan kos

Pendekatan kos disebut juga pendekatan kos pengganti kini (current replacement cost). Kos pengganti ini adalah jumlah yang diperlukan untuk menggantikan suatu aset.

Menurut Hamid Yusuf (2009:15) yang merupakan senior penilai dari MaPPi mengatakan bahwa ada tiga hirarki atau level yang perlu diperhatikan dalam penentuan nilai wajar, yaitu :

“(1) Untuk hirarki pertama Nilai Wajar dapat diperoleh atas dasar inputan data pasar secara langsung. Teknik ini dalam penilaian properti sebagai aset tetap sering dikenal dengan pendekatan data pasar (market data approach), karena menggunakan data pembanding yang sejenis dari objek penilaian. Contoh data pasar langsung seperti rumah dengan untuk jenis dan tipe yang sama, ruko dan ruko dengan parameter sejenis dan sebanding.(2) Untuk hirarki kedua, nilai wajar dapat diperoleh dari suatu teknik penilaian tidak menggunakan data pasar langsung, namun hasil penilaian yang diharapkan tetap menggambarkan nilai pasar yang ditentukan seorang penilai secara professional. Memahami hal tersebut, penilai dapat saja menggunakan pendekatan penilaian lainnya, seperti pendekatan pendapatan (income approach) atau pendekatan biaya (cost approach). Meskipun kedua pendekatan ini tidak menggunakan data pasar langsung, tetapi penilai dapat menggunakan data pasar tidak langsung (hasil analisis dan riset) sebagaiinputan sehingga nilai yang dikeluarkan tetap nilai pasar. Contoh data pasar tidak langsung seperti, penilaian hotel dengan pendekatan pendapatan dapat menggunakan tarif kamar sewa, tingkat hunian dan biaya operasional yang bisa dibandingkan terhadap hotel sejenis lainnya dipasar termasuk penentuan tingkat diskonto terhadap hotel sejenis lainnya di pasar termasuk penentuan tingkat diskonto. Demikian pula dalam pendekatan biaya, penentuan harga tanah di dasarkan harga pasar sesuai penggunaan tertinggi dan terbaik dan nilai bangunan menggunakan biaya penggantian baru dan penyusutan yang lazim di pasar. (3) untuk hirarki ketiga, nilai wajar diperoleh dari suatu kondisi properti yang jarang atau tidak diperjualbelikan secara langsung, kecuali sebagai entitas usaha. Untuk itu, inputan data yang terbatas lebih dilihat dari kepentingan entitas dan tetap

(39)

menggunakan pendekatan pendapatan atau pendekatan biaya dengan metode biaya pengganti terdepresiasi (depreciated replacement cost)”

Nilai wajar dari suatu aset dapat ditentukan sesuai dengan nilai pasar, karena di dalam IFRS banyak menggunakan basis mark to market sebagai dasar penilaian. Apabila tidak terdapat nilai pasar yang dapat dijadikan nilai wajar maka dasar penilaian dapat menggunakan basis mark-to-model atau dengan menggunakan teknik dengan bantuan jasa penilai independen.

Maka Blommaert dalam Verhog ( 2003 ) menyatakan bahwa penggunaan fair value sesungguhnya dapat menimbulkan implikasi yang bersifat subjektif terutama yang berkaitan dengan penilaian. Selain itu, Gassen & Schwedler (2009) menemukan bahwa terdapat pemahaman yang berbeda-beda mengenai fair value. Fair value yang didasarkan atas harga pasar lebih bernilai dan memiliki decision usefulness lebih tinggi dibandingkan dengan fair value yang didasarkan atas penilaian secara estimasi. Gassen & Schwelder (2009) juga menemukan bahwa fair value yang didasarkan pada harga pasar memilki decision usefulness yang tinggi untuk aset-aset lancer dan non operasional, dan untuk aset tidak lancer serta aset-aset yang digunakan untuk kegiatan operasional, tidak ada perbedaan yang signifikan dari sisi decision usefulness baik yang menggunakan historical cost maupun menggunakan market based fair value.

Keunggulan nilai wajar (Fair Value) antara lain :

1. Laporan keuangan menjadi lebih relevan untuk dasar pengambilan keputusan

(40)

3. Informasi lebih dekat dengan apa yang diinginkan oleh pemakai laporan keuangan

Dibalik keunggulan ternyata dalam penggunaan fair value juga terdapat masalah yang dihadapi yaitu :

1. Fair Value berusaha menyediakan informasi yang trasnparan dengan menilai aset pada tingkat harga yang dihasilkan jika segera dilikuidasi sehingga sangat sensitive terhadap pasar

2. Akuntansi fair value bekerja melalui akuntansi mark to market (MTM) yaitu aset dicantumkan pada harga pasar mereka jika diperdagangkan secara terbuka. Menggunakan akuntansi mark to market akan berakibat perubahan yang terus menerus pada laporan keuangan perusahaan ketika nilai aset mengalami kenaikan dan penurunan serta laba rugi yang dicatat. Hal ini membuat semakin sulit untuk memastikan apakah laba dan rugi diakibatkan oleh keputusan bisnis yang dibuat oleh manajemen atau oleh perubahan yang terjadi di pasar.

3. Lembaga keuangan mengatakan bahwa mereka takut akuntansi berdasarkan pasar akan menyebabkan vilality kinerja lembaga (karena semakin mudahnya nilai item-item aktiva dan pasiva berfluktuasi) walaupun sebenarnya lembaga keuangan yang senantiasa mengelola bahaya yang mengancam aset dan liability hanya sedikit takut dengan market value accounting. Laporan keuangan lembaga keuangan yang

(41)

kurang efektif dalam mengelola resiko akan tercermin pada volality yang selalu ada dalam setiap usahanya. Para investor dan kreditor akan memiliki informasi yang lebih berguna dan relevan dalam membedakan resiko antar perusahaan, ketika mengambil keputusan investasi dan keputusan pemberian kredit.

Di Indonesia pada prakteknya data pasar resmi belum tersedia secara memadai, sehingga penggunaan basis nilai wajar sebagai basis penilaian akan banyak menggunakan basis mark-to-model atau dengan menggunakan teknik bantuan jasa penilai independen. Penilai bersertifikat di Indonesia memilki wadah sendiri yang disebut dengan MaPPI (Masyarakat Penilai Profesional Indonesia)

Ruang lingkup MaPPI sebagai wadah penilai professional di Indonesia terutama adalah penilaian baik terhadap aset maupun usaha. Secara lebih mendetail, ruang lingkup MaPPI dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Penilaian untuk menentukan nilai ekonomis terhadap harta benda berwujud maupun yang tidak berwujud iatu Penilaian Aset Tetap ( Fixed Aset Valuation) dan Penilaian Usaha ( Bussiness Valuation) termasuk goodwill, trademark dan hak paten, dan atau

2. Penilaian proyek (Project Appraisal), dan atau

3. Penilaian kelayakan teknis (Technical Appraisal), dan atau

4. Penilaian dan konsulasi pengembangan (Development Consultacy) termasuk Studi Kelayakan Proyek (Project Feasibility Study); dan atau 5. Penilaian dan pegawasan proyek ( Project Monitoring), dan atau

(42)

6. Penilaian dan Konsultasi Investasi (Investment Arrager and Advisory Services), dan atau

7. Penilaian dan Teknologi Informasi di bidang Property (Property Information System), dan atau

8. Penilaian Konsultasi Property (Property Consultacy)termasuk kegiatan Konsultasi keuangan Properti (Financial Property Advisory Services),dan atau

9. Pengelolaan harta benda (Property Management)

Dalam hal penentuan nilai wajar sebagai dasar penilaian ternyata banyak menimbulkan masalah tersendiri. Penggunaan nilai wajar dianggap memberikan informasi yang lebih relevan dalam pengambilan keputusan, tetapi masalahnya di dalam standard yang dikeluarkan IFRS, tidak ada pernyataan yang menjelaskan petunjuk jelas dalam menentukan nilai wajar tersebut. IFRS memberikan petunjuk penggunaan nilai wajar yang berbeda-beda di setiap standardnya.

D. Perubahan Kebijakan Akuntansi 1. Penerapan Kebijakan

Dengan adanya beberapa PSAK yang telah direvisi oleh Dewan Standard Akuntansi Keuangan (DSAK) dari hasil konfergensi ke IFRS, dimana sebagian besar tanggal efektif penerapan awal dimulai pada 1 Januari 2011, maka dampak dari perubahan tersebut pada akhirnya berpengaruh pada laporan keuangan.

(43)

Perusahaan diharuskan untuk melakukan perubahan kebijakan akuntansi karena laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan haruslah memberikan informasi yang andal dan lebih relevan tentang dampak transaksi, peristiwa tertentu atau kondisi lainnya.

Dalam PSAK 25 : Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan (Revisi 2009), mengatur bagaimana menerapkan perubahan akuntansi dan perubahan estimasi akuntansi yaitu melalui penerapan Retrospektif dan penerapan Prospektif.

Menurut PSAK 25 : : Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan (Revisi 2009), Kebijakan akuntansi adalah

Prinsip, dasar, konvensi, peraturan,praktik tertentu yabg diterapkan perusahaan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Sedangkan estimasi akuntansi melibatkan pertimbangan berdasarkan informasi terkini yang tersedia dan andal.

Penerapan Retrospektif adalah penerapan kebijakan akuntansi baru untuk transaksi, peristiwa, dan kondisi lain seolah-olah kebijakan tersebut telah diterapkan sejak awal transaksi.

Penyajian kembali retrospektif adalah koreksi pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan jumlah unsur-unsur laporan keuangan seolah-olah kesalahan periode lalu tidak pernah terjadi.

Perubahan estimasi akuntansi adalah penyesuaian jumlah tercatat aset atau liabilitas, atau jumlah pemakaian periodik aset, yang berasal dari penilaian status kini dan ekspektasi manfaat masa depan dan kewajiban yang terkait dengan aset dan liabilitas.

Ketika perubahan kebijakan akuntansi diterapkan secara retrospektof maka perusahaan menyesuaikan saldo awal setiap komponen ekuitas yang terpengaruh untuk periode sajian paling awal dan jumlah komparatif lainnya diungkapkan untuk setiap periode sajian seolah-olah kebijakan akuntansi baru tersebut sudah diterapkan

(44)

sebelumnya. Perubahan kebijakan akuntansi diterapkan secara retrospektif kecuali sepanjang tidak praktis untuk menentukan dampak periode spesifik atau dampak kumulatif perubahan tersebut.

Selain karena perubahan kebijakan akuntansi dan perubahan estimasi akuntansi, penerapan retrospektif juga diberlakukan untuk kesalahan. Kesalahan yang timbul dalam pengakuan, pengukuran, penyajian atau pengungkapan dari periode lalu dikoreksi dengan menyajikan kembali jumlah komparatif untuk periode lalu dimana kesalahan terjadi. Jika kesalahan terjadi sebelum periode lalu maka perlu menyajikan kembali saldo awalnya secara retrospektif, kecuali tidak praktis utuk menentukan dampak spesifik atau komulatif kesalahan yang dimaksud.

Perubahana kebijakan akuntansi menurut PSAK 25 : Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan (Revisi 2009), Perubahan Kebijakan Akuntansi adalah :

Suatu perubahan kebijakan akuntansi harus dilakukan hanya jika penerapan suatu kebijakan akuntansi yang berbeda diwajibkan oleh peraturan perundangan atau standar akuntansi keuangan yang berlaku, atau jika diperkirakan bahwa perubahan tersebut akan menghasilkan penyajian kejadian atau transaksi yang lebih sesuai dalam laporan keuangan suatu perusahaan. Suatu perubahan kebijakan akuntansi yang dilakukan sehubungan dengan penerapan suatu SAK yang diberlakukan harus dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan masa transisi yang ditentukan dalam PSAK tersebut. Jika tidak ada ketentuan masa transisi dan untuk semua perubahan kebijakan akuntansi yang lain perubahan kebijakan akuntansi tersebut harus diterapkan sesuai dengan perlakuan akuntansi dalam paragraf 63, 64 dan 65 dari Pernyataan ini.

(45)

Suatu perubahan kebijakan akuntansi harus diterapkan secara retrospektif dengan melaporkan jumlah setiap penyesuaian yang terjadi yang berhubungan dengan periode sebelumnya sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode (retained earnings), kecuali jika jumlah tersebut tidak dapat ditentukan secara wajar. Informasi komparatif harus dinyatakan kembali, kecuali jika untuk melaksanakannya dianggap tidak praktis.

Perubahan kebijakan akuntansi harus diterapkan secara prospektif jika jumlah penyesuaian terhadap saldo laba awal periode (retained earnings) yang diwajibkan dalam paragraf 63 tidak dapat ditentukan secara wajar.

Jika suatu perubahan kebijakan akuntansi mempunyai pengaruh material terhadap periode sekarang atau sebelumnya, atau mungkin juga mempunyai pengaruh material terhadap periode berikutnya perusahaan harus mengungkapkan hal-hal berikut:

a) alasan dilakukannya perubahan;

b) jumlah penyesuaian periode berjalan dan periode sebelumnya;

c) jumlah penyesuaian yang berhubungan dengan masa sebelum periode yang tercakup dalam informasi komparatif; dan

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Operasi militer selain perang meliputi operasi mengatasi gerakan separatis bersenjata, mengatasi pemberontakan bersenjata, mengatasi aksi terorisme, mengamankan wilayah

Proses rebranding yang dilakukan oleh Citilink salah satunya dengan melakukan perubahan simbol-simbol pada perusahaan. Simbol-simbolnya pun dibatasi lagi sesuai dengan perubahan

Sejak tahun 2005 Damar Kurung yang di buat oleh orang lain selain mbah Masmundari adalah bersifat kontemporer, apabila harus sesuai pakem juga pastinya Damar Kurung akan

Rencana Strategis (Renstra) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah dokumen perencanaan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk periode 5 (Lima) tahun, yang

Harus dijaminkan bahwa personil yang termasuk dalam proses penyelesaian banding bukanlah personil yang sama dengan yang melakukan audit, inspeksi, layanan lainnya dan

3) Mengetahui pengaruh pengetahuan ibu mengenai penyakit diare terhadap prevalensi diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sukawama. 4) Mengetahlu pengaruh sikap ibu dalam

Tahzi>b al-Tahzi>b adalah salah satu karangan yang disusun sendiri oleh Ibnu Hajar al-Asqala>ni> yang secara khusus membahas tentang biografi periwayat hadis

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan proses pembelajaran drum pada siswa autis; (2) mengetahui perkembangan perilaku dan keterampilan siswa autis dalam