• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2. PERDAGANGAN INTERNASIONAL 1. Pengertian Perdagangan Internasional

2.2.3. Teori Perdagangan Internasional

Teori perdagangan Internasional adalah teori-teori yang mencoba memahami mengapa perkonomian suatu Negara melakukan kerjasama perdagangan dengan Negara-negara lain. Teori-teori perdagangan internasional dapat digolongkan kedalam dua kelompok, yakni teori-teori klasik dan teori modern.

Umumnya perdagangan diregulasikan melalui perjanjian bilatera antara dua negara. Selama berabad-abad dibawah kepercayaan dalam Merkantilisme kebanyakan negara memiliki tarif tinggi dan banyak pembatasan dalam perdagangan internasional. pada abad ke 19, terutama di Britania, ada kepercayaan akan perdagangan bebas menjadi yang terpenting dan pandangan ini mendominasi pemikiran diantaranegara barat untuk beberapa waktu sejak itu dimana hal tersebut membawa mereka ke kemunduran besar Britania. Pada tahun-tahun sejak Perang Dunia II, perjanjian multilateral kontroversial seperti GATT dan WTO memberikan usaha untuk membuat regulasi global dalam perdagangan internasional.

Perdagangan bebas biasanya didukung dengan kuat oleh sebagian besar negara yang berekonomi kuat, walaupun mereka terkadang melakukan proteksi selektif untuk industri-industri yang penting secara strategis seperti proteksi tarif untuk agrikultur oleh Amerika Serikat dan Eropa. Belanda dan Inggris Raya

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

keduanya mendukung penuh perdagangan bebas dimana mereka secara ekonomis dominan, sekarang Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Jepang merupakan pendukung terbesarnya. Bagaimanapun, banyak negara lain (seperti India, Rusia, dan Tiongkok) menjadi pendukung perdagangan bebas karena telah menjadi kuat secara ekonomi. Karena tingkat tarif turun ada juga keinginan untuk menegosiasikan usaha non tarif, termasuk investasi luar negri langsung, pembelian, dan fasilitasi perdagangan. Wujud lain dari biaya transaksi dihubungkan dnegan perdagangan pertemuan dan prosedur cukai.

Umumnya kepentingan agrikultur biasanya dalam koridor dari perdagangan bebas dan sektor manufaktur seringnya didukung oleh proteksi. Ini telah berubah pada beberapa tahun terakhir, bagaimanapun. Faktanya, lobi agrikultur, khususnya di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, merupakan penanggung jawab utama untuk peraturan tertentu pada perjanjian internasional besar yang memungkinkan proteksi lebih dalam agrikultur dibandingkan kebanyakan barang dan jasa lainnya.

Selama reses ada seringkali tekanan domestik untuk meningkatkan arif dalam rangka memproteksi industri dalam negri. Ini terjadi di seluruh dunia selama Depresi Besar membuat kolapsnya perdagangan dunia yang dipercaya memperdalam depresi tersebut.

Regulasi dari perdagangan internasional diselesaikan melalui World Trade Organization pada level global, dan melalui beberapa kesepakatan regional seperti MerCOSUR di Amerika Selatan, NAFTA antara Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko, dan Uni Eropa anatara 27 negara mandiri. Pertemuan Buenos Aires tahun 2005 membicarakan pembuatan dari Free Trade Area of America (FTAA)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

gagal total karena penolakan dari populasi negara-negara Amerika Latin. Kesepakatan serupa seperti MAI (Multilateral Agreement on Invesment) juga gagal pada tahun-tahun belakangan ini.

Teori-teori klasik yang dikenal di antaranya teori keuntungan absolut (absolute advantages) yang dikembangkan oleh Adam Smith dan keuntungan Komparatif (comparative Advantages) yang dikembangkan oleh David Ricardo. Sedangkan teori faktor produksi atau dikenal dengan teori H-O termasuk diantara teori ekonomi modern.

a). Keunggulan Absolut(Absolute Adveantages)

Suatu ajaran yang dibangun oleh Adam Smith, yang menyatakan perdagangan akan meningkat apabila dilaksanakan makanisme perdagangan bebas, sehingga tercipta spesialisasi yang meningkatkan efisiensi. Sebaliknya spesialisasi dilakukan berdasarkan keunggulan absolute, yaitu keunggulan yang dilihat dari kemampuan memproduksi dengan biaya rendah.

Menurut Adam Smith, perdagangan antar dua negara didasarkan pada keunggulan absolute(absolute advantages). Jika sebuah negara lebih efisien atau memiliki keunggulan absolute terhadap negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namum kurang efisien disbanding negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan caranya masing-masing melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keuntungan absolut, dan menukarnya dengan komoditi lain yang memiliki keuntungan absolut. Melalui proses ini, sumber daya di kedua negara dapat digunakan dengan cara yang paling efisien. Output kedua komoditi

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

yang diproduksi pun akan meningkat. Peningkatan dalam output ini akan mengukur keuntungan dari spesialisi produksi untuk kedua negara yang melakukan perdagangan.

Pada tabel memperlihatkan bahwa 1 jam kerja dapat menghasilkan 6 karung gandum di AS, namun hanya menghasilkan 1 karung gandum di Inggris. Di lain pihak 1 jam kerja dapat menghasilkan 5 meter kain di Inggris, dan hanya 4 meter kain di AS. Maka AS lebih efisien dari pada atau memiliki keunggulan absolut terhadap Inggris dalam memproduksi gandum sementara Inggris lebih efisien dari pada atau memiliki keuntungan absolut terhadap AS dalam memproduksi kain. Jika keduanya akan melakukan perdagangan AS akan berspesialisasi dalam memproduksi gandum dan menukar sebagian gandum dengan kain dari inggris, sementara itu inggris akan berspesialisasi dalam memproduksi kain.

Tabel 2.2.1. Keuntungan Absolut

Amerika Serikat Inggis

Gandum(karung/jam kerja) 6 1

Kain(meter/jam kerja) 4 5

Jika AS menukarkan 6 karung gandum (6G) untuk 6 meter kain (6K) Inggris, maka AS akan memperoleh keuntungan 2K atau menghemat ½ jam kerja atau 30 menit (karena AS hanya dapat menukarkan 6G untuk memperoleh 4K secara domestik). Sama halnya, 6G yang diterima Inggris dari AS adalah ekivalen dengan atau akan membutuhkan 6 jam kerja untuk memproduksi di Inggris. Keenam jam kerja yang sama ini dapat memproduksi 30K di Inggris (6 jam dikalikan 5 meter kain per jam kerja). Dengan dilakukannya pertukaran 6G dari

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

AS, Inggris dapat memperoleh keuntungan 24K, atau dapat menghemat hampir 5 jam kerja.

b). Keuntungan Komperatif(Comparative Advantages)

Yaitu teori yang dibangun oleh Ricardo, yang menyatakan meskipun sebuah negara kurang efisien disbanding atau memiliki kerugian absolute terhadap negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namum masih terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi ini merupakan komoditi dengan keunggulan komparatif dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar atau memiliki kerugian komperatif.

Tabel 2.2.2.

Keuntungan Komperatif

AMERIKA SERIKAT INGGRIS

Gandum 6 1

Kain 4 2

Pada tabel diperlihatkan bahwa AS dan Inggris keduanya memperoleh keuntungan dengan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor komoditinya yang memiliki keunggulan komparatif, untuk memulainya kita ketahui bahwa AS situasinya akan sama saja jika negara ini hanya menerima 4K dari Inggris dan menukarnya 6G, karena AS dapat memproduksi tepat 4K di dalam negeri. Dengan menggunakan sumber daya untuk memproduksi 6G dan AS tentu tidak akan melakukan perdagangan jika mereka menerima kurang dari 4K untuk ditukar dengan 6G. Sama halnya bagi Inggris situasinya akan sama jika dia

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

harus melepaskan 2K untuk memperoleh setiap 1G yang akan diterimanya dari AS dengan sendirinya tidak akan melakukan perdagangan jika harus melepaskan lebih dari 2Kuntuk memperoleh setiap 1G. Untuk menunjukkan bahwa kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan, misalkan bahwa AS dapat menukarkan 6G dengan 6K dari Inggris. AS kemudian dapat memperoleh keuntungan sebesar 2K atau menghemat ½ jam kerja karena AS hanya dapat menukar 6G dengan 4K didalam negeri, untuk melihat Inggris juga memperoleh keuntungan, bahwa 6G yang diterima Inggris dari AS akan memerlukan 6 jam untuk memproduksinya di dalam negeri. Namum Inggris dapat menggunakan 6 jam ini untuk memproduksi 12K dan hanya menyerahkan 6K untuk memperoleh 6G dari AS. Dengan demikian Inggris akan memperoleh keuntungan sebesar 6K atau dapat menghemat 3 jam kerja.

c). Teori H-O

Didalam kelompok teori-teori modern mengenai perdagangan internasional dikenal antara lain teori Hecksher dan Ohlin. Teori H-O ini disebut juga factor propotion theory atau teori ketersediaan faktor. Dasar pemikiran dari teori ini adalah bahwa perdagangan internasional terjadi karena biaya alternatif (opportunity cost) berbeda antar kedua negara, yang disebabkan oleh adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi (tenaga kerja, modal, dan tanah) yang memiliki oleh kedua negara.

Teori H-O mengatakan sebuah negara akan mengekspor komoditinya yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan ia akan mengimpor

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara itu. Singkatnya sebuah negara yang relatif kaya atau berkelimpahan tenaga kerja akan mengekspor komoditi-komoditi yang relatif padat modal untuk mengimpor faktor produksi langka dan mahal di negara bersangkutan.

Model Heckscher-Ohlin seringkali disebut pula sebagai teori kepemilikan faktor (factor endowment theory) atau teori produksi faktor (factor-proportions

theory). Teori tersebut mengatakan bahwa setiap negara akan melakukan

spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi yang banyak menyerap faktor produksi yang tersedia di negara itu dalam jumlah dan berharga relatif murah serta mengimpor komoditi yang banyak menyerap faktor produksi yang di negara itu relatif langka dan mahal.

2.3. EKSPOR

Dokumen terkait