• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. PERILAKU AGRESIF

4. Teori Perilaku Agresif

Ada banyak teori atau penjelasan mengenai perilaku agresif dengan sudut pandang yang berbeda. Akan tetapi ada tiga garis besar atau tiga kategori yang membedakan agresi dan menjelaskan tentang agresi tersebut yaitu:

a. Berpusat pada orang (instinctual),

b. Berpusat pada situasi (behavioral, environmental), c. dan menggunakan interaksi (kognitif).

Hal tersebut di atas selaras dengan yang dikemukakan oleh Wirawan (2002) yang mengemukakan bahwa agresi dibagi dalam beberapa kelompok

teori, yaitu teori bawaan atau bakat, teori environmentalis atau teori lingkungan, dan teori kognitif .

a. Berpusat pada orang (instinctual). 1. Teori Psikoanalitik.

Menurut pandangan psikoanalitik agresi merupakan perilaku kodrati atau bawaan manusia. Manusia secara genetik ditakdirkan untuk agresif. Agresi mengendalikan kekuatan insting (murtido), permusuhan juga berasal dari insting ini yang secara perlahan berkembang seiring dengan berjalannya waktu (akumulasi energi) dan jika energi tersebut tidak dilepaskan secara aman, akan mencapai tingkat yang membahayakan. Energi agresif harus dilepaskan, jika tidak akan meledak dan membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain oleh karena itu masyarakat adalah merupakan alat untuk mengatur atau mengontrol agresi atau energi agresif tersebut, akan tetapi menurut teori ini agresi tidak bisa benar-benar dikontrol atau dikurangi.

2. Teori naluri atau insting

William James meyakini bahwa naluri-naluri atau insting-insting mempunyai kemiripan dengan refleks-refleks, yaitu karena dibangkitkan oleh stimulus sensori dan kemunculan pertamanya buta. Buta dalam hal ini diartikan tingkah laku naluriah tersebut muncul secara otomatis di bawah kondisi-kondisi tertentu tidak dengan disertai pengetauan ke arah mana tingkah laku tersebut ditujukan. Ia juga berpendapat bahwa setiap

naluri adalah merupakan impuls yang menjadi kekuatan yang bekerja dalam diri organisme atau individu untuk menuntun tingkah laku, akan tetapi di lain pihak James merasa bahwa naluri tersebut berinteraksi dengan ingatan seseorang sehingga tingkah laku tersebut tidak lagi buta. Tingkah laku bisa berubah oleh pengalaman. Naluri adalah tendensi untuk bertindak dalam suatu cara tertentu (James dalam Koeswara, 1988).

Teori insting lain tentang agresi adalah teori yang dikemukakan oleh Freud yang berpendapat bahwa dalam setiap diri individu terdapat dua jenis insting yaitu insting untuk mempertahankan hidup yang dikenal dengan eros dan insting untuk mati atau insting untuk menghilangkan kehidupan yang dikenal dengan thanatos. Agresi dalam pandangan Freud dapat dimasukkandalam jenis insting mati atau menghilangkan kehidupan (thanatos), yang merupakan ekspresi dari hasrat kematian yang berada dalam taraf tak sadar. Ekspresi agresi ini dihalangi oleh ego dan suprego seperti aturan, orang lain, dan budaya yang akan menekan hasrat ini, selain hal tersebut ego juga akan mengendalikan hasrat kematian ini dengan sublimasi, yaitu penyaluran instink tersebut ke dalam aktivitas non agresif yang secara sosial dapat diterima masyarakat.

3. Teori Biologi.

Moyer (1976) berpendapat bahwa perilaku agresif ditentukan oleh proses tertentu yang terjadi di otak dan susunan syaraf pusat. Hormon juga dapat membawa sifat agresif. Perilaku agresif juga disebabkan oleh meningkatnya hormon testosteron. Peningkatan testosteron tidak langsung dapat memicu munculnya perilaku agresif, akan tetapi harus ada pemicu dari luar, dalam hal ini hormon testosteron bertindak sebagai enteseden.

Konrad Lorenz lebih menekankan pada naluri agresif. Lorenz berpendapat bahwa tingkah laku naluriah tertentu ada atau bertahan pada organisme dikarenakan mempunyai nilai survival bagi organisme tersebut, hal ini memiliki implikasi yang penting dalam memahami fungsi dan peran agresi pada organisme berbagai species. Setiap tingkah laku naluriah memiliki sumber energi yang disebut sebagai energi tindakan spesifik (action specific energy) dan kemunculannya dikunci oleh mekanisme pelepasan bawaan (innate releasing mechanism) (Koeswara, 1988).

b. Berpusat pada situasi atau keadaan

Teori frustrasi agresi menjelaskan bahwa agresi muncul karena adanya halangan pada sebuah tujuan. Sikap ini menyebabkan seseorang berkeinginan untuk merusak dan tujuan yang bersifat agresif ini menyebabkan sikap yang agresif pula. Dollard dan Miller dalam Wirawan

(2002) mengemukakan bahwa agresi dipicu oleh frustrasi. Frustrasi adalah hambatan terhadap pencapaian suatu tujuan.

Berkowitz (1978,1989) menyebutkan bahwa frustrasi menimbulkan kemarahan, dimana emosi marah itulah yang memicu agresi (Wirawan, 2002). Frustrasi bukan satu-satunya syarat kemunculan agresi, frustrasi menurut Berkowitz hanyalah salah satu syarat dan akan aktual apabila ada stimulus eksternal, yang dalam hal ini adalah senjata (Berkowitz, 1995). Orang terdorong untuk menyerang orang lain ketika mereka frustrasi, gagal dalam mencapai suatu tujuan, atau tidak mendapatkan imbalan yang diharapkan.

Berkowitz dalam Koeswara (1988) mengemukakan bahwa terdapat dua faktor yang menjadi syarat bagi kemunculan agresi, yaitu:

1. Kesiapan untuk bertindak agresif yang biasanya terbentuk oleh pengalaman frustrasi.

2. Adanya stimulus-stimulus eksternal yang memicu pengungkapan agresi.

c.Teori Interaksi.

Perilaku agresif juga bisa diperoleh dari pembelajaran dari masyarakat. Agresi sebagai perilaku yang dipelajari atau hasil belajar, melibatkan faktor-faktor (stimulus-stimulus) eksternal sebagai determinan-determinan dalam pembentukan agresi (Koeswara, 1988).

Bandura dengan teori belajar dari masyarakat atau social learning theory mengatakan bahwa agresi dipelajari dari contoh-contoh perbuatan agresif, tentu saja contoh-contoh yang dimaksudkan Bandura adalah contoh-contoh perilaku agresif yang ada di masyarakat dan sering dijumpai di lingkungan masyarakat. Bandura mengatakan orang menjadi agresif dapat disebabkan orang belajar respon agresif pada pengalaman masa lalu mereka, orang menjadi agresif juga dikarenakan mereka menerima atau mengharapkan hadiah karena bertindak agresif dan karena didorong oleh kondisi masyarakat yang bertindak agresif (dalam Aggression,2007).

Orang belajar bagaimana menjadi agresif, dan sikap tersebut ditunjukkan pada masyarakat baik oleh benda hidup ataupun simbol-simbol. Manusia belajar karena adanya modelling (pemberian contoh) yaitu proses dimana seseorang mengamati sikap orang lain dan pikiran yang menyertainya, serta menggunakannya sendiri. Melalui pemberian contoh (model) seseorang membentuk sikap baru (belajar karena mengamati).

Dari uraian teori-teori tersebut di atas dapat diketahui bahwa perilaku agresif terbentuk atau muncul dikarenakan oleh bermacam-macam faktor. Perilaku agresif itu sendiri bisa muncul pada setiap individu oleh faktor-faktor tersebut. Dari teori belajar dapat diketahui bahwa melalui proses belajar dari orang lain maupun lingkungan.perilaku agresif dipelajari dari lingkungan, dari perilaku agresif yang ada di masyarakat dan sering dijumpai di lingkungan masyarakat.

Dokumen terkait