ABSTRACT
CHILDREN AGGRESSIVE BEHAVIOR IN
PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT YAYASAN SOSIAL SOEGIJAPRANATA (PSP YSS)
Ariska Kristianto Faculty of Psychology Sanata Dharma University
Yogyakarta
The aim of this research was to find out the level of aggressive behavior on middle and late childhood in Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegijapranata. The types of aggressive behavior in this research are physical aggression, objects attack, verbal or symbolic aggressions, and properties violation.
The subjects of the research were twenty middle and late children of Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegijapranata, 10 – 12 years old.
The instrument used in the data gathering was the aggressive behavior scale which composed by the researcher. The scale was directly tested to the subject and resulted in 0.940 reliability coefficient. The descriptive percentage was used to describe the aggressive behaviors in Perkampungan Sosial Pingit.
The research result indicated that children in Perkampungan Sosial Pingit have average aggressive behaviors in general.
In aggressive behavior aspects; verbally or symbolically aggressions aspect was in the highest empirical mean, 2.33. The second was the physical aggression, 2.125. Properties violation showed 2.059. Then, the lowest aggression was on objects attack which showed 2.05.
Keywords: aggressive behavior, children,Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegijapranata (PSP YSS)
viii ABSTRAK
PERILAKU AGRESIF ANAK-ANAK PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT YAYASAN SOSIAL SOEGIJAPRANATA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat perilaku agresif pada anak-anak usia pertengahan dan akhir di Perkampungan Sosial Pingit. Bentuk-bentuk perilaku agresif dalam penelitian ini adalah: menyerang secara fisik, menyerang suatu objek, menyerang secara verbal atau simbolis, melanggar hak milik atau menyerang benda orang lain.
Subjek penelitian ini adalah anak-anak Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegijapranata (PSP YSS) berjumlah 20 anak berusia 10-12 tahun.
Alat yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu dengan menggunakan skala perilaku agresif yang disusun oleh peneliti sendiri. Skala tersebut di uji cobakan langsung pada subyek dan menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,940. Untuk menggambarkan perilaku agresif pada anak-anak Perkampungan Sosial Pingit digunakan deskriptif persentase.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum anak-anak Perkampungan Sosial Pingit memiliki perilaku agresif sedang.
Pada aspek-aspek perilaku agresif, aspek perilaku agresif menyerang secara verbal atau simbolis memiliki rerata mean emipirik yang tertinggi, yaitu 2,33. Pada urutan ke dua yaitu menyerang secara fisik (2,125). Urutan ketiga terdapat pada aspek melanggar hak milik atau menyerang benda orang lain (2,059). Bentuk agresi terendah terdapat pada aspek menyerang suatu obyek yaitu memiliki rerata 2,05.
PERILAKU AGRESIF ANAK-ANAK PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT YAYASAN SOSIAL SOEGIJAPRANATA (PSP YSS)
S k r i p s i
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh : Ariska Kristianto
019114060
JURUSAN PSIKOLOGI PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
Halaman Moto
“
A
d
M
aiorem
D
ei
G
loriam”
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi dengan Judul
PERILAKU AGRESIF ANAK-ANAK PERKAMPUNGAN SOSIAL
PINGIT
YAYASAN SOSIAL SOEGIJAPRANATA (PSP YSS)
dipersembahkan kepada
:
Bapak dan Ibu Tercinta:
FX. PURWANTO DAN YULIANA SRI HASTUTI
Kakakku:
OCTAVIANUS IRWAN KRISTIANTO
Aku dan Para Sahabatku
ABSTRACT
CHILDREN AGGRESSIVE BEHAVIOR IN
PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT YAYASAN SOSIAL SOEGIJAPRANATA (PSP YSS)
Ariska Kristianto Faculty of Psychology Sanata Dharma University
Yogyakarta
The aim of this research was to find out the level of aggressive behavior on middle and late childhood in Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegijapranata. The types of aggressive behavior in this research are physical aggression, objects attack, verbal or symbolic aggressions, and properties violation.
The subjects of the research were twenty middle and late children of Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegijapranata, 10 – 12 years old.
The instrument used in the data gathering was the aggressive behavior scale which composed by the researcher. The scale was directly tested to the subject and resulted in 0.940 reliability coefficient. The descriptive percentage was used to describe the aggressive behaviors in Perkampungan Sosial Pingit.
The research result indicated that children in Perkampungan Sosial Pingit have average aggressive behaviors in general.
In aggressive behavior aspects; verbally or symbolically aggressions aspect was in the highest empirical mean, 2.33. The second was the physical aggression, 2.125. Properties violation showed 2.059. Then, the lowest aggression was on objects attack which showed 2.05.
Keywords: aggressive behavior, children,Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegijapranata (PSP YSS)
viii ABSTRAK
PERILAKU AGRESIF ANAK-ANAK PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT YAYASAN SOSIAL SOEGIJAPRANATA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat perilaku agresif pada anak-anak usia pertengahan dan akhir di Perkampungan Sosial Pingit. Bentuk-bentuk perilaku agresif dalam penelitian ini adalah: menyerang secara fisik, menyerang suatu objek, menyerang secara verbal atau simbolis, melanggar hak milik atau menyerang benda orang lain.
Subjek penelitian ini adalah anak-anak Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegijapranata (PSP YSS) berjumlah 20 anak berusia 10-12 tahun.
Alat yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu dengan menggunakan skala perilaku agresif yang disusun oleh peneliti sendiri. Skala tersebut di uji cobakan langsung pada subyek dan menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,940. Untuk menggambarkan perilaku agresif pada anak-anak Perkampungan Sosial Pingit digunakan deskriptif persentase.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum anak-anak Perkampungan Sosial Pingit memiliki perilaku agresif sedang.
Pada aspek-aspek perilaku agresif, aspek perilaku agresif menyerang secara verbal atau simbolis memiliki rerata mean emipirik yang tertinggi, yaitu 2,33. Pada urutan ke dua yaitu menyerang secara fisik (2,125). Urutan ketiga terdapat pada aspek melanggar hak milik atau menyerang benda orang lain (2,059). Bentuk agresi terendah terdapat pada aspek menyerang suatu obyek yaitu memiliki rerata 2,05.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada kekuatan yang membuat segala sesuatu ada, Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria dan semua orang kudus atas segala penyertaan, perlindungan dan kekuatan yang telah diberikan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Semuanya berawal dari ketidak sempurnaan, yang beriringan, berproses dan saling bersinergi untuk terciptanya sesuatu. Begitu pula dengan skripsi ini, sebuah karya yang tak pernah sempurna tanpa hadirnya dari pihak-pihak yang membantu membuat skripsi ini menjadi sesuatu. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan ijin penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi., Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak hal, bimbingan, arahan, masukan dan waktunya dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini.
3. Ibu Sylvia Carolina M.Y.M.,S.Psi., M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan Kaprodi Psikologi untuk semua bantuan, bimbingan, kesabaran dan (tentu saja) tanda tangan perpanjangan studinya. Matur nuwun sanget njih bu.
4. Pak Siswa sebagai dosen pembimbing akademik lama, terima kasih atas penyertaanmu dari awal masuk kuliah sampai kemudian digantikan Bu Sylvi. Matur nuwun sanget pak.
5. Fr. Eko dan Frater Jesuit lain, segenap Volunteer Perkampungan Sosial Pingit, teman-teman PBM Pend. Akuntansi Sanata Dharma dan segenap Keluarga Besar Perkampungan Sosial Pingit yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,. Terima kasih atas bantuan, kerjasama dan suasana hangat berada di antara kalian. Kalian adalah percikan yang telah menyulut kobaran.
6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta untuk semua ilmu yang telah kalian ajarkan, serta seluruh staf Fakultas Psikologi, Pak Gie, mbak Nanik, mas Gandung, mas Muji, mas Doni atas segala bantuan selama penulis kuliah sampai selesai. matur nuwun.
7. Wakil Rektor III beserta staf, Pak Koeswandono, mbak Nova, mas Anton, mas Martono. Terima kasih atas semua wejangan, dan suasana hangat yang kalian berikan.
8. Bapak Ibuku, atas semua kasih sayang, dukungannya. Matur nuwun wis kerep diseneni mergo ra gek rampung kuliah. Aku Sayang Kalian.
9. Mas Irwan, kakakku satu-satunya. Matur nuwun sakabehe.
10.Teman-teman Komunitas Suket dan segenap relasinya. Eko “Lemu”, mbak Ika, Paijo, Eko”Kodok”, Yudhis”Kuman”, Ibink, Jenthik, Simin, Japar, Hari, Lita, Novi, Fista, Trisa, sahabat sekaligus saudara terbaik Misil(alm), Cacan, Edo, dan semua yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih
atas keluarga yang indah. Maafkan juga karna aku bukan penerus yang baik, tapi kalian akan tetap selalu ada di hatiku. Miss You All.
11.Keluarga Besar Kontrakan “Tumindak Ngiwo” dan antek-anteknya dahulu dan sekarang, Kopet, Sigot, Ganyong, Barjo, Windra, Neri, Sapi, Kowok, Klowor, Itong, Suko, Dika, In Memoriam Chyntya dan semuanya. Miss you all.
12.Pak Surono (alm), mas Anom, mas Eko. Kalian adalah guru, bapak, kakak, dan sahabat yang baik. Terima kasih atas setiap pembelajaran dan senyum yang kalian berikan.
13.Komunitas Sendang Jatiningsih, Pak Rebin, Bu Rebin (alm), mas Joko, Wiji, Nino, Abu, Leo”kempok”, Tomi, Tono, Paijo, Ganung, kang Eri, dan semuanya. Terima kasih atas keluarga dan persahabatan yang kalian berikan. 14.Setiap sudut kampus Sanata Dharma beserta manusia-manusianya. Pak Totok,
mas Yono, pak Pangat, pak dan mas penjaga parkiran kampus Mrican dan Paingan, pak dan mas karyawan, juga Satpam. Kantin Mrican beserta para penghuninya. UKM Sexen, Mapasadha, semua UKM yang ada di Sanata Dharma, teman-teman Sastra, dan semua penghuni kantin lainnya, kalian adalah teman-teman yang hebat. Thanks all.
15.Teman-teman Psikologi Angkatan 2001. Suatu kehormatan menjadi bagian dari kalian.
16.Teman-teman Fakultas Psikologi semua angkatan, dan Komunitas Bawah Tangga (KBT) Psikologi kalian adalah kisah terindah sepanjang hidupku di Psikologi.
17.Adikku Ucie dan bolo-bolo nya, Alma n Friends, terimakasih motivasinya. 18.Teman-teman Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Sanata Dharma, Sandi,
Nino, Antok, Sedik, Udjo, Boim, Andre, Puput, Nanda, Thomas, Titin, semua teman-teman PBI yang telah menemani, menyemangati dan memberikan sentuhan pada setiap petualanganku di Sanata Dharma serta semua kehidupan di Pendidikan Bahasa Inggris Sanata Dharma. PBI “sorry, I Love You”.
19.Wartadi’s House, Gedongkiwo MJ I/723 dan para penghuninya Sahabat-sahabatku Kristiadi, Eko”landak”, Leo. Nuwun bro, atas rumah canda dan keluh kesahnya.
20.Para sahabat yang lain. Dedi (nuwun wis kerep nakokke perkembangan skripsiku), Oho (tengkyuh motivasine cui)Bayu (nuwun dolan-dolane), Siro
(nuwun wis diajari) dan teman-teman seperjuangan penghabisan (Seto, Dion, Sius, Dion, Acong, Mira, Yayak, Sony, Jelly, Rani, Eta, Lasro, Silva, Anas, Roma, Ori, dll), terima kasih support dan motivasinya.
21.Semua pihak yang sudah membantuku dalam pengerjaan skripsi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
22...dan.. semua kenangan tentang cinta, persahabatan, petualangan, keluh kesah dan senyum para sahabat di seluruh sudut kampus Sanata Dharma.
Yogyakarta, 24 Agustus 2009 Hormat saya
Ariska Kristianto
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………...…...……… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
MOTTO... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi
ABSTRACT... vii
ABSTRAK…... viii
KATA PENGANTAR... x
DAFTAR ISI... xiv
DAFTAR TABEL... xvii
DAFTAR SKEMA... xiii
DAFTAR LAMPIRAN... xix
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah... 4
C. Tujuan Penelitian... 4
D. Manfaat Penelitian... 5
BAB II LANDASAN TEORI... 6
A. PERILAKU AGRESIF... 6
1. Pengertian Perilaku Agresif... 6
2. Jenis-jenis Perilaku Agresif ... 7
3. Bentuk-bentuk Perilaku Agresif…... 8
4. Teori Perilaku Agresif... 8
5. Faktor-faktor yang Memunculkan Perilaku Agresif ... 14
B. ANAK-ANAK USIA PERTENGAHAN DAN AKHIR... 17
1. Pengertian Anak-Anak... ... 17
2. Karakteristik Anak Usia Pertengaha dan Akhir... 18
C. PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT... 21
1. Sejarah... 21
2. Kegiatan………... 22
3. Anak-Anak Perkampungan Sosial Pingit ... 23
D. PERILAKU AGRESIF ANAK-ANAK PSP ... 26
E. PERTANYAAN PENELITIAN... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 31
A. Jenis Penelitian... 31
B. Variabel Penelitian…………... 31
C. Definis Operasional Variabel Penelitian... 32
D. Subyek Penelitian... 32
E. Metode Pengumpulan Data... 33
F. Validitas dan Reliabilitas... 35
H. Metode Analisis Data... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 40
A. Pelaksanaan Penelitian…………... 40
B. Analisis Data Hasil Penelitian... 41
1. Deskripsi Rerata Tingkat Perilaku Agresif... 41
2. Kategorisasi Perilaku Agresif... 42
3. Deskripsi Rerata setiap Aspek Bentuk Perilaku Agresif... 43
C. Pembahasan………...45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 53
LAMPIRAN ... 55
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Skor Berdasarkan Kategori Jawaban……… 34
Tabel 2. Distribusi Item………. 35
Tabel 3. Hasil Analisis Item……… 37
Tabel 4. Distribusi Item Setelah Try Out……… 37
Tabel 5. Demografis Sampel Penelitian………...………..… 40
Tabel 6. Deskripsi Data Penelitian……….……….. 41
Tabel 7. Uji T……….. 41
Tabel 8. Kategorisasi Perilaku Agresif…..……..……….….. 43
Tabel 11. Deskripsi Data Setiap Aspek Bentuk Perilaku Agresif……….… 43
DAFTAR SKEMA
Skema 1 : Alur Penelitian………. 29
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Skala Perilaku Agresif Uji coba Penelitian……….. 56
Data Uji Coba Penelitian ……… 61
Data Penelitian………. 69
Deskripsi Data Penelitian………. 77
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap anak adalah seorang pribadi unik dengan pola dan waktu pertumbuhan yang bersifat individual, sebagaimana halnya untuk kepribadian, temperamen, gaya belajar, latar belakang dan pengalaman keluarga. Begitu juga perilaku mereka, hal-hal yang mendasari atau menjadi penyebab munculnya suatu perilaku pada mereka tentu saja juga sangat bermacam-macam. Perilaku agresif misalnya. Pada umumnya perilaku agresif pada anak-anak usia dini mungkin belum begitu terpengaruh oleh faktor lingkungan. Perilaku agresi yang muncul dari anak-anak biasanya lebih dikarenakan amarah, jengkel, iri, dengan tujuan untuk kemenangan, menuntut keadilan, membenarkan diri, dan pemuasan atas perasaan. Berbeda dengan anak-anak pada usia yang lebih besar dimana perilaku yang mereka dapatkan adalah hasil dari proses meniru perilaku di sekitar mereka atau hasil pembelajaran dari lingkungan sekitarnya.
Agresi adalah suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi, benci atau marah dan didasari keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari keadaan emosional yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, ke dalam diri, atau secara destruktif. Agresi berkaitan dengan trauma pada masa anak, pada saat merasa lapar, kedinginan, basah, atau merasa tidak nyaman (Barry, 1998 dalam Yosep).
Disadari maupun tidak perilaku agresif sangat dekat dengan kehidupan anak. Sejak usia sangat dini anak-anak sudah dikenalkan pada bentuk-bentuk kekerasan mulai dari verbal, fisik, bahkan seksual. Pengalaman anak-anak berhadapan dengan kekerasan sangat beraneka ragam baik dari segi bentuk-bentuk kekerasan yang dialami, pelaku kekerasan, tempat kejadian, dan sebab-sebab terjadinya kekerasan. Melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota keluarga, orang dewasa lainnya maupun teman bermainnya, anak mulai mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial. Anak-anak akan lebih mudah mengingat dan menyimpan sebuah perilaku yang ia lihat dari orang dewasa dan kemudian meniru perilaku tersebut.
Agresi yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat luas, yang berdasarkan social learning theory merupakan bentuk yang dipelajari dari perilaku sosial dimana individu mendapatkan respon agresif dan melakukan tindakan kekerasan melalui pengalaman hidup di masa lalu dan dari situasi lingkungan sosialnya.
payung hukum oleh lembaga Yayasan Sosial Soegijapranata dari Komisi Sosial Ekonomi Keuskupan Agung Semarang.
Anak-anak Perkampungan Sosial Pingit adalah anak-anak dari keluarga kelas bawah yang miskin. Orang tua mereka menghidupi keluarga mereka dengan bekerja keras baik sebagai pemulung, tukang becak, pengemis, bahkan pekerja seks. Tak jarang anak-anak harus ikut bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga mereka, baik dengan mengamen, atau menjual koran di perempatan jalan. Tak dapat dipungkiri pula bahwa lingkungan tempat mereka tinggal merupakan lingkungan yang kurang berpendidikan dan seringkali orang tua mendidik anak-anaknya dengan keras, membentak-bentak penuh kemarahan dan caci maki. Kekerasan, kekurangan dan kemiskinan adalah hal yang harus mereka hadapi setiap harinya baik dalam keluarga, lingkungan masyarakat, maupun hubungan dengan teman sebayanya atau teman sepermainannya. Kondisi tersebut di atas sesuai dengan yang dikemukakan oleh McCandless bahwa salah satu faktor yang mendukung kemunculan perilaku agresif adalah kemiskinan. Bila seorang anak dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi mereka secara alami mengalami penguatan (dalam Mutadin, 2002).
dari ketakutan itu. Anak-anak merupakan korban agresifitas dan mereka belajar dalam kehidupan yang tidak lepas dari agresifitas. Perilaku agresifitas yang dipelajari anak-anak di dalam keluarga diimplementasikan dalam kehidupan dengan teman sebayanya.
Ada bermacam-macam realitas agresifitas dalam kehidupan sebaya anak-anak, baik secara verbal atau secara fisik maupun aktif dan pasif. Dari observasi di awal penelitian, perilaku agresif pada anak-anak muncul terkadang hanya sekedar untuk mencari perhatian volunteers yang datang, sebagai cara bagaimana mendominasi teman-teman sebaya yang lain, dan juga sebagai bentuk ekspresi emosi karena tidak mengerti emosi apa yang harus ditampilkan. Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan untuk melihat seberapa tingkat prilaku agresif yang terjadi pada anak-anak di Perkampungan Sosial Pingit.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah seberapa tingkat perilaku agresif anak-anak di Perkampungan Sosial Pingit.
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis
Menambah pemahaman dan memberi sumbangan pada pengembangan ilmu psikologi, psikologi sosial dan psikologi perkembangan, tentang gambaran perilaku agresif anak-anak pada masyarakat sub urban.
2. Praktis
a. Bagi masyarakat pada umumnya, penelitian ini dapat menjadi suatu kesempatan untuk memahami perilaku agresif anak-anak pada masyarakat sub urban, khususnya di Perkampungan Sosial Pingit.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PERILAKU AGRESIF. 1. Pengertian perilaku agresif
Banyak pengertian dari para ahli dengan pandangan dan perspektif mereka sendiri-sendiri mengenai agresi, yang pada dasarnya agresi mengarah pada perilaku agresif. Dalam Berkowitz (1995) agresi didefinisikan sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental.
Widodo (2002) mengemukakan beberapa ciri perilaku agresif sebagai berikut:
a. Bersifat menyakiti/merusak diri sendiri, orang lain atau obyek-obyek penggantinya.
b. Tidak diinginkan oleh orang yang menjadi sasaran/korban.
c. Seringkali diartikan sebagai perilaku yang melanggar norma sosial.
Dari beberapa hal yang dikemukakan di atas, secara umum perilaku agresif dapat didefinisikan sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental atau secara verbal dan merugikan atau menimbulkan korban pada pihak lain.
2. Jenis perilaku agresif
Myers, 1966 dalam Wirawan (2002) membagi agresi ke dalam dua jenis berdasarkan tujuan yang mendasarinya yaitu:
a. Agresi rasa benci atau agresi emosi (hostile aggression) yaitu merupakan ungkapan kemarahan yang ditandai dengan emosi yang tinggi dan perilaku agresif dalam agresi rasa benci atau agresi emosi ini adalah tujuan dari agresi itu sendiri.
b. Agresi sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain (instrumental aggression) yaitu agresi yang hanya merupakan sarana untuk mencapai
tujuan lain dan pada umumnya tidak dengan disertai emosi..
Pembagian jenis perilaku agresif yang lain adalah dikemukakan oleh Sears (1991) yang membagi perilaku agresi berdasarkan norma yang ada dalam masyarakat. Sears membagi perilaku agresi ke dalam tiga bentuk yaitu :
a. Agresi antisosial yaitu tindakan agresi yang tidak sesuai dengan norma sosial yang ada seperti tindakan kriminal (perampokan, pembunuhan. pemukulan).
b. Agsesi prososial yaitu tindakan agresi yang diatur oleh norma sosial seperti hukuman yang diberikan atas tindak kejahatan.
3. Bentuk-bentuk perilaku agresif.
Medinus & Johnson (1976) mengelompokkan agresi menjadi empat bentuk sebagai berikut:
a. menyerang secara fisik (memukul, mendorong, meludahi, menendang, menggigit, memarahi, dan merampas).
b. menyerang suatu objek (menyerang benda mati atau binatang)
c. menyerang secara verbal atau simbolis (mengancam secara verbal, menuntut)
d. melanggar hak milik atau menyerang benda orang lain.
Keempat bentuk perilaku tersebut di atas yang kemudian akan digunakan sebagai acuan dalam pembuatan skala penelitian.
4. Teori perilaku agresif
Ada banyak teori atau penjelasan mengenai perilaku agresif dengan sudut pandang yang berbeda. Akan tetapi ada tiga garis besar atau tiga kategori yang membedakan agresi dan menjelaskan tentang agresi tersebut yaitu:
a. Berpusat pada orang (instinctual),
b. Berpusat pada situasi (behavioral, environmental), c. dan menggunakan interaksi (kognitif).
teori, yaitu teori bawaan atau bakat, teori environmentalis atau teori lingkungan, dan teori kognitif .
a. Berpusat pada orang (instinctual). 1. Teori Psikoanalitik.
Menurut pandangan psikoanalitik agresi merupakan perilaku kodrati atau bawaan manusia. Manusia secara genetik ditakdirkan untuk agresif. Agresi mengendalikan kekuatan insting (murtido), permusuhan juga berasal dari insting ini yang secara perlahan berkembang seiring dengan berjalannya waktu (akumulasi energi) dan jika energi tersebut tidak dilepaskan secara aman, akan mencapai tingkat yang membahayakan. Energi agresif harus dilepaskan, jika tidak akan meledak dan membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain oleh karena itu masyarakat adalah merupakan alat untuk mengatur atau mengontrol agresi atau energi agresif tersebut, akan tetapi menurut teori ini agresi tidak bisa benar-benar dikontrol atau dikurangi.
2. Teori naluri atau insting
naluri adalah merupakan impuls yang menjadi kekuatan yang bekerja dalam diri organisme atau individu untuk menuntun tingkah laku, akan tetapi di lain pihak James merasa bahwa naluri tersebut berinteraksi dengan ingatan seseorang sehingga tingkah laku tersebut tidak lagi buta. Tingkah laku bisa berubah oleh pengalaman. Naluri adalah tendensi untuk bertindak dalam suatu cara tertentu (James dalam Koeswara, 1988).
3. Teori Biologi.
Moyer (1976) berpendapat bahwa perilaku agresif ditentukan oleh proses tertentu yang terjadi di otak dan susunan syaraf pusat. Hormon juga dapat membawa sifat agresif. Perilaku agresif juga disebabkan oleh meningkatnya hormon testosteron. Peningkatan testosteron tidak langsung dapat memicu munculnya perilaku agresif, akan tetapi harus ada pemicu dari luar, dalam hal ini hormon testosteron bertindak sebagai enteseden.
Konrad Lorenz lebih menekankan pada naluri agresif. Lorenz berpendapat bahwa tingkah laku naluriah tertentu ada atau bertahan pada organisme dikarenakan mempunyai nilai survival bagi organisme tersebut, hal ini memiliki implikasi yang penting dalam memahami fungsi dan peran agresi pada organisme berbagai species. Setiap tingkah laku naluriah memiliki sumber energi yang disebut sebagai energi tindakan spesifik (action specific energy) dan kemunculannya dikunci oleh mekanisme pelepasan bawaan (innate releasing mechanism) (Koeswara, 1988).
b. Berpusat pada situasi atau keadaan
(2002) mengemukakan bahwa agresi dipicu oleh frustrasi. Frustrasi adalah hambatan terhadap pencapaian suatu tujuan.
Berkowitz (1978,1989) menyebutkan bahwa frustrasi menimbulkan kemarahan, dimana emosi marah itulah yang memicu agresi (Wirawan, 2002). Frustrasi bukan satu-satunya syarat kemunculan agresi, frustrasi menurut Berkowitz hanyalah salah satu syarat dan akan aktual apabila ada stimulus eksternal, yang dalam hal ini adalah senjata (Berkowitz, 1995). Orang terdorong untuk menyerang orang lain ketika mereka frustrasi, gagal dalam mencapai suatu tujuan, atau tidak mendapatkan imbalan yang diharapkan.
Berkowitz dalam Koeswara (1988) mengemukakan bahwa terdapat dua faktor yang menjadi syarat bagi kemunculan agresi, yaitu:
1. Kesiapan untuk bertindak agresif yang biasanya terbentuk oleh pengalaman frustrasi.
2. Adanya stimulus-stimulus eksternal yang memicu pengungkapan agresi.
c.Teori Interaksi.
Bandura dengan teori belajar dari masyarakat atau social learning theory mengatakan bahwa agresi dipelajari dari contoh-contoh perbuatan
agresif, tentu saja contoh-contoh yang dimaksudkan Bandura adalah contoh-contoh perilaku agresif yang ada di masyarakat dan sering dijumpai di lingkungan masyarakat. Bandura mengatakan orang menjadi agresif dapat disebabkan orang belajar respon agresif pada pengalaman masa lalu mereka, orang menjadi agresif juga dikarenakan mereka menerima atau mengharapkan hadiah karena bertindak agresif dan karena didorong oleh kondisi masyarakat yang bertindak agresif (dalam Aggression,2007).
Orang belajar bagaimana menjadi agresif, dan sikap tersebut ditunjukkan pada masyarakat baik oleh benda hidup ataupun simbol-simbol. Manusia belajar karena adanya modelling (pemberian contoh) yaitu proses dimana seseorang mengamati sikap orang lain dan pikiran yang menyertainya, serta menggunakannya sendiri. Melalui pemberian contoh (model) seseorang membentuk sikap baru (belajar karena mengamati).
5. Faktor-faktor yang memunculkan perilaku agresi.
Faktor-faktor penentu perilaku agresif yang utama adalah rasa marah, dan proses belajar respons agresif. Proses belajar tersebut dapat terjadi melalui langsung terhadap respons agresif atau melalui imitasi (Sears, 1991).
Baron dan Byrne (2005) membagi faktor-faktor penyebab munculnya perilaku agresif ke dalam tiga bagian besar yang kemudian diperinci lagi ke dalam beberapa bagian. Bagian tersebut dapat dijelasakan sebagai berikut : a. Faktor sosial.
i. Frustrasi – Termuat dalam hipotesis frustrasi agresi, yaitu tidak terpenuhinya sesuatu yang diharapkan atau yang diinginkan membuat frustasi dan terkadang mengarah pada perilaku agresi. Frustrasi dapat mengarahkan individu pada tindakan agresif karena frustrasi itu sendiri bagi individu merupakan situasi yang tidak menyenangkan dan individu tersebut ingin mengatasinya dengan berbagai cara termasuk cara agresif. Individu akan cenderung memilih tindakan agresif sebagai cara mengatasi frustrasinya apabila terdapat stimulus-stimulus yang mendukung ke arah tindakan agresif tersebut (Berkowitz dalam Koeswara, 1988).
iii. Agresi yang dipindahkan – Agresi pada seseorang yang bukan menjadi sumber provokasi. Agresi ini terjadi karena orang yang ingin melakukan agresi tidak ingin atau tidak dapat melakukan agresi terhadap sumber provokasi awal.
iv. Pemaparan terhadap kekerasan di media – Agresi terpicu dengan melihat, mendengar dan membaca bentuk-bentuk kekerasan pada media baik elektronik maupun cetak.
v. Keterangsangan yang meningkat – Keterangsangan dalam suatu situasi dapat tersisa dan dapat muncul kembali saat mengahadapi situasi berikutnya. Hal ini dapat membuat agresi tidak meningkat tetapi juga dapat meningkatkan agresi tergantung pada pemikiran individu.
b. Faktor pribadi.
i. Kepribadian yang sudah ada pada tiap orang – ada orang yang mempunyai kepribadian yang memicu perilaku agresif mereka. Ini tergolong sebagai orang tipe A yang memiliki kepribadian yang kompetitif, selalu terburu-buru, mudah tersinggung sedangkan bertolak belakang dengan orang-orang yang bertipe B yang kepribadian mereka tidak memicu perilaku agresif yaitu tidak kompetitif, tidak selalu terburu-buru, tidak mudah kehilangan kendali.
c. Faktor situasional.
i. Suhu udara yang tinggi – Suhu udara yang tinggi akan cenderung meningkatkan agresi, tetapi hanya sampai titik tertentu. Di atas tingkat tertentu agresi menurun selagi suhu udara menigkat. Suhu udara yang panas memiliki dampak terhadap munculnya tingkah laku sosial berupa peningkatan agresivitas.
ii. Konsumsi alkohol – Pengkonsumsian alkohol dapat meningkatkan agresi pada individu yang dalam keadaan normal menunjukkan tingkat agresi yang rendah.
B. ANAK-ANAK USIA PERTENGAHAN DAN AKHIR. 1. Pengertian anak-anak.
Menurut Kamus Psikologi (Chaplin, 2005), anak atau kanak-kanak (child) adalah seorang anak yang belum mencapai tingkat kedewasaan, bisa diartikan juga seorang individu diantara kelahiran dan masa pubertas, atau seorang individu di antara kanak-kanak (masa pertumbuhan, masa kecil) dan masa pubertas.
Sedangkan Santrock (2002) menyebutkan bahwa yang disebut sebagai anak-anak adalah usia antara 5/6 tahun sampai dengan 11/12 tahun, yaitu dari masa awal anak-anak (early childhood) sampai masa pertengahan dan akhir anak-anak (middle and late childhood) atau usia sekolah dasar.
Santrock (2002) menyebutkan klasifikasi usia anak-anak dibagi menjadi beberapa periode, yaitu:
1. Masa awal anak-anak (early childhood) - akhir masa bayi hingga usia kira-kira 5-6 tahun.
2. Masa pertengahan dan akhir anak-anak (middle and late childhood) atau tahun-tahun sekolah dasar – usia 6 hingga 12 tahun.
2. Karakteristik anak-anak usia pertengahan dan akhir.
Masa anak-anak sebagai masa pertumbuhan yang khusus. Periode masa pertengahan dan akhir masa anak-anak meliputi pertumbuhan yang lambat dan konsisten. Santrock (2002) menyebutkan bahwa masa ini merupakan suatu periode tenang sebelum pertumbuhan yang cepat menjelang masa remaja.
a. Perkembangan Kognitif.
Perkembangan kognitif anak-anak masa pertengahan dan akhir bertitik tolak dari teori Piaget tentang pemikiran operasional konkret. Pemikiran operasional konkret terdiri dari operasi-operasi atau tindakan-tindakan mental yang memungkinkan anak melakukan secara mental apa yang telah dilakukan sebelumnya secara fisik. Karakteristik pemikiran operasional konkret adalah sebagai berikut (Santrock, 2002):
1. Dapat melakukan operasi-operasi, dengan mengubah tindakan secara mental, memperlihatkan ketrampilan-ketrampilan konservasi.
2. Penalaran secara logis menggantikan penalaran intuitif, tetapi hanya di dalam keadaan-keadaan konkret.
3. Tidak abstrak (misalnya: tidak dapat membayangkan langkah-langkah persamaan aljabar).
Memori jangka panjang (long term memory) anak-anak bertambah selama masa pertengahan dan akhir masa anak. Pengetahuan anak-anak juga mempengaruhi memori mereka.
b. Perkembangan Sosial.
Selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, diri internal, diri sosial, dan diri komparatif secara sosial menjadi lebih sangat menonjol dalam pemahaman diri. Anak-anak usia sekolah dasar semakin menggambarkan diri mereka dengan karakteristik-karakteristik internal dan psikologis. Anak-anak di usia ini juga cenderung mengidentifikasikan diri mereka berdasarkan karakteristik-karakteristik sosial dan perbandingan sosial.
1. Keluarga.
Anak-anak masa pertengahan dan akhir hanya memiliki waktu yang relatif sedikit dengan orang tuanya. Sedikit waktu untuk mendapat asuhan, bimbingan, pengajaran membaca, berbicara dan bermain. Anak-anak lebih menghabiskan waktunya dengan teman-teman sebayanya. 2. Perkembangan Relasi teman sebaya.
masa pertengahan dan akhir masa kanak-kanak. Di sisi lain, teman sebaya, baik di lingkungan rumah maupun sekolah, juga merupakan pihak yang seringkali dikatakan memberikan pengaruh buruk pada perilaku anak. Bukan berarti pergaulan mereka kemudian harus dibatasi, karena anak tetap memerlukan teman untuk melatih kemampuannya bersosialisasi dan kematangan emosinya.
Persahabatan anak-anak mengandung 6 fungsi yaitu: kawan, dorongan, semangat, dukungan fisik, dukungan ego, perbandingan sosial, keakraban dan afeksi.
3. Sekolah.
Di samping keluarga dan teman-temannya sekolah juga mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi perkembangan selama pertengahan dan akhir masa kanak-kanak. Interaksi dengan guru dan teman sebaya di sekolah, memberikan suatu peluang yang besar bagi anak-anak untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan keterampilan sosial, memperoleh pengetahuan tentang dunia serta mengembangkan konsep diri sepanjang masa pertengahan dan akhir masa kanak-kanak (Santrock, 2002).
c. Perkembangan Moral.
lebih tua percaya bahwa aturan dapat berubah dan sadar bahwa hukuman tidak selalu menyertai suatu perbuatan yang salah. Kolhberg dalam Santrock (2002) mengemukakan bahwa perkembangan moral didasarkan pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap.
C. PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT (PSP). 1. Sejarah.
Perkampungan Sosial pingit atau PSP dirintis pada tahun 1965 oleh seorang Frater Jesuit dari Kolese St. Ignatius bernama Benhard Kieser. Sebuah komunitas yang bergerak dalam bidang community development yang hadir untuk memberikan pelayanan sederhana bagi keluarga-keluarga tunawisma pada pasca krisis ekonomi 1965. Berkat bantuan Bapak Sobarjo, gerakan sederhana ini mendapatkan sebidang tanah di tepi sungai winongo yang terus digunakan sebagai pusat kegiatan PSP sampai saat ini.
2. Kegiatan.
Perkampungan Sosial Pingit memiliki dua divisi, yaitu divisi pendidikan yang berfokus pada pendampingan pembentukan watak (character building) bagi anak-anak RT 01-03 Pingit dan divisi pengembangan
komunitas yang berfokus terhadap pendampingan keluarga tuna wisma supaya siap tinggal kembali di masyarakat.
Perkampungan Sosial Pingit memiliki 5 bentuk kegiatan yang bermacam-macam, kegiatan tersebut yaitu:
a. Pendampingan orang tua /keluarga. Ada 2 cara pendampingan:
1. Personal, dimaksudkan untuk menjadi teman satu sama lain.
2. Kelompok, membantu resosialisasi, membangun ikatan persaudaraan/ kepedulian satu sama lain dan kerjasama antar warga serta penambahan pengetahuan ataupun ketrampilan.
b. Pendampingan anak. Ada 2 jenis pendampingan:
1. Personal. Dimaksudkan untuk menjadi teman sepermainan anak-anak dan dari situ masuk pada proses pendidikan maupun pembelajaran . 2. Kelompok, nampak dalam pendampingan di kelas. Ada beberapa
Kamis pukul 19.00-20.30 dan sabtu sore pukul 16.00 untuk kelas gambar.
c. Pelayanan kantor.
Umumnya menangani beasiswa pendidikan bagi anak-anak, kesehatan, tabungan, dan bantuan-bantuan lain.
d. Pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan di tempat penampungan (PSP YSS) di pingit. Dilaksanakan oleh seorang dokter yang dengan sukarela membantu pelayanan kesehatan bagi siapa saja. Biasanya sebulan sekali.
e. Rapat (refleksi-evaluasi).
Masing-masing volunteers membuat catatan yang dapat disampaikan secara lisan dan tertulis mengenai jalannya kegiatan dan proses yang terjadi dari para dampingan.
3. Anak-anak Perkampungan Sosial Pingit.
Anak-anak Perkampungan Sosial Pingit adalah anak-anak dari keluarga yang kurang mampu juga termasuk dalam golongan kaum Sub Urban, yang tinggal di Pingit, tepi kali Winongo dan berada dalam naungan PSP (Perkampungan Sosial Pingit).
a. Karakteristik anak-anak Perkampungan Sosial Pingit
Anak-anak Perkampungan sosial Pingit kebanyakan berasal dari keluarga yang kurang mampu, keluarga dengan pendidikan dan ekonomi yang rendah dan biasanya mereka juga ikut bekerja membantu orang tuanya sebagai pemulung, pengamen, dan bahkan pengemis. Meskipun kebanyakan bersekolah, tetapi ada juga yang memilih untuk tidak sekolah atau berhenti sekolah dan bekerja untuk mencari sesuap nasi.
Secara fisik, anak-anak Pingit memiliki penampilan yang kumal karena terbiasa hidup atau mencari nafkah di jalan, tetapi ada juga yang cukup bersih. Di sisi lain, anak-anak Perkampungan Sosial Pingit memiliki perilaku yang kurang begitu menerima hadirnya orang-orang baru pada lingkungan mereka, misalnya sikap-sikap yang mereka tunjukkan pada volunteer-volunteer baru di PSP. Teriakan, caci maki, saling mengejek,
b. Realitas anak-anak Perkampungan Sosial Pingit
Permasalahan anak yang terjadi di Perkampungan Sosial Pingit antara lain adalah sebagai berikut (Notulensi rapat divisi pendidikan, Selasa 17 Februari 2004):
1. Anak-anak yang kurang akrab.
2. Anak-anak gaduh, ramai, berkelahi: dimungkinkan karena kurangnya perhatian, cemburu, iri, ketergantungan teman akrab, pada dasarnya memang jahil, suka mengganggu dan menang sendiri.
3. Kemampuan membahasakan emosi kurang.
4. Anak sulit diajak untuk berkembang. Fakta menunjukkan bahwa prestasi akademis semakin berkurang. Kegagalan ini meliputi:
‐ Kegagalan akademis (kekurangan uang dan dukungan dari orang tua).
3. Kegagalan kemampuan dasar dalam mengembangkan ketrampilan (kurang uang dan akses untuk menampilkan ketrampilan)
4. Kegagalan dalam interaksi sosial.
5. Konsentrasi belajar anak berkurang karena: karakter diri anak yang bersangkutan, pertemanan dengan orang yang dekat serta sarana belajar dan metode pendampingan yang kurang.
7. Hidup dalam lingkaran kekerasan, baik kekerasan verbal atau fisik. Teladan yang baik dari orang tua masih sangat kurang.
Sedangkan permasalahan khusus yang terjadi pada anak yang tidak sekolah adalah:
1. Kondisi yang tidak sekolah mempunyai sikap manja, susah diatur, tidak mau kerja sendiri namun juga tidak mau mandiri.
2. Kondisi anak yang putus sekolah biasanya: mengganggu yang sedang belajar, over acting serta ngobrol serta ngobrol dan kongkow serta nongkrong.
3. Anak yang masih sekolah namun juga turun ke jalan. Anak kelompok ini terkadang bersikap keras, minder, malas dan kasar. Anak-anak yang turun ke jalan dan ngamen lebih dikarenakan masalah ekonomi (dipaksa oleh orang tuanya) atau alasan sosial.
D. PERILAKU AGRESIF ANAK-ANAK PERKAMPUNGAN SOSIAL
PINGIT.
perilaku baik maupun buruk, betul maupun salah, adalah keluarganya yang terdekat.
Selain dari keluarganya, munculnya perilaku pada anak-anak adalah juga pengaruh dari lingkungannya. Kondisi masyarakat yang serba keras, kondisi ekonomi yang kurang mampu (miskin), tingkat pendidikan yang rendah serta pola asuh yang kurang baik dan sarat dengan figur-figur yang keras tentu saja akan berpengaruh juga dalam pembentukan perilaku anak.
Uraian di atas menunjukkan bahwa lingkungan sosial anak-anak di Perkampungan Sosial Pingit memiliki karakteristik tertentu yang dapat mempengaruhi perilaku anak-anak, salah satunya adalah perilaku agresif. Dengan kondisi lingkungan orang dewasa yang berpendidikan rendah, tingkat ekonomi yang rendah (miskin), lingkungan pergaulan yang keras, dan lingkungan yang tidak kondusif untuk pengembangan pribadi positif anak tentu saja dapat menimbulkan pengaruh terhadap munculnya perilaku agresif yang cukup tinggi.
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti rendahnya tingkat pendidikan, mata pencaharian dan bahkan tingkat ekonomi masyarakat yang cukup rendah juga menjadi faktor pembentukan perilaku anak-anak di sana. Pendidikan yang kurang tepat dari orang tua yaitu dengan membentak-bentak penuh kemarahan dan caci maki sangat memberikan andil dalam pembentukan perilaku pada anak-anak di lingkungan tersebut.
orang-orang yang usianya di atas mereka. Di sisi lain, anak-anak dengan keadaan emosional yang masih labil dan sangat memiliki perilaku meniru membuat mereka semakin jauh dari kehidupan normal anak-anak seusia mereka atau masyarakat pada umumnya dan tentu saja memberikan penguatan pada perlaku agresif mereka (anak-anak PSP) dan meskipun sudah adanya pemberian pendampingan dari pihak PSP terhadap anak-anak itu sendiri.
E. PERTANYAAN PENELITIAN.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Penelitian deskriptif
adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat pemeriaan (penyandaraan)
secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat suatu
populasi tertentu (Usman dan Akbar, 2001).
Dari uraian tersebut di atas, peneliti akan menggunakan data kuantitatif
mengenai variabel yang diteliti, yang didapatkan melalui analisis skor jawaban
subyek pada skala sebagaimana adanya. Hal tersebut dilakukan untuk
mengetahui bentuk-bentuk perilaku agresif yang dilakukan atau ada pada
anak-anak Perkampungan Sosial Pingit, tanpa membuat kesimpulan yang berlaku
secara umum di luar subjek penelitian.
B. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini akan digunakan satu variabel penelitian yaitu
perilaku agresif anak-anak Perkampungan Sosial Pingit. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif, oleh karena itu tidak ada kontrol terhadap
variabel.
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini yang dimaksud sebagai perilaku agresif yaitu segala
bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik
maupun mental atau secara verbal dan merugikan atau menimbulkan korban pada
pihak lain dan akan diukur dengan skala bentuk perilaku agresif menurut
Medinus & Johnson (1976), kemudian akan dilihat bahwa semakin tinggi skor
maka semakin tinggi perilaku agresifnya.
Bentuk bentuk perilaku agresif yang dipakai dan atau menjadi dasar
dalam penelitian ini adalah bentuk atau jenis perilaku agresif yang dikemukakan
Medinus dan Johnson (1976), yaitu:
a. Menyerang secara fisik (memukul, mendorong, meludahi, menendang,
menggigit, memarahi,dan merampas)
b. Menyerang suatu objek (menyerang benda mati atau binatang)
c. Menyerang secara verbal atau simbolis (mengancam secara verbal,
menuntut)
d. Melanggar hak milik atau menyerang benda orang lain.
D. Subjek Penelitian
Lokasi yang digunakan sebagai tempat penelitian dalam penelitian ini
adalah Perkampungan Sosial Pingit yang terletak di Kampung pingit RT
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive sampling,
yaitu teknik pengambilan subjek penelitian dengan menentukan terlebih dahulu
ciri-ciri atau karakteristik subjek yang menjadi penelitian, pemilihan sekelompok
subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang
mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang
sudah diketahui sebelumnya (Azwar, 1992). Peneliti akan mengambil 20 subyek
yaitu anak-anak Perkampungan Sosial Pingit (PSP) usia pertengahan dan akhir
masa anak-anak atau usia sekolah dasar yang berusia 10 tahun sampai 12 tahun
yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Anak-anak yang tinggal di Perkampungan Sosial Pingit.
2. Anak-anak usia 10 – 12 tahun.
3. Mendapat pendampingan di Perkampungan Sosial Pingit dan mengikuti
kegiatan belajar “Senin Kamis”
E. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala yang
berbentuk kuesioner yang disebarkan pada subyek penelitian yaitu anak-anak
Perkampungan Sosial Pingit. Skala dalam bentuk kuesioner tersebut berisikan
item-item yang menampilkan pernyataan-pernyataan berdasarkan variabel
penelitian itu sendiri yaitu bentuk-bentuk perilaku agresif menurut Medinus dan
Skala perilaku agresif yang digunakan terdiri dari tiga pilihan jawaban
yaitu indikasi penilaian rendah dimulai dari nilai 1 hingga nilai tertinggi 3.
Adapun rentang penilaian skala perilaku agresif tersebut adalah sebagai berikut:
Sering (1), Kadang-Kadang (2), dan Tidak Pernah (3).
Dengan penggunaan kategori jawaban yaitu Tidak Pernah,
Kadang-Kadang, Sering, dalam pengukurannya setiap pernyataan atau aitem memiliki
kemungkinan memperoleh skor atau nilai yang bergerak dari 1 sampai 3
berdasarkan kategori favorable dan unfavorable.
Tabel 1: Skor Berdasarkan Kategori Jawaban
Jawaban Skor
Favorable Unfavorable
Tidak Pernah 1 3
Kadang-Kadang 2 2
Berikut ini adalah blue print skala perilaku agresif berdasarkan kategori
favorable dan unfavorable beserta pendistribusian item skala penelitian.
Tabel 2: Distribusi Item
No Aspek Item Jumlah
Favorable Jml Unfavorable Jml
1 Menyerang secara fisik 1,4,5,12,22,24,45 7 16,29,35,37,40 5 12
2 Menyerang suatu objek 2,7,11,13,14,15,43 7 20,23,27,32,36 5 12 3 Menyerang secara
verbal atau simbolis
3,10,17,19,33,38,44 7 9,26,28,41,47 5 12
4 Melanggar hak milik atau menyerang benda orang lain
8,18,25,30,34,42,46 7 6,21,31,39,48 5 12
TOTAL 28 20 48(100%)
F. Validitas dan Reliabilitas.
Suatu alat ukur dalam sebuah penelitian hendaklah memenuhi validitas
dan reliabilitas supaya alat ukur tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah.
1. Validitas.
Pengujian validitas dalam penelitian diperlukan untuk mengetahui
apakah skala yang dibuat mampu menghasilkan data yang akurat sesuai
Penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi menunjukkan
sejauh mana item-item dalam skala penelitian mencakup keseluruhan kawasan
isi yang hendak diukur oleh penelitian tersebut, yaitu isinya harus tetap
relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan pengukuran.
Pengukuran validitas isi dilakukan dengan Profesional Judgement
(Azwar, 1995) yaitu penilaian validitas terhadap suatu alat ukur yang
dilakukan orang-orang yang dianggap ahli dan profesional di bidangnya,
dalam hal ini adalah dosen pembimbing skripsi.
2. Seleksi aitem.
Seleksi aitem digunakan untuk menentukan aitem mana yang baik dan
layak digunaka dalam penelitian. Pengambilan aitem ditentukan dengan
melihat koefisien korelasi aitem total tiap aitem yang nilainya lebih dari 0.30,
berdasarkan asumsi bahwa aitem yang memiliki daya diskriminasi lebih dari
0.30 adalah baik dan layak digunakan dalam sebuah penelitian (Azwar,1999).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan kriteria pemilihan aitem
berdasarkan korelasi aitem-total dengan batasan rix > 0,25, dengan kata lain
bahwa koefisien korelasi aitem total tiap aitem yang nilainya > 0,25 adalah
yang digunakan atau baik dan layak digunakan. Jika ada aitem yang memiliki
koefisien korelasi aitem total < 0,25 maka aitem tersebut dinyatakan gugur
karena dinilai memiliki daya diskriminasi rendah. Tabel 4 merupakan hasil
Table 3: Hasil Analisis Aitem
Dari hasil analisis aitem tersebut di atas, aitem-aitem yang lolos
seleksi adalah aitem yang memiliki rix > 0,25. Dari perhitungan tersebut
diperoleh 42 aitem. Aitem-aitem tersebut adalah aitem yang dipakai.
Tabel 4: Distribusi item setelah try out
No Aspek Item Jumlah
Favorable Jml Unfavorable Jml
1 Menyerang secara fisik 1,4,12,22,24,45 6 29,35,37,40 4 10 2 Menyerang suatu objek 2,7,11,13,14,15,43 7 20,23,32,36 4 11 3 Menyerang secara
verbal atau simbolis
3,10,17,19,33,38 6 26,28,41,47 4 10
4 Melanggar hak milik atau menyerang benda orang lain
8,18,25,30,34,42,46 7 6,21,31,48 4 11
3. Reliabilitas.
Reliabilitas pada dasarnya bertitik tolak dari konsistensi atau
keterpercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran.
Tingginya tingkat reliabilitas dilihat dari tingginya nilai koefisien
reliabilitas. Semakin tinggi koefisien reliabilitas (mendekati angka 1,00)
semakin tinggi pula reliabilitasnya dan semakin rendah koefisien reliabilitas
(mendekati 0) maka semakin rendah pula reliabilitasnya (Azwar, 2004).
Penngukuran reliabilitas dan uji analisis pada penelitian ini dilakukan dengan
koefisien alpha (α ) Cronbach dengan menggunakan SPSS 16 for Windows.
Hasil estimasi reliabilitas setelah seleksi aitem diperoleh Alpha
Cronbach sebesar 0,940.
H. Metode Analisis Data
Metode analisis yang akan digunakan dalam menganalisis data pada
penelitian ini adalah dengan menggunakan metode statistik deskriptif yang
meliputi penyajian data melalui tabel, perhitungan nilai maksimum, nilai
minimum, mean teoritis, mean empiris, standar deviasi, perhitungan prosentase,
deskripsi tentang rerata mean empirik dan kategorisasi perilaku agresif.
Hasil penelitian ditentukan dengan membandingkan antara Mean teoritik
dan Mean Empirik peruntuk mengetahui data tingkat perilaku agresif. Berikut ini
adalah hasil perhitungan data teoritik dengan N item = 42
b. Skor maksimum : 42 x 3 = 126
c. Range : 126 – 42 = 84
d. Standar Deviasi (σ) : 84 = 14 6
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Mei dan Juni 2009, pengambilan data dilakukan di Perkampungan Sosial Pingit Yogyakarta yang ditujukan pada anak-anak usia sekolah dengan batasan usia psikologis antara 6-12 tahun atau middle and late chilhood akan tetapi peneliti hanya menggunakan anak-anak dalam usia
sekolah kelas 4-6 sekolah dasar. Karena jumlah subyek yang ada adalah 20, maka peneliti menggunakan subyek lain dengan usia yang sama sebanyak 20 orang untuk keperluan seleksi aitem.
Jumlah skala yang disebar adalah sebanyak 40 yang meliputi 20 angket pada subyek penelitian yang akan diolah dan 20 subyek tambahan dengan tingkat usia yang sama.
Tabel 5: Tabel Demografis Sampel Penelitian
Usia Usia Jumlah
Laki-laki Perempuan
B. Analisis Data Hasil Penelitian
1. Deskripsi Rerata Tingkat Perilaku Agresif.
Tabel 6: Tabel Deskripsi Data Penelitian
Keterangan Teoritik Empirik
N 20
Minimum 42 61
Maksimum 126 113
Mean 84 89,75
SD 14 15,155
Dari data tersebut di atas diketahui bahwa mean empirik (89,75) lebih besar atau lebih tinggi daripada mean teoritik (84) ini berarti bahwa secara umum anak-anak Perkampungan Sosial Pingit memiliki Perilaku agresif yang tinggi.
Tingkat signifikan dari perbedaan mean tersebut adalah seperti terlihat pada table berikut ini:
Table 7: Uji T
D a
r
dari uji t yang dilakukan, diperoleh taraf signifikansi 0,081 dan deketahui bahwa 0,081>0,05 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan sehingga asumsi diterima dan berarti perilaku agresif subyek adalah dalam kategori tinggi.
Dari hasil tersebut, maka dapat diartikan bahwa subyek yaitu anak-anak usia pertengahan dan akhir di Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegijapranata memiliki kecenderungan melakukan atau memiliki perilaku agresif yang berada dalam tingkat tinggi.
2. Kategorisasi Perilaku Agresif.
Jika dibuat kategorisasi berdasarkan perhitungan mean teoritik, kemudian membagi penskoran nilai total masing masing subyek atau membuat suatu kategori jenjang sebagai berikut:
Berdasarkan jumlah subyek yang dipakai yaitu 20, maka diperoleh kategorisasi seperti dalam tabel berikut:
Tabel 8: Kategorisasi perilaku agresif
Kategori N %
Tinggi 5 25%
Sedang 12 60%
Rendah 3 15%
Jumlah subjek pada penelitian ini adalah 20 orang anak-anak Perkampungan Sosial Pingit usia middle and late childhood atau pertengahan dan akhir masa anak-anak. Setelah dilakukan pengolahan data dan ditentukan kategori jenjangnya, maka diketahui bahwa 5 anak (25%) termasuk dalam kategori tinggi, 12 anak (60%) termasuk dalam kategori sedang dan 3 anak (15%) memiliki perilaku agresif yang termasuk dalam kategori rendah.
3. Deskripsi Rerata Setiap Aspek Bentuk Perilaku Agresif.
Table 9: Deskripsi Data Setiap Aspek Bentuk Perilaku Agresif
Dari hasil tersebut di atas terlihat bahwa pada setiap komponen bentuk perilaku agresif diketahui bahwa rerata mean empirik yang cenderung merata. Hal ini berarti bahwa subyek melakukan perilaku agresif yang relatif merata dari bentuk-bentuk perilaku agresif tersebut. Hal tersebut terlihat pada besarnya mean empirik pada setiap aspek yang tidak memiliki perbedaan yang mencolok.
C. Pembahasan.
Anak usia pertengahan dan akhir secara formal sudah memiliki hubungan dengan dunia yang lebih luar dan kebudayaannya (Santrock, 2002). Dalam kontek pembentukan perilaku agresif, dunia luas sangat berpotensi terhadap pembentukan perilaku agresif pada anak. Kondisi lingkungan yang ada di Perkampungan Sosial Pingit yang sangat penuh dengan budaya keras dan agresif akan sangat membentuk perilaku agresif pada anak. Dalam perkembangan sosialnya, anak-anak usia ini cendrung mengidentifikasikan dirinya berdasarkan karakteristik sosial dan perbandingan sosialnya (Santrock, 2002).
Kecenderungan untuk memperlihatkan perilaku agresif akan muncul secara mencolok pada masa anak-anak. Perilaku tersebut biasanya muncul dalam interaksi sosialnya dalam bentuk perilaku seperti marah, bermusuhan, bertengkar, mengancam orang lain, menghancurkan barang orang lain, membanting mainan, atau menyerang secara fisik (Setyandari, 2002).
Jika dilihat berdasarkan kategorisasi, dari 20 subyek 5 (25%) anak memiliki perilaku agresif yang tinggi, 12 (60%) dalam kategori sedang dan 3 (15%) anak memiliki perilaku agresif yang rendah. Hal ini bisa diartikan bahwa perilaku agresif anak-anak Perkampungan Sosial Pingit sebagian besar adalah di atas rata-rata. Hal tersebut disebabkan oleh faktor lingkungan yang sangat mendukung akan kemunculan perilaku agresif pada anak-anak tersebut.
cenderung tidak muncul atau anak jarang melakukan perilaku agresif. Meskipun banyak perilaku perilaku kekerasan dan agresif di lingkungan pergaulan mereka, akan tetapi anak mampu melakukan kontrol diri atau pengendalian diri untuk tidak melakukan perilaku agresif. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik anak usia pertengahan dan akhir yang dikemukakan Havighurst (dalam Astuti & Lubis, 2009) dimana anak mulai membentuk sikap positif terhadap dirinya sendiri dan mulai mengembangkan hati nurani, moralitas dan sistem nilai. Selain dikarenakan kcenderungan pribadi anak untuk tidak melakukan perilaku agresif, hadirnya pendampingan dan volunteers di Perkampungan Sosial Pingit juga ikut andil dalam penurunan atau kontrol terhadap munculnya perilaku agresif anak tersebut.
kekurangan dan kemiskinan sangat mempengaruhi perilaku anak-anak di lingkungan tersebut.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif data penelitian diketahui bahwa mean empirik yang lebih besar dari mean teoritik (89,75 > 84) yang dapat diartikan bahwa anak-anak Perkampungan Sosial Pingit memiliki perilaku agresif. Perilaku agresif yang terjadi adalah peirlaku menyerang secara fisik, menyerang suatu obyek, menyerang secara verbal atau simbolis, serta melanggar hak milik atau benda orang lain. Hal tersebut selaras dengan apa yang dikemukakan oleh Setyandari di atas bahwa pada masa anak-anak ada kecenderungan untuk memperlihatkkan perilaku agresif secara mencolok.
2,05 untuk menyerang suatu obyek, dan 2,059 untuk melanggar hak milik atau menyerang benda orang lain.
Salah satu faktor penentu terjadinya perilaku agresif adalah pembelajaran respon agresif yang bisa terjadi secara langsung maupun imitasi (Sears, 1991). Anak-anak Perkampungan Sosial Pingit secara langsung maupun tidak belajar respon agresif dari lingkungan sekitar mereka yang sarat akan perilaku keras dan agresif. Kurangnya teladan yang baik terhadap anak juga memberikan andil terhadap kemunculan perilaku agresif pada anak. Perilaku agresif pada anak-anak Perkampungan Sosial Pingit juga muncul karena frustrasi. Frustrasi adalah hambatan dalam pencapaian tujuan. Sebagai contohnya adalah ketika anak tidak bersekolah dikarenakan faktor ekonomi keluarga yang tidak mendukung. Anak menjadi berperilaku agresif. Hal tersebut terlihat ketika mereka ada dalam kegitan “senin Kamis”. Anak yang tidak bersekolah cenderung untuk susah di atur atau bahkan mengganggu teman yang sedang belajar sebagai representasi dari perilaku agresif verbal dan simbolis mereka.
verbal atau simbolis. Hal tersebut dikarenakan bahwa perilaku agresif verbal atau simbolis secara sosial cenderung lebih mudah diterima oleh orang lain.
Dalam perkembangan sosialnya, anak-anak dalam usia pertengahan dan akhir akan lebih banyak meluangkan waktu bersama dengan teman-teman sebayanya daripada dengan orang tuanya yang tentu saja akan mempermudah pendamping untuk memberikan kegiatan dalam rangka pengurangan atau penekanan perilaku agresif pada anak. Di sisi lain proses pergaulan atau interaksi dengan teman sebayanya itulah yang dimungkinkan dapat membentuk perilaku anak yang dalam hal ini adalah perilaku agresif dimana ketika kebanyakan anak (teman sebayanya) melakukan perilaku agresif, maka perilaku agresif tersebut akan cenderung diperkuat.
pengaruh lingkungan fisik. Hal tersebut diperkuat oleh Santrock (2005) yang menyebutkan bahwa interaksi dengan guru dan teman sebaya di sekolah, memberikan suatu peluang yang besar bagi anak-anak untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan keterampilan sosial, memperoleh pengetahuan tentang dunia serta mengembangkan konsep diri sepanjang masa pertengahan dan akhir masa kanak-kanak.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.
Berdasarkan penelitaian yang telah dilakukan dan analisis data setiap bentuk perilaku agresif pada anak-anak usia pertengahan dan akhir atau usia sekolah di Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegijapranata, dapat ditarik kesimpulan bahwa anak-anak usia pertengahan dan akhir atau usia sekolah di Perkampungan Sosial Pingit memiliki perilaku agresif yang sedang atau di atas rata-rata dan lebih banyak melakukan perilaku agresif menyerang secara verbal atau simbolik.
B. Saran.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan data yang telah diperoleh, maka diajukan saran sebagai berikut :
1. Bagi anak-anak Perkampungan Sosial Pingit
Anak-anak Perkampungan Sosial Pingit YSS diharapkan lebih bisa melakukan atau mengikuti kegiatan-kegiatan yang positif baik di Perkampungan Sosial Pingit YSS (kegiatan Senin Kamis) maupun di ligkungannya untuk lebih mengurangi dan atau lebih bisa untuk mengontrol perilaku agresifnya tersebut.
2. Bagi Volunteers.
Diharapkan untuk lebih memberikan pendampingan yang intensif terhadap anak-anak Perkampungan Sosial Pingit YSS dan menyediakan atau memberikan program-program yang mampu untuk menekan perilaku agresif anak-anak tersebut.
3. Bagi peneliti yang akan datang
Agar penelitian memiliki hasil yang lebih baik, peneliti diharapkan menambah metode dengan metode lain seperti wawancara untuk mendapatkan lebih banyak data dan meningkatkan validitas dan reliabilitas data.
C. Keterbatasan Penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Indria dan Lubis, Nur Rachmawati (2009). Artikel, Tugas Perkembangan: Pekerjaan Rumah Seumur Hidup
Azwar, S. (1992). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bandura, A. (1973). Aggression a social leraning analysis. New Jersey : Prentice- Hall,Inc.
Baron, A. R. & Byrne, D. (1995). Social Psychology Understanding Human Interaction (7th edition). Untied States of America : Allyn & Bacon.
Baron, A. R. & Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial Jilid 2 (Ed.3). Jakarta : Penerbit Erlangga.
Berkowitz, L. (1980). A Survey of Social Psychology (2nd ed.). USA : Holt Rinehart & Winston.
Berkowitz, Leonard. (1995)..Agresi 1, Sebab dan Akibatnya. Jakarta: Pustaka Pressindo.
Chaplin, J.P. (2002). Dictionary of Psychology (Kamus Lengkap Psikologi diterjemahkan oleh Dr. Kartini Kartono). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Hall, C. S. & Lindsey, G. (1993). Teori-Teori Psikodinamik (Klinis) (A. Supratiknya, Editor) Yogyakarta : Kanisius. (Buku asli terbit tahun 1978)
Helmi, Avin Fadilla & Soedardjo. (1998). Beberapa perspektif perilaku agresif. Buletin Psikologi, Tahun VI, Nomor 2, Desember, hal 9.
Koeswara, E. (1988). Agresi Manusia (Sarwono, S.W. editor). Jakarta: Eresco.
Konsep Perilaku Kekerasan, Pengertian Perilaku Kekerasan. Sumber: Buku Keperawatan Jiwa oleh Iyus Yosep, S.Kp., M.Si (dosen Keperawatan Jiwa FIK UNPAD) http://nersjiwa.blogspot.com, diunduh 19 Maret 2008.
Krahe`, B. (2005). Perilaku Agresif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Medinnus, G.R., & Johnson, R.C. (1976). Child & Adolescent Psychology, 2nd edition. Canada: John Wiley & Son, Inc.
NN, (2007).Aggression. http://www.webspace.ship.edu. Diunduh tanggal 17 Maret 2008.
Notulensi rapat Divisi pendidikan PSP YSS, Selasa 17 februari 2004
Perkampungan Sosial Pingit - Yogyakarta. http://www.psp.or.id, diunduh 12 Januari 2008.
Santrock, John W.(2002). Life-Span Development:Perkembangan Masa Hidup (Ed.5). Jakarta: Erlangga.
Sarwono, Sarlito Wirawan (2002). Psikologi Sosial: Individu dan teori-teori psikologi sosial (cet.3). Jakarta: Balai Pustaka.
Sears, D. O., Freedman, J. L. & Peplau, L. A. (2000). Psikologi Sosial Jilid 2 (Ed. 5). Jakarta : Penerbit Erlangga.
Sindhunata. (2001). Bermimpi Bersama Anak-anak Tepi Kali Winongo – Geliat Ekspresi Tepi Kali Winongo. Yogyakarta: PSP Yayasan Sosial Soegiyopranoto.
Tim Pustaka Familia.(2006). Menyikapi perilaku Agresif Anak. (Pengantar: Anantasari, S.Psi., M.Si.). Yogyakarta: Kanisius.
Trihendradi, C. (2009). Step by Step SPSS 16: Analisis Data Statistik (Ed.2). Yogyakarta : Andi
tanda silang [X] pada salah satu dari 3 (tiga) kotak yang tersedia di sampingnya sebagai respon. Tiap jawaban mewakili perilaku anda terhadap pernyataan di depannya.
SR untuk SERING, KD untuk KADANG-KADANG, dan TP untuk TIDAK PERNAH.
Contoh :
No Pernyataan SR KD TP
1 Saya akan mendorong teman yang tidak saya sukai jika dia berada dekat dengan saya
Jika anda menjawab sering untuk pernyataan tersebut, maka yang anda lakukan untuk menjawabnya adalah memberi tanda silang di bawah kotak yang bertuliskan SR. sehingga anda menjawab seperti ini:
No Pernyataan SR KD TP
1 Saya akan mendorong teman yang tidak saya sukai jika dia berada dekat dengan saya
X
Pada kuesioner ini tidak ada jawaban benar atau salah, semua terserah pada anda pribadi. Jawablah benar benar sesuai dengan pendapat anda pribadi.
1 Jika seseorang memukul saya, saya akan balas memukulnya
2 Ketika saya marah, saya memukul benda-benda di sekitar saya
3 Saya misuh-misuh (mengumpat) jika situasi membuat saya tidak nyaman atau tidak saya suka
4 Saya memukul orang yang mengganggu teman atau saudara saya
5 Saya cepat melupakan pertengkaran dengan teman
6 Saya menghindari perbuatan merusak benda atau barang teman saya jika sedang marah terhadapnya
7 Katika saya marah, saya menyobek-nyobek kertas yang ada di meja
8 Saya merebut barang milik teman jika saya menginginkannya
9 Saya membiarkan orang yang membentak saya
10 Saya membuat gaduh agar teman saya tidak bisa belajar
11 Saya membanting sesuatu jika sedang marah
12 Ketika saya marah pada seseorang, saya akan memukulnya
13 Saya merusak barang kesayangan teman saya jika saya marah terhadapnya
14 Saya merusak peralatan belajar jika marah
15 Saya pergi sambil membanting pintu jika marah
16 Ketika saya marah saya akan menyendiri dan menghindari orang lain
17 Saya menjelek-jelekkan orang lain yang tidak saya sukai
18 Saya merusak alat tulis teman saya jika dia mengganggu/membuat saya marah
19 Saya berteriak-teriak/membentak jika marah
20 Saya menghindari perbuatan merusak benda di sekitar saya jika sedang marah
21 Saya membiarkan teman yang merusak barang milik saya meski saya sebenarnya marah terhadapnya
22 Saya memukul teman yang meledek saya
meskipun dia sudah minta maaf
25 Saya merusak mainan teman saya jika dia membuat saya marah/mengganggu
26 Saya tetap mengikuti kegiatan meskipun harus bersama teman yang tidak saya suka
27 Jika saya marah, saya langsung pergi meninggalkan tempat tanpa melakukan apapun
28 Ketika ada teman yang mengganggu saya, saya akan mengatakan kalau dia mengganggu
29 Saya tidak mudah marah meski saya diperlakukan dengan tidak baik
30 Saya menukar barang milik saya dengan milik teman karena lebih bagus milik teman saya
31 Saya membiarkan teman yang menggunakan barang kepunyaan saya tanpa ijin, meski sebenarnya saya tidak suka
32 Saya melakukan pekerjaan saya meski saya tidak suka
33 Saya mengancam teman untuk tidak mengatakan bahwa saya yang melakukan salah
34 Saya mempergunakan barang-barang teman saya meski dia tidak mengijinkan
35 Saya bermain dengan siapa saja meskipun dengan teman yang tidak saya sukai
36 Saya berbicara baik-baik jika ada masalah dengan teman
37 Jika saya dipukul saya tidak membalas memukulnya
38 Ketika marah saya menolak berbicara dengan orang atau teman lain
39 Saya minta ijin jika ingin menggunakan barang milik orang lain
40 Saya diam saja ketika diejek oleh teman-teman saya
41 Saya mudah marah dan mudah melupakan pertengkaran dengan teman
42 Saya menggunakan barang milik teman meskipun saya juga punya
43 Saya merusak benda-benda di kelas jika saya sedang marah
44 Jika saya diganggu teman, saya menangis agar teman saya itu dimarahi
45 Ketika marah saya meludahi atau menendang seseorang