HUBUNGAN PENYESUAIAN DIRI SOSIAL DENGAN
PERILAKU AGRESIF ANAK BERBAKAT
INTELEKTUAL
III 11111-'
III
Universitas Islam Negeri
SYARIF HIDAYATULLAl-I JAt(ARTA
Disusun oleh :
YULISTIN
TRESNAWATY
セャ⦅
NIM
:
QPUPWPPPRTセ:
. -
r-?L-
0"
_c=->'\".-.
-91JLvtセN : . _.•· ]ojMZMウBuイセ
Ne. 1"4ull ;
o.("LO
_..
⦅MMセK1.",ilikJm ; _ ••_...__ ••••_
-Skripsi diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam
Memperoleh gelar sarjana psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
INTELEKTUAL
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat
memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
YULISTIN TRESNAWATY
NIM : 105070002406
イerェゥエャGtセkaan
UTAMil,
;f\Oibawah bimbingan
NIP. 197204151999032001
Pembimbing I
Ora. Agustvawati, M.Phil, SNE
NIP. 132121898
Pembimbingll
Solicha, M.Si . /
,.
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Skripsi yang berjudul "HUBUNGAN PENYESUAIAN OIRI SOSIAL OENGAN
PERILAKU AGRESIF ANAK BERBAKAT INTELEKTUAL"telah diujikan dalam
sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal15 Maret 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Jakarta, 15 Maret 2010
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota,
Jahja Umar, Ph.D NIP. 130885522
/
Ora. Net Hartati M.Si
NIP. 1953 00219983032001
Pembimbing I
Ora. Agustyawati, M.Phil, SNE NIP. 132121898
Sekretaris Merangkap Anggota,
Anggota:
Penguji II
oratdhilah Sural
:a,
M.SiNIP. 19561 2231983032001
Pembimbing II
Solicha, M.St
Zjセ
teJtlle"wt
dafam
IUdupfia
adafaJi
di4aat
mJiIiat
0J«Ulfffain,
1laIiagia.
:Jf.arujU.edettIlanaUti,flupfJt<)etnD.afJUmtutiuIi .Mama9'apafluWtdnfa
Qj。ョセ
(B) Februari 2010 (C) Yulistin Tresnawaty
(D) Hubungan Penyesuaian Diri Sosial dengan Perilaku Agresif Anak Berbakat Intelektual
(E) xiii + 67 halaman
(F) Anak berbakat intelektual seringkali memiliki tahap perkembangan yang tidak serentak. la dapat hidup dalam berbagai usia perkembangan, mereka tidak hanya dapat belajar lebih cepat, tetapi juga sering menggunakan cara yang berbeda dari teman-teman seusianya. Anak berbakat intelektual lebih cepat "kehausan" dalam menerima informasi, sehingga mereka cenderung lebih cepat bosan dari pada teman-temannya. Ekspresi emosi yang diluar kendali ini merupakan manifestasi dari ketidakmampuan anak berbakat intelektual dalam menyesuaikan diri dengan Iingkungan sosialnya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan adanya hubungan penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif anak berbakat intelektual. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember dan berakhir di bulan Februari 2010.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif korelasional, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif anak berbakat intelektual. Peneltian ini merupakan penelitian populasi, dimana seluruh populasi dilibatkan untuk menjadi subjek dalam penelitian ini. Subjek penelitian ini adalah seluruh anak berbakat intelektual yang mengikuti program akselerasi di SMAN 3
Tangerang Selatan yang berjumlah 53 orang. Sedangkan instrumen
pengumpulan data yang digunakan adalah skala penyesuaian diri sosial dan skala perilaku agresif.
(B) February 2010 (C)Tresnawaty, Yulistin
(D)The correlation between self social adjustment with aggressive behavior gifted children
(E) Xiii +67 page
(F) Gifted children often have developmental stages that are not in unison. He may live in different ages of development, they can learn not only faster, but also often use a different way from friends of his age. Gifted children faster "thirsty" in receiving information, so they tend to get bored faster than his friends. Expression of emotion is beyond the control of a manifestation of the inability of gifted children in adjusting to the social environment.
This research aimed to find out the relationship between adjustment self social and agresifitas gifted children. This study was begin from December until February 2010.
The research used the descriptive quantitative approach. This research was is a populational research where all of the student have gifted involved. N=53. Data were collected by 2 scales, scale of adjustment self social and scale aggressive behavior.
The analyze Method is Pearson correlation by using the program of SPSS for Windows version 17. In this research, the writer obtains rh = -0,633 and with the level of significance is 5% n = 53, it can be inferred that rt = 0.279. Since rh > rt, it can be conclude that there is a significance relationship between adjustment self social and agresifitas gifted children. And also able to be interpreted that the higher the self social adjustment gifted children are alsohave a low quality of aggressive behavior.
For the next research, it will be better to do the survey for understanding the gifted children, so the instrument more suitable.
Alhamdulillahi rabbil 'alamino.. Tiada puja dan puji yang pantas untuk
disampaikan secara berlimpah kecuali kepada Allah SWT yang Maha
menciptakan dan senantiasa memberikan karunia nikmatNya kepada seluruh hamba-hambaNya tanpa terkecuali. Terima kasih ya Allah karena atas inayah dan ridhoMu jua lah akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Tak lupa shalawat serta salam hanya kepada Nabi besar Muhammad SAW, panutan semua umat manusia.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu, baik yang bersifat materil maupun moril sampai akhir penyelesaian skripsi ini. penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jahja Umar, Ph.D.
2. Ibu Ora. Fadilah Suralaga, M.Si selaku pudek bidang akademik Fakultas Psikologi yang telah membantu kelancaran administrasi penelitian ini. 3. Ibu Natris Idriyani S.Psi, M.Si selaku pembimbing akademik,
4. Ibu Netty Hartati, M.Si selaku dosen penguji 1.
5. Ibu Agustyawati, M.Phil,SNE selaku dosen pembimbing 1.
6. Teruntuk ibu Solicha M.Si selaku dosen pembimbing 2, terima kasih
banyak atas waktu-waktu berharga yang telah diluangkan untuk
membimbing, menasehati dan mengajariku banyak hal selama proses penulisan skripsi ini berlangsung. Semoga Allah senantiasa memberikan keberkahan-Nya.
7. Teruntuk Mama dan Papa tercinta atas segala do'a dan kesabarannya. Semoga karya kedl ini merupakan salah satu buah kesabaran kita dalam menghadapi setiap ujian kehidupan.
8. Bapak M. Avicenna, M.H.sc, Psy, terimakasih atas semua nasehat dan kata-kata motivasinya.
9. Seluruh dosen Fakultas Psikologi, terima kasih atas ilmu, nasehat dan
pengalaman-pengalaman yang diberikan kepada kami selama
perkuliahan. Semua itu akan menjadi bekal kehidupan kami selanjutnya. Tak lupa juga terima kasih kepada para staff akademik, bu Syariah, bu Sri, dan bu Ida atas semua informasi, bantuan dan perhatian yang diberikan, kepada petugas perpustakaan Fakultas Psikologi. Terima kasih atas pelayanan terbaiknya.
10. Keluarga Besar Pontren Hypnotherapy Ciputat, khususnya kepada bapak Asep Haerul Gani dan ibu Ai Khojanah atas semua motivasi dan kasih sayangnya.
11. Kakak-kakakku Abang dan Yu' Sevi, Inga dan Mas Anton, dan adikku Friski serta ketiga jagoanku Haikal, Rasya, dan Aqila; Wan Fian beserta keluarga besar di Bengkulu. Terima kasih atas dukungan, nasihat, dan
bang Adi, bang Noval, kak Obi, dan kak Mona terimakasih alas ukhuwah yang indah ini.
13. Sahabatku Adit, terimakasih atas persahabatan yang indah ini dan atas semua usaha untuk selalu "ada" di segala kondisi, atas supportnya dan atas semua canda tawa. Semoga persahabatan ini tak lekang oleh waktu dan jarak antara Jakarta-Kalimantan.
14.
Teman-teman seperjuangan ku angkatan2005
kelas 0, terutama Anitaatas semua "omelan-omelan" nya, Mila yang selalu menemani dengan canda tawa khasnya, Desti atas sharing referensi nya, Lidya (Lie), Sofa, Bundo dan Indah. Suatu anugrah yang luar biasa bisa menjadi salah satu bagian dari cerita kehidupan kalian. Yang pasti aku sayang kalian, kalian adalah gradasi warna yang indah dalam hidupku.
15.
Kepada adik tingkatku Rika Paprika, Wenni Hikmah, dan Anyak PutroAceh lerimakasih atas semua supportnya.
16. Kepada bapak kepala sekolah SMAN 3 Tangerang Selatan yang telah memberikan kesempalan unluk melaksanakan penelilian ini dan juga kepada ibu Shanty yang telah membantu dalam pengumpulan data, serta kepada seluruh siswa program akselerasi SMAN 3 Tangerang Selatan yang telah terlibal dengan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Terima kasih banyak.
Pamulang, Februari
2010
Halaman judul i
Halaman persetujuan ii
Halaman pengesahan III
Motto iv
Abstrak v
Kata pengantar , viii
Daftar isi , , x
Daftar tabel xiii
BAB 1 :
BAB 2:
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Identifikasi Masalah , 7
1.3. Batasan dan Rumusan Masalah
1.3.1 Batasan Masalah 8
1.3.2 Rumusan Masalah .. 9
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan Penelitian 10
1.4.2. Manfaat Penelitian 10
1.5. Sistematika Penulisan Skripsi 11
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Perilaku Agresif
2.1.1. Definisi perilaku agresif 13
2.1.2. Faktor penyebab perilaku agresif 16
2.1.3. Jenis-jenis agresi 20
2.2. Penyesuaian Diri Sosial
2.2.1. Pengertian penyesuaian diri sosial 21
2.2.2. Aspek-aspek penyesuaian diri sosial 24
BAB
3:
BAB4 :
BAB 5:
2.3.1 Pengertian anak berbakat intelektual 27
2.4. Kerangka Berpikir 31
2.5. Hipotesis 32
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
3.1.1. Pendekatan dan Metode Penelitian 34
3.1.2. Definisi konseptual, dan operasional
variabel
3.1.2.1 Definisi konseptual 35
3.1.2.2 Definisi operasional 36
3.2. Pengambilan populasi dan sampel 38
3.3. Pengumpulan Data
3.3.1. Metode & Instrumen Penelitian 38
3.3.2. Prosedur Penelitian .42
3.3.3. Teknik Uji Instrumen Penelitian 43
3.3.4. Metode Analisa Data 50
HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian
4.1.1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 52
4.1.2. Gambaran Subjek Berdasarkan Tingkat
Intelegensi 52
4.2. Presentasi Data
4.2.1. Deskripsi statistik 53
4.2.2. Deskripsi skor sUbjek 54
4.2.3. Uji Korelasi 58
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Tabel3.1 Tabel3.2 Tabel3.3 Tabel3.4 Tabel3.5 Tabel3.6 Tabel4.1 Tabel4.2 Tabel4.3 Tabel4.4 Tabel4.5 Tabel4.6 Tabel4.7 Tabel4.8
Indikator Penyesuaian Diri Sosial 39
Indikator Perilaku Agresif 41
Indeks Validiias Skala Penyesuaian Diri Sosial 45
Blue print peneysuaian diri sosial setelah try out... 46
Indeks Validitas Skala Perilaku Agresif 47
Blue print perilaku agresif setelah try au!... 48
Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin , 52
Gambaran subjek berdasarkan tingkat intelegensi 53
Deskripsi statistik skor skala PDS dengan PA 53
Kategori penyesuaian diri sosial 55
kategori perilaku agresif 56
Komposisi subjek berdasarkan pengategorian skor 57
Uji hipotesis (korelasi) 58
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya, manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial.
Agar kehidupan manusia terus berlangsung, manusia membutuhkan
orang lain untuk bersosialisasi. Hal itu sudah dimulai sejak anak
dilahirkan agar terbiasa untuk berinteraksi dengan orang di sekitarnya
terutama ayah dan ibunya. Kecenderungan berinteraksi dengan orang
lain dalam diri seorang anak akan mengalami perkembangan yang
pesat sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Usia dua sampai dengan tiga tahunan bisa dikatakan sebagai
usia transisi awal pada perkembangan anak yang meliputi segala
perubahan yang terjadi pada anak, baik secara fisik, kognitif, emosi
dan psikososial. Kemampuan anak untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya sangat terkait dengan perkembangan psikososialnya.
Di lain pihak, kemampuan bahasa anak masih belum mencapai tahap
yang cukup untuk bisa berkomunikasi dengan sempurna. Gap
dilepaskan oleh anak dalam bentuk tindakan fisik seperti bertindak
agresif dan sejenisnya. Memang hanya itulah cara yang paling mudah
dilakukan oleh anak untuk mengungkapkan emosinya. Untuk itu, pada
batas usia dengan level tertentu tindakan yang dilakukan anak bisa
dikatakan sangat normal, karena anak masih terfokus pada pemikiran
"SAYA" atau "MILIK SAYA".
Saat mulai memasuki tahap perkembangan remaja, anak
dituntut oleh Iingkungan sosialnya untuk terus berinteraksi, akan tetapi
setiap remaja mengalami perkembangan yang berbeda , terlebih lagi
pada anak berbakat intelektual. Dikategorikan sebagai anak berbakat
intelektual karena ia mempunyai keunikan yang berbeda dari
anak-anak normal biasanya.
Sebagaimana anak pada umumnya, anak yang memiliki potensi
bakat intelektual mempunyai kebutuhan pokok akan pengertian,
penghargaan, dan perwujudan diri. Apabila kebutuhan-kebutuhan
tersebut tidak dapat terpenuhi, mereka akan menderita kecemasan
dan keragu-raguan. Sehingga menurut Seogo (dalam Tim Direktorat
PSLB, 2009) dapat mengakibatkan timbulnya masalah-masalah
tertentu, diantaranya adalah kemampuan berfikir kritis dapat mengarah
orang lain; kepekaan yang tinggi, dapat membuat mereka menjadi
mudah tersinggung atau peka terhadap kritik; keinginan mereka untuk
mandiri dalam belajar dan bekerja, serta kebutuhannya akan
kebebasan, dapat menimbulkan konflik.
Menurut Schmitz dan Galbraith (1985), karakteristik sosial dan
emosional anak berbakat intelektual sulit untuk diterapkan secara
umum (generalisasi) pada semua anak berbakat intelektual karena
tiap-tiap individu memiliki keunikan tersendiri sesuai dengan bakat
yang dimiliki oleh anak berbakat intelektual. Anak berbakat intelektual
memiliki perkembangan sosial dan emosional yang berbeda
dibandingkan dengan anak seusianya. Karakteristik kemampuan
kognitif yang tinggi pada anak berbakat intelektual dan kepekaannya
terhadap dunia sekitar menjadikan anak berbakat intelektual memiliki
akumulasi informasi yang banyak karena sensitivitas atau
kepekaannya terhadap dunia sekitar mungkin tidak mencuat ke
kesadaran. Anak berbakat intelektual seringkali menunjukkan harapan
yang tinggi terhadap dirinya maupun orang lain, dan karena harapan
ini tidak disertai dengan kesadaran diri, maka tidak jarang membawa
rfirin\la... " .. 'J I Imeniorii fn• •J I i」エセsB U.A torhad<:>n d',r',n"<:>, 1'-' J , terhorlop nr!:lnn., LNセ lain danI " , , . 1
perkembangan emosl yang tidak stabil dan sulit menyesuaikan diri
dalam lingkungan sosialnya.
Menurut Hadis (dalam Hawadi, 2002) para peneliti mutakhir
memperkirakan bahwa sekitar 20 - 25 % dari anak-anak yang sangat
berbakat mengalami masalah-masalah sosial dan emosional, yaitu dua
kali lebih besar dari angka normal.
Serain itu, berdasarkan penelitian Herry tahun 1993 (dalam Tim
Direktorat PSLB, 2009), anak-anak berbakat intelektual juga suka
mengganggu teman-teman sekitarnya. Hal ini disebabkan karena
mereka lebih cepat memahami materi pelajaran yang diterangkan guru
di depan kelas dibandingkan teman-temannya. Sehingga banyaknya
waktu luang tersebut, jika kurang diantisipasi oleh gurunya, akan
digunakan untuk mengadakan aktivitas sekehendaknya (usil),
misalnya mencubit atau melemparkan benda-benda kecil ke
teman-teman sekitarnya.
Dalam penelitian tersebut dapat dilihat bahwa anak-anak
berbakat intelektual memiliki kecenderungan yang akan menimbulkan
masalah sosial dan penyesuaian diri bagi anak berbakat (Somantri,
Anak berbakat intelektual seringkali memiliki tahap
perkembangan yang tidak serentak. fa dapat hidup dalam berbagai
usia perkembangan, mereka tidak hanya dapat belajar lebih cepat,
tetapi juga sering menggunakan cara yang berbeda dari teman-teman
seusianya. Anak berbakat intelektual lebih cepat "kehausan" dalam
menerima informasi, sehingga mereka cenderung lebih cepat bosan
dari pada teman-temannya. Ekspresi emosi yang diluar kendali ini
merupakan manifestasi dari ketidakmampuan anak berbakat
intelektual dalam menyesuaikan diri dengan Iingkungan sosialnya.
Oleh sebab itu, para orang tua dan guru-guru di sekolahnya terkadang
harus dituntut untuk menciptakan kondisi yang dapat menjamin
terkendalinya ekspresi emosi dari setiap anak serta melatih
kemampuan anak untuk menyesuaikan diri dalam Iingkungan
sosialnya sehingga emosi anak dapat terlindungi, lebih stabil, dan
seimbang serta wajar dalam tampilannya.
Menurut Somantri (2006), karakteristik kehidupan emosi anak
berbakat intelektual seperti itu memang menghendaki keseimbangan
dengan perkembangan fungsi kognitif yang ada pada dirinya untuk
mengembangkan kesadaran akan dunianya. Jika tidak, maka perilaku
lain, kebutuhan untuk diakui yang berlebihan, bersikap sinis dalam
mengkrilik orang lain yang akan menimbulkan gangguan hubungan
antarpribadi, menentukan sendiri nilai-nilai hidup yang mungkin
bertentangan dengan kekuasaan atau nilai-nilai yang disepakati, tidak
toleran terhadap kelompok, merumuskan tujuan-tujuan yang tidak
realistik, menarik dan mengisolasi diri, serta perilaku bermasalah lain
yang menunjukkan intoleransi baik terhadap diri sendiri, orang lain,
maupun Iingkungan yang disebabkan karena mereka memiliki
gambaran diri terlalu tinggi, selalu menganggap benar pendapat
sendiri yang dapat menumbuhkan kesan angkuh dan sombong.
Kecenderungan ini akan menimbulkan masalah sosial dan
penyesuaian diri bagi anak berbakat intelektual.
Berbeda dengan pendapat Somantri, Schmitz dan Galbraith
(1983) menyatakan bahwa, anak berbakat intelektual cenderung untuk
selalu gembira dan disenangi oleh kawan-kawannya. Mereka
umumnya merupakan anak-anak yang emosinya stabil, cenderung
untuk mandiri dan lebih jarang menjadi neurolik dan menderita
gangguan psikotik dibandingkan dengan anak normal. Tetapi anak
berbakat intelektual dengan intelegensi yang tinggi dapat mengalami
lingkungan. Bisa saja terjadi anak berbakat intelektual cenderung
terisa/asi dan jarang bergaul dengan anak /ainnya. Hal ini disebabkan
anak berbakat intelektual dengan inteligensi tinggi memiliki minat yang
berbeda dengan anak lain dan mereka lebih cepat melihat kelemahan
atau kekurangan arang lain dan situasi di sekelilingnya sehingga
kecenderungan tersebut dapat menimbulkan kanflik yang bisa memicu
anak untuk berperilaku agresif.
Dengan melihat beragam fenamena dan hasil penelitian
tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang
bagaimana hubungan penyesuaian diri sasial dengan perilaku agresif
pada anak berbakat intelektual.
Oleh sebab itu, dalam penelitian ini penulis mengangkat sebuah
jUdul yang akan menjawab berbagai macam pertanyaan di atas, yaitu :
" HUBUNGAN PENYESUAIAN D1RI SOSIAL DENGAN PERILAKU
AGRESIF ANAK BERBAKAT INTELEKTUAL"
1.2 Identifikasi Masalah
1. Bagaimana penyesuaian diri sasial anak berbakat intelektual?
3. Apakah ada hubungan antara penyesuaian diri sosial dengan
perilaku agresif anak berbakat intelektual?
4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian diri
sosial dengan perilaku agresif anak berbakat intelektual?
1.3 Batasan dan Rumusan Masalah
1.3.1 Batasan Masalah
Agar penelitian tidak meluas dan lebih terarah, penelilian
hubungan penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif anak
berbakat intelektual ini akan diberi batasan, sebagai berikut:
I. Pada penelilian ini perilaku agresif yang dimaksud adalah sesuai
dengan perilaku agresif yang dikemukakan oleh Baron (2005) yaitu
perilaku yang diarahkan secara sengaja dari berbagai bentuk
kekerasan terhadap orang lain, yaitu: agresi langsung (terbuka),
agresi tidak langsung (sabotase), agresi yang dialihkan (ekspresi
hostility).
2. Penyesuaian diri sosial yang dimaksud dalam penelitian ini sesuai
Schneiders (dalam Agustiani, 2006), yaitu suatu kapasitas atau
kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu untuk dapat bereaksi
secara efektif dan bermanfaat terhadap realitas, situasi, dan relasi
sosial, sehingga kriteria yang harus dipenuhi dalam kehidupan
sosialnya dapat terpenuhi dengan cara-cara yang dapat diterima
dan memuaskan. Schneiders juga membagi penyesuaian diri sosial
menjadi beberapa aspek, yaitu penyesuaian pribadi dan
penyesuaian sosial
3. Konsep anak berbakat intelektual dalam penelitian ini sesuai
dengan konsep anak berbakat intelektual dari US Office Of
Education (USOE) (1972, dalam Mangunsong, 1998) adalah
mereka yang diidentifikasi oleh orang-orang profesional bahwa
mereka memiliki kemampuan-kemampuan yang menonjol, dapat
memberikan prestasi yang tinggi karena mempunyai
kemampuan-kemampuan yang ungguL
1.3.2 Rumusan Masalah
Dalam penelitian kali ini yang menjadi pokok permasalahan
adalah: Apakah ada hubungan antara penyesuaian diri sosial dengan
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan, maka tujuan diadakan penelitian
ini adalah untuk mendapatkan jawaban tentang hubungan antara
penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif anak berbakat
inteleklual.
1.4.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaal Teoritis
Secara teoritis, penelilian ini diharapkan dapal bermanfaat bagi
pengembangan teori-teori psikologi terutama yang berkaitan
dengan informasi mengenai anak berbakat intelektual.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masalah-masalah yang berkaitan dengan anak berbakat
intelektual. Penulis berharap bahwa hasil penelitian ini dapat
memberikan informasi yang berguna kepada orang tua yang
mempunyai anak berbakat intelektual. Bila terdapat perbedaan,
maka hasil penelitian dapat dijadikan acuan tentang pentingnya
melatih anak berbakat intelektual menyesuaikan diri dalam
lingkungan sosial mereka.
1.5 Sistematika Penulisan Skripsi
Agar dalam pembahasan ini lebih terarah dan sistematis, maka
skripsi ini penulis susun sebagai berikut:
Bab 1 Pendahuluan. Bab ini berisi tentang latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, serta sistematika penulisan.
Bab 2 Kajian Pustaka. Bab ini berisi tentang deskripsi teoritis terdiri
dari teori penyesuaian diri sosial, perilaku agresif, dan anak berbakat
intelektual.
Bab 3 Metode Penelitian. Bab ini berisi tentang jenis penelitian,
Bab 4 Hasil penelitian. Bab ini berisi tentang gambaran umum
responden, deskripsi hasil penelitian dan uji hipotesis.
Bab 5 Penutup. Bab ini berisikan tentang kesimpulan, diskusi dan
BAB2
KAJIAN PUSTAKA
Teori merupakan unsur penting dalam penelitian yang dapat dijadikan
sebagai landasan teoritis dalam penelitian. Dengan teori dapat dijadikan
sebagai kerangka berfikir dalam memahami dan menerangkan fenomena
objek penelitian. Dalam penelitian ini penulis berusaha untuk mengetahui
adanya hubungan penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif anak
cerdas istimewa. Dleh sebab itu, penulis akan menguraikan teori-teori yang
berkaitan dengan perilaku agresif, penyesuaian diri sosial, dan kerangka
berfikir serta hipotesis penelitian.
2.1 Perilaku Agresif
2.1.1 Definisi perilaku agresif
Dalam Kamus Lengkap Psikologi (Chaplin, 2006) agresi adalah
serangan atau serbuan. Sedangkan menurut Baron (2005) agresi
adalah siksaan yang diarahkan secara sengaja dari berbagai bentuk
kekerasan terhadap orang lain. Sesuai dengan pendapat Myers
perilaku fisik atau Iisan yang disengaja dengan maksud untuk
menyakilkan atau merugikan orang lain.
Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa ada empat unsur
dalam agresi, yaitu:
1. Ada lujuan untuk mencelakakan.
2. Ada individu yang menjadi pelaku.
3. Ada individu yang menjadi korban.
4. Ketidak inginan si korban menerima tingkah laku si pelaku.
Meskipun demikian, ada beberapa lindakan agresif berada
diantara agresi prososial dan agresi antisosial yang kita sebut agresi
yang disetujui (sanctioned aggression). Meliputi tindakan agresif yang
diterima oleh norma sosial, tetapi masih berada dalam batas yang
wajar. Tindakan lersebul lidak melanggar slandar moral yang telah
diterima (Sears, 1985).
Perilaku agresif dimiliki oleh setiap orang karena hal itu
merupakan bagian dari insting. Freud, McDougall, Lorenz, dan lainnya
naluri untuk berkelahi. Walaupun ada mekanisme fisiologis yang
berkaitan dengan perasaan agresif, seperti yang berkaitan dengan
dorongan-dorongan lain, mereka berpendapat bahwa agresi adalah
dorongan dasar (Sears, 1985).
Ada banyak alasan individu untuk melakukan agresi yang
merupakan respon dari berbagai faktor yang ada. Selain berasal dari
dirinya sendiri, sifat agresi juga berasal dari hasil belajar sosial.
Menurut teori belajar sosial (social learning) yang dimotori oleh
Bendura (dalam Sarwono, 2002) menekankan bahwa kondisi
lingkungan dapat memberikan dan memelihara respon-respon agresif
pada diri seseorang. Asumsi dasar dari teori ini yaitu sebagian besar
tingkah laku individu diperoleh dari hasil belajar melalui pengamatan
atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu lain yang menjadi
model.
Dari teori-teori yang disebutkan di atas, penulis mendefinisikan
perilaku agresi adalah sebagai perilaku menyakiti baik berupa fisik
maupun mental dengan tujuan tertentu. Jika perilaku menyakiti
tersebut tidak memiliki tujuan, seperti salah tembak, memukul dengan
2.1.2 Faktor penyebab perilaku agresi
Menurut Sarwono (2009) ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya perilaku agresi pada manusia, yaitu:
I. Sosial
Ada banyak pemicu dari faktor sosial ini yang dapat memicu
perilaku agresif, salah satunya adalah frustasi yang dikemukakan
pertama kali oleh Dollard Miller. Yang dimaksudkan dengan frustasi
disini adalah situasi dimana individu terhambat atau gagal dalam
usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkan atau yang diharapkan.
Bersama dengan ini, Berkowitz (dalam Baron, 2005) menyatakan
bahwa frustasi merupakan suatu pengalaman yang tidak
menyenangkan, dan sebagian besar dari frustasi dapat menyebabkan
agresi. Dengan kata lain, frustasi kadang-kadang menghasilkan agresi
karena adanya hubungan mendasar antara afek negatif dengan
perilaku agresif. Frustasi merupakan sebagai salah satu bentuk
manifestasi dari ketidakmampuan manusia dalam menyesuaikan diri
dengan setiap perubahan yang terjadi dalam lingkungan sosialnya.
Sebagai contoh dari tindakan agresif yang dapat memicu perilaku
bidang intelektual gagal dalam menempuh ujian sekolah dengan baik,
maka ia akan merasa sedih, marah, bahkan depresi. Dalam keadaan
seperti itu, jika anak tersebut tidak mampu melakukan penyesuaian diri
sosial dengan baik maka besar kemungkinan ia akan menjadi frustasi
dan mengambil tindakan-tindakan yang bernuansa agresi, seperti
penyerangan terhadap orang lain.
2. Personal
Pola tingkah laku berdasar kepribadian. Orang dengan pola
tingkah laku tipe A cenderung lebih agresif daripada orang dengan tipe
B. Tipe A identik dengan karakter terburu-buru dan kompetitif (Gifford
dalam Sarwono, 2009) serta cenderung lebih melakukan agresi yang
bertujuan untuk melukai atau menyakiti korban (hostile aggression).
Tingkah laku yang ditunjukkan oleh orang dengan tipe B adalah
bersikap sabar, kooperatif, nonkompetisi, dan nonagresif (Feldman
dalam Sarwono, 2009) serta cenderung lebih melakukan instrumental
aggressionyaitu tingkah laku agresif yang dilakukan karena ada tujuan
3. Kebudayaan
Ketika kita menyadari bahwa Iingkungan juga berperan
terhadap tingkah laku, maka tidak heran jika salah satu penyebab
agresi adalah faktor kebudayaan. Lingkungan geografis, seperti pantai,
menunjukkan karakter lebih keras daripada masyarakat yang hidup di
pedalaman. Nilai dan norma yang mendasari sikap dan tingkah laku
masyarakat juga berpengaruh terhadap agresivitas suatu kelompok.
4. Situasional
Penelitian terkait dengan cuaca dan tingkah laku menyebutkan
bahwa ketidaknyamanan akibat panas menyebabkan kerusuhan dan
bentuk-bentuk agresi lainnya (Harries K, Stadler, 1983 dalam Gifford,
1997, dalam Sarwono ,2009).
5. Sumber daya
Manusia senantiasa ingin memenuhi kebutuhannya. Salah satu
pendukung utama kehidupan manusia adalah daya dukung alam.
Daya dukung alam terhadap kebutuhan manusia tak selamanya
kebutuhan tersebut. Diawali dengan tawar-menawar. Jika lidak
tercapai kata sepakat, maka akan terbuka dua kemungkinan besar.
Pertama, mencari sumber pemenuhan kebutuhan lain; kedua,
mengambil paksa dari pihak yang memilikinya.
6. Media massa
Menurut Ade E. Mardiana (dalam Sarwono, 2009), tayangan
dari televisi berpotensi besar diimitasi oleh pemirsanya. Pernyataan ini
sesuai dengan penelitian klasik Bandura tentang modeling kekerasan
oleh anak-anak.
Media massa khususnya televisi yang merupakan media
tontonan dan secara alami mempunyai kesempatan lebih bagi
pemirsanya untuk mengamati apa yang disampaikan secara jelas
sehingga akan mempengaruhi kondisi afeksi, kognisi yang akan
merangsang individu tersebut untuk memutuskan melakukan tindakan
2.1.3 Jenis-jenis agresi
Secara umum Myers (dalam Sarwono, 2002) membagi agresi
dalam dua jenis, yaitu :
a. Agresi rasa benci (hostile aggression), adalah ungkapan kemarahan
dan di tandai dengan emosi yang tinggi.
b. Agresi sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain (instrumental
aggression),jenis agresi ini pada umumnya tidak di sertai emosi.
Sedangkan Baron (2005), mengungkapkan bahwa ada tiga
kategori utama agresi, yaitu:
a.
Agresi langsung (terbuka), melibatkan aksi yang ditujukan secaralangsung kepada target yang memunculkan amarah (fisik, verbal,
simbolik).
b. Agresi tidak langsung(sabotase), melibatkan aksi tidak langsung yang
ditujukan kepada target yang memunculkan amarah, tanpa menyakiti
target secara formal. Misalnya, menceritakan kejelekan target kepada
c. Agresi yang dialihkan (ekspresi hostility), melibatkan aksi agresif yang
dialihkan kepada sesuatu atau seseorang yang tidak ada
hubungannya dengan target yang memunculkan perasaan amarah
tersebut.
Dalam penelitian ini akan menggunakan indikator skala perilaku
agresif yang mengacu pada teori dan definisi perilaku agresif yang
telah dikemukakan oleh Baron.
2.2 Penyesuaian Oiri 50sial
2.2.1 Pengertian Penyesuaian diri sosial
Dengan masuknya anak ke sekolah, pergaulan anak menjadi
lebih luas, dan tidak terbatas hanya dengan anggota keluarga
dirumahnya saja. Masa sekolah memberikan kesempatan kepada
anak untuk lebih banyak bergaul dengan teman sebayanya melalui
proses interaksi sosial (Hawadi, 2002).
Melalui proses interaksi tersebutlah, seorang anak akan
memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, sikap, dan perilaku esensial yang
diperlukan dalam partisipasinya di masyarakat kelak dalam rangka
Oefinisi tersebut hampir sama dengan definisi yang di
kemukakan aleh Gerungan (1996), yang mendefinisikan penyesuaian
diri sasial sebagai upaya mengubah diri sesuai dengan keadaan
lingkungan, tetapi juga mengubah Iingkungan sesuai dengan keadaan
(keinginan) diri. Penyesuaian diri dalam arti yang pertama disebut juga
penyesuaian diri yang autoplatis, sedangkan penyesuaian diri yang
kedua juga di sebut penyesuaian diri yang aloplastis yang mana
kegiatan kita dipengaruhi aleh lingkungan.
Pada dasarnya penyesuaian diri yang sehat harus di pelajari
selama hidup. Penyesuaian diri terhadap Iingkungan sasial merupakan
kesanggupan untuk mereaksi secara efektif dan harmanis terhadap
realitas
sa
sial dan situasi sasial, dan bisa mengadakan relasi sasialyang sehal. Bisa menghargai pribadi lain, dan menghargai hak-hak
sendiri di dalam masyarakat (Kartana, 2000).
Jadi dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri sasial adalah
pases be!ajar memahami, mengerti, dan berusaha untuk melakukan
apa yang diinginkan Iingkungannya sehingga individu dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam
lingkungannya, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun lingkungan
ini adalah definisi penyesuaian diri sosial yang dikemukakan
Schneiders (dalam Agustiani, 2006).
2.2.2 Aspek-Aspek Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri bersifat relatif, artinya harus dinilai dan
dievaluasi sesuai dengan kapasitas individu untuk memenuhi tuntutan
terhadap dirinya. Oleh karena itu, Kartono (2000:270) mengungkapkan
aspek-aspek penyesuaian diri tersebut menjadi beberapa bagian,
yaitu:
1. Memiliki perasaan afeksi yang adekuat, harmonis dan seimbang,
sehingga merasa aman, baik budi pekertinya dan mampu bersikap
hati-hati.
2. Selalu merasa aman, tepat, dan bersikap hati-hati.
3. Memiliki kepercayaan, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap
pribadi lain.
5. Memiliki kepribadian yang matang dan terintegrasi baik terhadap diri
sendiri maupun orang lain, mempunyai sikap tanggung jawab, berfikir
dengan menggunakan rasio, mempunyai kemampuan untuk
memahami dan mengontrol diri sendiri.
6. Mempunyai relasi sosial yang memuaskan ditandai dengan
kemampuan unluk bersosialisasi dengan baik dan ikut berpartisipasi
dalam kelompok.
7. Mempunyai struklur sistem syaraf yang sehat dan memiliki
kekenyalan (daya lenting) psikis untuk mengadakan adaptasi.
8. Memiliki jiwa pribadi yang sehat mentalnya serta menjaga
produktifitas.
Schneiders (dalam Agustiani, 2006) membagi penyesuaian diri ke
dalam beberapa kategori, yaitu:
1. Penyesuaian pribadi
Penyesuaian pribadi merupakan kemampuan individu untuk
sehingga menjadi pribadi yang matang, bertanggung jawab dan
mampu mengontrol diri sendiri.
2. Penyesuaian sosial
Penyesuaian sosial merupakan kemampuan individu untuk
mematuhi norma dan peraturan sosial yang ada, sehingga ia mampu
menjalin re/asi sosial dengan baik dan mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Dalam penelitian ini penyesuaian sosial terjadi
dalam lingkup hubungan sosial tempat anak cerdas istimewa hidup
dan berinteraksi di Iingkungan sosialnya.
2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri
Menurut Agustiani (2006), penyesuaian diri sosial yang
dilakukan oleh individu dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu
sebagai berikut:
I. Faktor kondisi fisik, yang meliputi faktor keturunan, kesehatan,
2. Faklor perkembangan dan kemalangan, yang melipuli
perkembangan inleleklual, sosial, moral, dan kemalangan
emosional.
3. Faklor psikologis, yailu faklor-faklor pengalaman individu,
fruslasi dan koflik yang dialami, dan kondisi-kondisi psikologis
seseorang dalam penyesuaian diri.
4. Faklor lingkungan, yailu kondisi yang ada pada lingkungan,
seperli kondisi keluarga, kondisi rumah, dan sebagainya.
5. Faklor budaya, lermasuk adal isliadal dan agama yang lurul
mempengaruhi penyesuaian diri seseorang.
2.3 Anak Berbakat Intelektual
2.3.1 Pengertian anak berbakat intelektual
Anak berbakal inleleklual lergolong anak luar biasa.
Dikalegorikan sebagai anak luar biasa karena ia berbeda dengan
anak-anak lainnya. Perbedaan terlelak pada adanya ciri-ciri yang khas,
I
Menurut MC.Leod dan Cropley (1989), (dalam Hawadi: 2002)
ada dua istilah yang sering disebutkan dalam literatur keberbakatan,
yaitu genius dan prodigy. Renzulli (1981) menyebutkan bahwa
seseorang disebut berbakat, unggul, atau luar biasa dibandingkan
teman-temannya jika didalam dirinya memiliki tiga aspek, yaitu taraf
inteligensi di atas rata-rata, kreativitas yang cukup, dan pengikat diri
terhadap tugas, dimana ketiganya ini berfungsi sama baiknya.
Pemerintah Indonesia pun telah menetapkan undang-undang
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 5
ayat (4) menyatakan bahwa warga Negara yang memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan
khusus. Oleh karena itu, Direktorat PSLB telah menyepakati batasan
kecerdasan istimewa yang akan digunakan mengacu pada pengertian
yang dibuat oleh United States Office of Educational (USOE) (1972),
dalam (Mangunsong, 1998) adalah sebagai berikut:
"anak berbakat adalah mereka yang diidentifikasikan oleh
orang-orang profesional bahwa mereka memiliki
Ada dua acuan yang biasa digunakan untuk mengukur
kemampuan intelektual umum yaitu acuan unidimensional, yang lebih
dikenal sebagai batasan yang diberikan oleh Lewis Terman (1922) dan
acuan multidimensional, yang disampaikan oleh Renzulli, Reis, dan
Smith (1978) dengan konsepsi tiga cincin (The Three Ring
Conception). Untuk pendekatan unidimensional, kriteria yang
digunakan hanya semata-mata skor IQ saja. Sedangkan untuk
pendekatan multidimensional, kriteria yang digunakan lebih dari satu.
Bagi Renzulli, keberbakatan merupakan interaksi dari tiga kelompok
ciri (kluster) yaitu intelegensi, kreativitas, dan pengikatan diri terhadap
tugas dalam mencapai produktivitas. Sehingga dapat disampaikan 14
ciri-ciri keberbakatan yang telah memiliki korelasi yang signifikan
dengan tiga aspek tersebut (Tim Direktorat PSLB, 2003):
a. Lancar berbahasa (mampu mengutarakan pemikirannya)
b. Memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap ilmu
pengetahuan
c. Memiliki kemampuan yang tinggi dalam berfikir logis dan
kritis
d. Mampu belajar/bekerja secara mandiri
f. Mempunyai tujuan yang jelas dalam tiap kegiatan atau
perbuatannya
g. Cermat atau teliti dalam mengamati
h. Memiliki kemampuan memikirkan beberapa macam
pemecahan masalah
I. Mempunyai minat luas
J. Mempunyai daya imajinasi yang linggi
k. Belajar dengan mudah dan cepat
I. Mampu mengemukakan dan mempertahankan pendapal
m. Mampu berkonsentrasi
n. Tidak memerlukan dorongan (motivasi) dari luar
Van Tiel (2007) juga mengungkapkan bahwa ada berbagai
pertimbangan untuk melakukan program percepatan (akselerasi) yaitu:
a. Kapasitas inlelektual
b. Tingkat kemampuan didaktik
Dengan asumsi jika penyesuaian diri sosial meningkat maka perilaku
agresif menurun dan jika penyesuaian diri sosial menurun maka
perilaku agresif meningkat. Oleh karena itu, kerangka berfikir
penelitian ini dapat dijelaskan dalam skema dibawah ini:
Anak Berbakat Intelektual
Penyesuaian diri sosial menurun Ipenyesuaian diri sosial meningkat
I
Perilaku agresif meningkat Perilaku agresif menurun
2.5 HIPOTESIS
Berdasarkan kajian teori tersebut, maka hipotesis penelitian ini
akan dirumuskan sebagai berikut:
Ha : Ada hubungan negatif antara penyesuaian diri sosial dengan
perilaku agresif anak berbakat intelektual.
Semakin tinggi penyesuaian diri sosial maka semakin rendah
buruk penyesuaian diri sosial maka semakin tinggi perilaku
BAB3
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai tahapan-tahapan dalam
melakukan penelitian, dalam hal ini akan dibatasi secara sistematis
sebagai berikut: jenis penelitian, variabel penelitian, subjek penelitian,
metode dan instrumen pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat
ukur dan teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian
ini.
3.1 Jenis Penelitian
3.1.1 Pendekatan dan metode penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan
penelitian yang bersifat kuantitatif, dimana data yang dihasilkan dari
hasil penelitian ini adalah berupa kuantitatif, yakni data yang berbentuk
bilangan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
korelasional, yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat
h' 'h, ,nnan "ariahQI - "ar,'"he... ' Gセ I " I I ... Y ... Il ,,"ng hQrbQda rfalay ... , ... ,... .... noGNNセBB suah , papula"i.... ,.
penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel,
yaitu antara penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif.
3.1.2 Definisi Konseptual dan Operasional Variabel
3.1.2.1 Definisi Konseptual
Variabel bebas (Independent Variabel)
Variable bebas dalam penelitian ini adalah konsep penyesuaian
diri yang dikemukakan oleh Schneiders (dalam Agustiani, 2006), yaitu
penyesuaian sosial merupakan suatu kapasitas atau kemampuan yang
dimiliki oleh setiap individu untuk dapat bereaksi secara efektif dan
bermanfaat terhadap realitas, situasi, dan relasi sosial, sehingga
kriteria yang harus dipenuhi dalam kehidupan sosialnya dapat
terpenuhi dengan cara-cara yang dapat diterima dan memuaskan.
Variabel terikat (Dependent Variabel)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku agresif yang
dikemukakan oleh Baron (2005) adalah perilaku yang diarahkan
3.1.2.2 Definisi Operasional
Definisi operasional dari perilaku agresif adalah skor yang
diperoleh dari skala perilaku agresif yang indikator-indikatornya
adalah:
1. Agresi langsung (terbuka)
a. Kekerasan fisiko
b. Penghancuran hak milik
c. Mengancam.
2. Agresi tidak langsung (sabotase)
a. Tingkah laku agresif yang di rancang untuk menghambat.
b. Mengganggu aktivitas yang penting bagi target.
3. Agresi yang dialihkan (ekspresi hostility)
a. Tingkah laku agresif yang bersifat verbal.
b. Tingkah laku agresif yang bersifat simbolik dan fisiko
Semakin linggi skor yang di peroleh dari skala perilaku agresif
yang di peroleh dari skala perilaku agresif maka semakin rendah
perilaku agresif.
Definisi operasional dari penyesuaian diri sosial adalah skor
yang diperoleh dari skala penyesuaian diri sosial, yang
indikator-indikatornya adalah:
1. Penyesuaian pribadi
a. Penerimaan individu terhadap diri sendiri.
b. Mampu menerima kenyataan.
c. Mampu mengontrol diri sendiri.
d. Mampu mengarahkan diri sendiri.
2. Penyesuaian sosial
a. Memiliki hubungan interpersonal yang baik.
b. Memiliki simpati pada orang lain.
c. Mampu menghargai orang lain.
d. Ikut berpartisipasi dalam kelompok
Semakin tinggi skor yang di peroleh dari skala penyesuaian diri
sosial maka semakin tinggi penyesuaian diri sosialnya. Sebaliknya,
semakin rendah skor yang di peroleh dari skala penyesuaian diri sosial
maka semakin rendah penyesuaian diri sosialnya.
3.2 Pengambilan Populasi danSampel
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak
berbakat intelektual yang mengikuti program percepatan belajar
(akselerasi) pada sekolah SMA 3 Tangerang Selatan yang berjumlah
53 siswa.
Karena jumlah populasi terbatas, maka keseluruhan dalam
popuiasi tersebut menjadi sampel dalam penelit/an ini, sehingga teknik
sampel yang di gunakan adalah teknik Purposive Sample.
3.3 Pengumpulan Data
3.3.1 Metode dan instrumen penelitian
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur hubungan
penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif anak berbakat
berdasarkan indikator-indikator yang ada. Dalam pengisian skala ini
responden diminta untuk memilih satu jawaban dari empat alternatif
jawaban yang telah disediakan. Dengan meniadakan jawaban netral
atau ragu-ragu, hal ini untuk menghindari subjek melakukan proteksi
diri dengan selalu memberi jawaban netral atau ragu-ragu karena hal
tersebut dapat membuat subjek tidak dapat menentukan sikapnya
secara pasti. Sistem penilaian dari teknik Likert dalam penelitian ini
adalah untuk item-item favorabel maupun unfavorabel adalah sebagai
berikut: Sangat sesuai
=
4, Sesuai=
3, Tidak Sesuai=
2, Sangat TidakSesuai
=
1, dan rincian skor untuk item-item unfavorabel adalahsebagai berikut : Sangat Sesuai
=
1, Sesuai=
2, Tidak Sesuai=
3,Sangat Tidak Sesuai = 4. Adapun untuk indikator penyesuaian diri
sosial dan perilaku agresif dapat dilihat pada table 3.1 dan table 3.2
Tabel3.1
Indikator penyesuaian diri sosial
NO. SUBVARIABEL INDIKATOR FAV UNFAV
1 Penyesuaian セN Penerimaan individu
1, 19, 37
2,20,38
pribadi terhadap diri sendirib. Mampu menerima
3,21,39,45
4,22,40,46
c. Mampu mengontrol
5,23,41,47
6,24,42,48
diri sendiri
d. Mampu
7,25,43
8,26,44
mengarahkan dirj
sendiri
2 Penyesuaian セN Memiliki hubungan
9,27,49
10,28,50
sosial interpersonal yangbaik
b. Memiliki simpati
11,29,51
12, 30, 52
pada orang lain
k;.
Mampu menghargai13,31,53
14,32,54
orang lain
b.
Ikut berpartisipasi15, 33, 55
16, 34, 56
dalam kelompok
セN Mampu
17,35,57
18, 36, 58
bersosialisasi
dengan baik sesuai
Table 3.2
Indikator perilaku agresif
NO. SUBVARIABEL INDIKATOR FAV UNFAV
1 Agresi langsung a. Kekerasan fisiko 1,5,7 3,26,28
(Ierbuka) b. Penghancuran 16,24,41 30, 35, 37
hak milik
c. Mengancam 43,46,49,54 42,44,57,
60
2
Agresi lidak a. Tingkah laku 12, 18,20, 2,4,6,8,langsung agresif yang di 22, 25 14
(sabotase) rancang untuk
menghambat
b. Mengganggu 31,33,36, 38,40,48,
aktivitas yang 50, 58 52, 55
penting bagi
target
3 Agresi yang a. Tingkah laku 9,11,13 10, 17, 19,
dialihkan agresif yang 15,27 21,23
bersifat verbal.
b. Tingkah laku 39,45,47, 29,32,34,
agresif yang 51,56 53, 59
bersifat simbolik
3.3.2 Prosedur Penelitian
a. Tahap persiapan
1. Dimulai dengan perumusan masalah.
2. Menentukan variabel yang akan diteliti.
3. Melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran
landasan teori yang tepat mengenai variabel penelitian.
4. Menentukan, menyusun, dan menyiapkan alat ukur yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah skala penyesuaian diri
sosial dengan perilaku agresif anak cerdas istimewa.
5. Menentukan lokasi dan menyelesaikan administrasi perijinan.
b. Tahap penelitian
1. Menentukan sampel penelitian dan melakukan konfirmasi
dengan pihak sekolah.
2. Memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian dan
meminta kesedian subjek untuk mengisi kuisioner.
3. Melakukan pengambilan data dengan memberikan alat ukur
yang telah dipersiapkan kepada subjek penelitian.
1. Melakukan skoring terhadap setiap skala yang masuk.
2. Menghilung dan membuat tabulasi data yang diperoleh dan
kemudian dibual tabel data.
3. Melakukan analisis data dengan menggunakan metode slalistik
untuk menguji hipotesis penelitian.
d. Tahap Pembahasan
1. Menginlerprelasikan dan membahas hasil slalislik berdasarkan
leori.
2. Merumuskan hasil penelilian dengan menghilung dala
penunjang yang diperoleh.
3.3.3 Teknik Uji Instrumen Penelitian
1. Uji validilas
Unluk menguji validitas dari setiap ilem pernyataan dilakukan
analisis ilem dengan mengkorelasikan seliap ilem dengan skor
lolal. Koefisien korelasinya diperhilungkan sebagai validilas.
Ilem-item yang memiliki koreiasi signifikan iangsung dipilih sebagai skor
digunakan. Perhitungan korelasi menggunakan Product Moment
Pearson(Azwar, 2008).
Dari data try out skala penyesuaian diri sosial yang diujicobakan
pada anak berbakat intelektual yang mengikuti program akslerasi di
SMAN 2 Tangerang Selatan yang berjumlah 49 orang, diperoleh
hasil sebagai berikut: indeks validitas skala penyesuaian diri sosial
bergerak dari 0,000 sampai dengan 0,576. Dari 58 item yang
diujicobakan terdapat 24 item yang gugur (tidak valid), yaitu item
nomor 1, 3, 4, 5, 6, 19,22,23,25,26,27,28,33,35,42,43,44,
46, 48, 49, 51, 54, 55, dan 57. Item-item tersebut gugur karena
tidak memenuhi standar koefisien validitas yang dianggap
memuaskan untuk n=49 dengan taraf signifikansi 5%, yaitu
sebesar: 0,281.
Sedangkan item yang valid atau yang dapat digunakan untuk
penelitian selanjutnya sebanyak 17 item, yaitu item nomor 1, 3, 6,
7, 14, 23, 32, 34, 38, 40, 43, 45, 50, 51, 54, 58, dan 60. Indeks
Tabel3.3
Indeks Validitas Skala Penyesuaian Diri Sosial
Ket. menyalakan Item valid
NO. SUBVARIABEL INDIKATOR FAV UNFAV
1 Penyesuaian
a.
Penerimaan individu 1, 19, 37* 2* 20* 38*,
,pribadi terhadap diri sendiri
b. Mampu menerima 3,21*,39*, 4, 22, 40*, 46
kenyataan 45*
5,23,41 *, 6, 24*, 42, 48
c. Mampu mengontrol diri
47*
sendiri
7*,25,43 8*,26,44
d. Mampu mengarahkan diri
sendiri
2 Penyesuaian a. Memiliki hubungan 9*,27,49 10*,28,50*
sosial interpersonal yang baik
b. Memiliki simpati pada orang 11*,29*,51 12*, 30*, 52*
lain
13*, 31 *, 53* 14*,32*,54
c. Mampu menghargai orang
lain
15*,33,55 16*, 34*, 56*
d. Ikut berpartisipasi dalam
l.
kelompokMampu bersosialisasi 17*,35,57 18*, 36*, 58* dengan baik sesuai normayang ada
Berikut ini adalah blue print skala penyesuaian diri sosial setelah try
out:
t
Tabel3.4
d' . . I t I h
. t
BIue pnn penvesualan In sosla se
e a
try
ouNO SUBVARIABEL INDIKATOR FAV UNFAV
1 Penyesuaian 3. Penerimaan individu 17 18
pribadi terhadap diri sendiri
b. Mampu menerima 21 19
kenyataan
セN Mampu mengontrol diri 20 12 sendiri
セN
Mampu mengarahkan diri 1 2 sendiri2 Penyesuaian
a.
Memiliki hubungan 3 4sosial interpersonal yang baik
b. Memiliki simpati pada ora'ng 5, 13 6,14
lain
c. Mampu menghargai orang 15, 22 7, 16
lain
セN Ikut berpartisipasi dalam 8 9
kelompok
セN Mampu bersosialisasi 10 11 dengan baik sesuai norma
yang ada
Sedangkan untuk indeks validitas skala perilaku. agresifセ
[image:57.528.15.484.159.633.2]Dari 60 item yang diuji cobakan terdapat 17 item yang gugur atau tidak
valid, yaitu item nomoI' 1, 3, 6, 7, 14,23, 32,34, 38, 40, 43, 45, 50, 51,
54, 58, dan 60. Item-item tersebut gugur karena tidak memenuhi
standar koefisien validitas yang dianggap memuaskan untuk n=49
dengan taraf signifikansi 5%, yaitu sebesar 0.281. Sedangkan item
yang valid sebanyak 43 item, yaitu item nomoI' 2, 4, 5, 8, 9, 10, 11, 12,
13,15,16,17,18,19,20,21,22,24,25,26,27,28,29,30, 31, 33, 35,
36, 37, 39, 41, 42, 44, 46, 47, 48, 49, 52, 53, 55, 56, 57, dan 59.
Indeks validitas skala perilaku agresif dapat dilihat pada tabel 3.5.
Tabel3.5
Indeks validitas skala perilaku agresif
NO. SUBVARIABEL INDIKATOR FAV UNFAV
1 Agresi langsung a. Kekerasan fisiko 1,5*,7 3,26*,28*
(terbuka) b. Penghancuran hak milik 16*,24*,41 * 30*, 35*, 37*
c. Mengancam 43, 46*, 49*, 42*, 44*, 57*,
54 60
2 Agresi tidak a. Tingkah laku agresif 12*, 18*, 2*, 4*, 6, 8*,
langsung yang di rancang untuk 20*, 22*, 25* 14
(sabotase) menghambat
_I
13 Agresi yang
a.
Tingkah laku agresif 5,7,9,10 6, 12, 14, 16dialihkan yang bersifat verbal.
b. Tingkah laku agresif 26,31,37 19, 35, 38
yang bersifat simbolik
dan fisik
2. Estimasi Reliabilitas
Adapun untuk mengetahui reliabilitas dari skala kemampuan
sosialisasi dan perilaku agresif dilakukan dengan menggunakan
rumus alpha cronbach (Azwar, 2008) yang menggunakan
perhitungan uji reliabilitas menggunakan program SPSS for
windows versi 17.0
Berdasaran data tryout skala penyesuaian diri sosial, diperoleh
hasil koefisien reliabilitas sebesar 0,882 yang berarti data tersebut
sangat reliabel, sedangkan untuk skala perilaku agresif diperoleh
hasil koefisien reliabilitas sebesar 0,892 yang berarti bahwa skala
3.3.4 Metode Analisa Data
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui hubungan kemampuan
sosialisasi dengan perilaku agresif menggunakan rumus product
moment Pearson dengan menggunakan program SPSS for windows
(versi 17.0) yang akan diinterpretasikan dengan mengacu pada tabel
koefisien korelasi Product Moment. Jika hasil perhitungannya lebih
besar dari r tabel, maka korelasinya dianggap signifikan. Tetapi jika
hasil perhitungannya lebih kecil dari r tabel, maka dianggap tidak ada
BAB4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini disajikan beberapa hal yang berkaitan dengan proses,
hasil dan pembahasan penelitian yang disajikan sebagai berikut: gambaran
umum subjek penelitian dan presentasi data hasil penelitian.
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian
Untuk gambaran umum subjek penelitian, penulis akan
mendeskripsikan dan memperjelas dengan penyajian data dalam
bentuk tabel dari jumlah subjek penelitian, jenis kelamin, tingkat
inteligensi, dan usia subjek.
Dalam penelitian ini melibatkan 53 orang subjek penelitian.
Seluruh siswa-siswi yang mengikuti program akselerasi di SMAN 3
Tangerang Selatan menjadi subjek dalam penelitian ini. Berikut ini
akan diuraikan gambaran umum subjek penelitian berdasarkan jenis
[image:61.521.31.453.126.518.2]4.1.1. Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin
Dibawah ini akan dikemukakan tabel frekuensi dan data
[image:62.521.67.450.174.511.2]berdasarkan jenis kelamin subjek.
Tabel4.1
Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin
Subiek Frekuensi %
Pria 28 52,83
Wanita 25 47,17
Jumlah 53 100
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa subjek pria
berjumlah 28 orang, sedangkan subjek wanita berjumlah 25
orang.
4.1.2. Gambaran subjek berdasarkan tingkat inteligensi
Dalam hal ini subjek penelitian dibagi menjadi tiga tingkat
berdasarkan data inteligensi yang didapat dari SMAN 3
tangerang Selatan dengan klasifikasi intelegensi menurut
Wechsler, yaitu sangat unggul (130 ke atas), unggul (120-129),
Dari table 4.4, diketahui jumlah subjek penelitian adalah
53 orang, skor penyesuaian diri sosial terendah adalah 54,
sedangkan skor tertinggi 77 dengan nilai rata-rata 65,05.
kemudian skor terendah perilaku agresif adalah 45, sedangkan
skor tertinggi 79 dengan nilai rata-rata 63,73.
4.2.2. Deskripsi skor subjek
Terlebih dahulu akan ditentukan tingkat penyesuaian diri
sosial dengan perilaku agresif sebelum menguji hipotesis
penelitian. Untuk itu, dibuat kategori skor subjek. Pada
penelitian ini, peneliti menggunakan kategorisasi jenjang ordinal
yang bertujuan menempatkan individu ke dalam
kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu
kontinum berdasar atribut yang diukur (Azwar, 2008).
Berdasarkan penghitungan deskripsi statistik pada tabel
4.4, nilai mean (fJ) = 65,05 dan nilai standar deviasi (a) = 4,97.
Penggolongan skar penyesuaian diri sasial subjek dibagi ke
dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Norma
Penggolongan skor perilaku agresif dibagi ke dalam tiga
kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan
penghitungan deskripsi statistik perilaku agresif pada tabel 4.4,
nilai mean (1..1) = 63,73 dan nilai standar deviasi (0") = 7,45.
Norma kategorisasi yang dapat digunakan adalah sebagai
berikut:
X
<: (1..1+10")(1..1+10") > X > (1..1-10")
X :$
(1..1 -10")kategori Tinggi
kategori Sedang
kategori Rendah
Keterangan : nilai X di atas adalah skor masing-masing
subjek, dengan demikian jika diuraikan dengan norma kategori
di atas, maka akan dihasilkan kategorisasi skor perilaku agresif
[image:64.531.77.456.179.588.2]sebagai berikut :
Table 4.5
Kategori perilaku agresif
Interval Kategori
79 <:
X
<:71 tゥョセNhZjゥ71 >
X
> 57 Sedang45:$ X:$
57 RendahSebagaimana interval dalam tabel kategori di atas
diketahui bahwa apabila subjek mendapatkan skor total lebih
tergolong tinggi. Apabila skor subjek berada di antara 56 - 71,
maka perilaku agresif anak berbakat intelektual tergolong
sedang. Sedangkan apabila skor total subjek lebih kedl dari 56,
maka perilaku agresif anak berbakat intelektual tergolong
rendah. Selanjutnya pada table 4.7, akan dipaparkan jumlah
responden berdasarkan kategori pada variabel penyesuaian diri
[image:65.529.75.451.175.503.2]sosial dan perilaku agresif:
Table 4.6
Komposisi Subjek Berdasarkan Pengkategorian Skor
Variabel Kategori Frekuensi Persentase
Tinqqi 10 19
Penyesuaian Sedang 33 62
diri sosial Rendah 10 19
Jumlah 53 100 %
Perilaku agresif Tinggi 12 23
Sedano 34 64
Rendah 7 13
Jumlah 53 100 %
Dengan demikian, dari tiap tabel diatas, terlihat bahwa
persepsi anak berbakat intelektual terhadap penyesuaian diri
sosial berkisar pada kategori yang sedang dengan jumlah 33
orang. Maka dapat diartikan bahwa 62% penyesuaian diri sosial
anak berbakat intelektual tidak begitu tinggi (positif) dan juga
rdasarkan tabel di atas, diperoleh r hitung =-0,633; sedangkan r
tabel pada taraf signifikansi 5% adalah 0,279. Dikarenakan r
hitung lebih besar daripada r tabel, maka hipotesis (Ha)
diterima, artinya ada hubungan negatif yang signifikan antara
penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif. Semakin tinggi
penyesuaian diri sosial, maka makin rendahnya perHaku agresif
anak berbakat intelektual.
Setelah dilakukan uji korelasi, selanjutnya peneliti melakukan
uji regresi untuk mengetahui seberapa besar sumbangsih variabel
penyesuaian diri sosial terhadap variabel perilaku agresif. Berdasarkan
hasH perhitungan dengan menggunakan program SPSS versi 17
[image:66.529.72.453.193.626.2]diperoleh hasil sebagaimana tabel berikut ini:
Tabel4.8 Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .633' .400 .389 5.82988
a. Predictors: (Constant), Penyesuaian Diri Sosial
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa nilai R square
adalah 0,400. Hal ini berarti bahwa variabel penyesuaian diri sosial
memberikan sumbangsih sebesar 40% bagi perubahan variable
perilaku agresif. Dengan demikian terdapat 60% variabel selain
penyesuaian diri sosial yang tidak terukur dalam penelitian ini yang
Selatan menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat penyesuaian diri
sosial anak berbakat intelektual, maka semakin rendah pula perilaku
agresif yang dimunculkan, sehingga menguatkan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Herry (1993). Hal ini dapat dijelaskan
jika penyesuaian diri sosial dikategorikan linggi, maka anak berbakat
intelektual tersebut mampu mengendalikan perilaku mereka sendiri.
Berdasarkan perhitungan kategori skor subjek, didapati bahwa
baru 19% anak berbakat intelektual memiliki tingkat penyesuaian diri
sosial kategori tinggi, 62% anak berbakat intelektual memiliki tingkat
penyesuaian diri sosial kategori sedang dan 19% anak berbakat
intelektual yang memiliki tingkat penyesuaian diri sosial kategori
rendah. Sedangkan 23% anak berbakat intelektual yang memiliki
perilaku agresif kategori tinggi, 64% anak berbakat intelektual yang
memiliki perilaku agresif kategori sedang, dan 13% anak berbakat
intelektual yang memiliki perilaku agresif kategori rendah. Hasil
tersebut mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, lidak
adanya studi pendahuluan untuk memahami penyesuaian diri sosial
dan perilaku agresif sehingga dimensi yang digunakan sebagai
instrumen penelitian kurang relevan dengan situasi dan kondisi yang
Selain itu peneliti merasa keterbatasan jumlah responden juga cukup
mempengaruhi hasil.
Berdasarkan wawancara dengan pihak sekolah wujud perilaku
agresif disana lebih dipengaruhi oleh karakteristik masing-masing
individu. Dimana siswa tersebut memiliki waktu yang terbatas untuk
melakukan interaksi sosial, sehingga nantinya akan mempengaruhi
kemampuan anak dalam melakukan penyesuaian diri sosial.
Berdasarkan uraian seluruh hasil penelitian di atas, tentu
penting bagi sekolah-sekolah untuk melatih kemampuan anak dalam
melakukan penyesuaian diri sosial yang baik, sehingga anak berbakat
intelektual siap dalam menghadapi perubahan sosial yang dapat
memicu perilaku agresif anak.
Secara garis besar terlihat bahwa penyesuaian diri sosial yang
dipersepsikan oleh anak berbakat intelektual akan mempengaruhi
adanya perilaku agresif. Namun peneliti menyadari bahwa
menentukan tinggi rendahnya perilaku agresif. Hal ini terlihat dari hasil
uji regresi yang menunjukkan bahwa penyesuaian diri sosial hanya
memberikan sumbangsih sebesar 40% bagi perubahan variabel
perilaku agresif. Dengan demikian terdapat 60% faktor lain yang tidak
terukur dalam penelitian ini yang mampu meningkatkan perilaku
agresif, seperti personal, kebudayaan, situasional, sumber daya, dan
media massa.
5.3. Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan, peneliti merasa masih
banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu berdasarkan
pengalaman tersebut peneliti memberikan saran-saran berikut untuk
penelitian berikutnya:
Saran toeritis
1. Penyesuaian diri sosial hanya memberikan sumbangsih 40% terhadap
perubahan variabel perilaku agresif. Hendaknya pada penelitian
selanjutnya menambahkan variabel lain yang dapat mempengaruhi
perilaku agresif, yaitu: personal, kebudayaan, situasional, sumber
agar dapat menunjukan dimensi-dimensi penyesuaian diri sosial dan
perilaku agresif yang dominan ada di tempat penelitian.
Saran praktis
Setelah diuraikan beberapa saran teoritis diatas, selanjutnya
akan disarankan kepada pihak terkait (SMAN 3 Tangerang Selatan)
beberapa hal berikut ini:
1. Setelah diketahui bahwa baru 19% dari anak berbakat intelektual
memiliki tingkat penyesuaian diri sosial yang tinggi, maka pihak
sekolah disarankan untuk terus melatih kemampuan anak dalam
penyesuaian diri sosial nya, agar anak berbakat intelektual yang
mengikuti program akselerasi tersebut mampu mengendalikan perilaku
agresif mereka.
2. Merancang program-program informal di luar sekolah seperti outbond
dan school go to camping, selain dalam rangka mempererat tali
silaturahmi dan meningkatkan rasa kebersamaan, juga melatih
penyesuaian diri sosial siswa khususnya siswa yang mengikuti
program akselerasi di SMAN 3 Tangerang Selatan.
3. Menerapkan sistem komunikasi dua arah yang lebih intensif antara
pihak sekolah dan orangtua tentang setiap perubahan perilaku anak
4. Bagi orangtua agar dapat memberikan perhatian besar kepada anak
berbakat intelektual dengan banyak memberikan motivasi dan bantuan
atau pun penghargaan khusus untuk anak yang memilik penyesuaian
diri sosial dan mampu mengendalikan perilaku agresif mereka, dan
berbagai bentuk dukungan lainnya agar bisa meningkatkan
Refika Aditama
Arikunto.S. (2006). Prosedur penelitian. Cet. Ketigabelas. Jakarta: PT. Adi Mahasatya
Azwar. S.(2008). Penyusunan skala psik%gi. Get. Kesebelas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Baron. R.( 2005). Psik%gi sosial. Jilid 2. Edisi Kesepuluh. Jakarta: Penerbit Erlangga
Chaplin.JP. (2006). Kamus /engkap psik%gi. Jakarta: Penerbit Raja Grafindo Persada
Davidoff. L.(1988). Psik%gi suatu pengantar. Jilid 2. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga
Tim Direktorat PSLB. (2009). Pedoman penye/enggaraan program
percepatan be/ajar. Jakarta: Diknas
Tim Direktorat PSLB. (2003). Pedoman penye/enggaraan program
percepatan be/ajar. Jakarta: Diknas
Gerungan.W. (1996). Psik%gi sosia/. Edisi Ketiga, Gel. Pertama. Bandung: PT. Eresco
Hawadi. RA. (2002). /dentifikasi keberbakatan inte/ektua/ me/a/ui metode
non-tes dengan pendekatan konsep keberbakatan Renzulli. Jakarta
Grasindo
Kartono. K. (2000). Hygiene mental. Bandung: Penerbit Mandar Maju
Mangunsong. F. (1998). Psik%gi dan pendidikan anak /uar bias8. Get. Pertama. Jakarta: LPSP3 UI
Sarwono.Sw. (2002). Psik%gi sosia/ individu dan teori-teori psik%gi sosiaf .
Get. Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka
Refika Aditama
Van Tiel. J. (2007). Anakku ter/arobat bicara. Jakarta: Prenada Media Group.
WEBSITE
---(2007). Kebutuhan sosial dan emosional anak berbakat. Diunduh