• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif anak berbakat intelektual

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif anak berbakat intelektual"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENYESUAIAN DIRI SOSIAL DENGAN

PERILAKU AGRESIF ANAK BERBAKAT

INTELEKTUAL

III 11111-'

III

Universitas Islam Negeri

SYARIF HIDAYATULLAl-I JAt(ARTA

Disusun oleh :

YULISTIN

TRESNAWATY

セャ⦅

NIM

:

QPUPWPPPRTセ

:

. -

r-?L-

0"

_c=->'\".-.

-91JLv

tセN : . _.•· ]ojMZMウBuイセ

Ne. 1"4ull ;

o.("LO

_..

⦅MMセ

K1.",ilikJm ; _ ••_...__ ••••_

-Skripsi diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam

Memperoleh gelar sarjana psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

INTELEKTUAL

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat

memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

YULISTIN TRESNAWATY

NIM : 105070002406

イerェゥエャGtセkaan

UTAMil,

;f\

Oibawah bimbingan

NIP. 197204151999032001

Pembimbing I

Ora. Agustvawati, M.Phil, SNE

NIP. 132121898

Pembimbingll

Solicha, M.Si . /

,.

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Skripsi yang berjudul "HUBUNGAN PENYESUAIAN OIRI SOSIAL OENGAN

PERILAKU AGRESIF ANAK BERBAKAT INTELEKTUAL"telah diujikan dalam

sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal15 Maret 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Jakarta, 15 Maret 2010

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota,

Jahja Umar, Ph.D NIP. 130885522

/

Ora. Net Hartati M.Si

NIP. 1953 00219983032001

Pembimbing I

Ora. Agustyawati, M.Phil, SNE NIP. 132121898

Sekretaris Merangkap Anggota,

Anggota:

Penguji II

oratdhilah Sural

:a,

M.Si

NIP. 19561 2231983032001

Pembimbing II

Solicha, M.St

(4)

Zjセ

teJtlle"wt

dafam

IUdupfia

adafaJi

di4aat

mJiIiat

0J«Ulff

fain,

1laIiagia.

:Jf.arujU.edettIlanaUti,flupfJt<)etnD.afJUmtutiuIi .Mama9'apafluWtdnfa

Qj。ョセ

(5)

(B) Februari 2010 (C) Yulistin Tresnawaty

(D) Hubungan Penyesuaian Diri Sosial dengan Perilaku Agresif Anak Berbakat Intelektual

(E) xiii + 67 halaman

(F) Anak berbakat intelektual seringkali memiliki tahap perkembangan yang tidak serentak. la dapat hidup dalam berbagai usia perkembangan, mereka tidak hanya dapat belajar lebih cepat, tetapi juga sering menggunakan cara yang berbeda dari teman-teman seusianya. Anak berbakat intelektual lebih cepat "kehausan" dalam menerima informasi, sehingga mereka cenderung lebih cepat bosan dari pada teman-temannya. Ekspresi emosi yang diluar kendali ini merupakan manifestasi dari ketidakmampuan anak berbakat intelektual dalam menyesuaikan diri dengan Iingkungan sosialnya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan adanya hubungan penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif anak berbakat intelektual. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember dan berakhir di bulan Februari 2010.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif korelasional, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif anak berbakat intelektual. Peneltian ini merupakan penelitian populasi, dimana seluruh populasi dilibatkan untuk menjadi subjek dalam penelitian ini. Subjek penelitian ini adalah seluruh anak berbakat intelektual yang mengikuti program akselerasi di SMAN 3

Tangerang Selatan yang berjumlah 53 orang. Sedangkan instrumen

pengumpulan data yang digunakan adalah skala penyesuaian diri sosial dan skala perilaku agresif.

(6)
(7)

(B) February 2010 (C)Tresnawaty, Yulistin

(D)The correlation between self social adjustment with aggressive behavior gifted children

(E) Xiii +67 page

(F) Gifted children often have developmental stages that are not in unison. He may live in different ages of development, they can learn not only faster, but also often use a different way from friends of his age. Gifted children faster "thirsty" in receiving information, so they tend to get bored faster than his friends. Expression of emotion is beyond the control of a manifestation of the inability of gifted children in adjusting to the social environment.

This research aimed to find out the relationship between adjustment self social and agresifitas gifted children. This study was begin from December until February 2010.

The research used the descriptive quantitative approach. This research was is a populational research where all of the student have gifted involved. N=53. Data were collected by 2 scales, scale of adjustment self social and scale aggressive behavior.

The analyze Method is Pearson correlation by using the program of SPSS for Windows version 17. In this research, the writer obtains rh = -0,633 and with the level of significance is 5% n = 53, it can be inferred that rt = 0.279. Since rh > rt, it can be conclude that there is a significance relationship between adjustment self social and agresifitas gifted children. And also able to be interpreted that the higher the self social adjustment gifted children are alsohave a low quality of aggressive behavior.

For the next research, it will be better to do the survey for understanding the gifted children, so the instrument more suitable.

(8)

Alhamdulillahi rabbil 'alamino.. Tiada puja dan puji yang pantas untuk

disampaikan secara berlimpah kecuali kepada Allah SWT yang Maha

menciptakan dan senantiasa memberikan karunia nikmatNya kepada seluruh hamba-hambaNya tanpa terkecuali. Terima kasih ya Allah karena atas inayah dan ridhoMu jua lah akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Tak lupa shalawat serta salam hanya kepada Nabi besar Muhammad SAW, panutan semua umat manusia.

Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu, baik yang bersifat materil maupun moril sampai akhir penyelesaian skripsi ini. penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jahja Umar, Ph.D.

2. Ibu Ora. Fadilah Suralaga, M.Si selaku pudek bidang akademik Fakultas Psikologi yang telah membantu kelancaran administrasi penelitian ini. 3. Ibu Natris Idriyani S.Psi, M.Si selaku pembimbing akademik,

4. Ibu Netty Hartati, M.Si selaku dosen penguji 1.

5. Ibu Agustyawati, M.Phil,SNE selaku dosen pembimbing 1.

6. Teruntuk ibu Solicha M.Si selaku dosen pembimbing 2, terima kasih

banyak atas waktu-waktu berharga yang telah diluangkan untuk

membimbing, menasehati dan mengajariku banyak hal selama proses penulisan skripsi ini berlangsung. Semoga Allah senantiasa memberikan keberkahan-Nya.

7. Teruntuk Mama dan Papa tercinta atas segala do'a dan kesabarannya. Semoga karya kedl ini merupakan salah satu buah kesabaran kita dalam menghadapi setiap ujian kehidupan.

8. Bapak M. Avicenna, M.H.sc, Psy, terimakasih atas semua nasehat dan kata-kata motivasinya.

9. Seluruh dosen Fakultas Psikologi, terima kasih atas ilmu, nasehat dan

pengalaman-pengalaman yang diberikan kepada kami selama

perkuliahan. Semua itu akan menjadi bekal kehidupan kami selanjutnya. Tak lupa juga terima kasih kepada para staff akademik, bu Syariah, bu Sri, dan bu Ida atas semua informasi, bantuan dan perhatian yang diberikan, kepada petugas perpustakaan Fakultas Psikologi. Terima kasih atas pelayanan terbaiknya.

10. Keluarga Besar Pontren Hypnotherapy Ciputat, khususnya kepada bapak Asep Haerul Gani dan ibu Ai Khojanah atas semua motivasi dan kasih sayangnya.

11. Kakak-kakakku Abang dan Yu' Sevi, Inga dan Mas Anton, dan adikku Friski serta ketiga jagoanku Haikal, Rasya, dan Aqila; Wan Fian beserta keluarga besar di Bengkulu. Terima kasih atas dukungan, nasihat, dan

(9)

bang Adi, bang Noval, kak Obi, dan kak Mona terimakasih alas ukhuwah yang indah ini.

13. Sahabatku Adit, terimakasih atas persahabatan yang indah ini dan atas semua usaha untuk selalu "ada" di segala kondisi, atas supportnya dan atas semua canda tawa. Semoga persahabatan ini tak lekang oleh waktu dan jarak antara Jakarta-Kalimantan.

14.

Teman-teman seperjuangan ku angkatan

2005

kelas 0, terutama Anita

atas semua "omelan-omelan" nya, Mila yang selalu menemani dengan canda tawa khasnya, Desti atas sharing referensi nya, Lidya (Lie), Sofa, Bundo dan Indah. Suatu anugrah yang luar biasa bisa menjadi salah satu bagian dari cerita kehidupan kalian. Yang pasti aku sayang kalian, kalian adalah gradasi warna yang indah dalam hidupku.

15.

Kepada adik tingkatku Rika Paprika, Wenni Hikmah, dan Anyak Putro

Aceh lerimakasih atas semua supportnya.

16. Kepada bapak kepala sekolah SMAN 3 Tangerang Selatan yang telah memberikan kesempalan unluk melaksanakan penelilian ini dan juga kepada ibu Shanty yang telah membantu dalam pengumpulan data, serta kepada seluruh siswa program akselerasi SMAN 3 Tangerang Selatan yang telah terlibal dengan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Terima kasih banyak.

Pamulang, Februari

2010

(10)

Halaman judul i

Halaman persetujuan ii

Halaman pengesahan III

Motto iv

Abstrak v

Kata pengantar , viii

Daftar isi , , x

Daftar tabel xiii

BAB 1 :

BAB 2:

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah 1

1.2. Identifikasi Masalah , 7

1.3. Batasan dan Rumusan Masalah

1.3.1 Batasan Masalah 8

1.3.2 Rumusan Masalah .. 9

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan Penelitian 10

1.4.2. Manfaat Penelitian 10

1.5. Sistematika Penulisan Skripsi 11

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Perilaku Agresif

2.1.1. Definisi perilaku agresif 13

2.1.2. Faktor penyebab perilaku agresif 16

2.1.3. Jenis-jenis agresi 20

2.2. Penyesuaian Diri Sosial

2.2.1. Pengertian penyesuaian diri sosial 21

2.2.2. Aspek-aspek penyesuaian diri sosial 24

(11)

BAB

3:

BAB4 :

BAB 5:

2.3.1 Pengertian anak berbakat intelektual 27

2.4. Kerangka Berpikir 31

2.5. Hipotesis 32

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

3.1.1. Pendekatan dan Metode Penelitian 34

3.1.2. Definisi konseptual, dan operasional

variabel

3.1.2.1 Definisi konseptual 35

3.1.2.2 Definisi operasional 36

3.2. Pengambilan populasi dan sampel 38

3.3. Pengumpulan Data

3.3.1. Metode & Instrumen Penelitian 38

3.3.2. Prosedur Penelitian .42

3.3.3. Teknik Uji Instrumen Penelitian 43

3.3.4. Metode Analisa Data 50

HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian

4.1.1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 52

4.1.2. Gambaran Subjek Berdasarkan Tingkat

Intelegensi 52

4.2. Presentasi Data

4.2.1. Deskripsi statistik 53

4.2.2. Deskripsi skor sUbjek 54

4.2.3. Uji Korelasi 58

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

(12)

DAFTAR PUSTAKA

(13)
[image:13.529.39.466.96.536.2]

Tabel3.1 Tabel3.2 Tabel3.3 Tabel3.4 Tabel3.5 Tabel3.6 Tabel4.1 Tabel4.2 Tabel4.3 Tabel4.4 Tabel4.5 Tabel4.6 Tabel4.7 Tabel4.8

Indikator Penyesuaian Diri Sosial 39

Indikator Perilaku Agresif 41

Indeks Validiias Skala Penyesuaian Diri Sosial 45

Blue print peneysuaian diri sosial setelah try out... 46

Indeks Validitas Skala Perilaku Agresif 47

Blue print perilaku agresif setelah try au!... 48

Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin , 52

Gambaran subjek berdasarkan tingkat intelegensi 53

Deskripsi statistik skor skala PDS dengan PA 53

Kategori penyesuaian diri sosial 55

kategori perilaku agresif 56

Komposisi subjek berdasarkan pengategorian skor 57

Uji hipotesis (korelasi) 58

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya, manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial.

Agar kehidupan manusia terus berlangsung, manusia membutuhkan

orang lain untuk bersosialisasi. Hal itu sudah dimulai sejak anak

dilahirkan agar terbiasa untuk berinteraksi dengan orang di sekitarnya

terutama ayah dan ibunya. Kecenderungan berinteraksi dengan orang

lain dalam diri seorang anak akan mengalami perkembangan yang

pesat sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Usia dua sampai dengan tiga tahunan bisa dikatakan sebagai

usia transisi awal pada perkembangan anak yang meliputi segala

perubahan yang terjadi pada anak, baik secara fisik, kognitif, emosi

dan psikososial. Kemampuan anak untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungannya sangat terkait dengan perkembangan psikososialnya.

Di lain pihak, kemampuan bahasa anak masih belum mencapai tahap

yang cukup untuk bisa berkomunikasi dengan sempurna. Gap

(15)

dilepaskan oleh anak dalam bentuk tindakan fisik seperti bertindak

agresif dan sejenisnya. Memang hanya itulah cara yang paling mudah

dilakukan oleh anak untuk mengungkapkan emosinya. Untuk itu, pada

batas usia dengan level tertentu tindakan yang dilakukan anak bisa

dikatakan sangat normal, karena anak masih terfokus pada pemikiran

"SAYA" atau "MILIK SAYA".

Saat mulai memasuki tahap perkembangan remaja, anak

dituntut oleh Iingkungan sosialnya untuk terus berinteraksi, akan tetapi

setiap remaja mengalami perkembangan yang berbeda , terlebih lagi

pada anak berbakat intelektual. Dikategorikan sebagai anak berbakat

intelektual karena ia mempunyai keunikan yang berbeda dari

anak-anak normal biasanya.

Sebagaimana anak pada umumnya, anak yang memiliki potensi

bakat intelektual mempunyai kebutuhan pokok akan pengertian,

penghargaan, dan perwujudan diri. Apabila kebutuhan-kebutuhan

tersebut tidak dapat terpenuhi, mereka akan menderita kecemasan

dan keragu-raguan. Sehingga menurut Seogo (dalam Tim Direktorat

PSLB, 2009) dapat mengakibatkan timbulnya masalah-masalah

tertentu, diantaranya adalah kemampuan berfikir kritis dapat mengarah

(16)

orang lain; kepekaan yang tinggi, dapat membuat mereka menjadi

mudah tersinggung atau peka terhadap kritik; keinginan mereka untuk

mandiri dalam belajar dan bekerja, serta kebutuhannya akan

kebebasan, dapat menimbulkan konflik.

Menurut Schmitz dan Galbraith (1985), karakteristik sosial dan

emosional anak berbakat intelektual sulit untuk diterapkan secara

umum (generalisasi) pada semua anak berbakat intelektual karena

tiap-tiap individu memiliki keunikan tersendiri sesuai dengan bakat

yang dimiliki oleh anak berbakat intelektual. Anak berbakat intelektual

memiliki perkembangan sosial dan emosional yang berbeda

dibandingkan dengan anak seusianya. Karakteristik kemampuan

kognitif yang tinggi pada anak berbakat intelektual dan kepekaannya

terhadap dunia sekitar menjadikan anak berbakat intelektual memiliki

akumulasi informasi yang banyak karena sensitivitas atau

kepekaannya terhadap dunia sekitar mungkin tidak mencuat ke

kesadaran. Anak berbakat intelektual seringkali menunjukkan harapan

yang tinggi terhadap dirinya maupun orang lain, dan karena harapan

ini tidak disertai dengan kesadaran diri, maka tidak jarang membawa

rfirin\la... " .. 'J I Imeniorii fn• •J I i」エセsB U.A torhad<:>n d',r',n"<:>, 1'-' J , terhorlop nr!:lnn., LNセ lain danI " , , . 1

(17)

perkembangan emosl yang tidak stabil dan sulit menyesuaikan diri

dalam lingkungan sosialnya.

Menurut Hadis (dalam Hawadi, 2002) para peneliti mutakhir

memperkirakan bahwa sekitar 20 - 25 % dari anak-anak yang sangat

berbakat mengalami masalah-masalah sosial dan emosional, yaitu dua

kali lebih besar dari angka normal.

Serain itu, berdasarkan penelitian Herry tahun 1993 (dalam Tim

Direktorat PSLB, 2009), anak-anak berbakat intelektual juga suka

mengganggu teman-teman sekitarnya. Hal ini disebabkan karena

mereka lebih cepat memahami materi pelajaran yang diterangkan guru

di depan kelas dibandingkan teman-temannya. Sehingga banyaknya

waktu luang tersebut, jika kurang diantisipasi oleh gurunya, akan

digunakan untuk mengadakan aktivitas sekehendaknya (usil),

misalnya mencubit atau melemparkan benda-benda kecil ke

teman-teman sekitarnya.

Dalam penelitian tersebut dapat dilihat bahwa anak-anak

berbakat intelektual memiliki kecenderungan yang akan menimbulkan

masalah sosial dan penyesuaian diri bagi anak berbakat (Somantri,

(18)

Anak berbakat intelektual seringkali memiliki tahap

perkembangan yang tidak serentak. fa dapat hidup dalam berbagai

usia perkembangan, mereka tidak hanya dapat belajar lebih cepat,

tetapi juga sering menggunakan cara yang berbeda dari teman-teman

seusianya. Anak berbakat intelektual lebih cepat "kehausan" dalam

menerima informasi, sehingga mereka cenderung lebih cepat bosan

dari pada teman-temannya. Ekspresi emosi yang diluar kendali ini

merupakan manifestasi dari ketidakmampuan anak berbakat

intelektual dalam menyesuaikan diri dengan Iingkungan sosialnya.

Oleh sebab itu, para orang tua dan guru-guru di sekolahnya terkadang

harus dituntut untuk menciptakan kondisi yang dapat menjamin

terkendalinya ekspresi emosi dari setiap anak serta melatih

kemampuan anak untuk menyesuaikan diri dalam Iingkungan

sosialnya sehingga emosi anak dapat terlindungi, lebih stabil, dan

seimbang serta wajar dalam tampilannya.

Menurut Somantri (2006), karakteristik kehidupan emosi anak

berbakat intelektual seperti itu memang menghendaki keseimbangan

dengan perkembangan fungsi kognitif yang ada pada dirinya untuk

mengembangkan kesadaran akan dunianya. Jika tidak, maka perilaku

(19)

lain, kebutuhan untuk diakui yang berlebihan, bersikap sinis dalam

mengkrilik orang lain yang akan menimbulkan gangguan hubungan

antarpribadi, menentukan sendiri nilai-nilai hidup yang mungkin

bertentangan dengan kekuasaan atau nilai-nilai yang disepakati, tidak

toleran terhadap kelompok, merumuskan tujuan-tujuan yang tidak

realistik, menarik dan mengisolasi diri, serta perilaku bermasalah lain

yang menunjukkan intoleransi baik terhadap diri sendiri, orang lain,

maupun Iingkungan yang disebabkan karena mereka memiliki

gambaran diri terlalu tinggi, selalu menganggap benar pendapat

sendiri yang dapat menumbuhkan kesan angkuh dan sombong.

Kecenderungan ini akan menimbulkan masalah sosial dan

penyesuaian diri bagi anak berbakat intelektual.

Berbeda dengan pendapat Somantri, Schmitz dan Galbraith

(1983) menyatakan bahwa, anak berbakat intelektual cenderung untuk

selalu gembira dan disenangi oleh kawan-kawannya. Mereka

umumnya merupakan anak-anak yang emosinya stabil, cenderung

untuk mandiri dan lebih jarang menjadi neurolik dan menderita

gangguan psikotik dibandingkan dengan anak normal. Tetapi anak

berbakat intelektual dengan intelegensi yang tinggi dapat mengalami

(20)

lingkungan. Bisa saja terjadi anak berbakat intelektual cenderung

terisa/asi dan jarang bergaul dengan anak /ainnya. Hal ini disebabkan

anak berbakat intelektual dengan inteligensi tinggi memiliki minat yang

berbeda dengan anak lain dan mereka lebih cepat melihat kelemahan

atau kekurangan arang lain dan situasi di sekelilingnya sehingga

kecenderungan tersebut dapat menimbulkan kanflik yang bisa memicu

anak untuk berperilaku agresif.

Dengan melihat beragam fenamena dan hasil penelitian

tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang

bagaimana hubungan penyesuaian diri sasial dengan perilaku agresif

pada anak berbakat intelektual.

Oleh sebab itu, dalam penelitian ini penulis mengangkat sebuah

jUdul yang akan menjawab berbagai macam pertanyaan di atas, yaitu :

" HUBUNGAN PENYESUAIAN D1RI SOSIAL DENGAN PERILAKU

AGRESIF ANAK BERBAKAT INTELEKTUAL"

1.2 Identifikasi Masalah

1. Bagaimana penyesuaian diri sasial anak berbakat intelektual?

(21)

3. Apakah ada hubungan antara penyesuaian diri sosial dengan

perilaku agresif anak berbakat intelektual?

4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian diri

sosial dengan perilaku agresif anak berbakat intelektual?

1.3 Batasan dan Rumusan Masalah

1.3.1 Batasan Masalah

Agar penelitian tidak meluas dan lebih terarah, penelilian

hubungan penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif anak

berbakat intelektual ini akan diberi batasan, sebagai berikut:

I. Pada penelilian ini perilaku agresif yang dimaksud adalah sesuai

dengan perilaku agresif yang dikemukakan oleh Baron (2005) yaitu

perilaku yang diarahkan secara sengaja dari berbagai bentuk

kekerasan terhadap orang lain, yaitu: agresi langsung (terbuka),

agresi tidak langsung (sabotase), agresi yang dialihkan (ekspresi

hostility).

2. Penyesuaian diri sosial yang dimaksud dalam penelitian ini sesuai

(22)

Schneiders (dalam Agustiani, 2006), yaitu suatu kapasitas atau

kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu untuk dapat bereaksi

secara efektif dan bermanfaat terhadap realitas, situasi, dan relasi

sosial, sehingga kriteria yang harus dipenuhi dalam kehidupan

sosialnya dapat terpenuhi dengan cara-cara yang dapat diterima

dan memuaskan. Schneiders juga membagi penyesuaian diri sosial

menjadi beberapa aspek, yaitu penyesuaian pribadi dan

penyesuaian sosial

3. Konsep anak berbakat intelektual dalam penelitian ini sesuai

dengan konsep anak berbakat intelektual dari US Office Of

Education (USOE) (1972, dalam Mangunsong, 1998) adalah

mereka yang diidentifikasi oleh orang-orang profesional bahwa

mereka memiliki kemampuan-kemampuan yang menonjol, dapat

memberikan prestasi yang tinggi karena mempunyai

kemampuan-kemampuan yang ungguL

1.3.2 Rumusan Masalah

Dalam penelitian kali ini yang menjadi pokok permasalahan

adalah: Apakah ada hubungan antara penyesuaian diri sosial dengan

(23)

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan, maka tujuan diadakan penelitian

ini adalah untuk mendapatkan jawaban tentang hubungan antara

penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif anak berbakat

inteleklual.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaal Teoritis

Secara teoritis, penelilian ini diharapkan dapal bermanfaat bagi

pengembangan teori-teori psikologi terutama yang berkaitan

dengan informasi mengenai anak berbakat intelektual.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

(24)

masalah-masalah yang berkaitan dengan anak berbakat

intelektual. Penulis berharap bahwa hasil penelitian ini dapat

memberikan informasi yang berguna kepada orang tua yang

mempunyai anak berbakat intelektual. Bila terdapat perbedaan,

maka hasil penelitian dapat dijadikan acuan tentang pentingnya

melatih anak berbakat intelektual menyesuaikan diri dalam

lingkungan sosial mereka.

1.5 Sistematika Penulisan Skripsi

Agar dalam pembahasan ini lebih terarah dan sistematis, maka

skripsi ini penulis susun sebagai berikut:

Bab 1 Pendahuluan. Bab ini berisi tentang latar belakang masalah,

identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan

penulisan, manfaat penulisan, serta sistematika penulisan.

Bab 2 Kajian Pustaka. Bab ini berisi tentang deskripsi teoritis terdiri

dari teori penyesuaian diri sosial, perilaku agresif, dan anak berbakat

intelektual.

Bab 3 Metode Penelitian. Bab ini berisi tentang jenis penelitian,

(25)

Bab 4 Hasil penelitian. Bab ini berisi tentang gambaran umum

responden, deskripsi hasil penelitian dan uji hipotesis.

Bab 5 Penutup. Bab ini berisikan tentang kesimpulan, diskusi dan

(26)

BAB2

KAJIAN PUSTAKA

Teori merupakan unsur penting dalam penelitian yang dapat dijadikan

sebagai landasan teoritis dalam penelitian. Dengan teori dapat dijadikan

sebagai kerangka berfikir dalam memahami dan menerangkan fenomena

objek penelitian. Dalam penelitian ini penulis berusaha untuk mengetahui

adanya hubungan penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif anak

cerdas istimewa. Dleh sebab itu, penulis akan menguraikan teori-teori yang

berkaitan dengan perilaku agresif, penyesuaian diri sosial, dan kerangka

berfikir serta hipotesis penelitian.

2.1 Perilaku Agresif

2.1.1 Definisi perilaku agresif

Dalam Kamus Lengkap Psikologi (Chaplin, 2006) agresi adalah

serangan atau serbuan. Sedangkan menurut Baron (2005) agresi

adalah siksaan yang diarahkan secara sengaja dari berbagai bentuk

kekerasan terhadap orang lain. Sesuai dengan pendapat Myers

(27)

perilaku fisik atau Iisan yang disengaja dengan maksud untuk

menyakilkan atau merugikan orang lain.

Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa ada empat unsur

dalam agresi, yaitu:

1. Ada lujuan untuk mencelakakan.

2. Ada individu yang menjadi pelaku.

3. Ada individu yang menjadi korban.

4. Ketidak inginan si korban menerima tingkah laku si pelaku.

Meskipun demikian, ada beberapa lindakan agresif berada

diantara agresi prososial dan agresi antisosial yang kita sebut agresi

yang disetujui (sanctioned aggression). Meliputi tindakan agresif yang

diterima oleh norma sosial, tetapi masih berada dalam batas yang

wajar. Tindakan lersebul lidak melanggar slandar moral yang telah

diterima (Sears, 1985).

Perilaku agresif dimiliki oleh setiap orang karena hal itu

merupakan bagian dari insting. Freud, McDougall, Lorenz, dan lainnya

(28)

naluri untuk berkelahi. Walaupun ada mekanisme fisiologis yang

berkaitan dengan perasaan agresif, seperti yang berkaitan dengan

dorongan-dorongan lain, mereka berpendapat bahwa agresi adalah

dorongan dasar (Sears, 1985).

Ada banyak alasan individu untuk melakukan agresi yang

merupakan respon dari berbagai faktor yang ada. Selain berasal dari

dirinya sendiri, sifat agresi juga berasal dari hasil belajar sosial.

Menurut teori belajar sosial (social learning) yang dimotori oleh

Bendura (dalam Sarwono, 2002) menekankan bahwa kondisi

lingkungan dapat memberikan dan memelihara respon-respon agresif

pada diri seseorang. Asumsi dasar dari teori ini yaitu sebagian besar

tingkah laku individu diperoleh dari hasil belajar melalui pengamatan

atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu lain yang menjadi

model.

Dari teori-teori yang disebutkan di atas, penulis mendefinisikan

perilaku agresi adalah sebagai perilaku menyakiti baik berupa fisik

maupun mental dengan tujuan tertentu. Jika perilaku menyakiti

tersebut tidak memiliki tujuan, seperti salah tembak, memukul dengan

(29)

2.1.2 Faktor penyebab perilaku agresi

Menurut Sarwono (2009) ada beberapa faktor yang dapat

menyebabkan terjadinya perilaku agresi pada manusia, yaitu:

I. Sosial

Ada banyak pemicu dari faktor sosial ini yang dapat memicu

perilaku agresif, salah satunya adalah frustasi yang dikemukakan

pertama kali oleh Dollard Miller. Yang dimaksudkan dengan frustasi

disini adalah situasi dimana individu terhambat atau gagal dalam

usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkan atau yang diharapkan.

Bersama dengan ini, Berkowitz (dalam Baron, 2005) menyatakan

bahwa frustasi merupakan suatu pengalaman yang tidak

menyenangkan, dan sebagian besar dari frustasi dapat menyebabkan

agresi. Dengan kata lain, frustasi kadang-kadang menghasilkan agresi

karena adanya hubungan mendasar antara afek negatif dengan

perilaku agresif. Frustasi merupakan sebagai salah satu bentuk

manifestasi dari ketidakmampuan manusia dalam menyesuaikan diri

dengan setiap perubahan yang terjadi dalam lingkungan sosialnya.

Sebagai contoh dari tindakan agresif yang dapat memicu perilaku

(30)

bidang intelektual gagal dalam menempuh ujian sekolah dengan baik,

maka ia akan merasa sedih, marah, bahkan depresi. Dalam keadaan

seperti itu, jika anak tersebut tidak mampu melakukan penyesuaian diri

sosial dengan baik maka besar kemungkinan ia akan menjadi frustasi

dan mengambil tindakan-tindakan yang bernuansa agresi, seperti

penyerangan terhadap orang lain.

2. Personal

Pola tingkah laku berdasar kepribadian. Orang dengan pola

tingkah laku tipe A cenderung lebih agresif daripada orang dengan tipe

B. Tipe A identik dengan karakter terburu-buru dan kompetitif (Gifford

dalam Sarwono, 2009) serta cenderung lebih melakukan agresi yang

bertujuan untuk melukai atau menyakiti korban (hostile aggression).

Tingkah laku yang ditunjukkan oleh orang dengan tipe B adalah

bersikap sabar, kooperatif, nonkompetisi, dan nonagresif (Feldman

dalam Sarwono, 2009) serta cenderung lebih melakukan instrumental

aggressionyaitu tingkah laku agresif yang dilakukan karena ada tujuan

(31)

3. Kebudayaan

Ketika kita menyadari bahwa Iingkungan juga berperan

terhadap tingkah laku, maka tidak heran jika salah satu penyebab

agresi adalah faktor kebudayaan. Lingkungan geografis, seperti pantai,

menunjukkan karakter lebih keras daripada masyarakat yang hidup di

pedalaman. Nilai dan norma yang mendasari sikap dan tingkah laku

masyarakat juga berpengaruh terhadap agresivitas suatu kelompok.

4. Situasional

Penelitian terkait dengan cuaca dan tingkah laku menyebutkan

bahwa ketidaknyamanan akibat panas menyebabkan kerusuhan dan

bentuk-bentuk agresi lainnya (Harries K, Stadler, 1983 dalam Gifford,

1997, dalam Sarwono ,2009).

5. Sumber daya

Manusia senantiasa ingin memenuhi kebutuhannya. Salah satu

pendukung utama kehidupan manusia adalah daya dukung alam.

Daya dukung alam terhadap kebutuhan manusia tak selamanya

(32)

kebutuhan tersebut. Diawali dengan tawar-menawar. Jika lidak

tercapai kata sepakat, maka akan terbuka dua kemungkinan besar.

Pertama, mencari sumber pemenuhan kebutuhan lain; kedua,

mengambil paksa dari pihak yang memilikinya.

6. Media massa

Menurut Ade E. Mardiana (dalam Sarwono, 2009), tayangan

dari televisi berpotensi besar diimitasi oleh pemirsanya. Pernyataan ini

sesuai dengan penelitian klasik Bandura tentang modeling kekerasan

oleh anak-anak.

Media massa khususnya televisi yang merupakan media

tontonan dan secara alami mempunyai kesempatan lebih bagi

pemirsanya untuk mengamati apa yang disampaikan secara jelas

sehingga akan mempengaruhi kondisi afeksi, kognisi yang akan

merangsang individu tersebut untuk memutuskan melakukan tindakan

(33)

2.1.3 Jenis-jenis agresi

Secara umum Myers (dalam Sarwono, 2002) membagi agresi

dalam dua jenis, yaitu :

a. Agresi rasa benci (hostile aggression), adalah ungkapan kemarahan

dan di tandai dengan emosi yang tinggi.

b. Agresi sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain (instrumental

aggression),jenis agresi ini pada umumnya tidak di sertai emosi.

Sedangkan Baron (2005), mengungkapkan bahwa ada tiga

kategori utama agresi, yaitu:

a.

Agresi langsung (terbuka), melibatkan aksi yang ditujukan secara

langsung kepada target yang memunculkan amarah (fisik, verbal,

simbolik).

b. Agresi tidak langsung(sabotase), melibatkan aksi tidak langsung yang

ditujukan kepada target yang memunculkan amarah, tanpa menyakiti

target secara formal. Misalnya, menceritakan kejelekan target kepada

(34)

c. Agresi yang dialihkan (ekspresi hostility), melibatkan aksi agresif yang

dialihkan kepada sesuatu atau seseorang yang tidak ada

hubungannya dengan target yang memunculkan perasaan amarah

tersebut.

Dalam penelitian ini akan menggunakan indikator skala perilaku

agresif yang mengacu pada teori dan definisi perilaku agresif yang

telah dikemukakan oleh Baron.

2.2 Penyesuaian Oiri 50sial

2.2.1 Pengertian Penyesuaian diri sosial

Dengan masuknya anak ke sekolah, pergaulan anak menjadi

lebih luas, dan tidak terbatas hanya dengan anggota keluarga

dirumahnya saja. Masa sekolah memberikan kesempatan kepada

anak untuk lebih banyak bergaul dengan teman sebayanya melalui

proses interaksi sosial (Hawadi, 2002).

Melalui proses interaksi tersebutlah, seorang anak akan

memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, sikap, dan perilaku esensial yang

diperlukan dalam partisipasinya di masyarakat kelak dalam rangka

(35)

Oefinisi tersebut hampir sama dengan definisi yang di

kemukakan aleh Gerungan (1996), yang mendefinisikan penyesuaian

diri sasial sebagai upaya mengubah diri sesuai dengan keadaan

lingkungan, tetapi juga mengubah Iingkungan sesuai dengan keadaan

(keinginan) diri. Penyesuaian diri dalam arti yang pertama disebut juga

penyesuaian diri yang autoplatis, sedangkan penyesuaian diri yang

kedua juga di sebut penyesuaian diri yang aloplastis yang mana

kegiatan kita dipengaruhi aleh lingkungan.

Pada dasarnya penyesuaian diri yang sehat harus di pelajari

selama hidup. Penyesuaian diri terhadap Iingkungan sasial merupakan

kesanggupan untuk mereaksi secara efektif dan harmanis terhadap

realitas

sa

sial dan situasi sasial, dan bisa mengadakan relasi sasial

yang sehal. Bisa menghargai pribadi lain, dan menghargai hak-hak

sendiri di dalam masyarakat (Kartana, 2000).

Jadi dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri sasial adalah

pases be!ajar memahami, mengerti, dan berusaha untuk melakukan

apa yang diinginkan Iingkungannya sehingga individu dapat

menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam

lingkungannya, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun lingkungan

(36)

ini adalah definisi penyesuaian diri sosial yang dikemukakan

Schneiders (dalam Agustiani, 2006).

2.2.2 Aspek-Aspek Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri bersifat relatif, artinya harus dinilai dan

dievaluasi sesuai dengan kapasitas individu untuk memenuhi tuntutan

terhadap dirinya. Oleh karena itu, Kartono (2000:270) mengungkapkan

aspek-aspek penyesuaian diri tersebut menjadi beberapa bagian,

yaitu:

1. Memiliki perasaan afeksi yang adekuat, harmonis dan seimbang,

sehingga merasa aman, baik budi pekertinya dan mampu bersikap

hati-hati.

2. Selalu merasa aman, tepat, dan bersikap hati-hati.

3. Memiliki kepercayaan, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap

pribadi lain.

(37)

5. Memiliki kepribadian yang matang dan terintegrasi baik terhadap diri

sendiri maupun orang lain, mempunyai sikap tanggung jawab, berfikir

dengan menggunakan rasio, mempunyai kemampuan untuk

memahami dan mengontrol diri sendiri.

6. Mempunyai relasi sosial yang memuaskan ditandai dengan

kemampuan unluk bersosialisasi dengan baik dan ikut berpartisipasi

dalam kelompok.

7. Mempunyai struklur sistem syaraf yang sehat dan memiliki

kekenyalan (daya lenting) psikis untuk mengadakan adaptasi.

8. Memiliki jiwa pribadi yang sehat mentalnya serta menjaga

produktifitas.

Schneiders (dalam Agustiani, 2006) membagi penyesuaian diri ke

dalam beberapa kategori, yaitu:

1. Penyesuaian pribadi

Penyesuaian pribadi merupakan kemampuan individu untuk

(38)

sehingga menjadi pribadi yang matang, bertanggung jawab dan

mampu mengontrol diri sendiri.

2. Penyesuaian sosial

Penyesuaian sosial merupakan kemampuan individu untuk

mematuhi norma dan peraturan sosial yang ada, sehingga ia mampu

menjalin re/asi sosial dengan baik dan mampu menyesuaikan diri

dengan lingkungannya. Dalam penelitian ini penyesuaian sosial terjadi

dalam lingkup hubungan sosial tempat anak cerdas istimewa hidup

dan berinteraksi di Iingkungan sosialnya.

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri

Menurut Agustiani (2006), penyesuaian diri sosial yang

dilakukan oleh individu dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu

sebagai berikut:

I. Faktor kondisi fisik, yang meliputi faktor keturunan, kesehatan,

(39)

2. Faklor perkembangan dan kemalangan, yang melipuli

perkembangan inleleklual, sosial, moral, dan kemalangan

emosional.

3. Faklor psikologis, yailu faklor-faklor pengalaman individu,

fruslasi dan koflik yang dialami, dan kondisi-kondisi psikologis

seseorang dalam penyesuaian diri.

4. Faklor lingkungan, yailu kondisi yang ada pada lingkungan,

seperli kondisi keluarga, kondisi rumah, dan sebagainya.

5. Faklor budaya, lermasuk adal isliadal dan agama yang lurul

mempengaruhi penyesuaian diri seseorang.

2.3 Anak Berbakat Intelektual

2.3.1 Pengertian anak berbakat intelektual

Anak berbakal inleleklual lergolong anak luar biasa.

Dikalegorikan sebagai anak luar biasa karena ia berbeda dengan

anak-anak lainnya. Perbedaan terlelak pada adanya ciri-ciri yang khas,

(40)

I

Menurut MC.Leod dan Cropley (1989), (dalam Hawadi: 2002)

ada dua istilah yang sering disebutkan dalam literatur keberbakatan,

yaitu genius dan prodigy. Renzulli (1981) menyebutkan bahwa

seseorang disebut berbakat, unggul, atau luar biasa dibandingkan

teman-temannya jika didalam dirinya memiliki tiga aspek, yaitu taraf

inteligensi di atas rata-rata, kreativitas yang cukup, dan pengikat diri

terhadap tugas, dimana ketiganya ini berfungsi sama baiknya.

Pemerintah Indonesia pun telah menetapkan undang-undang

nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 5

ayat (4) menyatakan bahwa warga Negara yang memiliki potensi

kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan

khusus. Oleh karena itu, Direktorat PSLB telah menyepakati batasan

kecerdasan istimewa yang akan digunakan mengacu pada pengertian

yang dibuat oleh United States Office of Educational (USOE) (1972),

dalam (Mangunsong, 1998) adalah sebagai berikut:

"anak berbakat adalah mereka yang diidentifikasikan oleh

orang-orang profesional bahwa mereka memiliki

(41)

Ada dua acuan yang biasa digunakan untuk mengukur

kemampuan intelektual umum yaitu acuan unidimensional, yang lebih

dikenal sebagai batasan yang diberikan oleh Lewis Terman (1922) dan

acuan multidimensional, yang disampaikan oleh Renzulli, Reis, dan

Smith (1978) dengan konsepsi tiga cincin (The Three Ring

Conception). Untuk pendekatan unidimensional, kriteria yang

digunakan hanya semata-mata skor IQ saja. Sedangkan untuk

pendekatan multidimensional, kriteria yang digunakan lebih dari satu.

Bagi Renzulli, keberbakatan merupakan interaksi dari tiga kelompok

ciri (kluster) yaitu intelegensi, kreativitas, dan pengikatan diri terhadap

tugas dalam mencapai produktivitas. Sehingga dapat disampaikan 14

ciri-ciri keberbakatan yang telah memiliki korelasi yang signifikan

dengan tiga aspek tersebut (Tim Direktorat PSLB, 2003):

a. Lancar berbahasa (mampu mengutarakan pemikirannya)

b. Memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap ilmu

pengetahuan

c. Memiliki kemampuan yang tinggi dalam berfikir logis dan

kritis

d. Mampu belajar/bekerja secara mandiri

(42)

f. Mempunyai tujuan yang jelas dalam tiap kegiatan atau

perbuatannya

g. Cermat atau teliti dalam mengamati

h. Memiliki kemampuan memikirkan beberapa macam

pemecahan masalah

I. Mempunyai minat luas

J. Mempunyai daya imajinasi yang linggi

k. Belajar dengan mudah dan cepat

I. Mampu mengemukakan dan mempertahankan pendapal

m. Mampu berkonsentrasi

n. Tidak memerlukan dorongan (motivasi) dari luar

Van Tiel (2007) juga mengungkapkan bahwa ada berbagai

pertimbangan untuk melakukan program percepatan (akselerasi) yaitu:

a. Kapasitas inlelektual

b. Tingkat kemampuan didaktik

(43)

Dengan asumsi jika penyesuaian diri sosial meningkat maka perilaku

agresif menurun dan jika penyesuaian diri sosial menurun maka

perilaku agresif meningkat. Oleh karena itu, kerangka berfikir

penelitian ini dapat dijelaskan dalam skema dibawah ini:

Anak Berbakat Intelektual

Penyesuaian diri sosial menurun Ipenyesuaian diri sosial meningkat

I

Perilaku agresif meningkat Perilaku agresif menurun

2.5 HIPOTESIS

Berdasarkan kajian teori tersebut, maka hipotesis penelitian ini

akan dirumuskan sebagai berikut:

Ha : Ada hubungan negatif antara penyesuaian diri sosial dengan

perilaku agresif anak berbakat intelektual.

Semakin tinggi penyesuaian diri sosial maka semakin rendah

(44)

buruk penyesuaian diri sosial maka semakin tinggi perilaku

(45)

BAB3

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai tahapan-tahapan dalam

melakukan penelitian, dalam hal ini akan dibatasi secara sistematis

sebagai berikut: jenis penelitian, variabel penelitian, subjek penelitian,

metode dan instrumen pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat

ukur dan teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian

ini.

3.1 Jenis Penelitian

3.1.1 Pendekatan dan metode penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

penelitian yang bersifat kuantitatif, dimana data yang dihasilkan dari

hasil penelitian ini adalah berupa kuantitatif, yakni data yang berbentuk

bilangan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian

korelasional, yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat

h' 'h, ,nnan "ariahQI - "ar,'"he... ' Gセ I " I I ... Y ... Il ,,"ng hQrbQda rfalay ... , ... ,... .... noGNNセBB suah , papula"i.... ,.

(46)

penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel,

yaitu antara penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif.

3.1.2 Definisi Konseptual dan Operasional Variabel

3.1.2.1 Definisi Konseptual

Variabel bebas (Independent Variabel)

Variable bebas dalam penelitian ini adalah konsep penyesuaian

diri yang dikemukakan oleh Schneiders (dalam Agustiani, 2006), yaitu

penyesuaian sosial merupakan suatu kapasitas atau kemampuan yang

dimiliki oleh setiap individu untuk dapat bereaksi secara efektif dan

bermanfaat terhadap realitas, situasi, dan relasi sosial, sehingga

kriteria yang harus dipenuhi dalam kehidupan sosialnya dapat

terpenuhi dengan cara-cara yang dapat diterima dan memuaskan.

Variabel terikat (Dependent Variabel)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku agresif yang

dikemukakan oleh Baron (2005) adalah perilaku yang diarahkan

(47)

3.1.2.2 Definisi Operasional

Definisi operasional dari perilaku agresif adalah skor yang

diperoleh dari skala perilaku agresif yang indikator-indikatornya

adalah:

1. Agresi langsung (terbuka)

a. Kekerasan fisiko

b. Penghancuran hak milik

c. Mengancam.

2. Agresi tidak langsung (sabotase)

a. Tingkah laku agresif yang di rancang untuk menghambat.

b. Mengganggu aktivitas yang penting bagi target.

3. Agresi yang dialihkan (ekspresi hostility)

a. Tingkah laku agresif yang bersifat verbal.

b. Tingkah laku agresif yang bersifat simbolik dan fisiko

Semakin linggi skor yang di peroleh dari skala perilaku agresif

(48)

yang di peroleh dari skala perilaku agresif maka semakin rendah

perilaku agresif.

Definisi operasional dari penyesuaian diri sosial adalah skor

yang diperoleh dari skala penyesuaian diri sosial, yang

indikator-indikatornya adalah:

1. Penyesuaian pribadi

a. Penerimaan individu terhadap diri sendiri.

b. Mampu menerima kenyataan.

c. Mampu mengontrol diri sendiri.

d. Mampu mengarahkan diri sendiri.

2. Penyesuaian sosial

a. Memiliki hubungan interpersonal yang baik.

b. Memiliki simpati pada orang lain.

c. Mampu menghargai orang lain.

d. Ikut berpartisipasi dalam kelompok

(49)

Semakin tinggi skor yang di peroleh dari skala penyesuaian diri

sosial maka semakin tinggi penyesuaian diri sosialnya. Sebaliknya,

semakin rendah skor yang di peroleh dari skala penyesuaian diri sosial

maka semakin rendah penyesuaian diri sosialnya.

3.2 Pengambilan Populasi danSampel

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak

berbakat intelektual yang mengikuti program percepatan belajar

(akselerasi) pada sekolah SMA 3 Tangerang Selatan yang berjumlah

53 siswa.

Karena jumlah populasi terbatas, maka keseluruhan dalam

popuiasi tersebut menjadi sampel dalam penelit/an ini, sehingga teknik

sampel yang di gunakan adalah teknik Purposive Sample.

3.3 Pengumpulan Data

3.3.1 Metode dan instrumen penelitian

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur hubungan

penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif anak berbakat

(50)

berdasarkan indikator-indikator yang ada. Dalam pengisian skala ini

responden diminta untuk memilih satu jawaban dari empat alternatif

jawaban yang telah disediakan. Dengan meniadakan jawaban netral

atau ragu-ragu, hal ini untuk menghindari subjek melakukan proteksi

diri dengan selalu memberi jawaban netral atau ragu-ragu karena hal

tersebut dapat membuat subjek tidak dapat menentukan sikapnya

secara pasti. Sistem penilaian dari teknik Likert dalam penelitian ini

adalah untuk item-item favorabel maupun unfavorabel adalah sebagai

berikut: Sangat sesuai

=

4, Sesuai

=

3, Tidak Sesuai

=

2, Sangat Tidak

Sesuai

=

1, dan rincian skor untuk item-item unfavorabel adalah

sebagai berikut : Sangat Sesuai

=

1, Sesuai

=

2, Tidak Sesuai

=

3,

Sangat Tidak Sesuai = 4. Adapun untuk indikator penyesuaian diri

sosial dan perilaku agresif dapat dilihat pada table 3.1 dan table 3.2

Tabel3.1

Indikator penyesuaian diri sosial

NO. SUBVARIABEL INDIKATOR FAV UNFAV

1 Penyesuaian セN Penerimaan individu

1, 19, 37

2,20,38

pribadi terhadap diri sendiri

b. Mampu menerima

3,21,39,45

4,22,40,46

(51)

c. Mampu mengontrol

5,23,41,47

6,24,42,48

diri sendiri

d. Mampu

7,25,43

8,26,44

mengarahkan dirj

sendiri

2 Penyesuaian セN Memiliki hubungan

9,27,49

10,28,50

sosial interpersonal yang

baik

b. Memiliki simpati

11,29,51

12, 30, 52

pada orang lain

k;.

Mampu menghargai

13,31,53

14,32,54

orang lain

b.

Ikut berpartisipasi

15, 33, 55

16, 34, 56

dalam kelompok

セN Mampu

17,35,57

18, 36, 58

bersosialisasi

dengan baik sesuai

(52)
[image:52.532.32.471.114.611.2]

Table 3.2

Indikator perilaku agresif

NO. SUBVARIABEL INDIKATOR FAV UNFAV

1 Agresi langsung a. Kekerasan fisiko 1,5,7 3,26,28

(Ierbuka) b. Penghancuran 16,24,41 30, 35, 37

hak milik

c. Mengancam 43,46,49,54 42,44,57,

60

2

Agresi lidak a. Tingkah laku 12, 18,20, 2,4,6,8,

langsung agresif yang di 22, 25 14

(sabotase) rancang untuk

menghambat

b. Mengganggu 31,33,36, 38,40,48,

aktivitas yang 50, 58 52, 55

penting bagi

target

3 Agresi yang a. Tingkah laku 9,11,13 10, 17, 19,

dialihkan agresif yang 15,27 21,23

bersifat verbal.

b. Tingkah laku 39,45,47, 29,32,34,

agresif yang 51,56 53, 59

bersifat simbolik

(53)

3.3.2 Prosedur Penelitian

a. Tahap persiapan

1. Dimulai dengan perumusan masalah.

2. Menentukan variabel yang akan diteliti.

3. Melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran

landasan teori yang tepat mengenai variabel penelitian.

4. Menentukan, menyusun, dan menyiapkan alat ukur yang akan

digunakan dalam penelitian ini adalah skala penyesuaian diri

sosial dengan perilaku agresif anak cerdas istimewa.

5. Menentukan lokasi dan menyelesaikan administrasi perijinan.

b. Tahap penelitian

1. Menentukan sampel penelitian dan melakukan konfirmasi

dengan pihak sekolah.

2. Memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian dan

meminta kesedian subjek untuk mengisi kuisioner.

3. Melakukan pengambilan data dengan memberikan alat ukur

yang telah dipersiapkan kepada subjek penelitian.

(54)

1. Melakukan skoring terhadap setiap skala yang masuk.

2. Menghilung dan membuat tabulasi data yang diperoleh dan

kemudian dibual tabel data.

3. Melakukan analisis data dengan menggunakan metode slalistik

untuk menguji hipotesis penelitian.

d. Tahap Pembahasan

1. Menginlerprelasikan dan membahas hasil slalislik berdasarkan

leori.

2. Merumuskan hasil penelilian dengan menghilung dala

penunjang yang diperoleh.

3.3.3 Teknik Uji Instrumen Penelitian

1. Uji validilas

Unluk menguji validitas dari setiap ilem pernyataan dilakukan

analisis ilem dengan mengkorelasikan seliap ilem dengan skor

lolal. Koefisien korelasinya diperhilungkan sebagai validilas.

Ilem-item yang memiliki koreiasi signifikan iangsung dipilih sebagai skor

(55)

digunakan. Perhitungan korelasi menggunakan Product Moment

Pearson(Azwar, 2008).

Dari data try out skala penyesuaian diri sosial yang diujicobakan

pada anak berbakat intelektual yang mengikuti program akslerasi di

SMAN 2 Tangerang Selatan yang berjumlah 49 orang, diperoleh

hasil sebagai berikut: indeks validitas skala penyesuaian diri sosial

bergerak dari 0,000 sampai dengan 0,576. Dari 58 item yang

diujicobakan terdapat 24 item yang gugur (tidak valid), yaitu item

nomor 1, 3, 4, 5, 6, 19,22,23,25,26,27,28,33,35,42,43,44,

46, 48, 49, 51, 54, 55, dan 57. Item-item tersebut gugur karena

tidak memenuhi standar koefisien validitas yang dianggap

memuaskan untuk n=49 dengan taraf signifikansi 5%, yaitu

sebesar: 0,281.

Sedangkan item yang valid atau yang dapat digunakan untuk

penelitian selanjutnya sebanyak 17 item, yaitu item nomor 1, 3, 6,

7, 14, 23, 32, 34, 38, 40, 43, 45, 50, 51, 54, 58, dan 60. Indeks

(56)
[image:56.535.8.493.153.638.2]

Tabel3.3

Indeks Validitas Skala Penyesuaian Diri Sosial

Ket. menyalakan Item valid

NO. SUBVARIABEL INDIKATOR FAV UNFAV

1 Penyesuaian

a.

Penerimaan individu 1, 19, 37* 2* 20* 38*

,

,

pribadi terhadap diri sendiri

b. Mampu menerima 3,21*,39*, 4, 22, 40*, 46

kenyataan 45*

5,23,41 *, 6, 24*, 42, 48

c. Mampu mengontrol diri

47*

sendiri

7*,25,43 8*,26,44

d. Mampu mengarahkan diri

sendiri

2 Penyesuaian a. Memiliki hubungan 9*,27,49 10*,28,50*

sosial interpersonal yang baik

b. Memiliki simpati pada orang 11*,29*,51 12*, 30*, 52*

lain

13*, 31 *, 53* 14*,32*,54

c. Mampu menghargai orang

lain

15*,33,55 16*, 34*, 56*

d. Ikut berpartisipasi dalam

l.

kelompokMampu bersosialisasi 17*,35,57 18*, 36*, 58* dengan baik sesuai norma

yang ada

(57)

Berikut ini adalah blue print skala penyesuaian diri sosial setelah try

out:

t

Tabel3.4

d' . . I t I h

. t

BIue pnn penvesualan In sosla se

e a

try

ou

NO SUBVARIABEL INDIKATOR FAV UNFAV

1 Penyesuaian 3. Penerimaan individu 17 18

pribadi terhadap diri sendiri

b. Mampu menerima 21 19

kenyataan

セN Mampu mengontrol diri 20 12 sendiri

セN

Mampu mengarahkan diri 1 2 sendiri

2 Penyesuaian

a.

Memiliki hubungan 3 4

sosial interpersonal yang baik

b. Memiliki simpati pada ora'ng 5, 13 6,14

lain

c. Mampu menghargai orang 15, 22 7, 16

lain

セN Ikut berpartisipasi dalam 8 9

kelompok

セN Mampu bersosialisasi 10 11 dengan baik sesuai norma

yang ada

Sedangkan untuk indeks validitas skala perilaku. agresifセ

[image:57.528.15.484.159.633.2]
(58)

Dari 60 item yang diuji cobakan terdapat 17 item yang gugur atau tidak

valid, yaitu item nomoI' 1, 3, 6, 7, 14,23, 32,34, 38, 40, 43, 45, 50, 51,

54, 58, dan 60. Item-item tersebut gugur karena tidak memenuhi

standar koefisien validitas yang dianggap memuaskan untuk n=49

dengan taraf signifikansi 5%, yaitu sebesar 0.281. Sedangkan item

yang valid sebanyak 43 item, yaitu item nomoI' 2, 4, 5, 8, 9, 10, 11, 12,

13,15,16,17,18,19,20,21,22,24,25,26,27,28,29,30, 31, 33, 35,

36, 37, 39, 41, 42, 44, 46, 47, 48, 49, 52, 53, 55, 56, 57, dan 59.

Indeks validitas skala perilaku agresif dapat dilihat pada tabel 3.5.

Tabel3.5

Indeks validitas skala perilaku agresif

NO. SUBVARIABEL INDIKATOR FAV UNFAV

1 Agresi langsung a. Kekerasan fisiko 1,5*,7 3,26*,28*

(terbuka) b. Penghancuran hak milik 16*,24*,41 * 30*, 35*, 37*

c. Mengancam 43, 46*, 49*, 42*, 44*, 57*,

54 60

2 Agresi tidak a. Tingkah laku agresif 12*, 18*, 2*, 4*, 6, 8*,

langsung yang di rancang untuk 20*, 22*, 25* 14

(sabotase) menghambat

_I

1
(59)

3 Agresi yang

a.

Tingkah laku agresif 5,7,9,10 6, 12, 14, 16

dialihkan yang bersifat verbal.

b. Tingkah laku agresif 26,31,37 19, 35, 38

yang bersifat simbolik

dan fisik

2. Estimasi Reliabilitas

Adapun untuk mengetahui reliabilitas dari skala kemampuan

sosialisasi dan perilaku agresif dilakukan dengan menggunakan

rumus alpha cronbach (Azwar, 2008) yang menggunakan

perhitungan uji reliabilitas menggunakan program SPSS for

windows versi 17.0

Berdasaran data tryout skala penyesuaian diri sosial, diperoleh

hasil koefisien reliabilitas sebesar 0,882 yang berarti data tersebut

sangat reliabel, sedangkan untuk skala perilaku agresif diperoleh

hasil koefisien reliabilitas sebesar 0,892 yang berarti bahwa skala

(60)

3.3.4 Metode Analisa Data

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui hubungan kemampuan

sosialisasi dengan perilaku agresif menggunakan rumus product

moment Pearson dengan menggunakan program SPSS for windows

(versi 17.0) yang akan diinterpretasikan dengan mengacu pada tabel

koefisien korelasi Product Moment. Jika hasil perhitungannya lebih

besar dari r tabel, maka korelasinya dianggap signifikan. Tetapi jika

hasil perhitungannya lebih kecil dari r tabel, maka dianggap tidak ada

(61)

BAB4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini disajikan beberapa hal yang berkaitan dengan proses,

hasil dan pembahasan penelitian yang disajikan sebagai berikut: gambaran

umum subjek penelitian dan presentasi data hasil penelitian.

4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Untuk gambaran umum subjek penelitian, penulis akan

mendeskripsikan dan memperjelas dengan penyajian data dalam

bentuk tabel dari jumlah subjek penelitian, jenis kelamin, tingkat

inteligensi, dan usia subjek.

Dalam penelitian ini melibatkan 53 orang subjek penelitian.

Seluruh siswa-siswi yang mengikuti program akselerasi di SMAN 3

Tangerang Selatan menjadi subjek dalam penelitian ini. Berikut ini

akan diuraikan gambaran umum subjek penelitian berdasarkan jenis

[image:61.521.31.453.126.518.2]
(62)

4.1.1. Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin

Dibawah ini akan dikemukakan tabel frekuensi dan data

[image:62.521.67.450.174.511.2]

berdasarkan jenis kelamin subjek.

Tabel4.1

Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin

Subiek Frekuensi %

Pria 28 52,83

Wanita 25 47,17

Jumlah 53 100

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa subjek pria

berjumlah 28 orang, sedangkan subjek wanita berjumlah 25

orang.

4.1.2. Gambaran subjek berdasarkan tingkat inteligensi

Dalam hal ini subjek penelitian dibagi menjadi tiga tingkat

berdasarkan data inteligensi yang didapat dari SMAN 3

tangerang Selatan dengan klasifikasi intelegensi menurut

Wechsler, yaitu sangat unggul (130 ke atas), unggul (120-129),

(63)

Dari table 4.4, diketahui jumlah subjek penelitian adalah

53 orang, skor penyesuaian diri sosial terendah adalah 54,

sedangkan skor tertinggi 77 dengan nilai rata-rata 65,05.

kemudian skor terendah perilaku agresif adalah 45, sedangkan

skor tertinggi 79 dengan nilai rata-rata 63,73.

4.2.2. Deskripsi skor subjek

Terlebih dahulu akan ditentukan tingkat penyesuaian diri

sosial dengan perilaku agresif sebelum menguji hipotesis

penelitian. Untuk itu, dibuat kategori skor subjek. Pada

penelitian ini, peneliti menggunakan kategorisasi jenjang ordinal

yang bertujuan menempatkan individu ke dalam

kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu

kontinum berdasar atribut yang diukur (Azwar, 2008).

Berdasarkan penghitungan deskripsi statistik pada tabel

4.4, nilai mean (fJ) = 65,05 dan nilai standar deviasi (a) = 4,97.

Penggolongan skar penyesuaian diri sasial subjek dibagi ke

dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Norma

(64)

Penggolongan skor perilaku agresif dibagi ke dalam tiga

kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan

penghitungan deskripsi statistik perilaku agresif pada tabel 4.4,

nilai mean (1..1) = 63,73 dan nilai standar deviasi (0") = 7,45.

Norma kategorisasi yang dapat digunakan adalah sebagai

berikut:

X

<: (1..1+10")

(1..1+10") > X > (1..1-10")

X :$

(1..1 -10")

kategori Tinggi

kategori Sedang

kategori Rendah

Keterangan : nilai X di atas adalah skor masing-masing

subjek, dengan demikian jika diuraikan dengan norma kategori

di atas, maka akan dihasilkan kategorisasi skor perilaku agresif

[image:64.531.77.456.179.588.2]

sebagai berikut :

Table 4.5

Kategori perilaku agresif

Interval Kategori

79 <:

X

<:71 tゥョセNhZjゥ

71 >

X

> 57 Sedang

45:$ X:$

57 Rendah

Sebagaimana interval dalam tabel kategori di atas

diketahui bahwa apabila subjek mendapatkan skor total lebih

(65)

tergolong tinggi. Apabila skor subjek berada di antara 56 - 71,

maka perilaku agresif anak berbakat intelektual tergolong

sedang. Sedangkan apabila skor total subjek lebih kedl dari 56,

maka perilaku agresif anak berbakat intelektual tergolong

rendah. Selanjutnya pada table 4.7, akan dipaparkan jumlah

responden berdasarkan kategori pada variabel penyesuaian diri

[image:65.529.75.451.175.503.2]

sosial dan perilaku agresif:

Table 4.6

Komposisi Subjek Berdasarkan Pengkategorian Skor

Variabel Kategori Frekuensi Persentase

Tinqqi 10 19

Penyesuaian Sedang 33 62

diri sosial Rendah 10 19

Jumlah 53 100 %

Perilaku agresif Tinggi 12 23

Sedano 34 64

Rendah 7 13

Jumlah 53 100 %

Dengan demikian, dari tiap tabel diatas, terlihat bahwa

persepsi anak berbakat intelektual terhadap penyesuaian diri

sosial berkisar pada kategori yang sedang dengan jumlah 33

orang. Maka dapat diartikan bahwa 62% penyesuaian diri sosial

anak berbakat intelektual tidak begitu tinggi (positif) dan juga

(66)

rdasarkan tabel di atas, diperoleh r hitung =-0,633; sedangkan r

tabel pada taraf signifikansi 5% adalah 0,279. Dikarenakan r

hitung lebih besar daripada r tabel, maka hipotesis (Ha)

diterima, artinya ada hubungan negatif yang signifikan antara

penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif. Semakin tinggi

penyesuaian diri sosial, maka makin rendahnya perHaku agresif

anak berbakat intelektual.

Setelah dilakukan uji korelasi, selanjutnya peneliti melakukan

uji regresi untuk mengetahui seberapa besar sumbangsih variabel

penyesuaian diri sosial terhadap variabel perilaku agresif. Berdasarkan

hasH perhitungan dengan menggunakan program SPSS versi 17

[image:66.529.72.453.193.626.2]

diperoleh hasil sebagaimana tabel berikut ini:

Tabel4.8 Model Summary

Adjusted R Std. Error of the

Model R R Square Square Estimate

1 .633' .400 .389 5.82988

a. Predictors: (Constant), Penyesuaian Diri Sosial

(67)

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa nilai R square

adalah 0,400. Hal ini berarti bahwa variabel penyesuaian diri sosial

memberikan sumbangsih sebesar 40% bagi perubahan variable

perilaku agresif. Dengan demikian terdapat 60% variabel selain

penyesuaian diri sosial yang tidak terukur dalam penelitian ini yang

(68)

Selatan menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat penyesuaian diri

sosial anak berbakat intelektual, maka semakin rendah pula perilaku

agresif yang dimunculkan, sehingga menguatkan penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Herry (1993). Hal ini dapat dijelaskan

jika penyesuaian diri sosial dikategorikan linggi, maka anak berbakat

intelektual tersebut mampu mengendalikan perilaku mereka sendiri.

Berdasarkan perhitungan kategori skor subjek, didapati bahwa

baru 19% anak berbakat intelektual memiliki tingkat penyesuaian diri

sosial kategori tinggi, 62% anak berbakat intelektual memiliki tingkat

penyesuaian diri sosial kategori sedang dan 19% anak berbakat

intelektual yang memiliki tingkat penyesuaian diri sosial kategori

rendah. Sedangkan 23% anak berbakat intelektual yang memiliki

perilaku agresif kategori tinggi, 64% anak berbakat intelektual yang

memiliki perilaku agresif kategori sedang, dan 13% anak berbakat

intelektual yang memiliki perilaku agresif kategori rendah. Hasil

tersebut mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, lidak

adanya studi pendahuluan untuk memahami penyesuaian diri sosial

dan perilaku agresif sehingga dimensi yang digunakan sebagai

instrumen penelitian kurang relevan dengan situasi dan kondisi yang

(69)

Selain itu peneliti merasa keterbatasan jumlah responden juga cukup

mempengaruhi hasil.

Berdasarkan wawancara dengan pihak sekolah wujud perilaku

agresif disana lebih dipengaruhi oleh karakteristik masing-masing

individu. Dimana siswa tersebut memiliki waktu yang terbatas untuk

melakukan interaksi sosial, sehingga nantinya akan mempengaruhi

kemampuan anak dalam melakukan penyesuaian diri sosial.

Berdasarkan uraian seluruh hasil penelitian di atas, tentu

penting bagi sekolah-sekolah untuk melatih kemampuan anak dalam

melakukan penyesuaian diri sosial yang baik, sehingga anak berbakat

intelektual siap dalam menghadapi perubahan sosial yang dapat

memicu perilaku agresif anak.

Secara garis besar terlihat bahwa penyesuaian diri sosial yang

dipersepsikan oleh anak berbakat intelektual akan mempengaruhi

adanya perilaku agresif. Namun peneliti menyadari bahwa

(70)

menentukan tinggi rendahnya perilaku agresif. Hal ini terlihat dari hasil

uji regresi yang menunjukkan bahwa penyesuaian diri sosial hanya

memberikan sumbangsih sebesar 40% bagi perubahan variabel

perilaku agresif. Dengan demikian terdapat 60% faktor lain yang tidak

terukur dalam penelitian ini yang mampu meningkatkan perilaku

agresif, seperti personal, kebudayaan, situasional, sumber daya, dan

media massa.

5.3. Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan, peneliti merasa masih

banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu berdasarkan

pengalaman tersebut peneliti memberikan saran-saran berikut untuk

penelitian berikutnya:

Saran toeritis

1. Penyesuaian diri sosial hanya memberikan sumbangsih 40% terhadap

perubahan variabel perilaku agresif. Hendaknya pada penelitian

selanjutnya menambahkan variabel lain yang dapat mempengaruhi

perilaku agresif, yaitu: personal, kebudayaan, situasional, sumber

(71)

agar dapat menunjukan dimensi-dimensi penyesuaian diri sosial dan

perilaku agresif yang dominan ada di tempat penelitian.

Saran praktis

Setelah diuraikan beberapa saran teoritis diatas, selanjutnya

akan disarankan kepada pihak terkait (SMAN 3 Tangerang Selatan)

beberapa hal berikut ini:

1. Setelah diketahui bahwa baru 19% dari anak berbakat intelektual

memiliki tingkat penyesuaian diri sosial yang tinggi, maka pihak

sekolah disarankan untuk terus melatih kemampuan anak dalam

penyesuaian diri sosial nya, agar anak berbakat intelektual yang

mengikuti program akselerasi tersebut mampu mengendalikan perilaku

agresif mereka.

2. Merancang program-program informal di luar sekolah seperti outbond

dan school go to camping, selain dalam rangka mempererat tali

silaturahmi dan meningkatkan rasa kebersamaan, juga melatih

penyesuaian diri sosial siswa khususnya siswa yang mengikuti

program akselerasi di SMAN 3 Tangerang Selatan.

3. Menerapkan sistem komunikasi dua arah yang lebih intensif antara

pihak sekolah dan orangtua tentang setiap perubahan perilaku anak

(72)

4. Bagi orangtua agar dapat memberikan perhatian besar kepada anak

berbakat intelektual dengan banyak memberikan motivasi dan bantuan

atau pun penghargaan khusus untuk anak yang memilik penyesuaian

diri sosial dan mampu mengendalikan perilaku agresif mereka, dan

berbagai bentuk dukungan lainnya agar bisa meningkatkan

(73)

Refika Aditama

Arikunto.S. (2006). Prosedur penelitian. Cet. Ketigabelas. Jakarta: PT. Adi Mahasatya

Azwar. S.(2008). Penyusunan skala psik%gi. Get. Kesebelas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Baron. R.( 2005). Psik%gi sosial. Jilid 2. Edisi Kesepuluh. Jakarta: Penerbit Erlangga

Chaplin.JP. (2006). Kamus /engkap psik%gi. Jakarta: Penerbit Raja Grafindo Persada

Davidoff. L.(1988). Psik%gi suatu pengantar. Jilid 2. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga

Tim Direktorat PSLB. (2009). Pedoman penye/enggaraan program

percepatan be/ajar. Jakarta: Diknas

Tim Direktorat PSLB. (2003). Pedoman penye/enggaraan program

percepatan be/ajar. Jakarta: Diknas

Gerungan.W. (1996). Psik%gi sosia/. Edisi Ketiga, Gel. Pertama. Bandung: PT. Eresco

Hawadi. RA. (2002). /dentifikasi keberbakatan inte/ektua/ me/a/ui metode

non-tes dengan pendekatan konsep keberbakatan Renzulli. Jakarta

Grasindo

Kartono. K. (2000). Hygiene mental. Bandung: Penerbit Mandar Maju

Mangunsong. F. (1998). Psik%gi dan pendidikan anak /uar bias8. Get. Pertama. Jakarta: LPSP3 UI

Sarwono.Sw. (2002). Psik%gi sosia/ individu dan teori-teori psik%gi sosiaf .

Get. Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka

(74)

Refika Aditama

Van Tiel. J. (2007). Anakku ter/arobat bicara. Jakarta: Prenada Media Group.

WEBSITE

---(2007). Kebutuhan sosial dan emosional anak berbakat. Diunduh

Gambar

Tabel3.2Tabel3.1Indikator Penyesuaian Diri SosialIndikator Perilaku Agresif
Table 3.2Indikator perilaku agresif
Tabel3.3Indeks Validitas Skala Penyesuaian Diri Sosial
ue pnn penvesualan. tTabel3.4d'In . sosla se
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan mulai desember 2013 sampai dengan Maret 2014 untuk menilai hubungan antara lama menonton televisi dengan perilaku agresif pada remaja.. Subjek dibagi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan penyesuaian diri dan dukunga sosial teman sebaya dengan hardiness, hubungan antara penyesuaian diri dengan hardiness,

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah adanya hubungan adegan kekerasan komedi pesbuker dengan perilaku agresif anak apabila durasi dan frekuensi seorang

DAFTAR LAMPIRAN ... Latar Belakang Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Penyesuaian Diri ... Pengertian penyesuaian diri ... Aspek-aspek penyesuaian diri

Peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif variabel yang digunakan adalah: variabel 

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara peran keluarga dan konsep diri dengan perilaku agresif remaja di SMK Kesatrian Purwokerto Kabupaten

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini yaitu pada proses penyesuaian diri dan penyesuaian sosial lebih mengarah pada pekerjaannya, bagaimana meningkatkan

Dengan demikian, hipotesis nol (Ho) yang berbunyi tidak ada hubungan antara konsep diri dengan perilaku agresif siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Kupang tahun pelajaran