• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU AGRESIF ANAK-ANAK PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT YAYASAN SOSIAL SOEGIJAPRANATA (PSP YSS) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERILAKU AGRESIF ANAK-ANAK PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT YAYASAN SOSIAL SOEGIJAPRANATA (PSP YSS) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU AGRESIF ANAK-ANAK PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT YAYASAN SOSIAL SOEGIJAPRANATA (PSP YSS)

S k r i p s i

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh : Ariska Kristianto

019114060

JURUSAN PSIKOLOGI PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

Halaman Moto

A

d

M

aiorem

D

ei

G

loriam”

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi dengan Judul

PERILAKU AGRESIF ANAK-ANAK PERKAMPUNGAN SOSIAL

PINGIT

YAYASAN SOSIAL SOEGIJAPRANATA (PSP YSS)

dipersembahkan kepada

Bapak dan Ibu Tercinta:

FX. PURWANTO DAN YULIANA SRI HASTUTI

Kakakku:

OCTAVIANUS IRWAN KRISTIANTO

Aku dan Para Sahabatku

(6)
(7)

ABSTRACT

CHILDREN AGGRESSIVE BEHAVIOR IN

PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT YAYASAN SOSIAL SOEGIJAPRANATA (PSP YSS)

Ariska Kristianto Faculty of Psychology Sanata Dharma University

Yogyakarta

The aim of this research was to find out the level of aggressive behavior on middle and late childhood in Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegijapranata. The types of aggressive behavior in this research are physical aggression, objects attack, verbal or symbolic aggressions, and properties violation.

The subjects of the research were twenty middle and late children of

Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegijapranata, 10 – 12 years old.

The instrument used in the data gathering was the aggressive behavior scale which composed by the researcher. The scale was directly tested to the subject and resulted in 0.940 reliability coefficient. The descriptive percentage was used to describe the aggressive behaviors in Perkampungan Sosial Pingit.

The research result indicated that children in Perkampungan Sosial Pingit

have average aggressive behaviors in general.

In aggressive behavior aspects; verbally or symbolically aggressions aspect was in the highest empirical mean, 2.33. The second was the physical aggression, 2.125. Properties violation showed 2.059. Then, the lowest aggression was on objects attack which showed 2.05.

Keywords: aggressive behavior, children,Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegijapranata (PSP YSS)

(8)

viii ABSTRAK

PERILAKU AGRESIF ANAK-ANAK PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT YAYASAN SOSIAL SOEGIJAPRANATA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat perilaku agresif pada anak-anak usia pertengahan dan akhir di Perkampungan Sosial Pingit. Bentuk-bentuk perilaku agresif dalam penelitian ini adalah: menyerang secara fisik, menyerang suatu objek, menyerang secara verbal atau simbolis, melanggar hak milik atau menyerang benda orang lain.

Subjek penelitian ini adalah anak-anak Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegijapranata (PSP YSS) berjumlah 20 anak berusia 10-12 tahun.

Alat yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu dengan menggunakan skala perilaku agresif yang disusun oleh peneliti sendiri. Skala tersebut di uji cobakan langsung pada subyek dan menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,940. Untuk menggambarkan perilaku agresif pada anak-anak Perkampungan Sosial Pingit digunakan deskriptif persentase.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum anak-anak Perkampungan Sosial Pingit memiliki perilaku agresif sedang.

Pada aspek-aspek perilaku agresif, aspek perilaku agresif menyerang secara verbal atau simbolis memiliki rerata mean emipirik yang tertinggi, yaitu 2,33. Pada urutan ke dua yaitu menyerang secara fisik (2,125). Urutan ketiga terdapat pada aspek melanggar hak milik atau menyerang benda orang lain (2,059). Bentuk agresi terendah terdapat pada aspek menyerang suatu obyek yaitu memiliki rerata 2,05.

(9)
(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada kekuatan yang membuat segala sesuatu

ada, Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria dan semua orang kudus atas segala

penyertaan, perlindungan dan kekuatan yang telah diberikan sehingga penulis bisa

menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Semuanya berawal dari ketidak sempurnaan, yang beriringan, berproses dan

saling bersinergi untuk terciptanya sesuatu. Begitu pula dengan skripsi ini, sebuah

karya yang tak pernah sempurna tanpa hadirnya dari pihak-pihak yang membantu

membuat skripsi ini menjadi sesuatu. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan ijin penulis untuk dapat

menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi., Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing

skripsi yang telah memberikan banyak hal, bimbingan, arahan, masukan dan

waktunya dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini.

3. Ibu Sylvia Carolina M.Y.M.,S.Psi., M.Si selaku dosen pembimbing akademik

dan Kaprodi Psikologi untuk semua bantuan, bimbingan, kesabaran dan (tentu

saja) tanda tangan perpanjangan studinya. Matur nuwun sanget njih bu.

(11)

4. Pak Siswa sebagai dosen pembimbing akademik lama, terima kasih atas

penyertaanmu dari awal masuk kuliah sampai kemudian digantikan Bu Sylvi.

Matur nuwun sanget pak.

5. Fr. Eko dan Frater Jesuit lain, segenap Volunteer Perkampungan Sosial Pingit,

teman-teman PBM Pend. Akuntansi Sanata Dharma dan segenap Keluarga

Besar Perkampungan Sosial Pingit yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu,. Terima kasih atas bantuan, kerjasama dan suasana hangat berada di

antara kalian. Kalian adalah percikan yang telah menyulut kobaran.

6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

untuk semua ilmu yang telah kalian ajarkan, serta seluruh staf Fakultas

Psikologi, Pak Gie, mbak Nanik, mas Gandung, mas Muji, mas Doni atas

segala bantuan selama penulis kuliah sampai selesai. matur nuwun.

7. Wakil Rektor III beserta staf, Pak Koeswandono, mbak Nova, mas Anton, mas

Martono. Terima kasih atas semua wejangan, dan suasana hangat yang kalian

berikan.

8. Bapak Ibuku, atas semua kasih sayang, dukungannya. Matur nuwun wis kerep

diseneni mergo ra gek rampung kuliah. Aku Sayang Kalian.

9. Mas Irwan, kakakku satu-satunya. Matur nuwun sakabehe.

10.Teman-teman Komunitas Suket dan segenap relasinya. Eko “Lemu”, mbak

Ika, Paijo, Eko”Kodok”, Yudhis”Kuman”, Ibink, Jenthik, Simin, Japar, Hari,

Lita, Novi, Fista, Trisa, sahabat sekaligus saudara terbaik Misil(alm), Cacan,

Edo, dan semua yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih

(12)

atas keluarga yang indah. Maafkan juga karna aku bukan penerus yang baik,

tapi kalian akan tetap selalu ada di hatiku. Miss You All.

11.Keluarga Besar Kontrakan “Tumindak Ngiwo” dan antek-anteknya dahulu dan

sekarang, Kopet, Sigot, Ganyong, Barjo, Windra, Neri, Sapi, Kowok, Klowor,

Itong, Suko, Dika, In Memoriam Chyntya dan semuanya. Miss you all.

12.Pak Surono (alm), mas Anom, mas Eko. Kalian adalah guru, bapak, kakak, dan

sahabat yang baik. Terima kasih atas setiap pembelajaran dan senyum yang

kalian berikan.

13.Komunitas Sendang Jatiningsih, Pak Rebin, Bu Rebin (alm), mas Joko, Wiji,

Nino, Abu, Leo”kempok”, Tomi, Tono, Paijo, Ganung, kang Eri, dan

semuanya. Terima kasih atas keluarga dan persahabatan yang kalian berikan.

14.Setiap sudut kampus Sanata Dharma beserta manusia-manusianya. Pak Totok,

mas Yono, pak Pangat, pak dan mas penjaga parkiran kampus Mrican dan

Paingan, pak dan mas karyawan, juga Satpam. Kantin Mrican beserta para

penghuninya. UKM Sexen, Mapasadha, semua UKM yang ada di Sanata

Dharma, teman-teman Sastra, dan semua penghuni kantin lainnya, kalian

adalah teman-teman yang hebat. Thanks all.

15.Teman-teman Psikologi Angkatan 2001. Suatu kehormatan menjadi bagian

dari kalian.

16.Teman-teman Fakultas Psikologi semua angkatan, dan Komunitas Bawah

Tangga (KBT) Psikologi kalian adalah kisah terindah sepanjang hidupku di

Psikologi.

(13)

17.Adikku Ucie dan bolo-bolo nya, Alma n Friends, terimakasih motivasinya.

18.Teman-teman Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Sanata Dharma, Sandi,

Nino, Antok, Sedik, Udjo, Boim, Andre, Puput, Nanda, Thomas, Titin, semua

teman-teman PBI yang telah menemani, menyemangati dan memberikan

sentuhan pada setiap petualanganku di Sanata Dharma serta semua kehidupan

di Pendidikan Bahasa Inggris Sanata Dharma. PBI “sorry, I Love You”.

19.Wartadi’s House, Gedongkiwo MJ I/723 dan para penghuninya

Sahabat-sahabatku Kristiadi, Eko”landak”, Leo. Nuwun bro, atas rumah canda dan

keluh kesahnya.

20.Para sahabat yang lain. Dedi (nuwun wis kerep nakokke perkembangan

skripsiku), Oho (tengkyuh motivasine cui)Bayu (nuwun dolan-dolane), Siro

(nuwun wis diajari) dan teman-teman seperjuangan penghabisan (Seto, Dion,

Sius, Dion, Acong, Mira, Yayak, Sony, Jelly, Rani, Eta, Lasro, Silva, Anas,

Roma, Ori, dll), terima kasih support dan motivasinya.

21.Semua pihak yang sudah membantuku dalam pengerjaan skripsi yang tidak

bisa penulis sebutkan satu persatu.

22...dan.. semua kenangan tentang cinta, persahabatan, petualangan, keluh kesah

dan senyum para sahabat di seluruh sudut kampus Sanata Dharma.

Yogyakarta, 24 Agustus 2009

Hormat saya

Ariska Kristianto

(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………...…...……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

MOTTO... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

ABSTRACT... vii

ABSTRAK…... viii

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xiv

DAFTAR TABEL... xvii

DAFTAR SKEMA... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xix

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian... 5

BAB II LANDASAN TEORI... 6

A. PERILAKU AGRESIF... 6

(15)

1. Pengertian Perilaku Agresif... 6

2. Jenis-jenis Perilaku Agresif ... 7

3. Bentuk-bentuk Perilaku Agresif…... 8

4. Teori Perilaku Agresif... 8

5. Faktor-faktor yang Memunculkan Perilaku Agresif ... 14

B. ANAK-ANAK USIA PERTENGAHAN DAN AKHIR... 17

1. Pengertian Anak-Anak... ... 17

2. Karakteristik Anak Usia Pertengaha dan Akhir... 18

C. PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT... 21

1. Sejarah... 21

2. Kegiatan………... 22

3. Anak-Anak Perkampungan Sosial Pingit ... 23

D. PERILAKU AGRESIF ANAK-ANAK PSP ... 26

E. PERTANYAAN PENELITIAN... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 31

A. Jenis Penelitian... 31

B. Variabel Penelitian…………... 31

C. Definis Operasional Variabel Penelitian... 32

D. Subyek Penelitian... 32

E. Metode Pengumpulan Data... 33

F. Validitas dan Reliabilitas... 35

H. Metode Analisis Data... 38

(16)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 40

A. Pelaksanaan Penelitian…………... 40

B. Analisis Data Hasil Penelitian... 41

1. Deskripsi Rerata Tingkat Perilaku Agresif... 41

2. Kategorisasi Perilaku Agresif... 42

3. Deskripsi Rerata setiap Aspek Bentuk Perilaku Agresif... 43

C. Pembahasan………...45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 53

LAMPIRAN ... 55

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skor Berdasarkan Kategori Jawaban……… 34

Tabel 2. Distribusi Item………. 35

Tabel 3. Hasil Analisis Item……… 37

Tabel 4. Distribusi Item Setelah Try Out……… 37

Tabel 5. Demografis Sampel Penelitian………...………..… 40

Tabel 6. Deskripsi Data Penelitian……….……….. 41

Tabel 7. Uji T……….. 41

Tabel 8. Kategorisasi Perilaku Agresif…..……..……….….. 43

Tabel 11. Deskripsi Data Setiap Aspek Bentuk Perilaku Agresif……….… 43

(18)

DAFTAR SKEMA

Skema 1 : Alur Penelitian………. 29

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Skala Perilaku Agresif Uji coba Penelitian……….. 56

Data Uji Coba Penelitian ……… 61

Data Penelitian………. 69

Deskripsi Data Penelitian………. 77

(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap anak adalah seorang pribadi unik dengan pola dan waktu

pertumbuhan yang bersifat individual, sebagaimana halnya untuk kepribadian,

temperamen, gaya belajar, latar belakang dan pengalaman keluarga. Begitu juga

perilaku mereka, hal-hal yang mendasari atau menjadi penyebab munculnya

suatu perilaku pada mereka tentu saja juga sangat bermacam-macam. Perilaku

agresif misalnya. Pada umumnya perilaku agresif pada anak-anak usia dini

mungkin belum begitu terpengaruh oleh faktor lingkungan. Perilaku agresi yang

muncul dari anak-anak biasanya lebih dikarenakan amarah, jengkel, iri, dengan

tujuan untuk kemenangan, menuntut keadilan, membenarkan diri, dan pemuasan

atas perasaan. Berbeda dengan anak-anak pada usia yang lebih besar dimana

perilaku yang mereka dapatkan adalah hasil dari proses meniru perilaku di sekitar

mereka atau hasil pembelajaran dari lingkungan sekitarnya.

Agresi adalah suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan

frustasi, benci atau marah dan didasari keadaan emosi secara mendalam dari

setiap orang sebagai bagian penting dari keadaan emosional yang dapat

diproyeksikan ke lingkungan, ke dalam diri, atau secara destruktif. Agresi

berkaitan dengan trauma pada masa anak, pada saat merasa lapar, kedinginan,

basah, atau merasa tidak nyaman (Barry, 1998 dalam Yosep).

(21)

Disadari maupun tidak perilaku agresif sangat dekat dengan kehidupan

anak. Sejak usia sangat dini anak-anak sudah dikenalkan pada bentuk-bentuk

kekerasan mulai dari verbal, fisik, bahkan seksual. Pengalaman anak-anak

berhadapan dengan kekerasan sangat beraneka ragam baik dari segi

bentuk-bentuk kekerasan yang dialami, pelaku kekerasan, tempat kejadian, dan

sebab-sebab terjadinya kekerasan. Melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan

orang tua, anggota keluarga, orang dewasa lainnya maupun teman bermainnya,

anak mulai mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial. Anak-anak akan

lebih mudah mengingat dan menyimpan sebuah perilaku yang ia lihat dari orang

dewasa dan kemudian meniru perilaku tersebut.

Agresi yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat luas, yang

berdasarkan social learning theory merupakan bentuk yang dipelajari dari

perilaku sosial dimana individu mendapatkan respon agresif dan melakukan

tindakan kekerasan melalui pengalaman hidup di masa lalu dan dari situasi

lingkungan sosialnya.

Dalam konteks pembentukan perilaku agresif pada anak anak, pertanyaan

yang muncul kemudian adalah bagaimana jika anak-anak tumbuh dan

berkembang dalam sebuah lingkungan keras yang memiliki banyak faktor

terhadap kemunculan perilaku agresif mereka dan bagaimana akibat yang akan

terjadi dari perilaku anak-anak tersebut? Perkampungan Sosial Pingit adalah

(22)

payung hukum oleh lembaga Yayasan Sosial Soegijapranata dari Komisi Sosial

Ekonomi Keuskupan Agung Semarang.

Anak-anak Perkampungan Sosial Pingit adalah anak-anak dari keluarga

kelas bawah yang miskin. Orang tua mereka menghidupi keluarga mereka

dengan bekerja keras baik sebagai pemulung, tukang becak, pengemis, bahkan

pekerja seks. Tak jarang anak-anak harus ikut bekerja untuk mencukupi

kebutuhan keluarga mereka, baik dengan mengamen, atau menjual koran di

perempatan jalan. Tak dapat dipungkiri pula bahwa lingkungan tempat mereka

tinggal merupakan lingkungan yang kurang berpendidikan dan seringkali orang

tua mendidik anak-anaknya dengan keras, membentak-bentak penuh kemarahan

dan caci maki. Kekerasan, kekurangan dan kemiskinan adalah hal yang harus

mereka hadapi setiap harinya baik dalam keluarga, lingkungan masyarakat,

maupun hubungan dengan teman sebayanya atau teman sepermainannya. Kondisi

tersebut di atas sesuai dengan yang dikemukakan oleh McCandless bahwa salah

satu faktor yang mendukung kemunculan perilaku agresif adalah kemiskinan.

Bila seorang anak dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku

agresi mereka secara alami mengalami penguatan (dalam Mutadin, 2002).

Kurangnya pengetahuan bagaimana mendidik anak yang baik juga terjadi

di Perkampungan Sosial Pingit. Agresifitas dianggap sebagai cara yang mudah

dalam mendidik anak. Agresifitas dianggap sebagai cara jitu untuk membuat

anak-anak menurut kepada orangtuanya. Anak-anak menurut kepada orangtua

(23)

dari ketakutan itu. Anak-anak merupakan korban agresifitas dan mereka belajar

dalam kehidupan yang tidak lepas dari agresifitas. Perilaku agresifitas yang

dipelajari anak-anak di dalam keluarga diimplementasikan dalam kehidupan

dengan teman sebayanya.

Ada bermacam-macam realitas agresifitas dalam kehidupan sebaya

anak-anak, baik secara verbal atau secara fisik maupun aktif dan pasif. Dari observasi

di awal penelitian, perilaku agresif pada anak-anak muncul terkadang hanya

sekedar untuk mencari perhatian volunteers yang datang, sebagai cara bagaimana

mendominasi teman-teman sebaya yang lain, dan juga sebagai bentuk ekspresi

emosi karena tidak mengerti emosi apa yang harus ditampilkan. Oleh sebab itu

penelitian ini dilakukan untuk melihat seberapa tingkat prilaku agresif yang

terjadi pada anak-anak di Perkampungan Sosial Pingit.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka

permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah seberapa

tingkat perilaku agresif anak-anak di Perkampungan Sosial Pingit.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan tingkat perilaku agresif yang

(24)

D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis

Menambah pemahaman dan memberi sumbangan pada pengembangan

ilmu psikologi, psikologi sosial dan psikologi perkembangan, tentang

gambaran perilaku agresif anak-anak pada masyarakat sub urban.

2. Praktis

a. Bagi masyarakat pada umumnya, penelitian ini dapat menjadi suatu

kesempatan untuk memahami perilaku agresif anak-anak pada

masyarakat sub urban, khususnya di Perkampungan Sosial Pingit.

b. Penelitian ini dapat membantu dalam pembuatan program-program

pendampingan di Perkampungan Sosial Pingit sebagai penanganan lebih

lanjut terhadap anak-anak Perkampungan Sosial Pingit khususnya

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. PERILAKU AGRESIF. 1. Pengertian perilaku agresif

Banyak pengertian dari para ahli dengan pandangan dan perspektif

mereka sendiri-sendiri mengenai agresi, yang pada dasarnya agresi mengarah

pada perilaku agresif. Dalam Berkowitz (1995) agresi didefinisikan sebagai

segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik

secara fisik maupun mental.

Widodo (2002) mengemukakan beberapa ciri perilaku agresif sebagai

berikut:

a. Bersifat menyakiti/merusak diri sendiri, orang lain atau obyek-obyek

penggantinya.

b. Tidak diinginkan oleh orang yang menjadi sasaran/korban.

c. Seringkali diartikan sebagai perilaku yang melanggar norma sosial.

Dari beberapa hal yang dikemukakan di atas, secara umum perilaku

agresif dapat didefinisikan sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan

untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental atau secara verbal

dan merugikan atau menimbulkan korban pada pihak lain.

(26)

2. Jenis perilaku agresif

Myers, 1966 dalam Wirawan (2002) membagi agresi ke dalam dua

jenis berdasarkan tujuan yang mendasarinya yaitu:

a. Agresi rasa benci atau agresi emosi (hostile aggression) yaitu

merupakan ungkapan kemarahan yang ditandai dengan emosi yang

tinggi dan perilaku agresif dalam agresi rasa benci atau agresi emosi

ini adalah tujuan dari agresi itu sendiri.

b. Agresi sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain (instrumental

aggression) yaitu agresi yang hanya merupakan sarana untuk mencapai

tujuan lain dan pada umumnya tidak dengan disertai emosi..

Pembagian jenis perilaku agresif yang lain adalah dikemukakan oleh

Sears (1991) yang membagi perilaku agresi berdasarkan norma yang ada

dalam masyarakat. Sears membagi perilaku agresi ke dalam tiga bentuk yaitu :

a. Agresi antisosial yaitu tindakan agresi yang tidak sesuai dengan norma

sosial yang ada seperti tindakan kriminal (perampokan, pembunuhan.

pemukulan).

b. Agsesi prososial yaitu tindakan agresi yang diatur oleh norma sosial

seperti hukuman yang diberikan atas tindak kejahatan.

c. Agresi yang disetujui (sanctioned aggression) yaitu agresi yang tidak

diterima dalam norma sosial tapi masih dalam batas yang wajar. Tindakan

tersebut tidak melanggar standar moral yang telah diterima seperti

(27)

3. Bentuk-bentuk perilaku agresif.

Medinus & Johnson (1976) mengelompokkan agresi menjadi empat

bentuk sebagai berikut:

a. menyerang secara fisik (memukul, mendorong, meludahi, menendang,

menggigit, memarahi, dan merampas).

b. menyerang suatu objek (menyerang benda mati atau binatang)

c. menyerang secara verbal atau simbolis (mengancam secara verbal,

menuntut)

d. melanggar hak milik atau menyerang benda orang lain.

Keempat bentuk perilaku tersebut di atas yang kemudian akan

digunakan sebagai acuan dalam pembuatan skala penelitian.

4. Teori perilaku agresif

Ada banyak teori atau penjelasan mengenai perilaku agresif dengan

sudut pandang yang berbeda. Akan tetapi ada tiga garis besar atau tiga

kategori yang membedakan agresi dan menjelaskan tentang agresi tersebut

yaitu:

a. Berpusat pada orang (instinctual),

b. Berpusat pada situasi (behavioral, environmental),

c. dan menggunakan interaksi (kognitif).

Hal tersebut di atas selaras dengan yang dikemukakan oleh Wirawan

(28)

teori, yaitu teori bawaan atau bakat, teori environmentalis atau teori

lingkungan, dan teori kognitif .

a. Berpusat pada orang (instinctual).

1. Teori Psikoanalitik.

Menurut pandangan psikoanalitik agresi merupakan perilaku

kodrati atau bawaan manusia. Manusia secara genetik ditakdirkan untuk

agresif. Agresi mengendalikan kekuatan insting (murtido), permusuhan

juga berasal dari insting ini yang secara perlahan berkembang seiring

dengan berjalannya waktu (akumulasi energi) dan jika energi tersebut

tidak dilepaskan secara aman, akan mencapai tingkat yang

membahayakan. Energi agresif harus dilepaskan, jika tidak akan

meledak dan membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain oleh

karena itu masyarakat adalah merupakan alat untuk mengatur atau

mengontrol agresi atau energi agresif tersebut, akan tetapi menurut teori

ini agresi tidak bisa benar-benar dikontrol atau dikurangi.

2. Teori naluri atau insting

William James meyakini bahwa naluri-naluri atau insting-insting

mempunyai kemiripan dengan refleks-refleks, yaitu karena dibangkitkan

oleh stimulus sensori dan kemunculan pertamanya buta. Buta dalam hal

ini diartikan tingkah laku naluriah tersebut muncul secara otomatis di

bawah kondisi-kondisi tertentu tidak dengan disertai pengetauan ke arah

(29)

naluri adalah merupakan impuls yang menjadi kekuatan yang bekerja

dalam diri organisme atau individu untuk menuntun tingkah laku, akan

tetapi di lain pihak James merasa bahwa naluri tersebut berinteraksi

dengan ingatan seseorang sehingga tingkah laku tersebut tidak lagi buta.

Tingkah laku bisa berubah oleh pengalaman. Naluri adalah tendensi

untuk bertindak dalam suatu cara tertentu (James dalam Koeswara,

1988).

Teori insting lain tentang agresi adalah teori yang dikemukakan

oleh Freud yang berpendapat bahwa dalam setiap diri individu terdapat

dua jenis insting yaitu insting untuk mempertahankan hidup yang

dikenal dengan eros dan insting untuk mati atau insting untuk

menghilangkan kehidupan yang dikenal dengan thanatos. Agresi dalam

pandangan Freud dapat dimasukkandalam jenis insting mati atau

menghilangkan kehidupan (thanatos), yang merupakan ekspresi dari

hasrat kematian yang berada dalam taraf tak sadar. Ekspresi agresi ini

dihalangi oleh ego dan suprego seperti aturan, orang lain, dan budaya

yang akan menekan hasrat ini, selain hal tersebut ego juga akan

mengendalikan hasrat kematian ini dengan sublimasi, yaitu penyaluran

instink tersebut ke dalam aktivitas non agresif yang secara sosial dapat

(30)

3. Teori Biologi.

Moyer (1976) berpendapat bahwa perilaku agresif ditentukan

oleh proses tertentu yang terjadi di otak dan susunan syaraf pusat.

Hormon juga dapat membawa sifat agresif. Perilaku agresif juga

disebabkan oleh meningkatnya hormon testosteron. Peningkatan

testosteron tidak langsung dapat memicu munculnya perilaku agresif,

akan tetapi harus ada pemicu dari luar, dalam hal ini hormon testosteron

bertindak sebagai enteseden.

Konrad Lorenz lebih menekankan pada naluri agresif. Lorenz

berpendapat bahwa tingkah laku naluriah tertentu ada atau bertahan

pada organisme dikarenakan mempunyai nilai survival bagi organisme

tersebut, hal ini memiliki implikasi yang penting dalam memahami

fungsi dan peran agresi pada organisme berbagai species. Setiap tingkah

laku naluriah memiliki sumber energi yang disebut sebagai energi

tindakan spesifik (action specific energy) dan kemunculannya dikunci

oleh mekanisme pelepasan bawaan (innate releasing mechanism)

(Koeswara, 1988).

b. Berpusat pada situasi atau keadaan

Teori frustrasi agresi menjelaskan bahwa agresi muncul karena

adanya halangan pada sebuah tujuan. Sikap ini menyebabkan seseorang

berkeinginan untuk merusak dan tujuan yang bersifat agresif ini

(31)

(2002) mengemukakan bahwa agresi dipicu oleh frustrasi. Frustrasi adalah

hambatan terhadap pencapaian suatu tujuan.

Berkowitz (1978,1989) menyebutkan bahwa frustrasi menimbulkan

kemarahan, dimana emosi marah itulah yang memicu agresi (Wirawan,

2002). Frustrasi bukan satu-satunya syarat kemunculan agresi, frustrasi

menurut Berkowitz hanyalah salah satu syarat dan akan aktual apabila ada

stimulus eksternal, yang dalam hal ini adalah senjata (Berkowitz, 1995).

Orang terdorong untuk menyerang orang lain ketika mereka frustrasi, gagal

dalam mencapai suatu tujuan, atau tidak mendapatkan imbalan yang

diharapkan.

Berkowitz dalam Koeswara (1988) mengemukakan bahwa terdapat

dua faktor yang menjadi syarat bagi kemunculan agresi, yaitu:

1. Kesiapan untuk bertindak agresif yang biasanya terbentuk oleh

pengalaman frustrasi.

2. Adanya stimulus-stimulus eksternal yang memicu pengungkapan

agresi.

c.Teori Interaksi.

Perilaku agresif juga bisa diperoleh dari pembelajaran dari

masyarakat. Agresi sebagai perilaku yang dipelajari atau hasil belajar,

melibatkan faktor-faktor (stimulus-stimulus) eksternal sebagai

(32)

Bandura dengan teori belajar dari masyarakat atau social learning

theory mengatakan bahwa agresi dipelajari dari contoh-contoh perbuatan

agresif, tentu saja contoh-contoh yang dimaksudkan Bandura adalah

contoh-contoh perilaku agresif yang ada di masyarakat dan sering dijumpai

di lingkungan masyarakat. Bandura mengatakan orang menjadi agresif

dapat disebabkan orang belajar respon agresif pada pengalaman masa lalu

mereka, orang menjadi agresif juga dikarenakan mereka menerima atau

mengharapkan hadiah karena bertindak agresif dan karena didorong oleh

kondisi masyarakat yang bertindak agresif (dalam Aggression,2007).

Orang belajar bagaimana menjadi agresif, dan sikap tersebut

ditunjukkan pada masyarakat baik oleh benda hidup ataupun

simbol-simbol. Manusia belajar karena adanya modelling (pemberian contoh) yaitu

proses dimana seseorang mengamati sikap orang lain dan pikiran yang

menyertainya, serta menggunakannya sendiri. Melalui pemberian contoh

(model) seseorang membentuk sikap baru (belajar karena mengamati).

Dari uraian teori-teori tersebut di atas dapat diketahui bahwa

perilaku agresif terbentuk atau muncul dikarenakan oleh bermacam-macam

faktor. Perilaku agresif itu sendiri bisa muncul pada setiap individu oleh

faktor-faktor tersebut. Dari teori belajar dapat diketahui bahwa melalui

proses belajar dari orang lain maupun lingkungan.perilaku agresif

dipelajari dari lingkungan, dari perilaku agresif yang ada di masyarakat dan

(33)

5. Faktor-faktor yang memunculkan perilaku agresi.

Faktor-faktor penentu perilaku agresif yang utama adalah rasa marah,

dan proses belajar respons agresif. Proses belajar tersebut dapat terjadi melalui

langsung terhadap respons agresif atau melalui imitasi (Sears, 1991).

Baron dan Byrne (2005) membagi faktor-faktor penyebab munculnya

perilaku agresif ke dalam tiga bagian besar yang kemudian diperinci lagi ke

dalam beberapa bagian. Bagian tersebut dapat dijelasakan sebagai berikut :

a. Faktor sosial.

i. Frustrasi – Termuat dalam hipotesis frustrasi agresi, yaitu tidak

terpenuhinya sesuatu yang diharapkan atau yang diinginkan membuat

frustasi dan terkadang mengarah pada perilaku agresi. Frustrasi dapat

mengarahkan individu pada tindakan agresif karena frustrasi itu sendiri

bagi individu merupakan situasi yang tidak menyenangkan dan individu

tersebut ingin mengatasinya dengan berbagai cara termasuk cara agresif.

Individu akan cenderung memilih tindakan agresif sebagai cara

mengatasi frustrasinya apabila terdapat stimulus-stimulus yang

mendukung ke arah tindakan agresif tersebut (Berkowitz dalam

Koeswara, 1988).

ii. Provokasi – Tindakan dari orang lain yang cenderung memicu agresi

(34)

iii. Agresi yang dipindahkan – Agresi pada seseorang yang bukan menjadi

sumber provokasi. Agresi ini terjadi karena orang yang ingin melakukan

agresi tidak ingin atau tidak dapat melakukan agresi terhadap sumber

provokasi awal.

iv. Pemaparan terhadap kekerasan di media – Agresi terpicu dengan

melihat, mendengar dan membaca bentuk-bentuk kekerasan pada media

baik elektronik maupun cetak.

v. Keterangsangan yang meningkat – Keterangsangan dalam suatu situasi

dapat tersisa dan dapat muncul kembali saat mengahadapi situasi

berikutnya. Hal ini dapat membuat agresi tidak meningkat tetapi juga

dapat meningkatkan agresi tergantung pada pemikiran individu.

b. Faktor pribadi.

i. Kepribadian yang sudah ada pada tiap orang – ada orang yang

mempunyai kepribadian yang memicu perilaku agresif mereka. Ini

tergolong sebagai orang tipe A yang memiliki kepribadian yang

kompetitif, selalu terburu-buru, mudah tersinggung sedangkan bertolak

belakang dengan orang-orang yang bertipe B yang kepribadian mereka

tidak memicu perilaku agresif yaitu tidak kompetitif, tidak selalu

terburu-buru, tidak mudah kehilangan kendali.

ii. Bias atribusional hostile – saat individu memiliki kecenderungan untuk

mempersepsikan buruk motif tindakan orang lain saat tindakan tersebut

(35)

c. Faktor situasional.

i. Suhu udara yang tinggi – Suhu udara yang tinggi akan cenderung meningkatkan agresi, tetapi hanya sampai titik tertentu. Di atas tingkat

tertentu agresi menurun selagi suhu udara menigkat. Suhu udara yang

panas memiliki dampak terhadap munculnya tingkah laku sosial berupa

peningkatan agresivitas.

ii. Konsumsi alkohol – Pengkonsumsian alkohol dapat meningkatkan

agresi pada individu yang dalam keadaan normal menunjukkan tingkat

agresi yang rendah.

Selain itu faktor lain yang menyebabkan munculnya perilaku

agresif adalah pembelajaran sosial, pengaruh kelompok dan pengaruh

(36)

B. ANAK-ANAK USIA PERTENGAHAN DAN AKHIR. 1. Pengertian anak-anak.

Menurut Kamus Psikologi (Chaplin, 2005), anak atau kanak-kanak

(child) adalah seorang anak yang belum mencapai tingkat kedewasaan, bisa

diartikan juga seorang individu diantara kelahiran dan masa pubertas, atau

seorang individu di antara kanak-kanak (masa pertumbuhan, masa kecil) dan

masa pubertas.

Sedangkan Santrock (2002) menyebutkan bahwa yang disebut sebagai

anak-anak adalah usia antara 5/6 tahun sampai dengan 11/12 tahun, yaitu dari

masa awal anak-anak (early childhood) sampai masa pertengahan dan akhir

anak-anak (middle and late childhood) atau usia sekolah dasar.

Santrock (2002) menyebutkan klasifikasi usia anak-anak dibagi

menjadi beberapa periode, yaitu:

1. Masa awal anak-anak (early childhood) - akhir masa bayi hingga usia

kira-kira 5-6 tahun.

2. Masa pertengahan dan akhir anak-anak (middle and late childhood) atau

tahun-tahun sekolah dasar – usia 6 hingga 12 tahun.

Dari pembagian usia anak-anak di atas, usia anak-anak yang akan

digunakan dalam penelitian ini adalah masa pertengahan dan akhir anak-anak

(37)

2. Karakteristik anak-anak usia pertengahan dan akhir.

Masa anak-anak sebagai masa pertumbuhan yang khusus. Periode

masa pertengahan dan akhir masa anak-anak meliputi pertumbuhan yang

lambat dan konsisten. Santrock (2002) menyebutkan bahwa masa ini

merupakan suatu periode tenang sebelum pertumbuhan yang cepat menjelang

masa remaja.

a. Perkembangan Kognitif.

Perkembangan kognitif anak-anak masa pertengahan dan akhir

bertitik tolak dari teori Piaget tentang pemikiran operasional konkret.

Pemikiran operasional konkret terdiri dari operasi-operasi atau

tindakan-tindakan mental yang memungkinkan anak melakukan secara mental apa

yang telah dilakukan sebelumnya secara fisik. Karakteristik pemikiran

operasional konkret adalah sebagai berikut (Santrock, 2002):

1. Dapat melakukan operasi-operasi, dengan mengubah tindakan secara

mental, memperlihatkan ketrampilan-ketrampilan konservasi.

2. Penalaran secara logis menggantikan penalaran intuitif, tetapi hanya di

dalam keadaan-keadaan konkret.

3. Tidak abstrak (misalnya: tidak dapat membayangkan langkah-langkah

persamaan aljabar).

4. Memiliki ketrampilan-ketrampilan klasifikasi, dapat menggolongkan

benda-benda ke dalam perangkat-perangkat dan sub-subperangkat

(38)

Memori jangka panjang (long term memory) anak-anak bertambah

selama masa pertengahan dan akhir masa anak. Pengetahuan

anak-anak juga mempengaruhi memori mereka.

b. Perkembangan Sosial.

Selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, diri internal, diri

sosial, dan diri komparatif secara sosial menjadi lebih sangat menonjol

dalam pemahaman diri. Anak-anak usia sekolah dasar semakin

menggambarkan diri mereka dengan karakteristik-karakteristik internal dan

psikologis. Anak-anak di usia ini juga cenderung mengidentifikasikan diri

mereka berdasarkan karakteristik-karakteristik sosial dan perbandingan

sosial.

1. Keluarga.

Anak-anak masa pertengahan dan akhir hanya memiliki waktu

yang relatif sedikit dengan orang tuanya. Sedikit waktu untuk mendapat

asuhan, bimbingan, pengajaran membaca, berbicara dan bermain.

Anak-anak lebih menghabiskan waktunya dengan teman-teman sebayanya.

2. Perkembangan Relasi teman sebaya.

Sepanjang masa pertengahan dan akhir anak-anak, anak-anak

lebih banyak meluangkan banyak waktu untuk bersama dengan

teman-teman sebayanya, bermain dan berinteraksi dengan teman-teman sebayanya.

Seperti halnya dengan masa awal anak-anak, berinteraksi dengan teman

(39)

masa pertengahan dan akhir masa kanak-kanak. Di sisi lain, teman

sebaya, baik di lingkungan rumah maupun sekolah, juga merupakan

pihak yang seringkali dikatakan memberikan pengaruh buruk pada

perilaku anak. Bukan berarti pergaulan mereka kemudian harus dibatasi,

karena anak tetap memerlukan teman untuk melatih kemampuannya

bersosialisasi dan kematangan emosinya.

Persahabatan anak-anak mengandung 6 fungsi yaitu: kawan,

dorongan, semangat, dukungan fisik, dukungan ego, perbandingan

sosial, keakraban dan afeksi.

3. Sekolah.

Di samping keluarga dan teman-temannya sekolah juga

mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi perkembangan selama

pertengahan dan akhir masa kanak-kanak. Interaksi dengan guru dan

teman sebaya di sekolah, memberikan suatu peluang yang besar bagi

anak-anak untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan

keterampilan sosial, memperoleh pengetahuan tentang dunia serta

mengembangkan konsep diri sepanjang masa pertengahan dan akhir

masa kanak-kanak (Santrock, 2002).

c. Perkembangan Moral.

Menurut Piaget perkembangan moral anak-anak kecil ditandai oleh

moralitas heteronom dan ketika usia 10 tahun mereka akan beralih pada

(40)

lebih tua percaya bahwa aturan dapat berubah dan sadar bahwa hukuman

tidak selalu menyertai suatu perbuatan yang salah. Kolhberg dalam

Santrock (2002) mengemukakan bahwa perkembangan moral didasarkan

pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap.

C. PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT (PSP). 1. Sejarah.

Perkampungan Sosial pingit atau PSP dirintis pada tahun 1965 oleh

seorang Frater Jesuit dari Kolese St. Ignatius bernama Benhard Kieser.

Sebuah komunitas yang bergerak dalam bidang community development yang

hadir untuk memberikan pelayanan sederhana bagi keluarga-keluarga

tunawisma pada pasca krisis ekonomi 1965. Berkat bantuan Bapak Sobarjo,

gerakan sederhana ini mendapatkan sebidang tanah di tepi sungai winongo

yang terus digunakan sebagai pusat kegiatan PSP sampai saat ini.

Mulai 1968, aktivitas sosial tersebut mendapat payung hukum oleh

lembaga Yayasan Sosial Soegijapranata dari Komisi Sosial Ekonomi

Keuskupan Agung Semarang. Semenjak saat itu dan sampai saat ini aktivitas

sosial tersebut lebih dikenal di Yogyakarta sebagai YSS (Yayasan Sosial

Soegiapranata), sampai pada tahun 2005, terjadi merger antara YSS dengan

Yayasan Realino dan YSS kembali ke nama aslinya yaitu Perkampungan

(41)

2. Kegiatan.

Perkampungan Sosial Pingit memiliki dua divisi, yaitu divisi

pendidikan yang berfokus pada pendampingan pembentukan watak (character

building) bagi anak-anak RT 01-03 Pingit dan divisi pengembangan

komunitas yang berfokus terhadap pendampingan keluarga tuna wisma supaya

siap tinggal kembali di masyarakat.

Perkampungan Sosial Pingit memiliki 5 bentuk kegiatan yang

bermacam-macam, kegiatan tersebut yaitu:

a. Pendampingan orang tua /keluarga.

Ada 2 cara pendampingan:

1. Personal, dimaksudkan untuk menjadi teman satu sama lain.

2. Kelompok, membantu resosialisasi, membangun ikatan persaudaraan/

kepedulian satu sama lain dan kerjasama antar warga serta penambahan

pengetahuan ataupun ketrampilan.

b. Pendampingan anak.

Ada 2 jenis pendampingan:

1. Personal. Dimaksudkan untuk menjadi teman sepermainan anak-anak

dan dari situ masuk pada proses pendidikan maupun pembelajaran .

2. Kelompok, nampak dalam pendampingan di kelas. Ada beberapa

macam kelas baik dari tingkat pendidikan maupun tingkat minat.

Maksudnya adalah membuka seluas luasnya kebebasan, aktualisasi diri

(42)

Kamis pukul 19.00-20.30 dan sabtu sore pukul 16.00 untuk kelas

gambar.

c. Pelayanan kantor.

Umumnya menangani beasiswa pendidikan bagi anak-anak, kesehatan,

tabungan, dan bantuan-bantuan lain.

d. Pelayanan kesehatan.

Pelayanan kesehatan di tempat penampungan (PSP YSS) di pingit.

Dilaksanakan oleh seorang dokter yang dengan sukarela membantu

pelayanan kesehatan bagi siapa saja. Biasanya sebulan sekali.

e. Rapat (refleksi-evaluasi).

Masing-masing volunteers membuat catatan yang dapat disampaikan

secara lisan dan tertulis mengenai jalannya kegiatan dan proses yang terjadi

dari para dampingan.

3. Anak-anak Perkampungan Sosial Pingit.

Anak-anak Perkampungan Sosial Pingit adalah anak-anak dari

keluarga yang kurang mampu juga termasuk dalam golongan kaum Sub

Urban, yang tinggal di Pingit, tepi kali Winongo dan berada dalam naungan

PSP (Perkampungan Sosial Pingit).

Jumlah anak menurut data awal tahun 2007 adalah 46 anak, baik yang

sekolah maupun yang tidak sekolah. Berdasarkan wawancara dengan salah

satu Volunteer PSP, jumlah anak yang aktif mengikuti kegiatan

(43)

a. Karakteristik anak-anak Perkampungan Sosial Pingit

Anak-anak Perkampungan sosial Pingit kebanyakan berasal dari

keluarga yang kurang mampu, keluarga dengan pendidikan dan ekonomi

yang rendah dan biasanya mereka juga ikut bekerja membantu orang

tuanya sebagai pemulung, pengamen, dan bahkan pengemis. Meskipun

kebanyakan bersekolah, tetapi ada juga yang memilih untuk tidak sekolah

atau berhenti sekolah dan bekerja untuk mencari sesuap nasi.

Secara fisik, anak-anak Pingit memiliki penampilan yang kumal

karena terbiasa hidup atau mencari nafkah di jalan, tetapi ada juga yang

cukup bersih. Di sisi lain, anak-anak Perkampungan Sosial Pingit memiliki

perilaku yang kurang begitu menerima hadirnya orang-orang baru pada

lingkungan mereka, misalnya sikap-sikap yang mereka tunjukkan pada

volunteer-volunteer baru di PSP. Teriakan, caci maki, saling mengejek,

bahkan berkelahi sangat akrab dengan kehidupan keseharian mereka.

Selain kepada teman-teman anak, perilaku tersebut juga sering dilakukan

anak-anak PSP kepada volunteers PSP. Anak-anak PSP memiliki perilaku

yang keras, sulit mengalah dengan orang lain, suka mencari perhatian

dengan berperilaku yang memancing perhatian dan juga cenderung mau

(44)

b. Realitas anak-anak Perkampungan Sosial Pingit

Permasalahan anak yang terjadi di Perkampungan Sosial Pingit

antara lain adalah sebagai berikut (Notulensi rapat divisi pendidikan, Selasa

17 Februari 2004):

1. Anak-anak yang kurang akrab.

2. Anak-anak gaduh, ramai, berkelahi: dimungkinkan karena kurangnya

perhatian, cemburu, iri, ketergantungan teman akrab, pada dasarnya

memang jahil, suka mengganggu dan menang sendiri.

3. Kemampuan membahasakan emosi kurang.

4. Anak sulit diajak untuk berkembang. Fakta menunjukkan bahwa

prestasi akademis semakin berkurang. Kegagalan ini meliputi:

‐ Kegagalan akademis (kekurangan uang dan dukungan dari orang tua).

3. Kegagalan kemampuan dasar dalam mengembangkan ketrampilan

(kurang uang dan akses untuk menampilkan ketrampilan)

4. Kegagalan dalam interaksi sosial.

5. Konsentrasi belajar anak berkurang karena: karakter diri anak yang

bersangkutan, pertemanan dengan orang yang dekat serta sarana

belajar dan metode pendampingan yang kurang.

6. Anak yang sudah sekolah sering tidak mau diajak belajar:

kemungkinan besar bagi mereka yang berhobi menggambar (nilai +)

(45)

7. Hidup dalam lingkaran kekerasan, baik kekerasan verbal atau fisik.

Teladan yang baik dari orang tua masih sangat kurang.

Sedangkan permasalahan khusus yang terjadi pada anak yang tidak

sekolah adalah:

1. Kondisi yang tidak sekolah mempunyai sikap manja, susah diatur,

tidak mau kerja sendiri namun juga tidak mau mandiri.

2. Kondisi anak yang putus sekolah biasanya: mengganggu yang sedang

belajar, over acting serta ngobrol serta ngobrol dan kongkow serta

nongkrong.

3. Anak yang masih sekolah namun juga turun ke jalan. Anak kelompok

ini terkadang bersikap keras, minder, malas dan kasar. Anak-anak yang

turun ke jalan dan ngamen lebih dikarenakan masalah ekonomi

(dipaksa oleh orang tuanya) atau alasan sosial.

D. PERILAKU AGRESIF ANAK-ANAK PERKAMPUNGAN SOSIAL

PINGIT.

Anak-anak merupakan suatu masa atau usia yang sangat memiliki

peranan penting dalam rentang kehidupan. Selain pertumbuhan fisik yang sangat

menonjol, perkembangan psikologis juga akan berkembang dalam usia ini.

Anak-anak belajar sesuatu melalui interaksinya dengan orang-orang terdekat, teman

(46)

perilaku baik maupun buruk, betul maupun salah, adalah keluarganya yang

terdekat.

Selain dari keluarganya, munculnya perilaku pada anak-anak adalah

juga pengaruh dari lingkungannya. Kondisi masyarakat yang serba keras, kondisi

ekonomi yang kurang mampu (miskin), tingkat pendidikan yang rendah serta

pola asuh yang kurang baik dan sarat dengan figur-figur yang keras tentu saja

akan berpengaruh juga dalam pembentukan perilaku anak.

Perilaku agresif mungkin merupakan perilaku yang cukup menonjol

dalam lingkungan Perkampungan Sosial Pingit, baik yang terjadi atau dimiliki

orang tua atau orang dewasa maupun anak-anak yang tinggal di lingkungan

tersebut (Perkampungan Sosial Pingit). Lokasi Perkampungan tersebut juga

dimungkinkan mempengaruhi dalam pembentukan watak dan perilaku pada

masyarakat PSP khususnya anak-anak. Bagaimana tidak, Perkampungan Sosial

Pingit yang terletak di Kampung pingit RT 01/RW 01 Kelurahan Bumijo,

Kecamatan Jetis sejak dulu memang dikenal sebagai daerah gali atau preman,

begitu juga kampung sebelah selatan Pingit yaitu Badran yang dari dulu juga

dikenal sebagai daerah gali dan tentu saja sangat mempunyai pengaruh besar

terhadap pola masyarakat PSP dan perkembangannya. Hal tersebut juga

menjelaskan bahwa sejak kecil anak-anak yang tinggal di daerah tersebut

khususnya Perkampungan Sosial Pingit sudah hidup dalam lingkungan keras dan

(47)

Uraian di atas menunjukkan bahwa lingkungan sosial anak-anak di

Perkampungan Sosial Pingit memiliki karakteristik tertentu yang dapat

mempengaruhi perilaku anak-anak, salah satunya adalah perilaku agresif.

Dengan kondisi lingkungan orang dewasa yang berpendidikan rendah, tingkat

ekonomi yang rendah (miskin), lingkungan pergaulan yang keras, dan

lingkungan yang tidak kondusif untuk pengembangan pribadi positif anak tentu

saja dapat menimbulkan pengaruh terhadap munculnya perilaku agresif yang

cukup tinggi.

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti rendahnya tingkat

pendidikan, mata pencaharian dan bahkan tingkat ekonomi masyarakat yang

cukup rendah juga menjadi faktor pembentukan perilaku anak-anak di sana.

Pendidikan yang kurang tepat dari orang tua yaitu dengan membentak-bentak

penuh kemarahan dan caci maki sangat memberikan andil dalam pembentukan

perilaku pada anak-anak di lingkungan tersebut.

Perlakuan yang mereka (anak-anak) dapatkan, yang telah mereka lihat

dan bahkan terima dari ketika usia mereka masih kecil membuat anak-anak

memiliki perilaku yang sama yang ia tiru dari pemberi perlakuan tersebut. Tak

jarang pula perilaku tersebut masih melekat sampai pada usia mereka remaja.

Bagaimana tidak, perilaku agresif yang sering mereka temui dan alami, seperti

memberikan legalitas pada perilaku agresif mereka dan tak jarang perilaku

agresif yang mereka pelajari dan alami tersebut mereka kenakan pada

(48)

orang-orang yang usianya di atas mereka. Di sisi lain, anak-anak dengan keadaan

emosional yang masih labil dan sangat memiliki perilaku meniru membuat

mereka semakin jauh dari kehidupan normal anak-anak seusia mereka atau

masyarakat pada umumnya dan tentu saja memberikan penguatan pada perlaku

agresif mereka (anak-anak PSP) dan meskipun sudah adanya pemberian

pendampingan dari pihak PSP terhadap anak-anak itu sendiri.

(49)

E. PERTANYAAN PENELITIAN.

Untuk mengetahui tingkat perilaku agresif pada anak-anak

Perkampungan Sosial Pingit, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah

bagaimana gambaran tingkat perilaku agresif pada anak-anak Perkampungan

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Penelitian deskriptif

adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat pemeriaan (penyandaraan)

secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat suatu

populasi tertentu (Usman dan Akbar, 2001).

Dari uraian tersebut di atas, peneliti akan menggunakan data kuantitatif

mengenai variabel yang diteliti, yang didapatkan melalui analisis skor jawaban

subyek pada skala sebagaimana adanya. Hal tersebut dilakukan untuk

mengetahui bentuk-bentuk perilaku agresif yang dilakukan atau ada pada

anak-anak Perkampungan Sosial Pingit, tanpa membuat kesimpulan yang berlaku

secara umum di luar subjek penelitian.

B. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini akan digunakan satu variabel penelitian yaitu

perilaku agresif anak-anak Perkampungan Sosial Pingit. Penelitian ini

menggunakan metode deskriptif, oleh karena itu tidak ada kontrol terhadap

variabel.

(51)

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini yang dimaksud sebagai perilaku agresif yaitu segala

bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik

maupun mental atau secara verbal dan merugikan atau menimbulkan korban pada

pihak lain dan akan diukur dengan skala bentuk perilaku agresif menurut

Medinus & Johnson (1976), kemudian akan dilihat bahwa semakin tinggi skor

maka semakin tinggi perilaku agresifnya.

Bentuk bentuk perilaku agresif yang dipakai dan atau menjadi dasar

dalam penelitian ini adalah bentuk atau jenis perilaku agresif yang dikemukakan

Medinus dan Johnson (1976), yaitu:

a. Menyerang secara fisik (memukul, mendorong, meludahi, menendang,

menggigit, memarahi,dan merampas)

b. Menyerang suatu objek (menyerang benda mati atau binatang)

c. Menyerang secara verbal atau simbolis (mengancam secara verbal,

menuntut)

d. Melanggar hak milik atau menyerang benda orang lain.

D. Subjek Penelitian

Lokasi yang digunakan sebagai tempat penelitian dalam penelitian ini

adalah Perkampungan Sosial Pingit yang terletak di Kampung pingit RT

(52)

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive sampling,

yaitu teknik pengambilan subjek penelitian dengan menentukan terlebih dahulu

ciri-ciri atau karakteristik subjek yang menjadi penelitian, pemilihan sekelompok

subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang

mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang

sudah diketahui sebelumnya (Azwar, 1992). Peneliti akan mengambil 20 subyek

yaitu anak-anak Perkampungan Sosial Pingit (PSP) usia pertengahan dan akhir

masa anak-anak atau usia sekolah dasar yang berusia 10 tahun sampai 12 tahun

yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Anak-anak yang tinggal di Perkampungan Sosial Pingit.

2. Anak-anak usia 10 – 12 tahun.

3. Mendapat pendampingan di Perkampungan Sosial Pingit dan mengikuti

kegiatan belajar “Senin Kamis”

E. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala yang

berbentuk kuesioner yang disebarkan pada subyek penelitian yaitu anak-anak

Perkampungan Sosial Pingit. Skala dalam bentuk kuesioner tersebut berisikan

item-item yang menampilkan pernyataan-pernyataan berdasarkan variabel

penelitian itu sendiri yaitu bentuk-bentuk perilaku agresif menurut Medinus dan

(53)

Skala perilaku agresif yang digunakan terdiri dari tiga pilihan jawaban

yaitu indikasi penilaian rendah dimulai dari nilai 1 hingga nilai tertinggi 3.

Adapun rentang penilaian skala perilaku agresif tersebut adalah sebagai berikut:

Sering (1), Kadang-Kadang (2), dan Tidak Pernah (3).

Dengan penggunaan kategori jawaban yaitu Tidak Pernah,

Kadang-Kadang, Sering, dalam pengukurannya setiap pernyataan atau aitem memiliki

kemungkinan memperoleh skor atau nilai yang bergerak dari 1 sampai 3

berdasarkan kategori favorable dan unfavorable.

Tabel 1: Skor Berdasarkan Kategori Jawaban

Jawaban Skor

Favorable Unfavorable

Tidak Pernah 1 3

Kadang-Kadang 2 2

(54)

Berikut ini adalah blue print skala perilaku agresif berdasarkan kategori

favorable dan unfavorable beserta pendistribusian item skala penelitian.

Tabel 2: Distribusi Item

No Aspek Item Jumlah

Favorable Jml Unfavorable Jml

1 Menyerang secara fisik 1,4,5,12,22,24,45 7 16,29,35,37,40 5 12

2 Menyerang suatu objek 2,7,11,13,14,15,43 7 20,23,27,32,36 5 12 3 Menyerang secara

verbal atau simbolis

3,10,17,19,33,38,44 7 9,26,28,41,47 5 12

4 Melanggar hak milik atau menyerang benda orang lain

8,18,25,30,34,42,46 7 6,21,31,39,48 5 12

TOTAL 28 20 48(100%)

F. Validitas dan Reliabilitas.

Suatu alat ukur dalam sebuah penelitian hendaklah memenuhi validitas

dan reliabilitas supaya alat ukur tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah.

1. Validitas.

Pengujian validitas dalam penelitian diperlukan untuk mengetahui

apakah skala yang dibuat mampu menghasilkan data yang akurat sesuai

(55)

Penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi menunjukkan

sejauh mana item-item dalam skala penelitian mencakup keseluruhan kawasan

isi yang hendak diukur oleh penelitian tersebut, yaitu isinya harus tetap

relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan pengukuran.

Pengukuran validitas isi dilakukan dengan Profesional Judgement

(Azwar, 1995) yaitu penilaian validitas terhadap suatu alat ukur yang

dilakukan orang-orang yang dianggap ahli dan profesional di bidangnya,

dalam hal ini adalah dosen pembimbing skripsi.

2. Seleksi aitem.

Seleksi aitem digunakan untuk menentukan aitem mana yang baik dan

layak digunaka dalam penelitian. Pengambilan aitem ditentukan dengan

melihat koefisien korelasi aitem total tiap aitem yang nilainya lebih dari 0.30,

berdasarkan asumsi bahwa aitem yang memiliki daya diskriminasi lebih dari

0.30 adalah baik dan layak digunakan dalam sebuah penelitian (Azwar,1999).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan kriteria pemilihan aitem

berdasarkan korelasi aitem-total dengan batasan rix > 0,25, dengan kata lain

bahwa koefisien korelasi aitem total tiap aitem yang nilainya > 0,25 adalah

yang digunakan atau baik dan layak digunakan. Jika ada aitem yang memiliki

koefisien korelasi aitem total < 0,25 maka aitem tersebut dinyatakan gugur

karena dinilai memiliki daya diskriminasi rendah. Tabel 4 merupakan hasil

(56)

Table 3: Hasil Analisis Aitem

Dari hasil analisis aitem tersebut di atas, aitem-aitem yang lolos

seleksi adalah aitem yang memiliki rix > 0,25. Dari perhitungan tersebut

diperoleh 42 aitem. Aitem-aitem tersebut adalah aitem yang dipakai.

Tabel 4: Distribusi item setelah try out

No Aspek Item Jumlah

Favorable Jml Unfavorable Jml

1 Menyerang secara fisik 1,4,12,22,24,45 6 29,35,37,40 4 10 2 Menyerang suatu objek 2,7,11,13,14,15,43 7 20,23,32,36 4 11 3 Menyerang secara

verbal atau simbolis

3,10,17,19,33,38 6 26,28,41,47 4 10

4 Melanggar hak milik atau menyerang benda orang lain

8,18,25,30,34,42,46 7 6,21,31,48 4 11

(57)

3. Reliabilitas.

Reliabilitas pada dasarnya bertitik tolak dari konsistensi atau

keterpercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran.

Tingginya tingkat reliabilitas dilihat dari tingginya nilai koefisien

reliabilitas. Semakin tinggi koefisien reliabilitas (mendekati angka 1,00)

semakin tinggi pula reliabilitasnya dan semakin rendah koefisien reliabilitas

(mendekati 0) maka semakin rendah pula reliabilitasnya (Azwar, 2004).

Penngukuran reliabilitas dan uji analisis pada penelitian ini dilakukan dengan

koefisien alpha (α ) Cronbach dengan menggunakan SPSS 16 for Windows.

Hasil estimasi reliabilitas setelah seleksi aitem diperoleh Alpha

Cronbach sebesar 0,940.

H. Metode Analisis Data

Metode analisis yang akan digunakan dalam menganalisis data pada

penelitian ini adalah dengan menggunakan metode statistik deskriptif yang

meliputi penyajian data melalui tabel, perhitungan nilai maksimum, nilai

minimum, mean teoritis, mean empiris, standar deviasi, perhitungan prosentase,

deskripsi tentang rerata mean empirik dan kategorisasi perilaku agresif.

Hasil penelitian ditentukan dengan membandingkan antara Mean teoritik

dan Mean Empirik peruntuk mengetahui data tingkat perilaku agresif. Berikut ini

adalah hasil perhitungan data teoritik dengan N item = 42

(58)

b. Skor maksimum : 42 x 3 = 126

c. Range : 126 – 42 = 84

d. Standar Deviasi (σ) : 84 = 14 6

(59)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Mei dan Juni 2009, pengambilan data

dilakukan di Perkampungan Sosial Pingit Yogyakarta yang ditujukan pada

anak-anak usia sekolah dengan batasan usia psikologis antara 6-12 tahun atau middle

and late chilhood akan tetapi peneliti hanya menggunakan anak-anak dalam usia

sekolah kelas 4-6 sekolah dasar. Karena jumlah subyek yang ada adalah 20,

maka peneliti menggunakan subyek lain dengan usia yang sama sebanyak 20

orang untuk keperluan seleksi aitem.

Jumlah skala yang disebar adalah sebanyak 40 yang meliputi 20 angket

pada subyek penelitian yang akan diolah dan 20 subyek tambahan dengan tingkat

usia yang sama.

Tabel 5: Tabel Demografis Sampel Penelitian

Usia Usia Jumlah

Laki-laki Perempuan

(60)

B. Analisis Data Hasil Penelitian

1. Deskripsi Rerata Tingkat Perilaku Agresif.

Tabel 6: Tabel Deskripsi Data Penelitian

Keterangan Teoritik Empirik

N 20

Minimum 42 61

Maksimum 126 113

Mean 84 89,75

SD 14 15,155

Dari data tersebut di atas diketahui bahwa mean empirik (89,75) lebih

besar atau lebih tinggi daripada mean teoritik (84) ini berarti bahwa secara

umum anak-anak Perkampungan Sosial Pingit memiliki Perilaku agresif yang

tinggi.

Tingkat signifikan dari perbedaan mean tersebut adalah seperti terlihat

pada table berikut ini:

Table 7: Uji T

(61)

D

a

r

dari uji t yang dilakukan, diperoleh taraf signifikansi 0,081 dan deketahui

bahwa 0,081>0,05 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan

sehingga asumsi diterima dan berarti perilaku agresif subyek adalah dalam

kategori tinggi.

Dari hasil tersebut, maka dapat diartikan bahwa subyek yaitu

anak-anak usia pertengahan dan akhir di Perkampungan Sosial Pingit Yayasan

Sosial Soegijapranata memiliki kecenderungan melakukan atau memiliki

perilaku agresif yang berada dalam tingkat tinggi.

2. Kategorisasi Perilaku Agresif.

Jika dibuat kategorisasi berdasarkan perhitungan mean teoritik,

kemudian membagi penskoran nilai total masing masing subyek atau

membuat suatu kategori jenjang sebagai berikut:

Kategori tinggi : 98 < X

Kategori sedang : 70 < X < 98

(62)

Berdasarkan jumlah subyek yang dipakai yaitu 20, maka diperoleh

kategorisasi seperti dalam tabel berikut:

Tabel 8: Kategorisasi perilaku agresif

Kategori N %

Tinggi 5 25% Sedang 12 60% Rendah 3 15%

Jumlah subjek pada penelitian ini adalah 20 orang anak-anak

Perkampungan Sosial Pingit usia middle andlate childhood atau pertengahan

dan akhir masa anak-anak. Setelah dilakukan pengolahan data dan ditentukan

kategori jenjangnya, maka diketahui bahwa 5 anak (25%) termasuk dalam

kategori tinggi, 12 anak (60%) termasuk dalam kategori sedang dan 3 anak

(15%) memiliki perilaku agresif yang termasuk dalam kategori rendah.

3. Deskripsi Rerata Setiap Aspek Bentuk Perilaku Agresif.

Table 9: Deskripsi Data Setiap Aspek Bentuk Perilaku Agresif

(63)

Dari hasil tersebut di atas terlihat bahwa pada setiap komponen bentuk

perilaku agresif diketahui bahwa rerata mean empirik yang cenderung merata.

Hal ini berarti bahwa subyek melakukan perilaku agresif yang relatif merata

dari bentuk-bentuk perilaku agresif tersebut. Hal tersebut terlihat pada

besarnya mean empirik pada setiap aspek yang tidak memiliki perbedaan yang

mencolok.

Jika dilihat dari besarnya rerata mean empirik per aspek, bentuk

perilaku agresif menyerang secara verbal atau simbolik memiliki rerata mean

empiri yang tertinggi yaitu 2,33. Pada urutan ke dua yaitu menyerang secara

fisik dengan rerata mean 2,125 kemudian melanggar hak milik atau

menyerang benda orang lain dengan rerata mean empirik 2,059 dan pada

urutan terakhir yang memiliki rerata mean empirik terendah adalah pada

bentuk perilaku agresif menyerang suatu obyek yaitu 2,05. Dari besarnya

rerata mean empirik tersebut dapat dilihat bahwa perilaku menyerang suatu

obyek lebih rendah atau lebih kecil untuk dilakukan subyek, sedangkan

perilaku agresif yang lebih sering dilakukan atau lebih adalah perilaku

menyerang secara verbal atau simbolik dan perilaku yang lain lebih dalam

kisaran yang sama. Hal tersebut bisa diartikan bahwa anak-anak

Perkampungan Sosial Pingit YSS cenderung lebih memiliki perilaku agresif

(64)

C. Pembahasan.

Anak usia pertengahan dan akhir secara formal sudah memiliki hubungan

dengan dunia yang lebih luar dan kebudayaannya (Santrock, 2002). Dalam

kontek pembentukan perilaku agresif, dunia luas sangat berpotensi terhadap

pembentukan perilaku agresif pada anak. Kondisi lingkungan yang ada di

Perkampungan Sosial Pingit yang sangat penuh dengan budaya keras dan agresif

akan sangat membentuk perilaku agresif pada anak. Dalam perkembangan

sosialnya, anak-anak usia ini cendrung mengidentifikasikan dirinya berdasarkan

karakteristik sosial dan perbandingan sosialnya (Santrock, 2002).

Kecenderungan untuk memperlihatkan perilaku agresif akan muncul

secara mencolok pada masa anak-anak. Perilaku tersebut biasanya muncul dalam

interaksi sosialnya dalam bentuk perilaku seperti marah, bermusuhan, bertengkar,

mengancam orang lain, menghancurkan barang orang lain, membanting mainan,

atau menyerang secara fisik (Setyandari, 2002).

Jika dilihat berdasarkan kategorisasi, dari 20 subyek 5 (25%) anak

memiliki perilaku agresif yang tinggi, 12 (60%) dalam kategori sedang dan 3

(15%) anak memiliki perilaku agresif yang rendah. Hal ini bisa diartikan bahwa

perilaku agresif anak-anak Perkampungan Sosial Pingit sebagian besar adalah di

atas rata-rata. Hal tersebut disebabkan oleh faktor lingkungan yang sangat

mendukung akan kemunculan perilaku agresif pada anak-anak tersebut.

Dari penelitian juga didapatkan 15% subyek memiliki perilaku agresif

(65)

cenderung tidak muncul atau anak jarang melakukan perilaku agresif. Meskipun

banyak perilaku perilaku kekerasan dan agresif di lingkungan pergaulan mereka,

akan tetapi anak mampu melakukan kontrol diri atau pengendalian diri untuk

tidak melakukan perilaku agresif. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik anak

usia pertengahan dan akhir yang dikemukakan Havighurst (dalam Astuti &

Lubis, 2009) dimana anak mulai membentuk sikap positif terhadap dirinya

sendiri dan mulai mengembangkan hati nurani, moralitas dan sistem nilai. Selain

dikarenakan kcenderungan pribadi anak untuk tidak melakukan perilaku agresif,

hadirnya pendampingan dan volunteers di Perkampungan Sosial Pingit juga ikut

andil dalam penurunan atau kontrol terhadap munculnya perilaku agresif anak

tersebut.

Dalam masa pertengahan dan akhir anak-anak lingkungan sosial adalah

sangat memberikan pengaruh dalam perilakunya. Faktor-faktor penentu perilaku

agresif yang utama adalah rasa marah, dan proses belajar respons agresif. Proses

belajar tersebut dapat terjadi melalui langsung terhadap respons agresif atau

melalui imitasi (Sears, 1991). Social learning theory menyebutkan bahwa agresi

dipelajari dari contoh-contoh perbuatan agresif, contoh-contoh yang

dimaksudkan adalah perilaku agresif yang ada di masyarakat dan sering dijumpai

di lingkungan masyarakat. Tak bisa dipungkiri bahwa kondisi sosial

Perkampungan Sosial Pingit yang merupakan daerah miskin, keluarga kelas

(66)

kekurangan dan kemiskinan sangat mempengaruhi perilaku anak-anak di

lingkungan tersebut.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif data penelitian diketahui bahwa

mean empirik yang lebih besar dari mean teoritik (89,75 > 84) yang dapat

diartikan bahwa anak-anak Perkampungan Sosial Pingit memiliki perilaku

agresif. Perilaku agresif yang terjadi adalah peirlaku menyerang secara fisik,

menyerang suatu obyek, menyerang secara verbal atau simbolis, serta melanggar

hak milik atau benda orang lain. Hal tersebut selaras dengan apa yang

dikemukakan oleh Setyandari di atas bahwa pada masa anak-anak ada

kecenderungan untuk memperlihatkkan perilaku agresif secara mencolok.

Jika dilihat berdasarkan analisis setiap aspek bentuk perilaku agresif,

anak-anak Perkampungan Sosial Pingit lebih cenderung melakukan perilaku

agresif menyerang secara verbal atau simbolik. Hal tersebut ditunjukkan dengan

rerata mean pada bentuk perilaku tersebut yang lebih tinggi dari bentuk perilaku

yang lain yaitu 2,33. Hal tersebut dikarenakan seiring dengan pertambahan usia

anak, perilaku agresif yang terjadi juga akan berubah. Anak-anak tidak lagi

melakukan perilaku agresif secara fisik tetapi lebih pada perilaku agresif secara

verbal atau simbolik misalnya dengan mengejek, menghindar atau perilaku

penolakan (Setyandari, 2002). Bukan berarti bahwa subyek tidak melakukan

perilaku agresif lain karena hasil rerata setiap bentuk perilaku agresif dalam

Gambar

Tabel 1.   Skor Berdasarkan Kategori Jawaban………………………………
gambar.
Tabel 1: Skor Berdasarkan Kategori Jawaban
Tabel 2: Distribusi Item
+5

Referensi

Dokumen terkait

Perilaku memberikan respon negatif terhadap bayi ditunjukkan ketika ada salah satu bayi yang rewel, pengasuh E lebih memilih untuk menggendong bayi yang lain sehingga bayi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan adanya hubungan penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif anak berbakat intelektual serta pengaruh yang diberikan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku agresif anak usia sekolah di SD Siti Hajar Medan.. Penelitian ini menggunakan desain

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku agresif anak usia sekolah di SD Siti Hajar Medan.. Penelitian ini menggunakan desain

PENGARUH PEMBERIAN PELATIHAN REGULASI EMOSI TERHADAP PERILAKU AGRESIF REMAJA PADA SISWA.. KELAS X SMK

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, berkat ridho dan karuniaNya penyusunan tugas akhir skripsi yang berjudul “Model Komunikasi Interpersonal Ibu Milenial dengan Anak

(3) Problematika kepedulian sosial anak-anak Sanggar Belajar Margosari, Sidorejo, Salatiga di lingkungan masyarakat yaitu: masih ada anak yang sesuka dirinya sendiri

Skripsi ini berjudul “Strategi Pekerja Sosial dalam Pelayanan Anak Tuna Rungu Wicara (Studi Kasus di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)”,