PERILAKU AGRESIF ANAK-ANAK PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT YAYASAN SOSIAL SOEGIJAPRANATA (PSP YSS)
S k r i p s i
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh : Ariska Kristianto
019114060
JURUSAN PSIKOLOGI PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
Halaman Moto
“
A
d
M
aiorem
D
ei
G
loriam”
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi dengan Judul
PERILAKU AGRESIF ANAK-ANAK PERKAMPUNGAN SOSIAL
PINGIT
YAYASAN SOSIAL SOEGIJAPRANATA (PSP YSS)
dipersembahkan kepada
:
Bapak dan Ibu Tercinta:
FX. PURWANTO DAN YULIANA SRI HASTUTI
Kakakku:
OCTAVIANUS IRWAN KRISTIANTO
Aku dan Para Sahabatku
ABSTRACT
CHILDREN AGGRESSIVE BEHAVIOR IN
PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT YAYASAN SOSIAL SOEGIJAPRANATA (PSP YSS)
Ariska Kristianto Faculty of Psychology Sanata Dharma University
Yogyakarta
The aim of this research was to find out the level of aggressive behavior on middle and late childhood in Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegijapranata. The types of aggressive behavior in this research are physical aggression, objects attack, verbal or symbolic aggressions, and properties violation.
The subjects of the research were twenty middle and late children of
Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegijapranata, 10 – 12 years old.
The instrument used in the data gathering was the aggressive behavior scale which composed by the researcher. The scale was directly tested to the subject and resulted in 0.940 reliability coefficient. The descriptive percentage was used to describe the aggressive behaviors in Perkampungan Sosial Pingit.
The research result indicated that children in Perkampungan Sosial Pingit
have average aggressive behaviors in general.
In aggressive behavior aspects; verbally or symbolically aggressions aspect was in the highest empirical mean, 2.33. The second was the physical aggression, 2.125. Properties violation showed 2.059. Then, the lowest aggression was on objects attack which showed 2.05.
Keywords: aggressive behavior, children,Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegijapranata (PSP YSS)
viii ABSTRAK
PERILAKU AGRESIF ANAK-ANAK PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT YAYASAN SOSIAL SOEGIJAPRANATA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat perilaku agresif pada anak-anak usia pertengahan dan akhir di Perkampungan Sosial Pingit. Bentuk-bentuk perilaku agresif dalam penelitian ini adalah: menyerang secara fisik, menyerang suatu objek, menyerang secara verbal atau simbolis, melanggar hak milik atau menyerang benda orang lain.
Subjek penelitian ini adalah anak-anak Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegijapranata (PSP YSS) berjumlah 20 anak berusia 10-12 tahun.
Alat yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu dengan menggunakan skala perilaku agresif yang disusun oleh peneliti sendiri. Skala tersebut di uji cobakan langsung pada subyek dan menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,940. Untuk menggambarkan perilaku agresif pada anak-anak Perkampungan Sosial Pingit digunakan deskriptif persentase.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum anak-anak Perkampungan Sosial Pingit memiliki perilaku agresif sedang.
Pada aspek-aspek perilaku agresif, aspek perilaku agresif menyerang secara verbal atau simbolis memiliki rerata mean emipirik yang tertinggi, yaitu 2,33. Pada urutan ke dua yaitu menyerang secara fisik (2,125). Urutan ketiga terdapat pada aspek melanggar hak milik atau menyerang benda orang lain (2,059). Bentuk agresi terendah terdapat pada aspek menyerang suatu obyek yaitu memiliki rerata 2,05.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada kekuatan yang membuat segala sesuatu
ada, Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria dan semua orang kudus atas segala
penyertaan, perlindungan dan kekuatan yang telah diberikan sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Semuanya berawal dari ketidak sempurnaan, yang beriringan, berproses dan
saling bersinergi untuk terciptanya sesuatu. Begitu pula dengan skripsi ini, sebuah
karya yang tak pernah sempurna tanpa hadirnya dari pihak-pihak yang membantu
membuat skripsi ini menjadi sesuatu. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan ijin penulis untuk dapat
menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi., Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing
skripsi yang telah memberikan banyak hal, bimbingan, arahan, masukan dan
waktunya dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini.
3. Ibu Sylvia Carolina M.Y.M.,S.Psi., M.Si selaku dosen pembimbing akademik
dan Kaprodi Psikologi untuk semua bantuan, bimbingan, kesabaran dan (tentu
saja) tanda tangan perpanjangan studinya. Matur nuwun sanget njih bu.
4. Pak Siswa sebagai dosen pembimbing akademik lama, terima kasih atas
penyertaanmu dari awal masuk kuliah sampai kemudian digantikan Bu Sylvi.
Matur nuwun sanget pak.
5. Fr. Eko dan Frater Jesuit lain, segenap Volunteer Perkampungan Sosial Pingit,
teman-teman PBM Pend. Akuntansi Sanata Dharma dan segenap Keluarga
Besar Perkampungan Sosial Pingit yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu,. Terima kasih atas bantuan, kerjasama dan suasana hangat berada di
antara kalian. Kalian adalah percikan yang telah menyulut kobaran.
6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
untuk semua ilmu yang telah kalian ajarkan, serta seluruh staf Fakultas
Psikologi, Pak Gie, mbak Nanik, mas Gandung, mas Muji, mas Doni atas
segala bantuan selama penulis kuliah sampai selesai. matur nuwun.
7. Wakil Rektor III beserta staf, Pak Koeswandono, mbak Nova, mas Anton, mas
Martono. Terima kasih atas semua wejangan, dan suasana hangat yang kalian
berikan.
8. Bapak Ibuku, atas semua kasih sayang, dukungannya. Matur nuwun wis kerep
diseneni mergo ra gek rampung kuliah. Aku Sayang Kalian.
9. Mas Irwan, kakakku satu-satunya. Matur nuwun sakabehe.
10.Teman-teman Komunitas Suket dan segenap relasinya. Eko “Lemu”, mbak
Ika, Paijo, Eko”Kodok”, Yudhis”Kuman”, Ibink, Jenthik, Simin, Japar, Hari,
Lita, Novi, Fista, Trisa, sahabat sekaligus saudara terbaik Misil(alm), Cacan,
Edo, dan semua yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih
atas keluarga yang indah. Maafkan juga karna aku bukan penerus yang baik,
tapi kalian akan tetap selalu ada di hatiku. Miss You All.
11.Keluarga Besar Kontrakan “Tumindak Ngiwo” dan antek-anteknya dahulu dan
sekarang, Kopet, Sigot, Ganyong, Barjo, Windra, Neri, Sapi, Kowok, Klowor,
Itong, Suko, Dika, In Memoriam Chyntya dan semuanya. Miss you all.
12.Pak Surono (alm), mas Anom, mas Eko. Kalian adalah guru, bapak, kakak, dan
sahabat yang baik. Terima kasih atas setiap pembelajaran dan senyum yang
kalian berikan.
13.Komunitas Sendang Jatiningsih, Pak Rebin, Bu Rebin (alm), mas Joko, Wiji,
Nino, Abu, Leo”kempok”, Tomi, Tono, Paijo, Ganung, kang Eri, dan
semuanya. Terima kasih atas keluarga dan persahabatan yang kalian berikan.
14.Setiap sudut kampus Sanata Dharma beserta manusia-manusianya. Pak Totok,
mas Yono, pak Pangat, pak dan mas penjaga parkiran kampus Mrican dan
Paingan, pak dan mas karyawan, juga Satpam. Kantin Mrican beserta para
penghuninya. UKM Sexen, Mapasadha, semua UKM yang ada di Sanata
Dharma, teman-teman Sastra, dan semua penghuni kantin lainnya, kalian
adalah teman-teman yang hebat. Thanks all.
15.Teman-teman Psikologi Angkatan 2001. Suatu kehormatan menjadi bagian
dari kalian.
16.Teman-teman Fakultas Psikologi semua angkatan, dan Komunitas Bawah
Tangga (KBT) Psikologi kalian adalah kisah terindah sepanjang hidupku di
Psikologi.
17.Adikku Ucie dan bolo-bolo nya, Alma n Friends, terimakasih motivasinya.
18.Teman-teman Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Sanata Dharma, Sandi,
Nino, Antok, Sedik, Udjo, Boim, Andre, Puput, Nanda, Thomas, Titin, semua
teman-teman PBI yang telah menemani, menyemangati dan memberikan
sentuhan pada setiap petualanganku di Sanata Dharma serta semua kehidupan
di Pendidikan Bahasa Inggris Sanata Dharma. PBI “sorry, I Love You”.
19.Wartadi’s House, Gedongkiwo MJ I/723 dan para penghuninya
Sahabat-sahabatku Kristiadi, Eko”landak”, Leo. Nuwun bro, atas rumah canda dan
keluh kesahnya.
20.Para sahabat yang lain. Dedi (nuwun wis kerep nakokke perkembangan
skripsiku), Oho (tengkyuh motivasine cui)Bayu (nuwun dolan-dolane), Siro
(nuwun wis diajari) dan teman-teman seperjuangan penghabisan (Seto, Dion,
Sius, Dion, Acong, Mira, Yayak, Sony, Jelly, Rani, Eta, Lasro, Silva, Anas,
Roma, Ori, dll), terima kasih support dan motivasinya.
21.Semua pihak yang sudah membantuku dalam pengerjaan skripsi yang tidak
bisa penulis sebutkan satu persatu.
22...dan.. semua kenangan tentang cinta, persahabatan, petualangan, keluh kesah
dan senyum para sahabat di seluruh sudut kampus Sanata Dharma.
Yogyakarta, 24 Agustus 2009
Hormat saya
Ariska Kristianto
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………...…...……… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
MOTTO... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi
ABSTRACT... vii
ABSTRAK…... viii
KATA PENGANTAR... x
DAFTAR ISI... xiv
DAFTAR TABEL... xvii
DAFTAR SKEMA... xiii
DAFTAR LAMPIRAN... xix
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah... 4
C. Tujuan Penelitian... 4
D. Manfaat Penelitian... 5
BAB II LANDASAN TEORI... 6
A. PERILAKU AGRESIF... 6
1. Pengertian Perilaku Agresif... 6
2. Jenis-jenis Perilaku Agresif ... 7
3. Bentuk-bentuk Perilaku Agresif…... 8
4. Teori Perilaku Agresif... 8
5. Faktor-faktor yang Memunculkan Perilaku Agresif ... 14
B. ANAK-ANAK USIA PERTENGAHAN DAN AKHIR... 17
1. Pengertian Anak-Anak... ... 17
2. Karakteristik Anak Usia Pertengaha dan Akhir... 18
C. PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT... 21
1. Sejarah... 21
2. Kegiatan………... 22
3. Anak-Anak Perkampungan Sosial Pingit ... 23
D. PERILAKU AGRESIF ANAK-ANAK PSP ... 26
E. PERTANYAAN PENELITIAN... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 31
A. Jenis Penelitian... 31
B. Variabel Penelitian…………... 31
C. Definis Operasional Variabel Penelitian... 32
D. Subyek Penelitian... 32
E. Metode Pengumpulan Data... 33
F. Validitas dan Reliabilitas... 35
H. Metode Analisis Data... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 40
A. Pelaksanaan Penelitian…………... 40
B. Analisis Data Hasil Penelitian... 41
1. Deskripsi Rerata Tingkat Perilaku Agresif... 41
2. Kategorisasi Perilaku Agresif... 42
3. Deskripsi Rerata setiap Aspek Bentuk Perilaku Agresif... 43
C. Pembahasan………...45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 53
LAMPIRAN ... 55
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Skor Berdasarkan Kategori Jawaban……… 34
Tabel 2. Distribusi Item………. 35
Tabel 3. Hasil Analisis Item……… 37
Tabel 4. Distribusi Item Setelah Try Out……… 37
Tabel 5. Demografis Sampel Penelitian………...………..… 40
Tabel 6. Deskripsi Data Penelitian……….……….. 41
Tabel 7. Uji T……….. 41
Tabel 8. Kategorisasi Perilaku Agresif…..……..……….….. 43
Tabel 11. Deskripsi Data Setiap Aspek Bentuk Perilaku Agresif……….… 43
DAFTAR SKEMA
Skema 1 : Alur Penelitian………. 29
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Skala Perilaku Agresif Uji coba Penelitian……….. 56
Data Uji Coba Penelitian ……… 61
Data Penelitian………. 69
Deskripsi Data Penelitian………. 77
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap anak adalah seorang pribadi unik dengan pola dan waktu
pertumbuhan yang bersifat individual, sebagaimana halnya untuk kepribadian,
temperamen, gaya belajar, latar belakang dan pengalaman keluarga. Begitu juga
perilaku mereka, hal-hal yang mendasari atau menjadi penyebab munculnya
suatu perilaku pada mereka tentu saja juga sangat bermacam-macam. Perilaku
agresif misalnya. Pada umumnya perilaku agresif pada anak-anak usia dini
mungkin belum begitu terpengaruh oleh faktor lingkungan. Perilaku agresi yang
muncul dari anak-anak biasanya lebih dikarenakan amarah, jengkel, iri, dengan
tujuan untuk kemenangan, menuntut keadilan, membenarkan diri, dan pemuasan
atas perasaan. Berbeda dengan anak-anak pada usia yang lebih besar dimana
perilaku yang mereka dapatkan adalah hasil dari proses meniru perilaku di sekitar
mereka atau hasil pembelajaran dari lingkungan sekitarnya.
Agresi adalah suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan
frustasi, benci atau marah dan didasari keadaan emosi secara mendalam dari
setiap orang sebagai bagian penting dari keadaan emosional yang dapat
diproyeksikan ke lingkungan, ke dalam diri, atau secara destruktif. Agresi
berkaitan dengan trauma pada masa anak, pada saat merasa lapar, kedinginan,
basah, atau merasa tidak nyaman (Barry, 1998 dalam Yosep).
Disadari maupun tidak perilaku agresif sangat dekat dengan kehidupan
anak. Sejak usia sangat dini anak-anak sudah dikenalkan pada bentuk-bentuk
kekerasan mulai dari verbal, fisik, bahkan seksual. Pengalaman anak-anak
berhadapan dengan kekerasan sangat beraneka ragam baik dari segi
bentuk-bentuk kekerasan yang dialami, pelaku kekerasan, tempat kejadian, dan
sebab-sebab terjadinya kekerasan. Melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan
orang tua, anggota keluarga, orang dewasa lainnya maupun teman bermainnya,
anak mulai mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial. Anak-anak akan
lebih mudah mengingat dan menyimpan sebuah perilaku yang ia lihat dari orang
dewasa dan kemudian meniru perilaku tersebut.
Agresi yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat luas, yang
berdasarkan social learning theory merupakan bentuk yang dipelajari dari
perilaku sosial dimana individu mendapatkan respon agresif dan melakukan
tindakan kekerasan melalui pengalaman hidup di masa lalu dan dari situasi
lingkungan sosialnya.
Dalam konteks pembentukan perilaku agresif pada anak anak, pertanyaan
yang muncul kemudian adalah bagaimana jika anak-anak tumbuh dan
berkembang dalam sebuah lingkungan keras yang memiliki banyak faktor
terhadap kemunculan perilaku agresif mereka dan bagaimana akibat yang akan
terjadi dari perilaku anak-anak tersebut? Perkampungan Sosial Pingit adalah
payung hukum oleh lembaga Yayasan Sosial Soegijapranata dari Komisi Sosial
Ekonomi Keuskupan Agung Semarang.
Anak-anak Perkampungan Sosial Pingit adalah anak-anak dari keluarga
kelas bawah yang miskin. Orang tua mereka menghidupi keluarga mereka
dengan bekerja keras baik sebagai pemulung, tukang becak, pengemis, bahkan
pekerja seks. Tak jarang anak-anak harus ikut bekerja untuk mencukupi
kebutuhan keluarga mereka, baik dengan mengamen, atau menjual koran di
perempatan jalan. Tak dapat dipungkiri pula bahwa lingkungan tempat mereka
tinggal merupakan lingkungan yang kurang berpendidikan dan seringkali orang
tua mendidik anak-anaknya dengan keras, membentak-bentak penuh kemarahan
dan caci maki. Kekerasan, kekurangan dan kemiskinan adalah hal yang harus
mereka hadapi setiap harinya baik dalam keluarga, lingkungan masyarakat,
maupun hubungan dengan teman sebayanya atau teman sepermainannya. Kondisi
tersebut di atas sesuai dengan yang dikemukakan oleh McCandless bahwa salah
satu faktor yang mendukung kemunculan perilaku agresif adalah kemiskinan.
Bila seorang anak dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku
agresi mereka secara alami mengalami penguatan (dalam Mutadin, 2002).
Kurangnya pengetahuan bagaimana mendidik anak yang baik juga terjadi
di Perkampungan Sosial Pingit. Agresifitas dianggap sebagai cara yang mudah
dalam mendidik anak. Agresifitas dianggap sebagai cara jitu untuk membuat
anak-anak menurut kepada orangtuanya. Anak-anak menurut kepada orangtua
dari ketakutan itu. Anak-anak merupakan korban agresifitas dan mereka belajar
dalam kehidupan yang tidak lepas dari agresifitas. Perilaku agresifitas yang
dipelajari anak-anak di dalam keluarga diimplementasikan dalam kehidupan
dengan teman sebayanya.
Ada bermacam-macam realitas agresifitas dalam kehidupan sebaya
anak-anak, baik secara verbal atau secara fisik maupun aktif dan pasif. Dari observasi
di awal penelitian, perilaku agresif pada anak-anak muncul terkadang hanya
sekedar untuk mencari perhatian volunteers yang datang, sebagai cara bagaimana
mendominasi teman-teman sebaya yang lain, dan juga sebagai bentuk ekspresi
emosi karena tidak mengerti emosi apa yang harus ditampilkan. Oleh sebab itu
penelitian ini dilakukan untuk melihat seberapa tingkat prilaku agresif yang
terjadi pada anak-anak di Perkampungan Sosial Pingit.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah seberapa
tingkat perilaku agresif anak-anak di Perkampungan Sosial Pingit.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan tingkat perilaku agresif yang
D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis
Menambah pemahaman dan memberi sumbangan pada pengembangan
ilmu psikologi, psikologi sosial dan psikologi perkembangan, tentang
gambaran perilaku agresif anak-anak pada masyarakat sub urban.
2. Praktis
a. Bagi masyarakat pada umumnya, penelitian ini dapat menjadi suatu
kesempatan untuk memahami perilaku agresif anak-anak pada
masyarakat sub urban, khususnya di Perkampungan Sosial Pingit.
b. Penelitian ini dapat membantu dalam pembuatan program-program
pendampingan di Perkampungan Sosial Pingit sebagai penanganan lebih
lanjut terhadap anak-anak Perkampungan Sosial Pingit khususnya
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PERILAKU AGRESIF. 1. Pengertian perilaku agresif
Banyak pengertian dari para ahli dengan pandangan dan perspektif
mereka sendiri-sendiri mengenai agresi, yang pada dasarnya agresi mengarah
pada perilaku agresif. Dalam Berkowitz (1995) agresi didefinisikan sebagai
segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik
secara fisik maupun mental.
Widodo (2002) mengemukakan beberapa ciri perilaku agresif sebagai
berikut:
a. Bersifat menyakiti/merusak diri sendiri, orang lain atau obyek-obyek
penggantinya.
b. Tidak diinginkan oleh orang yang menjadi sasaran/korban.
c. Seringkali diartikan sebagai perilaku yang melanggar norma sosial.
Dari beberapa hal yang dikemukakan di atas, secara umum perilaku
agresif dapat didefinisikan sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan
untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental atau secara verbal
dan merugikan atau menimbulkan korban pada pihak lain.
2. Jenis perilaku agresif
Myers, 1966 dalam Wirawan (2002) membagi agresi ke dalam dua
jenis berdasarkan tujuan yang mendasarinya yaitu:
a. Agresi rasa benci atau agresi emosi (hostile aggression) yaitu
merupakan ungkapan kemarahan yang ditandai dengan emosi yang
tinggi dan perilaku agresif dalam agresi rasa benci atau agresi emosi
ini adalah tujuan dari agresi itu sendiri.
b. Agresi sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain (instrumental
aggression) yaitu agresi yang hanya merupakan sarana untuk mencapai
tujuan lain dan pada umumnya tidak dengan disertai emosi..
Pembagian jenis perilaku agresif yang lain adalah dikemukakan oleh
Sears (1991) yang membagi perilaku agresi berdasarkan norma yang ada
dalam masyarakat. Sears membagi perilaku agresi ke dalam tiga bentuk yaitu :
a. Agresi antisosial yaitu tindakan agresi yang tidak sesuai dengan norma
sosial yang ada seperti tindakan kriminal (perampokan, pembunuhan.
pemukulan).
b. Agsesi prososial yaitu tindakan agresi yang diatur oleh norma sosial
seperti hukuman yang diberikan atas tindak kejahatan.
c. Agresi yang disetujui (sanctioned aggression) yaitu agresi yang tidak
diterima dalam norma sosial tapi masih dalam batas yang wajar. Tindakan
tersebut tidak melanggar standar moral yang telah diterima seperti
3. Bentuk-bentuk perilaku agresif.
Medinus & Johnson (1976) mengelompokkan agresi menjadi empat
bentuk sebagai berikut:
a. menyerang secara fisik (memukul, mendorong, meludahi, menendang,
menggigit, memarahi, dan merampas).
b. menyerang suatu objek (menyerang benda mati atau binatang)
c. menyerang secara verbal atau simbolis (mengancam secara verbal,
menuntut)
d. melanggar hak milik atau menyerang benda orang lain.
Keempat bentuk perilaku tersebut di atas yang kemudian akan
digunakan sebagai acuan dalam pembuatan skala penelitian.
4. Teori perilaku agresif
Ada banyak teori atau penjelasan mengenai perilaku agresif dengan
sudut pandang yang berbeda. Akan tetapi ada tiga garis besar atau tiga
kategori yang membedakan agresi dan menjelaskan tentang agresi tersebut
yaitu:
a. Berpusat pada orang (instinctual),
b. Berpusat pada situasi (behavioral, environmental),
c. dan menggunakan interaksi (kognitif).
Hal tersebut di atas selaras dengan yang dikemukakan oleh Wirawan
teori, yaitu teori bawaan atau bakat, teori environmentalis atau teori
lingkungan, dan teori kognitif .
a. Berpusat pada orang (instinctual).
1. Teori Psikoanalitik.
Menurut pandangan psikoanalitik agresi merupakan perilaku
kodrati atau bawaan manusia. Manusia secara genetik ditakdirkan untuk
agresif. Agresi mengendalikan kekuatan insting (murtido), permusuhan
juga berasal dari insting ini yang secara perlahan berkembang seiring
dengan berjalannya waktu (akumulasi energi) dan jika energi tersebut
tidak dilepaskan secara aman, akan mencapai tingkat yang
membahayakan. Energi agresif harus dilepaskan, jika tidak akan
meledak dan membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain oleh
karena itu masyarakat adalah merupakan alat untuk mengatur atau
mengontrol agresi atau energi agresif tersebut, akan tetapi menurut teori
ini agresi tidak bisa benar-benar dikontrol atau dikurangi.
2. Teori naluri atau insting
William James meyakini bahwa naluri-naluri atau insting-insting
mempunyai kemiripan dengan refleks-refleks, yaitu karena dibangkitkan
oleh stimulus sensori dan kemunculan pertamanya buta. Buta dalam hal
ini diartikan tingkah laku naluriah tersebut muncul secara otomatis di
bawah kondisi-kondisi tertentu tidak dengan disertai pengetauan ke arah
naluri adalah merupakan impuls yang menjadi kekuatan yang bekerja
dalam diri organisme atau individu untuk menuntun tingkah laku, akan
tetapi di lain pihak James merasa bahwa naluri tersebut berinteraksi
dengan ingatan seseorang sehingga tingkah laku tersebut tidak lagi buta.
Tingkah laku bisa berubah oleh pengalaman. Naluri adalah tendensi
untuk bertindak dalam suatu cara tertentu (James dalam Koeswara,
1988).
Teori insting lain tentang agresi adalah teori yang dikemukakan
oleh Freud yang berpendapat bahwa dalam setiap diri individu terdapat
dua jenis insting yaitu insting untuk mempertahankan hidup yang
dikenal dengan eros dan insting untuk mati atau insting untuk
menghilangkan kehidupan yang dikenal dengan thanatos. Agresi dalam
pandangan Freud dapat dimasukkandalam jenis insting mati atau
menghilangkan kehidupan (thanatos), yang merupakan ekspresi dari
hasrat kematian yang berada dalam taraf tak sadar. Ekspresi agresi ini
dihalangi oleh ego dan suprego seperti aturan, orang lain, dan budaya
yang akan menekan hasrat ini, selain hal tersebut ego juga akan
mengendalikan hasrat kematian ini dengan sublimasi, yaitu penyaluran
instink tersebut ke dalam aktivitas non agresif yang secara sosial dapat
3. Teori Biologi.
Moyer (1976) berpendapat bahwa perilaku agresif ditentukan
oleh proses tertentu yang terjadi di otak dan susunan syaraf pusat.
Hormon juga dapat membawa sifat agresif. Perilaku agresif juga
disebabkan oleh meningkatnya hormon testosteron. Peningkatan
testosteron tidak langsung dapat memicu munculnya perilaku agresif,
akan tetapi harus ada pemicu dari luar, dalam hal ini hormon testosteron
bertindak sebagai enteseden.
Konrad Lorenz lebih menekankan pada naluri agresif. Lorenz
berpendapat bahwa tingkah laku naluriah tertentu ada atau bertahan
pada organisme dikarenakan mempunyai nilai survival bagi organisme
tersebut, hal ini memiliki implikasi yang penting dalam memahami
fungsi dan peran agresi pada organisme berbagai species. Setiap tingkah
laku naluriah memiliki sumber energi yang disebut sebagai energi
tindakan spesifik (action specific energy) dan kemunculannya dikunci
oleh mekanisme pelepasan bawaan (innate releasing mechanism)
(Koeswara, 1988).
b. Berpusat pada situasi atau keadaan
Teori frustrasi agresi menjelaskan bahwa agresi muncul karena
adanya halangan pada sebuah tujuan. Sikap ini menyebabkan seseorang
berkeinginan untuk merusak dan tujuan yang bersifat agresif ini
(2002) mengemukakan bahwa agresi dipicu oleh frustrasi. Frustrasi adalah
hambatan terhadap pencapaian suatu tujuan.
Berkowitz (1978,1989) menyebutkan bahwa frustrasi menimbulkan
kemarahan, dimana emosi marah itulah yang memicu agresi (Wirawan,
2002). Frustrasi bukan satu-satunya syarat kemunculan agresi, frustrasi
menurut Berkowitz hanyalah salah satu syarat dan akan aktual apabila ada
stimulus eksternal, yang dalam hal ini adalah senjata (Berkowitz, 1995).
Orang terdorong untuk menyerang orang lain ketika mereka frustrasi, gagal
dalam mencapai suatu tujuan, atau tidak mendapatkan imbalan yang
diharapkan.
Berkowitz dalam Koeswara (1988) mengemukakan bahwa terdapat
dua faktor yang menjadi syarat bagi kemunculan agresi, yaitu:
1. Kesiapan untuk bertindak agresif yang biasanya terbentuk oleh
pengalaman frustrasi.
2. Adanya stimulus-stimulus eksternal yang memicu pengungkapan
agresi.
c.Teori Interaksi.
Perilaku agresif juga bisa diperoleh dari pembelajaran dari
masyarakat. Agresi sebagai perilaku yang dipelajari atau hasil belajar,
melibatkan faktor-faktor (stimulus-stimulus) eksternal sebagai
Bandura dengan teori belajar dari masyarakat atau social learning
theory mengatakan bahwa agresi dipelajari dari contoh-contoh perbuatan
agresif, tentu saja contoh-contoh yang dimaksudkan Bandura adalah
contoh-contoh perilaku agresif yang ada di masyarakat dan sering dijumpai
di lingkungan masyarakat. Bandura mengatakan orang menjadi agresif
dapat disebabkan orang belajar respon agresif pada pengalaman masa lalu
mereka, orang menjadi agresif juga dikarenakan mereka menerima atau
mengharapkan hadiah karena bertindak agresif dan karena didorong oleh
kondisi masyarakat yang bertindak agresif (dalam Aggression,2007).
Orang belajar bagaimana menjadi agresif, dan sikap tersebut
ditunjukkan pada masyarakat baik oleh benda hidup ataupun
simbol-simbol. Manusia belajar karena adanya modelling (pemberian contoh) yaitu
proses dimana seseorang mengamati sikap orang lain dan pikiran yang
menyertainya, serta menggunakannya sendiri. Melalui pemberian contoh
(model) seseorang membentuk sikap baru (belajar karena mengamati).
Dari uraian teori-teori tersebut di atas dapat diketahui bahwa
perilaku agresif terbentuk atau muncul dikarenakan oleh bermacam-macam
faktor. Perilaku agresif itu sendiri bisa muncul pada setiap individu oleh
faktor-faktor tersebut. Dari teori belajar dapat diketahui bahwa melalui
proses belajar dari orang lain maupun lingkungan.perilaku agresif
dipelajari dari lingkungan, dari perilaku agresif yang ada di masyarakat dan
5. Faktor-faktor yang memunculkan perilaku agresi.
Faktor-faktor penentu perilaku agresif yang utama adalah rasa marah,
dan proses belajar respons agresif. Proses belajar tersebut dapat terjadi melalui
langsung terhadap respons agresif atau melalui imitasi (Sears, 1991).
Baron dan Byrne (2005) membagi faktor-faktor penyebab munculnya
perilaku agresif ke dalam tiga bagian besar yang kemudian diperinci lagi ke
dalam beberapa bagian. Bagian tersebut dapat dijelasakan sebagai berikut :
a. Faktor sosial.
i. Frustrasi – Termuat dalam hipotesis frustrasi agresi, yaitu tidak
terpenuhinya sesuatu yang diharapkan atau yang diinginkan membuat
frustasi dan terkadang mengarah pada perilaku agresi. Frustrasi dapat
mengarahkan individu pada tindakan agresif karena frustrasi itu sendiri
bagi individu merupakan situasi yang tidak menyenangkan dan individu
tersebut ingin mengatasinya dengan berbagai cara termasuk cara agresif.
Individu akan cenderung memilih tindakan agresif sebagai cara
mengatasi frustrasinya apabila terdapat stimulus-stimulus yang
mendukung ke arah tindakan agresif tersebut (Berkowitz dalam
Koeswara, 1988).
ii. Provokasi – Tindakan dari orang lain yang cenderung memicu agresi
iii. Agresi yang dipindahkan – Agresi pada seseorang yang bukan menjadi
sumber provokasi. Agresi ini terjadi karena orang yang ingin melakukan
agresi tidak ingin atau tidak dapat melakukan agresi terhadap sumber
provokasi awal.
iv. Pemaparan terhadap kekerasan di media – Agresi terpicu dengan
melihat, mendengar dan membaca bentuk-bentuk kekerasan pada media
baik elektronik maupun cetak.
v. Keterangsangan yang meningkat – Keterangsangan dalam suatu situasi
dapat tersisa dan dapat muncul kembali saat mengahadapi situasi
berikutnya. Hal ini dapat membuat agresi tidak meningkat tetapi juga
dapat meningkatkan agresi tergantung pada pemikiran individu.
b. Faktor pribadi.
i. Kepribadian yang sudah ada pada tiap orang – ada orang yang
mempunyai kepribadian yang memicu perilaku agresif mereka. Ini
tergolong sebagai orang tipe A yang memiliki kepribadian yang
kompetitif, selalu terburu-buru, mudah tersinggung sedangkan bertolak
belakang dengan orang-orang yang bertipe B yang kepribadian mereka
tidak memicu perilaku agresif yaitu tidak kompetitif, tidak selalu
terburu-buru, tidak mudah kehilangan kendali.
ii. Bias atribusional hostile – saat individu memiliki kecenderungan untuk
mempersepsikan buruk motif tindakan orang lain saat tindakan tersebut
c. Faktor situasional.
i. Suhu udara yang tinggi – Suhu udara yang tinggi akan cenderung meningkatkan agresi, tetapi hanya sampai titik tertentu. Di atas tingkat
tertentu agresi menurun selagi suhu udara menigkat. Suhu udara yang
panas memiliki dampak terhadap munculnya tingkah laku sosial berupa
peningkatan agresivitas.
ii. Konsumsi alkohol – Pengkonsumsian alkohol dapat meningkatkan
agresi pada individu yang dalam keadaan normal menunjukkan tingkat
agresi yang rendah.
Selain itu faktor lain yang menyebabkan munculnya perilaku
agresif adalah pembelajaran sosial, pengaruh kelompok dan pengaruh
B. ANAK-ANAK USIA PERTENGAHAN DAN AKHIR. 1. Pengertian anak-anak.
Menurut Kamus Psikologi (Chaplin, 2005), anak atau kanak-kanak
(child) adalah seorang anak yang belum mencapai tingkat kedewasaan, bisa
diartikan juga seorang individu diantara kelahiran dan masa pubertas, atau
seorang individu di antara kanak-kanak (masa pertumbuhan, masa kecil) dan
masa pubertas.
Sedangkan Santrock (2002) menyebutkan bahwa yang disebut sebagai
anak-anak adalah usia antara 5/6 tahun sampai dengan 11/12 tahun, yaitu dari
masa awal anak-anak (early childhood) sampai masa pertengahan dan akhir
anak-anak (middle and late childhood) atau usia sekolah dasar.
Santrock (2002) menyebutkan klasifikasi usia anak-anak dibagi
menjadi beberapa periode, yaitu:
1. Masa awal anak-anak (early childhood) - akhir masa bayi hingga usia
kira-kira 5-6 tahun.
2. Masa pertengahan dan akhir anak-anak (middle and late childhood) atau
tahun-tahun sekolah dasar – usia 6 hingga 12 tahun.
Dari pembagian usia anak-anak di atas, usia anak-anak yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah masa pertengahan dan akhir anak-anak
2. Karakteristik anak-anak usia pertengahan dan akhir.
Masa anak-anak sebagai masa pertumbuhan yang khusus. Periode
masa pertengahan dan akhir masa anak-anak meliputi pertumbuhan yang
lambat dan konsisten. Santrock (2002) menyebutkan bahwa masa ini
merupakan suatu periode tenang sebelum pertumbuhan yang cepat menjelang
masa remaja.
a. Perkembangan Kognitif.
Perkembangan kognitif anak-anak masa pertengahan dan akhir
bertitik tolak dari teori Piaget tentang pemikiran operasional konkret.
Pemikiran operasional konkret terdiri dari operasi-operasi atau
tindakan-tindakan mental yang memungkinkan anak melakukan secara mental apa
yang telah dilakukan sebelumnya secara fisik. Karakteristik pemikiran
operasional konkret adalah sebagai berikut (Santrock, 2002):
1. Dapat melakukan operasi-operasi, dengan mengubah tindakan secara
mental, memperlihatkan ketrampilan-ketrampilan konservasi.
2. Penalaran secara logis menggantikan penalaran intuitif, tetapi hanya di
dalam keadaan-keadaan konkret.
3. Tidak abstrak (misalnya: tidak dapat membayangkan langkah-langkah
persamaan aljabar).
4. Memiliki ketrampilan-ketrampilan klasifikasi, dapat menggolongkan
benda-benda ke dalam perangkat-perangkat dan sub-subperangkat
Memori jangka panjang (long term memory) anak-anak bertambah
selama masa pertengahan dan akhir masa anak. Pengetahuan
anak-anak juga mempengaruhi memori mereka.
b. Perkembangan Sosial.
Selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, diri internal, diri
sosial, dan diri komparatif secara sosial menjadi lebih sangat menonjol
dalam pemahaman diri. Anak-anak usia sekolah dasar semakin
menggambarkan diri mereka dengan karakteristik-karakteristik internal dan
psikologis. Anak-anak di usia ini juga cenderung mengidentifikasikan diri
mereka berdasarkan karakteristik-karakteristik sosial dan perbandingan
sosial.
1. Keluarga.
Anak-anak masa pertengahan dan akhir hanya memiliki waktu
yang relatif sedikit dengan orang tuanya. Sedikit waktu untuk mendapat
asuhan, bimbingan, pengajaran membaca, berbicara dan bermain.
Anak-anak lebih menghabiskan waktunya dengan teman-teman sebayanya.
2. Perkembangan Relasi teman sebaya.
Sepanjang masa pertengahan dan akhir anak-anak, anak-anak
lebih banyak meluangkan banyak waktu untuk bersama dengan
teman-teman sebayanya, bermain dan berinteraksi dengan teman-teman sebayanya.
Seperti halnya dengan masa awal anak-anak, berinteraksi dengan teman
masa pertengahan dan akhir masa kanak-kanak. Di sisi lain, teman
sebaya, baik di lingkungan rumah maupun sekolah, juga merupakan
pihak yang seringkali dikatakan memberikan pengaruh buruk pada
perilaku anak. Bukan berarti pergaulan mereka kemudian harus dibatasi,
karena anak tetap memerlukan teman untuk melatih kemampuannya
bersosialisasi dan kematangan emosinya.
Persahabatan anak-anak mengandung 6 fungsi yaitu: kawan,
dorongan, semangat, dukungan fisik, dukungan ego, perbandingan
sosial, keakraban dan afeksi.
3. Sekolah.
Di samping keluarga dan teman-temannya sekolah juga
mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi perkembangan selama
pertengahan dan akhir masa kanak-kanak. Interaksi dengan guru dan
teman sebaya di sekolah, memberikan suatu peluang yang besar bagi
anak-anak untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan
keterampilan sosial, memperoleh pengetahuan tentang dunia serta
mengembangkan konsep diri sepanjang masa pertengahan dan akhir
masa kanak-kanak (Santrock, 2002).
c. Perkembangan Moral.
Menurut Piaget perkembangan moral anak-anak kecil ditandai oleh
moralitas heteronom dan ketika usia 10 tahun mereka akan beralih pada
lebih tua percaya bahwa aturan dapat berubah dan sadar bahwa hukuman
tidak selalu menyertai suatu perbuatan yang salah. Kolhberg dalam
Santrock (2002) mengemukakan bahwa perkembangan moral didasarkan
pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap.
C. PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT (PSP). 1. Sejarah.
Perkampungan Sosial pingit atau PSP dirintis pada tahun 1965 oleh
seorang Frater Jesuit dari Kolese St. Ignatius bernama Benhard Kieser.
Sebuah komunitas yang bergerak dalam bidang community development yang
hadir untuk memberikan pelayanan sederhana bagi keluarga-keluarga
tunawisma pada pasca krisis ekonomi 1965. Berkat bantuan Bapak Sobarjo,
gerakan sederhana ini mendapatkan sebidang tanah di tepi sungai winongo
yang terus digunakan sebagai pusat kegiatan PSP sampai saat ini.
Mulai 1968, aktivitas sosial tersebut mendapat payung hukum oleh
lembaga Yayasan Sosial Soegijapranata dari Komisi Sosial Ekonomi
Keuskupan Agung Semarang. Semenjak saat itu dan sampai saat ini aktivitas
sosial tersebut lebih dikenal di Yogyakarta sebagai YSS (Yayasan Sosial
Soegiapranata), sampai pada tahun 2005, terjadi merger antara YSS dengan
Yayasan Realino dan YSS kembali ke nama aslinya yaitu Perkampungan
2. Kegiatan.
Perkampungan Sosial Pingit memiliki dua divisi, yaitu divisi
pendidikan yang berfokus pada pendampingan pembentukan watak (character
building) bagi anak-anak RT 01-03 Pingit dan divisi pengembangan
komunitas yang berfokus terhadap pendampingan keluarga tuna wisma supaya
siap tinggal kembali di masyarakat.
Perkampungan Sosial Pingit memiliki 5 bentuk kegiatan yang
bermacam-macam, kegiatan tersebut yaitu:
a. Pendampingan orang tua /keluarga.
Ada 2 cara pendampingan:
1. Personal, dimaksudkan untuk menjadi teman satu sama lain.
2. Kelompok, membantu resosialisasi, membangun ikatan persaudaraan/
kepedulian satu sama lain dan kerjasama antar warga serta penambahan
pengetahuan ataupun ketrampilan.
b. Pendampingan anak.
Ada 2 jenis pendampingan:
1. Personal. Dimaksudkan untuk menjadi teman sepermainan anak-anak
dan dari situ masuk pada proses pendidikan maupun pembelajaran .
2. Kelompok, nampak dalam pendampingan di kelas. Ada beberapa
macam kelas baik dari tingkat pendidikan maupun tingkat minat.
Maksudnya adalah membuka seluas luasnya kebebasan, aktualisasi diri
Kamis pukul 19.00-20.30 dan sabtu sore pukul 16.00 untuk kelas
gambar.
c. Pelayanan kantor.
Umumnya menangani beasiswa pendidikan bagi anak-anak, kesehatan,
tabungan, dan bantuan-bantuan lain.
d. Pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan di tempat penampungan (PSP YSS) di pingit.
Dilaksanakan oleh seorang dokter yang dengan sukarela membantu
pelayanan kesehatan bagi siapa saja. Biasanya sebulan sekali.
e. Rapat (refleksi-evaluasi).
Masing-masing volunteers membuat catatan yang dapat disampaikan
secara lisan dan tertulis mengenai jalannya kegiatan dan proses yang terjadi
dari para dampingan.
3. Anak-anak Perkampungan Sosial Pingit.
Anak-anak Perkampungan Sosial Pingit adalah anak-anak dari
keluarga yang kurang mampu juga termasuk dalam golongan kaum Sub
Urban, yang tinggal di Pingit, tepi kali Winongo dan berada dalam naungan
PSP (Perkampungan Sosial Pingit).
Jumlah anak menurut data awal tahun 2007 adalah 46 anak, baik yang
sekolah maupun yang tidak sekolah. Berdasarkan wawancara dengan salah
satu Volunteer PSP, jumlah anak yang aktif mengikuti kegiatan
a. Karakteristik anak-anak Perkampungan Sosial Pingit
Anak-anak Perkampungan sosial Pingit kebanyakan berasal dari
keluarga yang kurang mampu, keluarga dengan pendidikan dan ekonomi
yang rendah dan biasanya mereka juga ikut bekerja membantu orang
tuanya sebagai pemulung, pengamen, dan bahkan pengemis. Meskipun
kebanyakan bersekolah, tetapi ada juga yang memilih untuk tidak sekolah
atau berhenti sekolah dan bekerja untuk mencari sesuap nasi.
Secara fisik, anak-anak Pingit memiliki penampilan yang kumal
karena terbiasa hidup atau mencari nafkah di jalan, tetapi ada juga yang
cukup bersih. Di sisi lain, anak-anak Perkampungan Sosial Pingit memiliki
perilaku yang kurang begitu menerima hadirnya orang-orang baru pada
lingkungan mereka, misalnya sikap-sikap yang mereka tunjukkan pada
volunteer-volunteer baru di PSP. Teriakan, caci maki, saling mengejek,
bahkan berkelahi sangat akrab dengan kehidupan keseharian mereka.
Selain kepada teman-teman anak, perilaku tersebut juga sering dilakukan
anak-anak PSP kepada volunteers PSP. Anak-anak PSP memiliki perilaku
yang keras, sulit mengalah dengan orang lain, suka mencari perhatian
dengan berperilaku yang memancing perhatian dan juga cenderung mau
b. Realitas anak-anak Perkampungan Sosial Pingit
Permasalahan anak yang terjadi di Perkampungan Sosial Pingit
antara lain adalah sebagai berikut (Notulensi rapat divisi pendidikan, Selasa
17 Februari 2004):
1. Anak-anak yang kurang akrab.
2. Anak-anak gaduh, ramai, berkelahi: dimungkinkan karena kurangnya
perhatian, cemburu, iri, ketergantungan teman akrab, pada dasarnya
memang jahil, suka mengganggu dan menang sendiri.
3. Kemampuan membahasakan emosi kurang.
4. Anak sulit diajak untuk berkembang. Fakta menunjukkan bahwa
prestasi akademis semakin berkurang. Kegagalan ini meliputi:
‐ Kegagalan akademis (kekurangan uang dan dukungan dari orang tua).
3. Kegagalan kemampuan dasar dalam mengembangkan ketrampilan
(kurang uang dan akses untuk menampilkan ketrampilan)
4. Kegagalan dalam interaksi sosial.
5. Konsentrasi belajar anak berkurang karena: karakter diri anak yang
bersangkutan, pertemanan dengan orang yang dekat serta sarana
belajar dan metode pendampingan yang kurang.
6. Anak yang sudah sekolah sering tidak mau diajak belajar:
kemungkinan besar bagi mereka yang berhobi menggambar (nilai +)
7. Hidup dalam lingkaran kekerasan, baik kekerasan verbal atau fisik.
Teladan yang baik dari orang tua masih sangat kurang.
Sedangkan permasalahan khusus yang terjadi pada anak yang tidak
sekolah adalah:
1. Kondisi yang tidak sekolah mempunyai sikap manja, susah diatur,
tidak mau kerja sendiri namun juga tidak mau mandiri.
2. Kondisi anak yang putus sekolah biasanya: mengganggu yang sedang
belajar, over acting serta ngobrol serta ngobrol dan kongkow serta
nongkrong.
3. Anak yang masih sekolah namun juga turun ke jalan. Anak kelompok
ini terkadang bersikap keras, minder, malas dan kasar. Anak-anak yang
turun ke jalan dan ngamen lebih dikarenakan masalah ekonomi
(dipaksa oleh orang tuanya) atau alasan sosial.
D. PERILAKU AGRESIF ANAK-ANAK PERKAMPUNGAN SOSIAL
PINGIT.
Anak-anak merupakan suatu masa atau usia yang sangat memiliki
peranan penting dalam rentang kehidupan. Selain pertumbuhan fisik yang sangat
menonjol, perkembangan psikologis juga akan berkembang dalam usia ini.
Anak-anak belajar sesuatu melalui interaksinya dengan orang-orang terdekat, teman
perilaku baik maupun buruk, betul maupun salah, adalah keluarganya yang
terdekat.
Selain dari keluarganya, munculnya perilaku pada anak-anak adalah
juga pengaruh dari lingkungannya. Kondisi masyarakat yang serba keras, kondisi
ekonomi yang kurang mampu (miskin), tingkat pendidikan yang rendah serta
pola asuh yang kurang baik dan sarat dengan figur-figur yang keras tentu saja
akan berpengaruh juga dalam pembentukan perilaku anak.
Perilaku agresif mungkin merupakan perilaku yang cukup menonjol
dalam lingkungan Perkampungan Sosial Pingit, baik yang terjadi atau dimiliki
orang tua atau orang dewasa maupun anak-anak yang tinggal di lingkungan
tersebut (Perkampungan Sosial Pingit). Lokasi Perkampungan tersebut juga
dimungkinkan mempengaruhi dalam pembentukan watak dan perilaku pada
masyarakat PSP khususnya anak-anak. Bagaimana tidak, Perkampungan Sosial
Pingit yang terletak di Kampung pingit RT 01/RW 01 Kelurahan Bumijo,
Kecamatan Jetis sejak dulu memang dikenal sebagai daerah gali atau preman,
begitu juga kampung sebelah selatan Pingit yaitu Badran yang dari dulu juga
dikenal sebagai daerah gali dan tentu saja sangat mempunyai pengaruh besar
terhadap pola masyarakat PSP dan perkembangannya. Hal tersebut juga
menjelaskan bahwa sejak kecil anak-anak yang tinggal di daerah tersebut
khususnya Perkampungan Sosial Pingit sudah hidup dalam lingkungan keras dan
Uraian di atas menunjukkan bahwa lingkungan sosial anak-anak di
Perkampungan Sosial Pingit memiliki karakteristik tertentu yang dapat
mempengaruhi perilaku anak-anak, salah satunya adalah perilaku agresif.
Dengan kondisi lingkungan orang dewasa yang berpendidikan rendah, tingkat
ekonomi yang rendah (miskin), lingkungan pergaulan yang keras, dan
lingkungan yang tidak kondusif untuk pengembangan pribadi positif anak tentu
saja dapat menimbulkan pengaruh terhadap munculnya perilaku agresif yang
cukup tinggi.
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti rendahnya tingkat
pendidikan, mata pencaharian dan bahkan tingkat ekonomi masyarakat yang
cukup rendah juga menjadi faktor pembentukan perilaku anak-anak di sana.
Pendidikan yang kurang tepat dari orang tua yaitu dengan membentak-bentak
penuh kemarahan dan caci maki sangat memberikan andil dalam pembentukan
perilaku pada anak-anak di lingkungan tersebut.
Perlakuan yang mereka (anak-anak) dapatkan, yang telah mereka lihat
dan bahkan terima dari ketika usia mereka masih kecil membuat anak-anak
memiliki perilaku yang sama yang ia tiru dari pemberi perlakuan tersebut. Tak
jarang pula perilaku tersebut masih melekat sampai pada usia mereka remaja.
Bagaimana tidak, perilaku agresif yang sering mereka temui dan alami, seperti
memberikan legalitas pada perilaku agresif mereka dan tak jarang perilaku
agresif yang mereka pelajari dan alami tersebut mereka kenakan pada
orang-orang yang usianya di atas mereka. Di sisi lain, anak-anak dengan keadaan
emosional yang masih labil dan sangat memiliki perilaku meniru membuat
mereka semakin jauh dari kehidupan normal anak-anak seusia mereka atau
masyarakat pada umumnya dan tentu saja memberikan penguatan pada perlaku
agresif mereka (anak-anak PSP) dan meskipun sudah adanya pemberian
pendampingan dari pihak PSP terhadap anak-anak itu sendiri.
E. PERTANYAAN PENELITIAN.
Untuk mengetahui tingkat perilaku agresif pada anak-anak
Perkampungan Sosial Pingit, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah
bagaimana gambaran tingkat perilaku agresif pada anak-anak Perkampungan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Penelitian deskriptif
adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat pemeriaan (penyandaraan)
secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat suatu
populasi tertentu (Usman dan Akbar, 2001).
Dari uraian tersebut di atas, peneliti akan menggunakan data kuantitatif
mengenai variabel yang diteliti, yang didapatkan melalui analisis skor jawaban
subyek pada skala sebagaimana adanya. Hal tersebut dilakukan untuk
mengetahui bentuk-bentuk perilaku agresif yang dilakukan atau ada pada
anak-anak Perkampungan Sosial Pingit, tanpa membuat kesimpulan yang berlaku
secara umum di luar subjek penelitian.
B. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini akan digunakan satu variabel penelitian yaitu
perilaku agresif anak-anak Perkampungan Sosial Pingit. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif, oleh karena itu tidak ada kontrol terhadap
variabel.
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini yang dimaksud sebagai perilaku agresif yaitu segala
bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik
maupun mental atau secara verbal dan merugikan atau menimbulkan korban pada
pihak lain dan akan diukur dengan skala bentuk perilaku agresif menurut
Medinus & Johnson (1976), kemudian akan dilihat bahwa semakin tinggi skor
maka semakin tinggi perilaku agresifnya.
Bentuk bentuk perilaku agresif yang dipakai dan atau menjadi dasar
dalam penelitian ini adalah bentuk atau jenis perilaku agresif yang dikemukakan
Medinus dan Johnson (1976), yaitu:
a. Menyerang secara fisik (memukul, mendorong, meludahi, menendang,
menggigit, memarahi,dan merampas)
b. Menyerang suatu objek (menyerang benda mati atau binatang)
c. Menyerang secara verbal atau simbolis (mengancam secara verbal,
menuntut)
d. Melanggar hak milik atau menyerang benda orang lain.
D. Subjek Penelitian
Lokasi yang digunakan sebagai tempat penelitian dalam penelitian ini
adalah Perkampungan Sosial Pingit yang terletak di Kampung pingit RT
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive sampling,
yaitu teknik pengambilan subjek penelitian dengan menentukan terlebih dahulu
ciri-ciri atau karakteristik subjek yang menjadi penelitian, pemilihan sekelompok
subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang
mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang
sudah diketahui sebelumnya (Azwar, 1992). Peneliti akan mengambil 20 subyek
yaitu anak-anak Perkampungan Sosial Pingit (PSP) usia pertengahan dan akhir
masa anak-anak atau usia sekolah dasar yang berusia 10 tahun sampai 12 tahun
yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Anak-anak yang tinggal di Perkampungan Sosial Pingit.
2. Anak-anak usia 10 – 12 tahun.
3. Mendapat pendampingan di Perkampungan Sosial Pingit dan mengikuti
kegiatan belajar “Senin Kamis”
E. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala yang
berbentuk kuesioner yang disebarkan pada subyek penelitian yaitu anak-anak
Perkampungan Sosial Pingit. Skala dalam bentuk kuesioner tersebut berisikan
item-item yang menampilkan pernyataan-pernyataan berdasarkan variabel
penelitian itu sendiri yaitu bentuk-bentuk perilaku agresif menurut Medinus dan
Skala perilaku agresif yang digunakan terdiri dari tiga pilihan jawaban
yaitu indikasi penilaian rendah dimulai dari nilai 1 hingga nilai tertinggi 3.
Adapun rentang penilaian skala perilaku agresif tersebut adalah sebagai berikut:
Sering (1), Kadang-Kadang (2), dan Tidak Pernah (3).
Dengan penggunaan kategori jawaban yaitu Tidak Pernah,
Kadang-Kadang, Sering, dalam pengukurannya setiap pernyataan atau aitem memiliki
kemungkinan memperoleh skor atau nilai yang bergerak dari 1 sampai 3
berdasarkan kategori favorable dan unfavorable.
Tabel 1: Skor Berdasarkan Kategori Jawaban
Jawaban Skor
Favorable Unfavorable
Tidak Pernah 1 3
Kadang-Kadang 2 2
Berikut ini adalah blue print skala perilaku agresif berdasarkan kategori
favorable dan unfavorable beserta pendistribusian item skala penelitian.
Tabel 2: Distribusi Item
No Aspek Item Jumlah
Favorable Jml Unfavorable Jml
1 Menyerang secara fisik 1,4,5,12,22,24,45 7 16,29,35,37,40 5 12
2 Menyerang suatu objek 2,7,11,13,14,15,43 7 20,23,27,32,36 5 12 3 Menyerang secara
verbal atau simbolis
3,10,17,19,33,38,44 7 9,26,28,41,47 5 12
4 Melanggar hak milik atau menyerang benda orang lain
8,18,25,30,34,42,46 7 6,21,31,39,48 5 12
TOTAL 28 20 48(100%)
F. Validitas dan Reliabilitas.
Suatu alat ukur dalam sebuah penelitian hendaklah memenuhi validitas
dan reliabilitas supaya alat ukur tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah.
1. Validitas.
Pengujian validitas dalam penelitian diperlukan untuk mengetahui
apakah skala yang dibuat mampu menghasilkan data yang akurat sesuai
Penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi menunjukkan
sejauh mana item-item dalam skala penelitian mencakup keseluruhan kawasan
isi yang hendak diukur oleh penelitian tersebut, yaitu isinya harus tetap
relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan pengukuran.
Pengukuran validitas isi dilakukan dengan Profesional Judgement
(Azwar, 1995) yaitu penilaian validitas terhadap suatu alat ukur yang
dilakukan orang-orang yang dianggap ahli dan profesional di bidangnya,
dalam hal ini adalah dosen pembimbing skripsi.
2. Seleksi aitem.
Seleksi aitem digunakan untuk menentukan aitem mana yang baik dan
layak digunaka dalam penelitian. Pengambilan aitem ditentukan dengan
melihat koefisien korelasi aitem total tiap aitem yang nilainya lebih dari 0.30,
berdasarkan asumsi bahwa aitem yang memiliki daya diskriminasi lebih dari
0.30 adalah baik dan layak digunakan dalam sebuah penelitian (Azwar,1999).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan kriteria pemilihan aitem
berdasarkan korelasi aitem-total dengan batasan rix > 0,25, dengan kata lain
bahwa koefisien korelasi aitem total tiap aitem yang nilainya > 0,25 adalah
yang digunakan atau baik dan layak digunakan. Jika ada aitem yang memiliki
koefisien korelasi aitem total < 0,25 maka aitem tersebut dinyatakan gugur
karena dinilai memiliki daya diskriminasi rendah. Tabel 4 merupakan hasil
Table 3: Hasil Analisis Aitem
Dari hasil analisis aitem tersebut di atas, aitem-aitem yang lolos
seleksi adalah aitem yang memiliki rix > 0,25. Dari perhitungan tersebut
diperoleh 42 aitem. Aitem-aitem tersebut adalah aitem yang dipakai.
Tabel 4: Distribusi item setelah try out
No Aspek Item Jumlah
Favorable Jml Unfavorable Jml
1 Menyerang secara fisik 1,4,12,22,24,45 6 29,35,37,40 4 10 2 Menyerang suatu objek 2,7,11,13,14,15,43 7 20,23,32,36 4 11 3 Menyerang secara
verbal atau simbolis
3,10,17,19,33,38 6 26,28,41,47 4 10
4 Melanggar hak milik atau menyerang benda orang lain
8,18,25,30,34,42,46 7 6,21,31,48 4 11
3. Reliabilitas.
Reliabilitas pada dasarnya bertitik tolak dari konsistensi atau
keterpercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran.
Tingginya tingkat reliabilitas dilihat dari tingginya nilai koefisien
reliabilitas. Semakin tinggi koefisien reliabilitas (mendekati angka 1,00)
semakin tinggi pula reliabilitasnya dan semakin rendah koefisien reliabilitas
(mendekati 0) maka semakin rendah pula reliabilitasnya (Azwar, 2004).
Penngukuran reliabilitas dan uji analisis pada penelitian ini dilakukan dengan
koefisien alpha (α ) Cronbach dengan menggunakan SPSS 16 for Windows.
Hasil estimasi reliabilitas setelah seleksi aitem diperoleh Alpha
Cronbach sebesar 0,940.
H. Metode Analisis Data
Metode analisis yang akan digunakan dalam menganalisis data pada
penelitian ini adalah dengan menggunakan metode statistik deskriptif yang
meliputi penyajian data melalui tabel, perhitungan nilai maksimum, nilai
minimum, mean teoritis, mean empiris, standar deviasi, perhitungan prosentase,
deskripsi tentang rerata mean empirik dan kategorisasi perilaku agresif.
Hasil penelitian ditentukan dengan membandingkan antara Mean teoritik
dan Mean Empirik peruntuk mengetahui data tingkat perilaku agresif. Berikut ini
adalah hasil perhitungan data teoritik dengan N item = 42
b. Skor maksimum : 42 x 3 = 126
c. Range : 126 – 42 = 84
d. Standar Deviasi (σ) : 84 = 14 6
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Mei dan Juni 2009, pengambilan data
dilakukan di Perkampungan Sosial Pingit Yogyakarta yang ditujukan pada
anak-anak usia sekolah dengan batasan usia psikologis antara 6-12 tahun atau middle
and late chilhood akan tetapi peneliti hanya menggunakan anak-anak dalam usia
sekolah kelas 4-6 sekolah dasar. Karena jumlah subyek yang ada adalah 20,
maka peneliti menggunakan subyek lain dengan usia yang sama sebanyak 20
orang untuk keperluan seleksi aitem.
Jumlah skala yang disebar adalah sebanyak 40 yang meliputi 20 angket
pada subyek penelitian yang akan diolah dan 20 subyek tambahan dengan tingkat
usia yang sama.
Tabel 5: Tabel Demografis Sampel Penelitian
Usia Usia Jumlah
Laki-laki Perempuan
B. Analisis Data Hasil Penelitian
1. Deskripsi Rerata Tingkat Perilaku Agresif.
Tabel 6: Tabel Deskripsi Data Penelitian
Keterangan Teoritik Empirik
N 20
Minimum 42 61
Maksimum 126 113
Mean 84 89,75
SD 14 15,155
Dari data tersebut di atas diketahui bahwa mean empirik (89,75) lebih
besar atau lebih tinggi daripada mean teoritik (84) ini berarti bahwa secara
umum anak-anak Perkampungan Sosial Pingit memiliki Perilaku agresif yang
tinggi.
Tingkat signifikan dari perbedaan mean tersebut adalah seperti terlihat
pada table berikut ini:
Table 7: Uji T
D
a
r
dari uji t yang dilakukan, diperoleh taraf signifikansi 0,081 dan deketahui
bahwa 0,081>0,05 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
sehingga asumsi diterima dan berarti perilaku agresif subyek adalah dalam
kategori tinggi.
Dari hasil tersebut, maka dapat diartikan bahwa subyek yaitu
anak-anak usia pertengahan dan akhir di Perkampungan Sosial Pingit Yayasan
Sosial Soegijapranata memiliki kecenderungan melakukan atau memiliki
perilaku agresif yang berada dalam tingkat tinggi.
2. Kategorisasi Perilaku Agresif.
Jika dibuat kategorisasi berdasarkan perhitungan mean teoritik,
kemudian membagi penskoran nilai total masing masing subyek atau
membuat suatu kategori jenjang sebagai berikut:
Kategori tinggi : 98 < X
Kategori sedang : 70 < X < 98
Berdasarkan jumlah subyek yang dipakai yaitu 20, maka diperoleh
kategorisasi seperti dalam tabel berikut:
Tabel 8: Kategorisasi perilaku agresif
Kategori N %
Tinggi 5 25% Sedang 12 60% Rendah 3 15%
Jumlah subjek pada penelitian ini adalah 20 orang anak-anak
Perkampungan Sosial Pingit usia middle andlate childhood atau pertengahan
dan akhir masa anak-anak. Setelah dilakukan pengolahan data dan ditentukan
kategori jenjangnya, maka diketahui bahwa 5 anak (25%) termasuk dalam
kategori tinggi, 12 anak (60%) termasuk dalam kategori sedang dan 3 anak
(15%) memiliki perilaku agresif yang termasuk dalam kategori rendah.
3. Deskripsi Rerata Setiap Aspek Bentuk Perilaku Agresif.
Table 9: Deskripsi Data Setiap Aspek Bentuk Perilaku Agresif
Dari hasil tersebut di atas terlihat bahwa pada setiap komponen bentuk
perilaku agresif diketahui bahwa rerata mean empirik yang cenderung merata.
Hal ini berarti bahwa subyek melakukan perilaku agresif yang relatif merata
dari bentuk-bentuk perilaku agresif tersebut. Hal tersebut terlihat pada
besarnya mean empirik pada setiap aspek yang tidak memiliki perbedaan yang
mencolok.
Jika dilihat dari besarnya rerata mean empirik per aspek, bentuk
perilaku agresif menyerang secara verbal atau simbolik memiliki rerata mean
empiri yang tertinggi yaitu 2,33. Pada urutan ke dua yaitu menyerang secara
fisik dengan rerata mean 2,125 kemudian melanggar hak milik atau
menyerang benda orang lain dengan rerata mean empirik 2,059 dan pada
urutan terakhir yang memiliki rerata mean empirik terendah adalah pada
bentuk perilaku agresif menyerang suatu obyek yaitu 2,05. Dari besarnya
rerata mean empirik tersebut dapat dilihat bahwa perilaku menyerang suatu
obyek lebih rendah atau lebih kecil untuk dilakukan subyek, sedangkan
perilaku agresif yang lebih sering dilakukan atau lebih adalah perilaku
menyerang secara verbal atau simbolik dan perilaku yang lain lebih dalam
kisaran yang sama. Hal tersebut bisa diartikan bahwa anak-anak
Perkampungan Sosial Pingit YSS cenderung lebih memiliki perilaku agresif
C. Pembahasan.
Anak usia pertengahan dan akhir secara formal sudah memiliki hubungan
dengan dunia yang lebih luar dan kebudayaannya (Santrock, 2002). Dalam
kontek pembentukan perilaku agresif, dunia luas sangat berpotensi terhadap
pembentukan perilaku agresif pada anak. Kondisi lingkungan yang ada di
Perkampungan Sosial Pingit yang sangat penuh dengan budaya keras dan agresif
akan sangat membentuk perilaku agresif pada anak. Dalam perkembangan
sosialnya, anak-anak usia ini cendrung mengidentifikasikan dirinya berdasarkan
karakteristik sosial dan perbandingan sosialnya (Santrock, 2002).
Kecenderungan untuk memperlihatkan perilaku agresif akan muncul
secara mencolok pada masa anak-anak. Perilaku tersebut biasanya muncul dalam
interaksi sosialnya dalam bentuk perilaku seperti marah, bermusuhan, bertengkar,
mengancam orang lain, menghancurkan barang orang lain, membanting mainan,
atau menyerang secara fisik (Setyandari, 2002).
Jika dilihat berdasarkan kategorisasi, dari 20 subyek 5 (25%) anak
memiliki perilaku agresif yang tinggi, 12 (60%) dalam kategori sedang dan 3
(15%) anak memiliki perilaku agresif yang rendah. Hal ini bisa diartikan bahwa
perilaku agresif anak-anak Perkampungan Sosial Pingit sebagian besar adalah di
atas rata-rata. Hal tersebut disebabkan oleh faktor lingkungan yang sangat
mendukung akan kemunculan perilaku agresif pada anak-anak tersebut.
Dari penelitian juga didapatkan 15% subyek memiliki perilaku agresif
cenderung tidak muncul atau anak jarang melakukan perilaku agresif. Meskipun
banyak perilaku perilaku kekerasan dan agresif di lingkungan pergaulan mereka,
akan tetapi anak mampu melakukan kontrol diri atau pengendalian diri untuk
tidak melakukan perilaku agresif. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik anak
usia pertengahan dan akhir yang dikemukakan Havighurst (dalam Astuti &
Lubis, 2009) dimana anak mulai membentuk sikap positif terhadap dirinya
sendiri dan mulai mengembangkan hati nurani, moralitas dan sistem nilai. Selain
dikarenakan kcenderungan pribadi anak untuk tidak melakukan perilaku agresif,
hadirnya pendampingan dan volunteers di Perkampungan Sosial Pingit juga ikut
andil dalam penurunan atau kontrol terhadap munculnya perilaku agresif anak
tersebut.
Dalam masa pertengahan dan akhir anak-anak lingkungan sosial adalah
sangat memberikan pengaruh dalam perilakunya. Faktor-faktor penentu perilaku
agresif yang utama adalah rasa marah, dan proses belajar respons agresif. Proses
belajar tersebut dapat terjadi melalui langsung terhadap respons agresif atau
melalui imitasi (Sears, 1991). Social learning theory menyebutkan bahwa agresi
dipelajari dari contoh-contoh perbuatan agresif, contoh-contoh yang
dimaksudkan adalah perilaku agresif yang ada di masyarakat dan sering dijumpai
di lingkungan masyarakat. Tak bisa dipungkiri bahwa kondisi sosial
Perkampungan Sosial Pingit yang merupakan daerah miskin, keluarga kelas
kekurangan dan kemiskinan sangat mempengaruhi perilaku anak-anak di
lingkungan tersebut.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif data penelitian diketahui bahwa
mean empirik yang lebih besar dari mean teoritik (89,75 > 84) yang dapat
diartikan bahwa anak-anak Perkampungan Sosial Pingit memiliki perilaku
agresif. Perilaku agresif yang terjadi adalah peirlaku menyerang secara fisik,
menyerang suatu obyek, menyerang secara verbal atau simbolis, serta melanggar
hak milik atau benda orang lain. Hal tersebut selaras dengan apa yang
dikemukakan oleh Setyandari di atas bahwa pada masa anak-anak ada
kecenderungan untuk memperlihatkkan perilaku agresif secara mencolok.
Jika dilihat berdasarkan analisis setiap aspek bentuk perilaku agresif,
anak-anak Perkampungan Sosial Pingit lebih cenderung melakukan perilaku
agresif menyerang secara verbal atau simbolik. Hal tersebut ditunjukkan dengan
rerata mean pada bentuk perilaku tersebut yang lebih tinggi dari bentuk perilaku
yang lain yaitu 2,33. Hal tersebut dikarenakan seiring dengan pertambahan usia
anak, perilaku agresif yang terjadi juga akan berubah. Anak-anak tidak lagi
melakukan perilaku agresif secara fisik tetapi lebih pada perilaku agresif secara
verbal atau simbolik misalnya dengan mengejek, menghindar atau perilaku
penolakan (Setyandari, 2002). Bukan berarti bahwa subyek tidak melakukan
perilaku agresif lain karena hasil rerata setiap bentuk perilaku agresif dalam