• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU RESPONSIF PENGASUH TERHADAP BAYI DI YAYASAN SAYAP IBU YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERILAKU RESPONSIF PENGASUH TERHADAP BAYI DI YAYASAN SAYAP IBU YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) Program Studi Psikologi"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERILAKU RESPONSIF PENGASUH TERHADAP BAYI DI YAYASAN SAYAP IBU YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh : Susana Asti Widiasih

NIM : 079114040

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

M otto:

The truth is tha t courage isn’t a gift. Courage is a decision! Coura ge

is not the a bsence of fear, it is the presence of a calling – a dream

that pulls you beyond yourself. Hence it is something you can never

lose. It is alw ays something that you can choose. So, choose it

today!

(5)

v

D engan segenap hati kupersembahkan karya yang masih jauh

dari sempurna ini kepada :

T uhan Y esus K ristus

B unda M aria

B apak & I bu

K akakku tersayang

Saudara-saudaraku

“D ia”

Sahabat

D an semua orang yang telah memberi segala bentuk dukungan

(6)
(7)

vii

PERILAKU RESPONSIF PENGASUH TERHADAP BAYI DI YAYASAN SAYAP IBU YOGYAKARTA

Susana Asti Widiasih

ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan perilaku responsif pengasuh dengan bayi di Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta. Bayi yang tinggal di panti asuhan memiliki kebutuhan yang sama dengan bayi yang sejak lahir tinggal bersama orang tua kandungnya. Mereka membutuhkan pengasuh dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam hal ini perilaku responsif pengasuh untuk memenuhi kebutuhan bayi juga penting untuk diperhatikan. Perilaku responsif penting diperhatikan untuk mewujudkan secure attachment (kelekatan yang aman). Kemampuan pengasuh dalam merespon kebutuhan bayi akan memperkuat ikatan antara pengasuh dan bayi, juga akan memberikan rasa aman pada bayi sehingga bayi dapat mengeksplorasi lingkungan dengan baik. Subjek penelitian ini adalah bayi yang berusia 0-2 tahun dan pengasuh yang jaga pada saat proses pengambilan data berlangsung. Pengambilan data dilakukan dengan observasi dan wawancara. Pencatatan hasil observasi dilakukan dengan metode event sampling. Dari hasil observasi, peneliti mengelompokkan perilaku-perilaku yang muncul ke dalam dua kategori yaitu perilaku responsif positif dan perilaku responsif negatif. Selanjutnya peneliti menghitung prosentase untuk tiap kategori perilaku. Wawancara dilakukan sebagai cara untuk melengkapi data yang belum dapat diperoleh melalui observasi. Subjek wawancara yang dipilih adalah pengasuh yang bekerja di Yayasan Sayap Ibu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku responsif yang diberikan oleh pengasuh terhadap stimulus yang ditunjukkan oleh bayi cenderung bersifat negatif. Perilaku yang sering muncul adalah pengasuh cenderung mengabaikan kebutuhan bayi dan kurang sabar dalam menanggapi kebutuhan bayi. Pengasuh cenderung mengabaikan kebutuhan bayi dan kurang sabar dalam menanggapi kebutuhan bayi menjadi tindakan yang terlihat dominan dilakukan oleh pengasuh yang bekerja di Yayasan Sayap Ibu. Bentuk tindakan tersebut misalnya pengasuh mengabaikan bayi, sibuk mendengarkan musik dengan menggunakan headset dan mengobrol dengan pengasuh lain ketika bayi terlihat membutuhkan pengasuh. Selain itu pengasuh juga memarahi dan terlihat memaksa bayi ketika merespon kebutuhan bayi. Faktor yang mempengaruhi perilaku pengasuh dalam menanggapi stimulus yang ditunjukkan oleh bayi meliputi tidak adanya training khusus yang diberikan pada pengasuh, jam kerja yang panjang, tugas pengasuh yang tidak hanya mengasuh bayi dan perbandingan antara jumlah pengasuh dengan jumlah bayi yang tidak seimbang.

(8)

viii

RESPONSIVE BEHAVIOR OF CAREGIVERS TO INFANT AT SAYAP IBU FOUNDATION YOGYAKARTA

Susana Asti Widiasih

ABSTRACT

This study is a descriptive study aimed to describe the responsive behavior among caregivers and infant at Sayap Ibu Foundation Yogyakarta. Infants who live in orphanages have the same needs as those who live with their biological parents since they were born. Infants who live in orphanage need caregiver to get their needs. In this case, the caregivers’ responsive behavior to meet the infants needs is also an important subject of attention. Taking attention to responsive behavior is important in order to create secure attachment (secure attachment). Caregivers ability to respond what babies need will strengthen the bond between caregiver and the infants, and it will also provide feel of secure for the infants so they can explore their surrounding well. The subjects of this study are 0-2-year-old infants and caregivers who are on duty when the data collection was conducted. The data was collected through observation and interviews. The observation result recording is conducted with the method of sampling event. From the observations, the researcher groups the behaviors that were observed into two categories: positive responsive behavior and negative responsive behavior. The researchers then calculated the percentage of each behavior category. The interviews were conducted as a method to complete the data which cannot be obtained through observation. The selected interview subjects were babysitters who work at Sayap Ibu Foundation. The research result shows that the behavior performed by the caregivers toward stimulus performed by the infants tends to be negative. Behavior that often arises is that the caregiver tends to ignore what infants need and to be impatient in responding to the needs. The caregivers who tend to neglect the needs of infants and impatient in responding to the needs of infants became visibly dominant behavior performed by caregivers who work at Sayap Ibu Foundation. The kinds of caregivers behavior are ignoring the infant, getting busy listening to music with a headset, and having chat with fellow caregiver while the baby seems to need them. In addition to that, the caregiver also was also observed scolding and forcing the baby when responding what the infant needs. Factors that influence the caregivers behavior in their response to the stimulus performed by infants are the lack of specialized training provided for the caregiver, the long working hours, the work load which is not only taking care of the infants, and a comparison between the number of caregivers with a number of infants which is insufficient.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas anugrah yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Banyak proses yang harus dilalui sehingga skripsi ini layak untuk diujikan. Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Sylvia Carolina Maria Yuniati Murtisari, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis dengan sabar dan tak henti-hentinya memberikan masukan yang sangat bermanfaat dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ratri Sunar Astuti, M.Si dan Y. Heri Widodo, M.Psi selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan kritik dan saran yang bermanfaat bagi skripsi ini.

4. Dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya selama penulis menempuh studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

5. Segenap karyawan Fakultas Psikologi (Mas Gandung, Bu Nanik, Mas Muji, Mas Doni dan Pak Gie). Kalian selalu siap membantu dengan segenap hati dan bekerja dengan penuh cinta.

(11)

xi

7. Segenap Keluarga besar Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta, terimakasih atas kerjasamanya. God Bless U all.

8. Sahabat-sahabatku tercinta yang selalu mendukungku.

9. “Dia” yang dengan sabar selalu memberi motivasi dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. I love U.

10.Sahabat-sahabatku di PKKN yang selalu mendukungku dan teman-teman staff yang bisa diajak kompromi untuk menggantikan aku kerja di saat aku sibuk menyelesaikan skripsi.

11.Teman-teman kos, teman-teman kuliah, teman-teman SMA. Karena kalian juga aku bisa menjadi seperti ini.

12.Semua pihak yang tidak bisa saya tulis satu persatu, saya ucapkan terimakasih.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi bagi semua pihak yang berkepentingan. Terima kasih.

Yogyakarta, 10 April 2012

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR SKEMA ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

(13)

xiii

BAB II. LANDASAN TEORI ... 8

A. Perilaku Responsif ... 8

B. Bentuk Pengasuhan Responsif ... 9

C. Proses Pengasuhan Responsif Positif ... 11

D. Sensitivitas Respon Pengasuh ... 12

E. Attachment ... 13

F. Bayi ... 15

1. Perkembangan Fisik ... 15

2. Perkembangan Kognitif... 17

3. Tahap Perkembangan Psikososial ... 20

4. Perkembangan Sosioemosional ... 22

G. Pengasuh ... 25

1. Definisi Pengasuh ... 25

2. Kategori Pribadi Pengasuh yang Kompeten ... 25

H. Panti Asuhan Balita ... 26

1. Definisi Panti Asuhan Balita ... 26

2. Pengasuhan di Panti Asuhan Balita ... 27

3. Kualitas Layanan Panti Asuhan ... 29

I. Dinamika Penjelasan Teori ... 31

BAB III. METODE PENELITIAN ... 35

(14)

xiv

B. Variabel Penelitian ... 35

C. Definisi Operasional ... 36

D. Subjek Penelitian ... 37

E. Metode Pengambilan Data ... 37

1. Metode Observasi ... 37

2. Metode Wawancara... 43

F. Prosedur Pengambilan Data ... 43

1. Proses Perijinan Penelitian ... 43

2. Observasi ... 44

3. Wawancara ... 45

G. Metode Analisis Data ... 46

H. Kredibilitas Data ... 47

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Orientasi Kancah ... 49

1. Deskripsi Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta ... 49

2. Deskripsi Pengasuh ... 50

3. Deskripsi Bayi ... 52

4. Jadwal Kegiatan ... 53

B. Pelaksanaan Penelitian ... 54

1. Waktu Pengambilan Data ... 54

2. Hasil Data Observasi ... 54

(15)

xv

D. Pembahasan ... 70

BAB V. PENUTUP... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 78

1. Bagi Pengelola Yayasan Sayap Ibu ... 78

2. Bagi Pengasuh ... 79

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Data Observasi Awal ... 38

Tabel 3.2 Indikator Perilaku ... 39

Tabel 4.1 Data Pengasuh Yayasan Sayap Ibu Cabang Yogyakarta ... 52

Tabel 4.2 Data Anak-anak Usia 0-2 Tahun di Yayasan Sayap Ibu Cabang Yogyakarta ... 52

Tabel 4.3 Alokasi Waktu Pengambilan Data ... 54

Tabel 4.4 Hasil dari Reduksi Data ... 55

Tabel 4.5 Data Respon Pengasuh ... 61

(17)

xvii

DAFTAR SKEMA

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Usia anak pada tahun pertama kehidupannya merupakan waktu yang sangat penting dalam perkembangan fisik, mental, dan psikososial yang akan menentukan masa depan anak. Anak mempelajari banyak hal dan memperoleh pengalaman baru dalam lingkungan sosialnya. Orangtua memiliki posisi penting dalam perawatan dan pengasuhan balita karena hampir seluruh waktu anak selalu berada dekat dengan orangtua. Pada tahun awal setelah dilahirkan, anak memiliki ketergantungan dengan orangtua terutama ibu. Dalam pengasuhan, orangtua diharapkan dapat selalu peka dan merespon kebutuhan anak dengan tepat. Anak akan merasa nyaman dan aman bila orangtua selalu ada di dekatnya. Perasaan aman yang dimiliki anak akan menumbuhkan rasa percaya anak pada orangtua (dalam World Health Organization, 2004).

(20)

Tidak semua anak dapat merasakan kedekatan dengan orangtua kandungnya. Mereka yang kurang beruntung salah satunya adalah mereka yang sejak lahir berada di panti asuhan, baik disebabkan oleh orangtua mereka yang memang sudah meninggal, sengaja dititipkan di panti asuhan karena faktor ekonomi yang tidak mencukupi biaya kehidupan atau karena masalah sosial yang lain seperti kehamilan di luar nikah.

Anak-anak yang tinggal di panti asuhan juga memiliki kebutuhan sama dengan anak-anak lain yang tinggal bersama kedua orangtuanya sejak lahir, namun yang membuat mereka berbeda adalah orang yang mengasuh mereka. Anak-anak panti asuhan diasuh oleh pengasuh yang bukan merupakan orangtua kandungnya.

(21)

Kebanyakan anak-anak di panti asuhan mengalami kehidupan yang cukup memprihatinkan. Menurut penelitian dari Inggriastuti (2006) di Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta, pengasuh di panti asuhan cenderung kurang peka terhadap tangisan bayi, menolak dan tidak segera merespon kebutuhan bayi. Bayi-bayi tersebut tinggal di tempat yang terbatas, hidup dengan makanan terbatas, juga fasilitas yang terbatas. Mereka juga jarang bahkan tidak pernah bertemu dengan orangtua kandungnya. Mereka hidup bergantung pada subsidi dari pemerintah maupun bantuan dari masyarakat. Bahkan saat ini kebanyakan subsidi dari pemerintah untuk panti asuhan justru kurang tepat sasaran. Akan memungkinkan bagi mereka mengalami masalah dalam kehidupan sehari-hari karena keterbatasan yang mereka miliki. Mereka akan cenderung sulit mengeksplorasi kemampuannya karena merasa minder ketika bergaul dengan anak-anak lain yang sejak kecil tinggal bersama orangtua dengan kondisi yang berkecukupan.

Menurut penelitian dari Tirtaningrum (2005) di salah satu panti asuhan, anak diasuh secara masal. Yang menjadi akibat dari pengasuhan secara masal tersebut adalah anak kurang memperoleh kasih sayang, kurang memperoleh kesempatan melihat sendiri berbagai model dari orang tua atau orang dewasa lainnya.

(22)

yang membuat pengasuh memberi perhatian dan merespon sinyal-sinyal ini dengan segera atau tidak (dalam World Health Organization, 2004).

Pengasuhan responsif positif dapat membantu bayi agar memiliki lingkungan yang aman untuk dieksplorasi. Hal itu juga didukung dengan pengasuh yang secara konsisten memberikan sikap yang sensitif, perhatian dan dapat diandalkan. Interaksi sehari-hari antara pengasuh dan bayi akan mempengaruhi kestabilan hubungan mereka untuk perkembangan bayi. Penelitian menunjukkan bahwa perkembangan otak yang sehat pada bayi tergantung pada tingkat pengasuhan responsif positif yang diterima selama usia bayi dan balita. Efek dari interaksi positif dengan pengasuh utama menentukan bagaimana bayi dapat mengatur respon emosional, perilaku, mengembangkan kelekatan yang aman dan menyelesaikan konflik sepanjang masa hidupnya (Susan Thomas, 2011).

(23)

Perilaku responsif merupakan stimulasi awal dari attachment yang penting agar dapat terwujud secure attachment pada anak. Anak-anak akan lebih sering membuat kontak singkat dari waktu ke waktu dengan pengasuh. Ketika anak membutuhkan sesuatu, mereka akan bergerak menuju pengasuh dengan harapan pengasuh dapat memenuhi kebutuhannya. Pengasuh yang responsif dengan kebutuhan anak akan membentuk kelekatan yang stabil pada anak. Pengasuh yang memberi rasa aman biasanya adalah pengasuh yang menggunakan sentuhan untuk menenangkan anak (dalam World Health Organization, 2004).

Posada (dalam World Health Organization, 2004) menguji hipotesis tentang responsivitas pada observasi rumah dan rumah sakit terhadap anak-anak dari keluarga miskin di Bogota. Mereka mendapatkan bahwa bayi dengan kelekatan yang aman memiliki pengasuh yang dinilai memiliki mood yang hidup dan ceria. Pengasuh yang sering membicarakan anak-anak asuhan mereka dengan positif dapat membentuk attachment yang aman. Selain itu pengasuh juga terlibat dalam permainan-permainan dengan anak, serta tidak memarahi anak-anak asuhan mereka dengan nada jengkel. Pengasuh selalu memantau, membimbing, dan mendukung perilaku anak. Menggunakan waktu secara efektif ketika mereka memiliki kontak langsung dengan anak juga penting untuk diperhatikan. Hal itu akan berpengaruh positif terhadap perkembangan emosi yang mendukung anak mengembangkan kemampuan sosial emosi (dalam World Health Organization, 2004).

(24)

bergantung, lebih bisa mengatur emosi negatif mereka dan lebih bisa menjalin hubungan yang akrab dan hangat dengan sesama. Anak yang diasuh dengan pengasuhaan insecure akan cenderung memiliki permasalahan perilaku, kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain serta kemampuan pemecahan masalah yang buruk dan kepercayaan diri kurang (dalam World Health Organization, 2004).

Salah satu panti asuhan di Yogyakarta yang merawat bayi dan anak-anak terlantar adalah Yayasan Sayap Ibu. Di yayasan ini ada sebelas pengasuh dan enam belas anak yang berusia balita. Kebanyakan dari anak-anak yang diasuh di yayasan ini memiliki latar belakang yang cukup memprihatinkan. Mereka tidak diinginkan oleh orangtua kandungnya sejak lahir bahkan sejak masih berada dalam kandungan. Mereka dibuang oleh orangtua kandungnya dan ditemukan warga lalu disalurkan oleh Dinas Sosial untuk dirawat di tempat ini.

(25)

tersebut juga akan mempengaruhi kelekatan antara pengasuh dengan bayi. Hal ini mendorong penulis untuk mengetahui perilaku responsif pengasuh terhadap bayi di Yayasan sayap Ibu Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana perilaku responsif pengasuh terhadap bayi di Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah ingin meneliti perilaku responsif pengasuh terhadap bayi di Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1.Manfaat Teoritis

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat dalam bidang Psikologi Perkembangan Anak dan dapat digunakan sebagai referensi dalam penelitian selanjutnya.

2.Manfaat Praktis

a.Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan bagi pengasuh dalam mengasuh anak asuhnya agar dapat berkembang lebih baik.

(26)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Perilaku Responsif

Perilaku responsif secara sederhana dapat diartikan bahwa pengasuh peduli dan menanggapi stimulus dari bayi (Posada, 1999). Kualitas dari pengasuh yang memberikan respon positif terhadap bayi (McDevitt & Ormord, 2004) adalah sebagai berikut:

1. Pengasuh secara konsisten merespon kebutuhan bayi secara rutin (memberi makan, menggantikan popok, dan menjaga bayi).

2. Pengasuh menunjukkan ekspresi kasih sayang.

3. Pengasuh memperbolehkan bayi untuk mempengaruhi dan memberi perintah dalam interaksi yang saling menguntungkan.

(27)

aman). Kemampuan pengasuh dalam merespon kebutuhan bayi akan mempengaruhi ikatan antara pengasuh dan bayi, juga akan memberikan rasa aman pada bayi sehingga bayi dapat mengeksplorasi lingkungan dengan baik. Jika orang tua atau pengasuh selalu memberikan respon positif pada setiap kebutuhan bayi maka secure attachment akan terbentuk, tetapi jika orang tua atau pengasuh selalu memberikan respon negatif pada setiap kebutuhan bayi maka insecure attachment

yang akan terbentuk (dalam World Health Organization, 2004) .

Teori attachment dapat digunakan untuk memprediksi kemampuan penyesuaian diri anak pada masa depannya, juga dalam hubungan sosialnya. Menurut Ainsworth (2004), insecure attachment akan menimbulkan gejala psikopatologi dan ikatan sosial yang lemah, sedangkan secure attachment akan membantu anak dalam beradaptasi dengan lingkungan sosial dan lebih memiliki motivasi untuk bersaing dengan yang lainnya secara sehat. Jadi aspek yang paling mendasar agar secure attachment dapat terwujud adalah responsivitas dari pengasuh atau orang tua dalam memenuhi kebutuhan bayi.

B. Bentuk Pengasuhan Responsif

(28)

Bentuk dari pengasuhan yang responsif positif (dalam Virginia, 2011) adalah sebagai berikut:

1. Pengasuh dapat menunjukkan sikap sensitif terhadap kebutuhan bayi. 2. Pengasuh dapat menunjukkan sinyal waspada terhadap bayi.

3. Pengasuh dapat menafsirkan isyarat yang ditunjukkan bayi dengan akurat. 4. Pengasuh dapat merespon secara cepat dan tepat terhadap stimulus bayi. 5. Pengasuh dapat menyediakan tempat yang nyaman bagi bayi.

6. Pengasuh memiliki empati terhadap bayi, sehingga dapat merespon kebutuhan bayi dengan tepat.

Agar pengasuh dapat memberikan respon yang positif terhadap bayi, pengasuh harus terbiasa untuk terlibat langsung dengan bayi. Pengasuh akan lebih terbiasa dan dapat memahami arti dari ekspresi, gerak tubuh, suara dan perilaku bayi sehingga dapat merespon kebutuhannya dengan tepat (dalam Virginia, 2011). Hal yang dapat mendukung kemampuan untuk menjadi pengasuh yang responsif positif (dalam Virginia, 2011) meliputi:

1. Pengasuh bersedia untuk mempelajari tentang perkembangan anak.

2. Pengasuh mengenal bayi yang diasuh agar dapat memahami bayi sehingga pengasuh dapat memenuhi kebutuhan bayi dengan tepat.

(29)

C. Proses Pengasuhan Responsif Positif

Proses untuk menjadi pengasuh yang dapat memberikan respon positif bagi bayi menurut Susan Thomas (2011) adalah sebagai berikut:

1. Watch

Pengasuh mengawasi bayi terlebih dahulu sebelum terlibat dengan bayi. Menjadi pengamat yang baik dapat membantu untuk berhubungan dengan bayi. Mengamati bayi ketika berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan dapat membantu pengasuh dalam memahami sinyal emosional dan mengenal gaya pibadi bayi.

2. Ask

Selama berinteraksi dengan anak, sebaiknya pengasuh dapat menanyakan pesan yang bayi kirimkan dan melihat semua aspek dari yang dikatakan oleh bayi melalui ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan yang ditunjukkan. Pengasuh dapat melihat tepat atau tidak respon yang diberikan pada bayi melalui reaksi yang ditunjukkan oleh bayi.

3. Adapt

(30)

D. Sensitivitas Respon Pengasuh

Mary Ainsworth awalnya mengidentifikasi empat dimensi perilaku maternal yang nampaknya berelasi pada keamanan attachment, yaitu: sensitivitas, penerimaan, kooperatif dan kemampuan menerima (Meins dalam World Health Organization, 2004). Sensitivitas menjadi faktor umum yang berkaitan kuat dengan klasifikasi attachment (Goldberg dalam World Health Organization, 2004). Bagi Ainsworth, sensitivitas diperlukan untuk melihat hal-hal dari sudut pandang anak. Hal ini untuk mengenali dan merespon keadaan fisik anak seperi lapar dan stres ketika melihat perilaku bayi. Meins menyebut hal ini sebagai mind-mindedness untuk melihat bayi sebagai individu dengan perasaan dan harapan.

Ainsworth mendeskripsikan empat komponen kemampuan pengasuh untuk mempersepsikan, menginterpretasikan dan merespon perilaku bayi, yaitu dengan:

1. Kesadaran akan sinyal dari bayi, yaitu pengasuh harus mampu melogika sinyal bayi dan tanda-tanda dari bayi.

2. Menginterpretasikan sinyal dengan akurat, yaitu pengasuh harus bebas dari gangguan yang dihasilkan oleh proyeksi, intervensi atau penyangkalan, sebagaimana akan terjadi ketika pengasuh tergesa-gesa selama memberi makan dan dengan cepat menginterprestasi kegelisahan bayi sebagai tanda kejenuhan. Di samping itu, pengasuh harus empati sehingga emosinya tetap terhubung dengan bayi,

(31)

4. Respon segera pada bayi, yaitu reaksi pengasuh dipersepsikan bergantung pada komunikasi anak dan pemenuhan kebutuhannya.

E. Attachment

Perilaku responsif penting diperhatikan untuk mewujudkan secure attachment (kelekatan yang aman). Attachment adalah ikatan cinta yang kuat pada seseorang dimana ketika berada dekat dengan orang tersebut akan merasakan kesenangan, kenyamanan dan akan terhibur oleh kedekatan mereka selama masa stres (Berk, 2006). Attachment merupakan bentuk awal hubungan bayi dengan pengasuhnya hingga beberapa tahun lamanya sebelum anak dapat mandiri dan tidak lagi tergantung pada pengasuhnya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa attachment adalah ikatan cinta antara satu individu dengan individu yang lain yang memiliki hubungan kuat dimana ketika mengalami stres selalu ingin dekat dengan figur attachmentnya.

(32)

Menurut P. Shaver dan C. Hazan (Lemme, 1995:223), attachment pada bayi memiliki beberapa aspek sebagai berikut:

a. Sensitivitas dan tanggung jawab figur attachment dalam memenuhi kebutuhan bayi.

b. Perasaan bahagia dan distress anak-anak ketika berelasi dengan figur

attachment.

c. Anak-anak akan merasa bahagia dan memiliki keinginan untuk mengeksplorasi lingkungan yang belum dikenal dan dapat dengan mudah berinteraksi dengan orang asing.

d. Adanya pemeliharaan kedekatan dan kontak antara bayi dengan figur lekat seperti memegang, menyentuh, membelai, mencium, menimang, senyum, kontak mata, mengikuti dan lain sebagainya.

e. Perpisahan dari figur attachment menyebabkan distress yang kuat. Bayi memiliki dorongan untuk segera bertemu dengan figur attachment. Bayi juga akan merasa putus asa bila pertemuan kembali dengan figur attachment tidak terjadi.

f. Keinginan yang kuat untuk membagikan pengalaman baru dengan figur

attachment.

(33)

Teori attachment digunakan untuk memprediksi kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial pada masa depan. Anak-anak yang merasa aman cenderung lebih mandiri, kurang bergantung dengan orang lain, lebih bisa mengatur emosi negatif mereka, kurang memiliki permasalahan yang berhubungan dengan moral, juga lebih bisa menjalin hubungan yang akrab dan hangat dengan sesama. Sebaliknya, anak yang mendapatkan pengasuhaan tidak aman cenderung memiliki permasalahan perilaku, kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain serta kemampuan pemecahan masalah yang buruk dan kepercayaan diri rendah (dalam World Health Organization, 2004).

F. Bayi

Masa bayi (usia 0 hingga 2 tahun) disebut juga sebagai periode vital, karena kondisi fisik dan mental bayi menjadi fundasi yang kokoh bagi pertumbuhan dan perkembangan berikutnya (Santrock, 2002). Oleh karena itu peranannya sangat penting dan vital. Pada periode ini berlangsung proses pertumbuhan yang cepat sekali.

1.Perkembangan Fisik

Bayi yang baru lahir dan sehat akan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan melakukan tugas perkembangannya. Agar bayi dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, maka perlu adanya tugas-tugas yang harus dilatihnya setiap waktu (Santrock, 2002).

(34)

secara fisik namun gerakan refleks bayi tersebut akan membantu perilakunya (Santrock, 2002).

Bayi memiliki refleks yang digunakan untuk mempertahankan hidupnya sebelum ia belajar lebih banyak (Santrock, 2002). Refleks yang dimiliki oleh bayi antara lain:

a. Refleks menghisap (sucking reflex) adalah refleks yang terjadi ketika bayi yang baru lahir secara otomatis menghisap benda yang diletakkan di dekat mulutnya.

b. Refleks mencari (rooting reflex) adalah refleks yang terjadi ketika bayi diberi stimulus di pipi/daerah mulutnya, ia akan otomatis mencari benda tersebut dengan tujuan ingin menghisapnya.

c. Refleks moro (moro reflex) adalah suatu respon tiba-tiba yang diperlihatkan bayi ketika ia mendengar atau melihat gerakan yang mengejutkan.

d. Refleks menggenggam (grasping reflex) adalah suatu respon yang terjadi ketika ada sesuatu yang menyentuh telapak tangannya, bayi akan langsung menggenggam benda tersebut.

Rata-rata bayi akan tumbuh kurang lebih 1 inchi setiap bulan selama satu tahun pertama. Bayi juga akan bertambah berat tiga kali lipat dari tahun pertama kelahirannya. Pertumbuhan fisik yang terjadi pada bayi akan mempengaruhi perkembangan motoriknya (Santrock, 2002).

(35)

lengan dan berjalan. Perkembangan kemampuan motorik pada bayi mengalami peristiwa penting kira-kira pada usia 12 hingga 13 bulan. Keterampilan motorik halus meliputi gerakan yang lebih halus daripada keterampilan motorik kasar. Dalam keterampilan motorik halus, yang biasa diperhatikan adalah kecekatan jari seperti keterampilan meraih dan menggenggam (Santrock, 2002).

2.Perkembangan Kognitif

Selain mengalami perkembangan fisik, bayi juga mengalami perkembangan kognitif. Bayi mulai memproses informasi-informasi yang diperoleh dari lingkungan. Teori yang mengupas lebih dalam tentang perkembangan kognitif bayi adalah teori Piaget.

Piaget yakin bahwa seorang anak mengalami serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa. Kemampuan bayi berasal dari proses penyesuaian diri dengan lingkungan yang membuatnya mengorganisasi proses berpikir. Untuk menandai proses berpikir bayi dapat dilihat dari tahap sensoris motoris (Santrock, 2002).

Tahap sensoris motoris berlangsung dari lahir hingga kira-kira usia 2 tahun. Tahap ini meliputi kemajuan bayi dalam kemampuan untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi yang ia terima melalui gerakan-gerakan fisik (Santrock, 2002).

(36)

pola-pola sensoris motorik yang kompleks dan mulai berkomunikasi dengan menggunakan simbol yang primitif (Santrock, 2002).

Tidak seperti tahap-tahap lain, dalam tahap sensoris motorik ini dibagi menjadi enam subtahap (Santrock, 2002), yaitu:

a. Refleks Sederhana

Refleks sederhana ialah subtahap sensoris motoris yang pertama dan terjadi pada bulan pertama setelah kelahiran. Dalam tahap ini terlihat ketika bayi mulai melakukan perilaku refleksif dengan mencari dan menghisap. b. Kebiasaan-kebiasaan pertama dan reaksi sirkuler primer

Sub tahap ini ialah sub tahap sensoris motorik menurut Piaget yang berkembang antara usia 1 hingga 4 bulan. Bayi mulai mengkoordinasikan sensasi dan tipe skema yaitu kebiasaan-kebiasaan dan reaksi sirkuler misalnya ketika bayi dapat melatih skema isapan meskipun ketika stimulus botol tidak muncul. Reaksi sirkuler primer adalah suatu skema yang didasarkan pada usaha bayi untuk mereproduksi suatu peristiwa yang menarik dan pada mulanya terjadi secara kebetulan. Misalnya ketika bayi meletakkan jari didekat mulutnya, secara kebetulan bayi menghisap jari tersebut dan ia mencari jarinya lagi untuk dihisap.

c. Reaksi sirkuler sekunder

(37)

d. Koordinasi reaksi sirkuler sekunder

Subtahap ini berlangsung antara usia 8 bulan hingga 12 bulan. Pada subtahap ini, beberapa perubahan yang signifikan berlangsung yang meliputi koordinasi skema dan kesengajaan.

e. Reaksi sirkuler tersier, kesenangan atas sesuatu yang baru dan keingintahuan

Subtahap ini berkembang antara usia 12 bulan hingga 18 bulan. Bayi mulai tergugah minatnya oleh bebrapa hal dari benda-benda itu dan oleh banyaknya hal yang dapat mereka lakukan dengan benda tersebut.

f. Internalisasi skema

Subtahap ini berkembang antara usia 18 bulan hingga 24 bulan. Dalam tahap ini bayi mulai menggunakan simbol-simbol primitif.

Selain enam subtahap tersebut, bayi juga mengalami tahap dimana ia mulai memahami ketetapan benda. Ketetapan benda mengacu pada perkembangan kemampuan untuk memahami benda-benda dan peristiwa-peristiwa tetap ada meskipun bayi sudah tidak terlibat dengan benda dan peristiwa tersebut (Piaget dalam Santrock, 2002).

(38)

itu bayi juga mulai dapat meniru ekspresi wajah orang lain dalam beberapa hari pertama kehidupan (Santrock, 2002).

3.Tahap Perkembangan Psikososial

Erikson mengatakan bahwa manusia berkembang dalam tahap-tahap psikososial. Erikson menekankan bahwa ada delapan tahapan dalam perkembangan manusia yang pada masing-masing tahapan tersebut memungkinkan individu mengalami krisis yang harus dihadapi (Santrock, 2002). Tahap-tahap perkembangan psikososial menurut Erikson (Santrock, 2002) meliputi:

a. Kepercayaan dan Ketidakpercayaan

Manusia mengalami tahapan ini pada tahun pertama kehidupan. Kepercayaan dalam tahap ini yaitu bahwa individu merasakan kenyamanan secara fisik dan kecilnya ketakutan atau kekhawatiran pada masa depan. Kebutuhan ini dipenuhi oleh pengasuh yang tanggap dan peka terhadap bayi.

b. Otonomi serta rasa malu dan keragu-raguan

(39)

c. Prakarsa dan rasa bersalah

Manusia mengalami tahapan ini pada masa awal anak-anak atau masa prasekolah (3-5 tahun). Ketika anak-anak memasuki usia prasekolah berarti anak juga mulai memasuki lingkungan sosial yang lebih luas. Lingkungan tersebut akan memungkinkan bagi anak menemukan tantangan-tantangan. Dalam tahap ini, anak-anak diharapkan menerima suatu tanggung jawab yang lebih besar tetapi ketika anak-anak tidak dapat melakukan tanggung jawabnya dengan baik maka anak akan cenderung memiliki rasa bersalah dan dibuat terlalu cemas.

d. Tekun dan rasa rendah diri

Manusia mengalami tahapan ini pada masa pertengahan hingga masa akhir anak-anak (6 tahun-pubertas). Dalam tahap ini, individu lebih antusias dan penuh imajinasi. Pada masa ini, anak-anak lebih mengarahkan energi mereka pada penguasaan pengetahuan dan kemampuan intelektual. Yang berbahaya dalam tahap ini adalah rasa tidak berkompeten yang akan menimbulkan rasa rendah diri.

e. Identitas dan kebingungan identitas

Manusia mengalami tahapan ini pada masa remaja (10-20 tahun). Tahapan ini merupakan tahapan dimana individu mencari identitas dirinya. f. Keakraban dan keterkucilan

(40)

relasi yang intim dengan seseorang maka keintiman akan dicapai, tetapi jika tidak maka keterkucilan akan terjadi.

g. Bangkit dan mandeg

Manusia mengalami tahapan ini pada masa pertengahan dewasa (40an-50an tahun). Dalam tahapan ini, individu mengalami masa yang mengharuskannya untuk membantu generasi muda dalam mengembangkan dan mengarahkan kehidupan yang berguna. Jika tugas perkembangan ini tidak dapat dicapai maka inilah yang dinamakan mandeg.

h. Keutuhan dan keputusasaan

Manusia mengalami tahapan ini pada masa akhir dewasa (60an tahun). Dalam tahap ini, individu mencoba untuk melihat kembali dan mengevaluasi kehidupannya di masa lalu. Jika individu merasa bahwa kehidupannya di masa lalu kurang memuaskan maka perasaan yang akan muncul adalah keputusasaan.

4.Perkembangan Sosioemosional

(41)

Pengasuh dan bayi secara naluriah memicu keterikatan, meningkat pada kira-kira 6 hingga 7 bulan (Bowlby dalam Santrock, 2002).

Sosialisasi timbal balik antara bayi dengan orangtua akan mempengaruhi perkembangan emosi. Emosi adalah perasaan yang melibatkan campuran antara reaksi fisiologis dan perilaku yang terlihat. Emosi dapat diklasifikasikan menjadi emosi positif dan emosi negatif. Tiga fungsi utama dari emosi ialah penyesuaian diri, kelangsungan hidup, pengaturan dan komunikasi. Emosi merupakan bahasa awal antara bayi dengan orangtua sebelum bayi dapat berbicara (Santrock, 2002).

Perkembangan emosional pada bayi memiliki beberapa tahap yaitu minat, ketegangan dan rasa muak yang muncul pada saat lahir. Pada usia 4 hingga 6 minggu bayi mulai memperlihatkan senyum sosial. Bayi akan mengekspresikan kemarahan, keheranan, dan kesedihan kira-kira pada usia 3 hingga 4 bulan. Ekspresi ketakutan mulai diperlihatkan antara 5 hingga 7 bulan. Bayi mulai memperlihatkan rasa malu ketika ia mulai menginjak usia 6 hingga 8 bulan. Rasa hina dan rasa bersalah terlihat kira-kira pada usia 2 tahun (Izard dalam Santrock, 2002).

(42)

senyuman. Tersenyum ialah suatu perilaku afektif komunikatif yang penting oleh bayi (Santrock, 2002).

Anak memasuki tahun pertama ditandai dengan tahap perkembangan rasa percaya dan rasa tidak percaya. Ketika bayi berada dalam kandungan ibu, ia akan merasa nyaman, aman dan terlindung, namun ketika sudah lahir ia akan menghadapi dunia yang tidak aman. Rasa percaya dan rasa tidak percaya berkembang tidak hanya muncul pada satu tahun pertama tetapi juga pada tahun perkembangan berikutnya (Erikson dalam Santrock, 2002).

Tidak lama setelah kelahirannya, bayi menunjukkan tingkah laku karakteristik yang khas. Bayi dengan cepat menunjukkan responsivitas

(43)

G. Pengasuh

1.Definisi Pengasuh

Pengasuh merupakan orang yang melakukan kegiatan merawat, menjaga dan membimbing (Salim, 2002). Pengasuh juga dapat diartikan sebagai orang yang bertanggung jawab untuk memperhatikan kebutuhan anak. Kesehatan dan kesejahteraan bayi menjadi tanggung jawab pengasuh. Pengasuh memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga, mengajar, mendidik, serta membimbing anak-anak untuk mengetahui, mengenal, mengerti, dan akhirnya dapat menerapkan tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat (Gunarsa, 2002). Pengasuhan merupakan aktivitas kompleks yang dikerjakan secara individu dan bersama-sama untuk mempengaruhi pembentukan karakter anak. Pengasuhan juga dapat diartikan sebagai bentuk interaksi dan pemberian stimulasi dari orang dewasa di sekitar kehidupan anak (Hastuti, 2010).

2.Kategori Pribadi Pengasuh yang Kompeten

Ciri-ciri pengasuh yang kompeten menurut La Visa Wilson(Santrock, 2002) meliputi:

a. Pengasuh harus memiliki kondisi fisik yang sehat sehingga selalu memiliki semangat untuk mengasuh bayi dan tidak mudah sakit.

(44)

c. Pengasuh memiliki citra diri yang positif sehingga selalu bersemangat meskipun dalam kondisi yang tidak menyenangkan.

d. Pengasuh memiliki pembawaan yang luwes sehingga tetap dapat menerima dengan senang meskipun kondisi tidak seperti yang diinginkan. e. Pengasuh selalu sabar dalam memenuhi kebutuhan bayi yang diasuh. f. Pengasuh dapat menjadi model yang positif bagi bayi yang diasuh.

g. Pengasuh memiliki keinginan untuk terus belajar tentang pengasuhan bayi.

h. Pengasuh dapat menikmati pemberian pengasuhan.

H. Panti Asuhan Balita

1.Definisi Panti Asuhan Balita

Panti asuhan merupakan rumah tempat memelihara dan merawat anak yatim piatu. Panti asuhan juga dapat berbentuk lembaga sosial yang dibangun dengan tujuan untuk kepedulian terhadap nasib bayi-bayi yang kurang beruntung. Panti asuhan didirikan dengan harapan bahwa kepedulian masyarakat dapat memberi kehangatan bagi anak-anak tersebut.

(45)

2. Pengasuhan di Panti Asuhan Balita

Pengasuhan anak tidak selamanya terjadi di lingkungan keluarga. Lembaga pengganti fungsi orangtua (keluarga) yang memiliki peran dan posisi sejenis melalui pemerintah salah satunya adalah panti asuhan balita. Panti asuhan ini dikembangkan dengan tujuan memberikan pelayanan kesejahteraan anak-anak yang terlantar.

Dalam panti asuhan ini anak-anak diasuh oleh pengasuh yang diberi kepercayaan untuk mendampingi dan melayani anak-anak agar kesejahteraannya dapat terjamin. Pengasuh diharapkan dapat menjadi orangtua pengganti selama anak-anak berada di panti asuhan ini. Pola pengasuhan yang diterapkan di dalam panti asuhan ini juga sangat diperhatikan. Anak-anak berhak mendapatkan pemeliharaan dan perlindungan sejak dalam kandungan dan sesudah dilahirkan.

Pengasuhan dipandang sebagai sebuah interaksi antara orang tua dan anak. Jika semuanya berjalan mulus, hal ini akan berdampak pada perkembangan keduanya, tidak hanya anak yang tumbuh tapi juga orang tua tumbuh dalam hal kemampuan pengasuhan mereka. Pengasuhan dikonseptualisasikan sebagai kombinasi antara comforting (menyenangkan) dan stimulation (stimulasi). Menyenangkan dan menghilangkan penderitaan bayi merupakan basis pandangan tradisional dari pengasuhan. Perhatian akan dialihkan ke peran pengasuh sebagai stimulator.

(46)

merupakan mediator stimulasi, membawa bayi dalam kontak dengan beragam pemandangan dan suara menarik seperti suara gemerincing, suara dering dan mobil. Sensitivitas terhadap kebutuhan bayi dimana pengasuh merespon mereka lebih penting dibanding waktu yang dia habiskan dengan bayi. Melalui itu, orang tua/ pengasuh menyediakan keamanan emosional dan input lingkungan yang beragam yang diperlukan untuk perkembangan normal (dalam Wenar Kerig, 2000).

Pengasuhan akan mempengaruhi jenis attachment yang dikembangkan. Jika orang tua atau pengasuh sensitif dalam pengasuhan mereka dan memperhatikan kebutuhan bayi, mereka akan cepat untuk mengembangkan attachment yang aman. Bayi yang mendapat attachment

(47)

mendapat pengasuhan yang tidak aman akanmemiliki permasalahan perilaku, kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain serta kemampuan pemecahan masalah yang buruk dan kepercayaan diri rendah.

Para bayi yang mendapat attachment aman akan terjamin dalam menjelajahi lingkungan dengan percaya diri karena mereka berani keluar dari “dasar aman” atau secure base. Para bayi yang attachmentnya tidak terjamin menjadi ragu-ragu dan tidak pasti atau dengan keras menghindari pengasuh.

Attachment menentukan tingkat pengeluapan kepercayaan diri yang menjadi perkembangan yang sangat penting dari masa batita.

3.Kualitas Layanan Panti Asuhan

Hal-hal yang penting untuk diperhatikan dalam layanan panti asuhan (Berk, 2006), antara lain sebagai berikut:

a. Setting Tempat

Anak-anak dan bayi berada di dalam ruangan yang bersih, perawatan yang baik dan ventilasi ruangan juga cukup. Di luar ruang bermain tersedia pagar agar anak dapat lebih terlindungi. Setting tempat disusun sedemikian rupa agar anak dapat nyaman dan tidak merasa sesak selama berada dalam ruangan tersebut.

b. Permainan dan Perlengkapan

(48)

yang sesuai dengan bayi dan balita. Permainan di luar ruangan juga sebaiknya disediakan untuk melatih kemampuan motorik anak seperti ayunan, kotak pasir dan lain sebagainya.

c. Pengasuh dan Jumlah Anak

Di tempat penitipan anak, perbandingan antara pengasuh dengan anak harus seimbang. Idealnya 8 bayi didampingi oleh 2 pengasuh dan 12 balita didampingi oleh 3 pengasuh. Di dalam lingkungan keluarga, pengasuh bertanggungjawab maksimal pada 6 anak. Sebaiknya pengasuh yang bertanggungjawab setiap harinya adalah pengasuh yang tetap, agar dapat terjalin hubungan yang kuat di antara mereka.

d. Jadwal Kegiatan

Jadwal kegiatan mencakup dimana anak dapat bermain aktif, bermain tenang di dalam ruangan, tidur siang, makanan ringan, dan makan. Seluruh jadwal kegiatan dapat diterapkan dengan fleksibel agar dapat memenuhi kebutuhan masing-masing anak. Suasana sebaiknya diciptakan agar anak dapat merasa nyaman yaitu dengan suasana hangat dan penuh dukungan. Anak juga tidak dibiarkan sendiri tanpa pengawasan.

e. Pelatihan bagi Pengasuh

(49)

f. Hubungan dengan Orangtua

Pengasuh sebaiknya sering berbicara dengan orangtua tentang perilaku dan perkembangan anaknya.

I. Dinamika Penjelasan Teori

Usia bayi merupakan waktu yang sangat penting dalam perkembangan fisik, mental, dan psikososial yang akan menentukan masa depan anak. Bayi memiliki ketergantungan pada orangtua terutama pada ibu. Dalam pengasuhan, orangtua diharapkan dapat selalu peka dan merespon kebutuhan anak dengan tepat.

Anak-anak yang tinggal di panti asuhan memiliki kebutuhan sama dengan anak-anak lain yang tinggal bersama kedua orangtua kandungnya sejak lahir yaitu kebutuhan dalam tugas perkembangannya yang meliputi perkembangan fisik, perkembangan kognitif dan perkembangan psikoemosional. Yang membuat mereka berbeda adalah orang yang mengasuh mereka. Anak-anak panti asuhan diasuh oleh pengasuh yang bukan merupakan orangtua kandungnya. Kebanyakan dari orang tua kandung akan menjaga dan merawat buah hatinya dengan sepenuh hati namun akan berbeda jika bayi diasuh bukan oleh orang tua kandungnya.

(50)

yaitu mendapatkan secure attachment (kelekatan yang aman). Perilaku responsif pengasuh akan mendukung kualitas attachment pada bayi. Perilaku responsif penting diperhatikan untuk mewujudkan secure attachment (kelekatan yang aman). Jika orangtua kandung atau pengasuh selalu memberikan respon positif pada setiap kebutuhan bayi maka kelekatan yang terbentuk adalah kelekatan yang aman. Respon positif tersebut merupakan respon dimana orangtua atau pengasuh menanggapi kebutuhan bayi dengan tepat dan bayi juga menerimanya dengan perasaan yang nyaman, senang dan tenang. Jika respon yang diberikan adalah respon negatif maka kelekatan yang terbentuk adalah kelekatan yang tidak aman. Respon negatif merupakan respon ketika orang tua atau pengasuh tidak menanggapi atau menanggapi kebutuhan bayi dengan tidak tepat yang membuat bayi juga merasa tidak nyaman (McDevit & Ormord, 2004).

Menurut Ainsworth attachment yang tidak aman akan menimbulkan gejala psikopatologi dan ikatan sosial yang lemah, sedangkan attachment yang aman akan membantu anak dalam beradaptasi dengan lingkungan sosial dan lebih memiliki motivasi untuk bersaing dengan yang lainnya secara sehat.

(51)
(52)

Skema 1. Kerangka Berpikir Keterangan:

: alur kerangka berpikir

: hal yang menjadi fokus dalam penelitian Huruf tebal : subjek yang diteliti

Bayi

Kebutuhan bayi untuk memenuhi tugas perkembangan:

- Perkembangan fisik - Perkembangan kognitif - Perkembangan

sosioemosional

Respon negatif , pengasuh : - Mengabaikan kebutuhan bayi - Bersikap marah, jengkel dan

tidak merespon kebutuhan bayi dengan tepat.

Respon positif, pengasuh : - Secara konsisten merespon

(53)

35 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini ialah penelitian kuantitatif deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian (Suryabrata, 2006). Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, efek yang terjadi, atau tentang kecenderungan yang tengah berlangsung. Penelitian deskriptif juga merupakan penelitian yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status suatu gejala saat penelitian dilakukan (Furchan, 2004).

Penelitian ini dilakukan dengan metode observasi dan wawancara. Metode tersebut dilakukan untuk mendapat gambaran tentang kondisi yang ada di Yayasan Sayap Ibu. Kondisi yang diamati lebih pada dinamika antara bayi dan pengasuh yang ada di yayasan tersebut.

B. Variabel Penelitian

(54)

C. Definisi Operasional

Perilaku responsif adalah perilaku menanggapi stimulus yang ditunjukkan oleh bayi dengan maksud agar kebutuhannya dapat terpenuhi. Perilaku responsif penting diperhatikan untuk mewujudkan secure attachment. Kemampuan pengasuh dalam merespon kebutuhan bayi akan memperkuat ikatan antara pengasuh dan bayi, juga meningkatkan rasa aman bayi yang akan mendukung bayi dalam mengeksplorasi lingkungan.

Respon pengasuh dikelompokkan menjadi dua yaitu respon positif dan respon negatif. Respon positif adalah respon pengasuh yang bersikap sabar dan menanggapi stimulus dengan tepat. Respon negatif adalah respon pengasuh yang bersikap marah, jengkel dan memberikan tanggapan stimulus yang tidak tepat.

Respon positif terjadi apabila pengasuh memenuhi kebutuhan bayi. Respon tersebut akan direspon oleh bayi dengan perasaan nyaman, senang, tenang, dan tidak gelisah atau tidak rewel. Respon negatif adalah perilaku pengasuh yang tidak memenuhi kebutuhan bayi sehingga bayi tidak merasa nyaman, menangis, tidak berhasil ditenangkan, tetap rewel, sedih, marah atau takut.

(55)

D. Subjek Penelitian

Subjek yang akan digunakan dalam penelitian adalah pengasuh yang mengasuh bayi usia 0-2 tahun di Yayasan Sayap Ibu. Peneliti tidak menggunakan kriteria khusus karena dalam penelitian ini peneliti ingin mengungkap suatu fenomena yang terjadi khusus dalam kalangan panti asuhan atau yayasan sosial secara umum.

E. Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi dua metode yaitu metode penelitian observasi dan wawancara dengan diawali observasi awal. Penjelasan dari masing-masing pengambilan data tersebut adalah sebagai berikut:

1. Metode Observasi a. Observasi Awal

(56)

Tabel 3.1

Data Observasi Awal

Waktu Perilaku yang Muncul Respon Pengasuh (+) atau (-)

-Stimulus dari bayi -Respon (+) -Respon (-)

-Stimulus dari bayi -Respon (-)

-Stimulus dari bayi - Respon (-)

-Stimulus dari bayi - Respon (-)

- Respon (-)

- Stimulus dari bayi - Respon (+) 28 Juli 2011

12.30-13.00

Bayi ingin digendong

Pengasuh Menggendong Bayi

-Stimulus dari bayi -Respon (+) 1 Agustus 2011

11.00-12.00

Pengasuh memaksa Bayi Masuk ke Dalam Box

Pengasuh memaksa Bayi Minum Susu

Pengasuh memaksa Bayi Makan

Pengasuh tidak Memberi Minum

Pengasuh memberi susu

- Respon (-)

-Stimulus dari bayi -Respon (-)

- Stimulus dari bayi - Respon (-)

-Stimulus dari bayi -Stimulus dari bayi -Stimulus dari bayi -Stimulus dari bayi 5 Agustus 2011

10.50-12.00

Bayi makan

Pengasuh tidak memberi minum

(57)

Berdasarkan hasil observasi awal maka indikator perilaku yang akan digunakan adalah:

Tabel 3.2

Indikator Perilaku

Stimulus bayi Respn positif pengasuh

Definisi dari masing-masing indikator:

1.Muntah

(58)

2.Bangun tidur

Menurut kamus besar bahasa Indonesia bangun tidur adalah suatu kondisi bangun dari tidur. Bangun tidur juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi manusia yang terjaga setelah tidur. Bangun tidur dalam penelitian ini dapat diartikan bahwa bayi terjaga dari tidurnya selama beberapa saat.

3.Kotor

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kotor mengandung arti tidak bersih atau terkena suatu noda. Jika diartikan untuk suatu pakaian, pakaian yang kotor ialah pakaian yang terkena noda. Kotor dalam penelitian ini dapat diartikan bahwa pakaian yang dikenakan oleh bayi terkena suatu noda, basah atau sudah saatnya diganti karena sudah dipakai selama satu hari.

4.Rewel

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan rewel adalah banyak bicara (suka membantah, tidak mudah menurut, selalu ada yang diminta). Rewel juga dapat diartikan sebagai ketidakmampuan seorang bayi untuk tenang atau ditenangkan. Rewel dalam penelitian ini dapat diartikan bahwa bayi terlihat tidak tenang, mengeluarkan suara yang merengek-rengek dan sulit untuk ditenangkan.

5.Gelisah

(59)

6.Sakit

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, sakit adalah suatu kondisi yang membuat tidak nyaman di tubuh atau bagian tubuh karena menderita sesuatu. Sakit dalam penelitian ini dapat diartikan bahwa bayi dalam kondisi tidak sehat seperti batuk, pilek, atau demam.

7.Menangis

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, menangis adalah melahirkan perasaan sedih (kecewa, menyesal, dsb) dengan mencucurkan air mata serta mengeluarkan suara (tersedu-sedu, menjerit-jerit). Menangis dalam penelitian ini dapat diartikan bahwa bayi mengeluarkan air mata dengan suara tersedu-sedu.

8.Kecelakaan

Menurut kamus besar bahasa Indonesia kecelakaan adalah mendapat suatu kejadian (peristiwa) yang menyebabkan orang celaka. Kecelakaan dalam penelitian ini dapat diartikan bahwa bayi terjatuh atau terkena benda tajam yang membuatnya terluka.

9.Nakal

(60)

10.Sabar

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, sabar adalah tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati), tabah, tenang, tidak tergesa-gesa, tidak terburu nafsu. Sabar dalam penelitian ini dapat diartikan bahwa pengasuh menanggapi stimulus dari bayi dengan tidak marah, bersikap kasar dan membentak, melainkan pengasuh lebih telaten membujuk dan menenangkan bayi tanpa marah juga membentak. 11.Membentak

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, membentak adalah memarahi dengan suara keras. Membentak dalam penelitian ini dapat diartikan bahwa pengasuh menanggapi stimulus dari bayi dengan memarahi menggunakan suara keras. 12.Buang air besar

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, buang air besar adalah mengeluarkan kotoran yang tidak berguna lagi bagi tubuh melewati anus. Buang air besar dalam penelitian ini dapat diartikan bahwa bayi mengeluarkan kotoran melewati anus dan karena pengasuh tidak mengetahui maka kotoran tertinggal di popok bayi tersebut.

13.Mengabaikan

(61)

b. Observasi Pengambilan Data

Metode pengambilan data observasi dilakukan dengan teknik time sampling yang dilakukan oleh beberapa (tiga) pengamat untuk mengamati perilaku anak dengan pengasuh di Yayasan Sayap Ibu. Peneliti menggunakan teknik time sampling ketika mencatat hasil observasi. Selain itu peneliti juga menggunakan teknik event sampling untuk mencatat kejadian yang belum ada dalam indikator. Dalam event sampling peneliti mencatat semua kejadian yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan sebelumnya (Smith & Lewis dalam Shaughnessy, 1985). Indikator yang ingin diamati diperoleh dari gambaran hasil observasi awal.

2. Metode Wawancara

Metode wawancara dilakukan sebagai cara untuk melengkapi data yang belum dapat diperoleh melalui observasi. Wawancara dilakukan dengan menentukan subjek yang bersedia untuk diwawancarai. Subjek yang dipilih adalah pengasuh yang bekerja di Yayasan Sayap Ibu.

F. Prosedur Pengambilan Data

1. Proses Perijinan Penelitian

(62)

beberapa masukan pada peneliti dalam melakukan penelitian. Satu hari setelah surat ijin disetujui, peneliti langsung melakukan pengamatan awal di yayasan tersebut.

2. Observasi

a.Observasi Awal

Observasi awal dilakukan selama tujuh hari dan berlangsung kurang lebih dua jam. Peneliti mengikuti aktivitas dengan bayi selama jam kunjung. Perilaku yang dicatat adalah perilaku interaksi pengasuh yang menanggapi stimulus dari bayi dalam bentuk apapun. Hasil pencatatan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu stimulus dari bayi, respon dari pengasuh dan respon bayi setelah pengasuh memberikan respon. Berdasarkan data pengasuh dan bayi, maka peneliti mendapatkan gambaran awal untuk menentukan indikator dalam observasi selanjutnya.

b.Observasi Pengambilan Data

(63)

tidak terjadi kesalah pahaman. Metode observasi dengan menggunakan beberapa pengamat adalah metode yang digunakan untuk menyamakan persepsi antar pengamat.

Penggunaan metode pengumpulan data dengan observasi memungkinkan untuk didapatkan gambaran perilaku interaksi anak dengan pengasuhnya. Selain itu dengan metode observasi, peneliti dapat memperoleh gambaran yang luas dari perilaku spontan sehari-hari antara bayi dan anak dengan pengasuh. Dengan demikian kemungkinan untuk terjadi faking atau pembiasan perilaku dapat diminimalkan. Peneliti menggunakan teknik time sampling ketika mencatat hasil observasi. Peneliti menentukan waktu yang akan dilalui, antara permulaan hingga akhir perilaku subjek yang hendak diamati. Indikator yang ingin diamati diperoleh dari gambaran hasil observasi awal. Selain itu peneliti juga menggunakan teknik event sampling untuk mencatat kejadian yang belum ada dalam indikator. Peneliti mengobservasi dan mencatat perilaku yang nampak. Peneliti mengamati perilaku antara bayi dan pengasuh kemudian mencatat kejadian tersebut. Dalam event sampling peneliti mencatat semua kejadian yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan sebelumnya (Smith & Lewis dalam Shaughnessy, 1985).

3. Wawancara

(64)

menentukan subjek yang bersedia untuk diwawancarai. Subjek yang dipilih adalah pengasuh yang bekerja di Yayasan Sayap Ibu. Pertanyaan yang diberikan merupakan pertanyaan tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepekaan pengasuh terhadap stimulus yang ditunjukkan oleh bayi. Alat yang digunakan dalam wawancara ini adalah tape recorder untuk merekam proses wawancara antara peneliti dengan subjek.

G. Metode Analisis Data

(65)

H. Kredibilitas Data

Peneliti ikut serta dalam melakukan penelitian. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk menjaga kredibilitas data. Peneliti membiasakan untuk berada di tengah-tengah subjek pada setiap kesempatan. Sebelum penelitian dimulai, peneliti sering memanfaatkan jam kunjung di Yayasan Sayap Ibu agar subjek dapat terbiasa dengan kehadiran peneliti. Selain itu keikutsertaan peneliti juga bertujuan untuk membangun kepercayaan subjek terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti sendiri (Moleong, 2004).

Peneliti memperhatikan keajegan data dengan membatasi berbagai pengaruh. Peneliti mengadakan pengamatan dengan teliti dan berkesinambungan (Moleong, 2004). Sebelum melakukan penelitian, peneliti menentukan waktu yang tepat untuk pengambilan data dan fokus pada permasalahan yang akan diteliti. Peneliti bersikap seperti pengunjung yang lain agar subjek tidak memiliki kecurigaan bahwa dirinya sedang diamati dan juga untuk memperkecil kemungkinan faking. Selain itu peneliti juga menyertakan catatan lapangan ketika proses pengambilan data.

(66)
(67)

49 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Orientasi Kancah

Hasil data dari tempat penelitian ini diperoleh ketika peneliti melakukan survei. Peneliti melakukan survei pada salah satu panti asuhan balita yang berada di Yogyakarta. Panti asuhan yang dipilih adalah Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta.

1.Deskripsi Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta

Yayasan Sayap Ibu didirikan oleh Ny. Sutomo, Ny. Sukardi dan Ny. G. Sunaryo pada tahun 1955, sebagai jawaban atas pedulinya terhadap nasib bayi-bayi yang dilahirkan di luar nikah, atau akibat posisi sosial dan ekonomi calon ibu yang kurang menguntungkan sehingga tidak sedikit di antara bayi-bayi itu yang menjadi korban pengguguran, pembunuhan oleh orangtuanya sendiri.

Yayasan Sayap Ibu didirikan dengan harapan bahwa kepedulian masyarakat dapat memberi kehangatan bagi anak-anak yang malang itu seperti halnya sayap induk ayam selalu mencerminkan kehangatan dan perlindungan kasih sayang.

(68)

Yayasan Sayap Ibu memiliki bangunan yang cukup luas dan terlihat bersih dengan lantai berkeramik putih. Ruangan panti terdiri dari ruang resepsionis dan kantor yang terletak di bagian paling depan, ruang tamu, ruang nonton televisi, kamar untuk anak usia di atas 2 tahun, kamar mandi, tempat mencuci, ruang makan, wisma pengasuh, wisma ibu, dan ruang bayi di bawah 2 tahun yang di dalamnya terdapat ruang isolasi untuk bayi yang baru lahir.

Penelitian dilakukan di ruang bayi karena subjek yang diteliti merupakan bayi yang berusia di bawah 2 tahun. Ukuran ruangan bayi adalah ± 7 x 12 meter. Ruang ini dilengkapi dengan box bayi, mainan anak-anak, lukisan, tempat tidur pengasuh dan tempat mencuci tangan. Pencahayaan dan ventilasi terlihat cukup baik karena banyaknya jendela pada ruangan tersebut. Di dalam ruangan ini memiliki bagian-bagian yang mendukung perawatan bayi antara lain tempat untuk mengganti popok dan baju, lemari pakaian, lemari obat-obatan, tempat menyiapkan makanan untuk bayi. Bayi dapat bermain di dalam maupun di luar ruangan. Di luar ruangan terdapat tempat bermain anak yang di dalamnya terdiri dari plosotan, tempat panjat-panjatan, dan juga ayunan.

2.Deskripsi Pengasuh

(69)

berasal dari Kulon Progo, Magelang, Sleman, Bantul, Surakarta, dan Purworejo. Sebagian besar pengasuh telah bekerja lebih dari satu tahun dan kurang dari tiga tahun.

Pengasuh yang bekerja di Yayasan Sayap Ibu tinggal di Wisma Pengasuh yang terletak di dalam yayasan. Setiap pengasuh mendapat fasilitas kamar dengan ditempati oleh dua pengasuh pada masing-masing kamar. Pengasuh mendapatkan jadwal kerja yang telah diatur oleh pihak yayasan. Pengasuh juga mendapatkan libur lima hari pada setiap bulannya.

Tabel 4.1

Data Pengasuh Yayasan Sayap Ibu CabangYogyakarta

Inisial Nama

Lama bekerja

Usia Pendidikan Terakhir

Daerah Asal

A 3 tahun 24 tahun SMK Kulon Progo B 1 tahun 24 tahun SMP Magelang C 2 tahun 27 tahun SMP Magelang D 3 tahun 23 tahun SMA Bantul E 6 tahun 30 tahun SMU Surakarta F 1 tahun 19 tahun SMA Purworejo G 2 tahun 25 tahun SMK + D1 Asper Kulon

Progo A1 4 tahun 28 tahun SMK Klaten B1 4 bulan 19 tahun SMA Bantul C1 1 tahun 25 tahun ASPER (D1) Sleman D1 18 tahun 37 tahun SMP Sleman

(70)

3.Deskripsi Bayi

Anak yang tinggal di Yayasan Sayap Ibu berjumlah 16 orang. Bayi yang berusia di bawah 2 tahun berjumlah 11 orang, sedangkan anak yang berusia prasekolah berjumlah 5 orang. Pengamatan dalam penelitian ini dilakukan pada bayi yang berusia di bawah 2 tahun.

Anak yang dirawat di Yayasan Sayap Ibu biasanya dari anak-anak yang dibuang dan ditelantarkan oleh orangtuanya. Anak-anak tersebut ditemukan oleh warga dan diberikan ke Dinas Sosial untuk diserahkan ke Yayasan Sayap Ibu.

Beberapa dari bayi yang diasuh di Yayasan Sayap Ibu sudah dapat berjalan, merangkak, miring ke kanan dan ke kiri, namun ada juga yang belum dapat melakukan semua. Ada satu bayi yang menderita hidrocepalus bernama Rizki. Bayi tersebut tidak dapat makan melalui mulut akan tetapi harus menggunakan selang melalui hidung, sehingga bayi tersebut diletakkan di ruang isolasi karena harus membutuhkan perawatan khusus.

Tabel 4.2

Data Anak-anak Usia 0-2 Tahun di Yayasan Sayap Ibu

Cabang Yogyakarta

Nama Bayi Usia Bayi Jenis Kelamin

Nova (N) 24 bulan Perempuan Melani (M) 24 bulan Laki-laki Meymey (I) 20 bulan Laki-laki Rizki (H) 11 bulan Laki-laki Ilyas (K) 11 bulan Laki-laki Alvino (L) 6 bulan Laki-laki Warni (J) 6 bulan Perempuan

(71)

Maharani (J) 5 bulan Perempuan Herlan (J) 2 bulan Laki-laki Ainiya (J) 2 bulan Perempuan

Jumlah Bayi 11 Jumlah Bayi Perempuan 5

Jumlah Bayi Laki-laki 6 4.Jadwal Kegiatan

(72)

B. Pelaksanaan Penelitian

1.Waktu Pengambilan Data

Waktu pelaksanaan pengambilan data observasi dan data wawancara adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3

Alokasi Waktu Pengambilan Data

Tanggal Waktu Observasi Awal 25, 26, 28 Juli 2011

1, 2, 4, 5 Agustus 2011

10.00-12.00 16.00-18.00 Observasi 16, 19 Agustus 2011

5, 6, 8, 22, 26, 27, 29 September 2011

16.00-17.00 16.30-17.30 Wawancara

Subjek 1 Subjek 2

2 November 2011 17.05-17.30

2.Hasil Data Observasi

Pengambilan data penelitian dilakukan dengan menggunakan observasi. Observasi dilakukan berdasarkan indikator yang telah ditentukan. Indikator dari penelitian ini diperoleh dari observasi awal kondisi lapangan dan juga berdasarkan teori attachment yang digunakan oleh peneliti. Peneliti melihat stimulus yang diberikan oleh bayi, respon dari pengasuh dan respon bayi setelah pengasuh memberikan respon.

(73)

membagi waktu observasi menjadi 4 dalam setiap jamnya. Dari proses pengambilan data tersebut, peneliti menyatukan seluruh data yang diperoleh pengamat dan mereduksinya. Reduksi data dilakukan dengan mengumpulkan data yang sama antar tiga pengamat dalam waktu yang bersamaan. Jika antara tiga pengamat terdapat dua atau tiga data dengan persepsi yang sama, berarti data tersebut menjadi data yang penting dalam penelitian ini. Peneliti mengelompokkan perilaku-perilaku yang muncul ke dalam dua kategori yaitu kategori perilaku responsif positif dan kategori perilaku responsif negatif.

Tabel 4.4

Hasil dari Reduksi Data

Waktu Stimulus Bayi Respon Pengasuh

Respon bayi

(74)

19 Agustus

(75)

6

(76)

26

banyak gerak. NEGATIF 26

Bayi rewel lagi. NEGATIF 27

Bayi diam. POSITIF 27

(77)

kali dengan keseluruhan perilaku yang teramati sebanyak 27 kali. Peneliti memprosentasekan masing-masing respon yang teramati dengan cara membagi banyaknya jenis respon positif atau respon negatif yang teramati dengan keseluruhan respon yang teramati kemudian dikali dengan 100%. Dari penghitungan tersebut dapat diperoleh prosentase dari respon positif dan respon negatif yang diberikan oleh pengasuh.

1. Analisis Data Observasi Keseluruhan Pengasuh

Dari hasil observasi dapat terlihat perilaku pengasuh dalam merespon stimulus dari bayi. Perilaku yang muncul dapat dikelompokkan menjadi dua macam perilaku yaitu perilaku responsif positif dan perilaku responsif negatif. a. Perilaku Responsif Positif

Gambar

Tabel 3.1 Data Observasi Awal  ...................................................................
Tabel 3.1 Data Observasi Awal
Tabel 3.2 Indikator Perilaku
Tabel 4.1 Data Pengasuh Yayasan Sayap Ibu CabangYogyakarta
+6

Referensi

Dokumen terkait

Terlepas dari sumbangannya dalam mengakhiri kekerasan September 1999, negara-negara besar anggota masyarakat internasional ikut mengemban tanggungjawab atas kejahatan yang

“ Praktek Pembagian Harta Warisan Di Desa Simpur Kecamatan Simpur Kabupaten HSS (Studi Kasus Terhadap Tiga Problem Kewarisan Ashabah) ”.

Pada Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kota Malang terdapat 2 (dua) eselon yaitu Eselon III.a dan Eselon IV.a sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 5 Tahun 2012

Kinerja Sasaran Strategi 2.1 Meningkatka n penyediaan sarana dan prasarana dasar dengan kapasitas dan kualitas yang setara dengan standar dunia Berkembangnya

1) Kebutuhan dasar yang seperti makan, minum, pakain dan tempat tinggal. 2) Kebutuhan sosial seperti komunikasi, kebersamaan, dan perhatian. 3) Kebutuhan individu

GUNAKAN DETEKTOR IONISASI KEPING SEJAJAR. Detektor ionisasi keping sejajar direko- mendasikan untuk pengukuran dosis serap berkas elektron energi rendah dati pesawat

Tujuan kegiatan ini adalah: (1) Membantu BPTP DI Yogyakarta, Sulut dan NTB dalam pelaksanaan Prima Tani, khususnya dalam hal menyempurnakan hasil identifikasi

Translasi Ribosom membentuk polipeptida Codons tRNA molecules mRNA Growing polypeptide Large subunit Small subunit mRNA mRNA binding site P site A site P A Growing polypeptide