• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat kinerja perekonomian, baik di tingkat nasional maupun regional (daerah). Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi penduduk bertambah. Dalam tingkat negara seluruh barang dan jasa yang dihasilkan di dalam negeri diukur secara agregat dalam bentuk Produk Domestik Bruto (PDB). Seluruh barang dan jasa yang diproduksi dikonversi dalam bentuk mata uang negara yang bersangkutan agar dapat diagregasikan. Pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari perubahan peningkatan PDB riil pada periode tertentu. Pada tingkat rumah tangga ataupun individu pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari peningkatan pendapatan rumah tangga atau pendapatan perkapita. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi dapat didekati dengan pengukuran peningkatan PDB atau peningkatan pendapatan perkapita.

Todaro dan Smith (2006), mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses peningkatan kapasitas produktif dalam suatu perekonomian secara terus-menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar. Ada tiga komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu:

1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi

baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau SDM.

2. Pertumbuhan penduduk yang pada tahun-tahun berikutnya akan

memperbanyak jumlah angkatan kerja.

3. Kemajuan teknologi.

Sukirno (2004), menerangkan beberapa faktor penting yang dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi.

1. Tanah dan kekayaan alam lainnya.

Kekayaan alam suatu negara meliputi luas dan kesuburan tanah, keadaan iklim dan cuaca, jumlah dan jenis hutan dan hasil laut, serta jumlah dan jenis kekayaan barang tambang yang terdapat.

Penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong maupun penghambat perkembangan ekonomi.

3. Barang-barang modal dan tingkat teknologi.

Barang-barang modal yang bertambah dan teknologi yang modern memegang peranan penting dalam mewujudkan kemajuan ekonomi.

4. Sistem ekonomi dan sikap masyarakat.

Selanjutnya, konsep modal manusia ini menjadi penting sejalan dengan perkembangan pemikiran, bahwa pertumbuhan ekonomi jangka panjang suatu negara tidak hanya didukung oleh kenaikan stok modal fisik dan jumlah tenaga kerja, tetapi juga peningkatan mutu modal manusia yang memiliki pengaruh kuat terhadap peningkatan kualitas tenaga kerja serta pemanfaatan kemajuan teknologi. Dalam konsep pertumbuhan modern, faktor teknologi dalam arti luas yang dianggap konstan dan ditentukan secara eksogenus oleh aliran pemikiran pertumbuhan tradisional, dianggap kurang tepat. Faktor teknologi adalah dinamis dan ditentukan oleh SDM atau mutu modal manusia. Menurut teori pertumbuhan modern, pertumbuhan ekonomi tidak hanya bersumber dari peningkatan jumlah

faktor-faktor produksi berupa tenaga kerja (labour) dan modal fisik (kapital) saja,

tetapi juga dari produktivitas dari tenaga kerja yang berkaitan erat dengan sejauhmana peningkatan mutu modal manusia.

Teori pertumbuhan ekonomi semakin berkembang dari masa ke masa. Beberapa teori pertumbuhan ekonomi yang menonjol sebagaimana diuraikan Todaro dan Smith (2006) adalah model pertumbuhan Harrod-Domar, model perubahan struktural, model pertumbuhan neoklasik dan model pertumbuhan endogen. Model pertumbuhan Harrod-Domar menekankan perlunya tabungan untuk kegiatan investasi yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang direpresentasikan oleh peningkatan pendapatan nasional.

Teori perubahan struktural menekankan pada mekanisme transformasi ekonomi negara terbelakang dengan kegiatan ekonomi yang bersifat pertanian subsisten menuju negara modern yang berbasis industri manufaktur dan jasa. Proses transformasi ini disebabkan adanya surplus tenaga kerja di sektor pertanian yang pindah ke sektor industri secara terus menerus.

Teori pertumbuhan neoklasik dikenal dengan model pertumbuhan Solow karena pertama kali dikemukan oleh Robert Solow. Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi terjadi tidak saja dipengaruhi oleh peningkatan modal (melalui tabungan dan investasi) tetapi juga dipengaruhi oleh peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kerja (pertumbuhan jumlah penduduk dan perbaikan pendidikan) dan peningkatan teknologi, dengan asumsi:

1. Diminishing return to scale bila input tenaga kerja dan modal

digunakan secara parsial dan constant return to scale bila digunakan

secara bersama-sama.

2. Perekonomian berada pada keseimbangan jangka panjang (full

employment).

Model pertumbuhan endogen memasukkan pengaruh teknologi, investasi modal fisik dan SDM sebagai variabel endogen. Model pertumbuhan endogen

menggunakan asumsi diminishing return to scale atas investasi modal dari model,

dan memberikan peluang terjadinya increasing return to scale dalam produksi

agregat dan peran eksternalitas dalam menentukan tingkat pengembalian investasi modal. Investasi sektor publik dan swasta dalam SDM menghasilkan ekonomi

eksternal dan peningkatan produktivitas sehingga terjadi increasing return to

scale dan pola pertumbuhan jangka panjang yang berbeda-beda antar negara. Tingkat pertumbuhan tetap konstan dan berbeda antar negara tergantung tingkat tabungan nasional dan tingkat teknologinya. Tingkat pendapatan perkapita di negara-negara miskin akan modal cenderung tidak dapat menyamai tingkat pendapatan perkapita di negara kaya, meskipun tingkat pertumbuhan tabungan dan tingkat pertumbuhan penduduknya serupa.

Aspek yang menarik dari model pertumbuhan endogen adalah mampu menjelaskan keanehan aliran modal internasional yang memperparah ketimpangan antara negara maju dengan negara berkembang. Potensi tingkat pengembalian atas investasi yang tinggi yang ditawarkan negara berkembang (rasio modal-tenaga kerja rendah) akan berkurang dengan cepat karena rendahnya tingkat investasi SDM (pendidikan), infrastruktur, atau riset dan pengembangan (R&D). Model ini dikembangkan lagi oleh Romer dengan menambahkan asumsi cadangan modal dalam keseluruhan perekonomian dan adanya eksternalitas positif dari ilmu

pengetahuan sebagai barang publik, secara positif mempengaruhi output pada

tingkat industri, sehingga terdapat kemungkinan increasing return to scale pada

tingkat perekonomian secara keseluruhan. 2.3. Teori Pembangunan Manusia

Salah satu pelopor pendekatan pembangunan manusia dalam Ilmu

Ekonomi Pembangunan adalah Sen (2000) melalui konsep human capabilities

approach. Pendekatan ini menekankan pada gagasan kemampuan (capabilities) manusia sebagai tema sentral pembangunan. Haq (1995) juga telah menegaskan, manusia harus menjadi inti dari gagasan pembangunan, dan hal ini berarti bahwa semua sumberdaya yang diperlukan dalam pembangunan harus dikelola untuk meningkatkan kapabilitas manusia. Gagasan ini sejalan dengan pemikiran UNDP yang diterjemahkan ke dalam beberapa indikator sosial-ekonomi yang menggambarkan kualitas hidup dalam beberapa ukuran kuantitatif, seperti kemampuan ekonomi, kemampuan dalam pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan untuk hidup lebih panjang dan sehat (Ranis, 2004).

Dimensi pembangunan sosial-ekonomi mencakup dan terkait dengan beberapa tema utama, antara lain prestasi perekonomian, kenaikan taraf kesehatan, angka harapan hidup serta perluasan distribusi pendidikan. Secara

umum, UNDP (United Nations Development Program) mendefinisikan

pembangunan manusia (human development) sebagai perluasan pilihan bagi setiap

orang untuk hidup lebih panjang, lebih sehat dan hidup lebih bermakna (UNDP, 1990). Memperluas pilihan manusia berarti mengasumsikan suatu kondisi layak hidup yang memungkinkan manusia memperoleh akses untuk mendapatkan pengetahuan dan pendidikan serta akses terhadap sumberdaya yang dibutuhkan

untuk hidup secara layak. Secara ringkas Ranis (2004) mengartikan pembangunan

manusia sebagai peningkatan kondisi seseorang sehingga memungkinkan hidup lebih panjang sekaligus lebih sehat dan lebih bermakna.

Selanjutnya dalam laporan Pembangunan Manusia Tahun 2001, UNDP menyatakan ada 4 aspek utama yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan manusia, yaitu:

1. Peningkatan produktivitas dan partisipasi penuh dalam lapangan

pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu bagian dari model pembangunan manusia.

2. Peningkatan akses dan kesetaraan memperoleh peluang-peluang

ekonomi dan politik. Dengan kata lain, penghapusan segala bentuk hambatan ekonomi dan politik yang merintangi setiap individu untuk berpartisipasi sekaligus memperoleh manfaat dari peluang-peluang tersebut.

3. Adanya aspek keberlanjutan (sustainability), yakni bahwa

peluang-peluang yang disediakan kepada setiap individu saat ini dapat dipastikan tersedia juga bagi generasi yang akan datang, terutama, daya dukung lingkungan atau modal alam dan ‘ruang’ kebebasan manusia untuk berkreasi.

4. Pembangunan tidak hanya untuk masyarakat, tetapi juga oleh

masyarakat. Artinya, masyarakat terlibat penuh dalam setiap keputusan dan proses-proses pembangunan, bukan sekedar obyek pembangunan, dengan kata lain adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Peningkatan kualitas SDM menurut RPJMN untuk mendukung ketersediaan angkatan kerja berketerampilan dan berpendidikan tinggi, dengan strategi pengembangan:

1. Meningkatkan akses pelayanan pendidikan dan keterampilan kerja.

2. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan.

3. Meningkatkan produktivitas angkatan kerja dan mengembangkan

ekonomi lokal.

Konsep pembangunan manusia seutuhnya merupakan konsep yang menghendaki peningkatan kualitas hidup penduduk yang dilakukan dengan menitikberatkan pada pembangunan SDM secara fisik dan mental. Azas pemerataan yang merupakan salah satu dasar trilogi pembangunan yang akan diimplementasikan dalam berbagai program pembangunan. Azas pemerataan merupakan salah satu prinsip pembangunan manusia. Melalui strategi jalur pemerataan, kebijakan pembangunan mengarah pada pemihakan terhadap kelompok penduduk yang tertinggal. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas fisik dan mental penduduk perlu dilakukan oleh pemerintah

melalui pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan dasar.

Pembangunan manusia dapat juga dilihat dari sisi pelaku atau sasaran yang ingin dicapai. Dalam kaitan ini, UNDP melihat pembangunan manusia sebagai semacam “model” pembangunan tentang penduduk, untuk penduduk, dan oleh penduduk, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Tentang penduduk; berupa investasi di bidang pendidikan, kesehatan, dan

pelayanan sosial lainnya.

b. Untuk penduduk; berupa penciptaan peluang kerja melalui perluasan

(pertumbuhan ekonomi dalam negeri);

c. Oleh penduduk; berupa upaya untuk memperkuat (empowerment)

penduduk dalam menentukan harkat manusia dengan cara berpartisipasi dalam proses politik dan pembangunan.

Kaitannya dengan capaian pembangunan yang komprehensif yang mampu

mengakomodir konsep pembangunan manusia secara lebih luas, United Nations

Development Programme (UNDP) sejak 1990 telah menggunakan indeks

pembangunan manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) untuk

mengukur keberhasilan atau kinerja (performance) suatu negara atau wilayah

dalam pembangunan manusia. Dimensi pembangunan manusia menjadi sangat penting sehingga diperlukan kemauan dan komitmen yang kuat dari penyusun kebijakan dan para pelaku pembangunan.

Nilai IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh negara atau wilayah itu telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa kecuali), tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup yang layak. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu.

Karena hanya mencakup tiga komponen utama, maka IPM harus dilihat sebagai penyederhanaan dari realitas yang kompleks dari luasnya dimensi pembangunan manusia. Oleh karena itu pesan dasar IPM perlu dilengkapi dengan kajian dan analisis yang dapat mengungkapkan dimensi-dimensi pembangunan lainnya dan tidak terbatas pada sektor-sektor utama saja (kesehatan, pendidikan dan ekonomi) terutama aspek pembangunan manusia yang sifatnya abstrak dan

tidak memungkinkan untuk diukur (mental, moral, spiritual, tanggung jawab dan sejenisnya)(BPS, 2009).

Sementara itu UNDP sejak tahun 1990 telah mengeluarkan secara berkala IPM sebagai ukuran kuantitatif tingkat pencapaian pembangunan manusia. Indeks ini merupakan teknik komposit terhadap beberapa indikator tingkat pendidikan, kesehatan dan pendapatan. Secara umum IPM merupakan salah satu instrumen untuk mengetahui pencapaian pembangunan manusia suatu negara karena dalam batas-batas tertentu IPM mewakili tujuan dari pembangunan manusia. Hal ini sejajar dengan pemahaman yang telah dikemukakan oleh UNDP dalam Laporan Pembangunan Manusia Tahun 1990, bahwa tujuan mendasar dari pembangunan adalah menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakat hidup lebih panjang, lebih sehat serta memiliki kreativitas untuk mengaktualisasikan gagasan. Pernyataan ini sejalan dengan yang pernah dikemukakan oleh Sen (2000), bahwa dengan menempatkan pembangunan manusia sebagai tujuan akhir dari proses pembangunan diharapkan dapat menciptakan peluang-peluang yang secara langsung menyumbang upaya memperluas dan meningkatkan kemampuan manusia dan kualitas kehidupan mereka, antara lain melalui peningkatan layanan kesehatan, pendidikan dasar dan jaminan sosial, khususnya bagi warga miskin.

Diantara beberapa pengertian pembangunan manusia di atas, dapat ditarik benang merah kesamaan, bahwa pembangunan manusia adalah upaya meningkatkan kemampuan manusia terutama melalui peningkatan taraf kesehatan dan pendidikan, sehingga membuat manusia menjadi lebih sehat, lebih kreatif dan lebih produktif sehingga memungkinkan untuk meraih peluang-peluang yang tersedia bagi dirinya masing-masing dalam kelangsungan hidupnya untuk mendapatkan penghasilan yang layak.

Dokumen terkait