• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II KERANGKA TEORI

2.5. Teori Perubahan Sosial

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat bisa merupakan

kemajuan atau mungkin justru suatu kemunduran. Unsur-unsur kemasyarakatan

yang mengalami perubahan biasanya adalah mengenai nilai-nilai sosial, norma-

norma sosial, pola-pola perikelakuan, organisasi sosial, lembaga-lembaga

kemasyarakatan, stratifikasi sosial, kekuasaan, tanggung jawab, kepemimpinan

dan sebagainya. Dalam masyarakat maju atau pada masyarakat

berkembang,perubahan sosial dan kebudayaan selalu berkaitan erat

denganpertumbuhan ekonomi. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman

Soemardi, bahwa perubahan-perubahan di luar bidang ekonomi tidak dapat

dihindarkan oleh karena setiap perubahan dalam suatu lembaga kemasyarakatan

akan mengakibatkan pula perubahan-perubahan di dalam lembaga-lembaga

kemasyarakatan lainnya, oleh karena antara lembaga-lembaga kemasyarakatan

tersebut selalu ada proses saling mempengaruhi secara timbal balik. Perubahan-

perubahan pada dewasa ini nampak sangat cepat, sehingga semakin sulit untuk

mengetahui bidang-bidang manakah yang akan berubah terlebih dahulu dalam

kehidupan masyarakat. Namun demikian secara umum, perubahan-perubahan itu

biasanya bersifat berantai dan saling berhubungan antara satu unsur dengan unsur

39

Yang dimaksud dengan perubahan sosial itu adalah perubahanfungsi

kebudayaan dan perilaku manusia dalam masyarakat dari keadaan tertentu ke

keadaan yang lain. Gillin dan Gillin mengatakan bahwa perubahan-perubahan

sosial adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, yang

disebabkan baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan

material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun

penemuan-penemuan baru dalam masyarakat tersebut. Pada dasarnya perubahan-

perubahan sosial terjadi, oleh karena anggota masyarakatpada waktu tertentu

merasa tidak puas lagi terhadap keadaan kehidupannya yang lama, norma-norma

dan lembaga-lembaga sosial, atau sarana penghidupan yang lama dianggap tidak

memadai lagi untuk memenuhi kehidupan yang baru.

Kecenderungan terjadinya perubahan-perubahan social merupakan gejala

yang wajar yang timbul dari pergaulan hidup manusia di dalam masyarakat.

Perubahan-perubahan sosial akan terus berlangsung sepanjang masih terjadi

interaksi antarmanusia dan antarmasyarakat. Perubahan sosial terjadi karena

adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan

masyarakat, seperti perubahan dalam unsur-unsur geografis, biologis, ekonomis,

dan kebudayaan. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan

dengan perkembangan zaman yang dinamis. Teori-teori yang menjelaskan

mengenai perubahan sosial yang berkaitan dengan pergeseran solidaritas

massyarakat adalah:Teori Fungsionalis (Functionalist Theory).Konsep yang

berkembang dari teori ini adalah cultural lag (kesenjangan budaya). Konsep ini

mendukung Teori Fungsionalis untuk menjelaskan bahwa perubahan sosial tidak

lepas dari hubungan antara unsur-unsur kebudayaan dalam masyarakat. Menurut

40

sementara unsur yang lainnya tidak dapat mengikuti kecepatan perubahan unsur

tersebut. Maka, yang terjadi adalah ketertinggalan unsur yang berubah secara

perlahan tersebut. Ketertinggalan ini menyebabkan kesenjangan sosial (cultural

lag). Para penganut Teori Fungsionalis lebih menerima perubahan sosial sebagai

sesuatu yang konstan dan tidak memerlukan penjelasan. Perubahan dianggap

sebagai suatu hal yang mengacaukan keseimbangan masyarakat. Proses

pengacauan ini berhenti pada saat perubahan itu telah diintegrasikan dalam

kebudayaan. Apabila perubahan itu ternyata bermanfaat, maka perubahan itu

bersifat fungsional dan akhirnya diterima oleh masyarakat, tetapi apabila terbukti

disfungsional atau tidak bermanfaat, perubahan akan ditolak. Tokoh dari teori ini

adalah William Ogburn.Pandangan Teori Fungsionalis adalah sebagai berikut.

a. Setiap masyarakat relatif bersifat stabil dan terintegrasi.

b. Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang kestabilan masyarakat.

c.Kestabilan sosial sangat tergantung pada kesepakatan bersama (konsensus) di

kalangan anggota kelompok masyarakat.

Ada dua faktor penyebab utamadalam perubahan sosial, yaitu penimbunan

(akumulasi) kebudayaan dan penemuan baru, pertambahan penduduk.

1. Timbunan kebudayaan dan penemuan baru.

Timbunan kebudayaan merupakan faktor penyebab perubahan sosial yang

penting. Kebudayaan dalam kehidupan masyarakat senantiasa terjadi penimbunan,

yaitu suatu kebudayaan semakin beragam dan bertambah secara akumulatif.

Bertimbunnya kebudayaan ini oleh karena adanya penemuan baru dari anggota

masyarakat pada umumnya.Terjadi juga pada situasi masyarakat yang tergolong

fanatik terhadap kebudayaan-kebudayaan; tidak mudah dihilangkan.

41

penemuan baru (inovasi). Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru, jalannya

unsur kebudayaan baru yang tersebar ke lain-lain bagian dari masyarakat dan

cara-cara unsur kebudayaan baru tadi diterima, dipelajari dan akhirnya dipakai

dalam masyarakat yang bersangkutan. Penemuan baru dapat berupa benda-benda

tertentu yang bersifat fisik, dapat pula bersifat non fisik seperti ide-ide baru,

sistem hukum, atau aliran-aliran kepercayaan yang baru.Ogburn dan Nimkoff

menyebut penemuan baru (social invention); yaitu penciptaan pengelompokan

dari individu-individu yang baru, atau penciptaan adat-istiadat yang baru, peri

kelakuan sosial yang baru.

2. Perubahan jumlah penduduk.

Perubahan jumlah penduduk juga merupakan penyebab terjadinya

perubahan sosial, seperti pertambahan atau berkurangnya penduduk pada suatu

daerah tertentu. Bertambahnya penduduk pada suatu daerah mengakibatkan

perubahan pada struktur masyarakat terutama mengenai lembaga-lembaga

kemasyarakatannya. Sementara pada daerah yang lain terjadi kekosongan sebagai

akibat perpindahan penduduk tadi. Ditinjau dari pertambahan penduduk misalnya

transmigrasi, jika berjalan secara ideal dengan memperhatikan aspek-aspek sosial,

ekonomi, politik, budaya dan keamanan, mungkin akan terjadi perubahan yang

positif. Artinya dengan adanya pendatang baru yang terampil dan siap bekerja di

tempat yang baru maka besar kemungkinan justru tidak hanya sekedar

menguntungkan bagi pihak transmigranbelaka, melainkan juga dapat berpengaruh

terhadap penduduk asli untuk ikut serta pula bekerja dengan pola yang

menguntungkan sama dengan penduduk pendatang. Kehidupan masyarakat pun

berubah karena pencampuran antara berbagai macam pola perilaku sosial dan

42

sosial yang disebabkan oleh berkurangnya penduduk mengakibatkan kekosongan

pada daerah pemukiman yang lama. Roucek dan Waren menggambarkan

perubahan sosial yang disebabkan oleh adanya penduduk yang heterogen.

Masyarakat yang terdiri dari berbagai latar belakang etnik yang berbeda yang

bercampur gaul dengan bebas dan mendifusikan adat, pengetahuan teknologi dan

ideologi, biasanya mengalami kadar perubahan yang pesat. Konflik budaya, mores

selalu menghasilkan ketidaksesuaian dan keresahan sosial, dan memudahkan

terjadinya perubahan sosial.

Jadi, jika dilihat dari pergeseran (perubahan) solidaritas masyarakat ini

maka perubahan/pergeseran solidaritas masyarakat yang terjadi disebabkan karena

bertambah dan berkurangnya penduduk yang terkena banjir juga menjadi

penyebab berkurangnya solidaritasmasyarakat (bantuan masyarakat) yang

diberikan kepada mereka karena menurunnya keuangan keluarga dalam

memberikan bantuan kepada mereka yang terkena banjir dalam jumlah yang

cukup banyak dan juga timbunan kebudayaan yang baru yang menuntut

kemandirian hidup masyarakat. Karena menurut pengakuan warga yang terkena

banjir, banjir di sana sering terjadi pada awal dan akhir tahun seperti yang kita

tahu saat itu banyak pengeluaran keluarga.

2.6. Ketidakmampuan Masyarakat Dalam Membeli Rumah SebagaiAlasan MerekaTetap Bertahan Tinggal di Sekitar Sungai Deli Kota Medan.

Faktor yang paling menonjol dalam kehidupan yang keras di perkotaan

menghinggapi penduduk kota adalah masalah ekonomi. Akhirnya

43

mengutamakan kebutuhan akan materi dan terjadilah persoalan yang semuanya

berpangkal pada faktor ekonomi. Terjadilah kemerosotan sosial dan budaya dalam

hal kemiskinan, kriminalitasserta budaya materialis yang mengagungkan harta

benda sebagaihal yang paling utama dalam kehidupan, akibatnya masyarakat kota

banyak yang hidup dalam tingkat persaingan yang tinggi seperti dalam hal

mencari pekerjaan, serta mengutamakan diri sendiri ataupun kepentingan

kelompok. Keberadaan masyarakat yang begitu banyak di kota mengakibatkan

sebagian masyarakatharus terpaksa ada yang bermukim di tempat kumuh dan juga

liar, tidak terlepas dari adanya urbanisasi. Adanya ciri khas kota yang

menunjukkanbanyaknya penduduk dari beranekaragam suku bangsa, agama, ras,

adat-istiadat serta kelas sosial yakni dari yang kaya sampai miskin, membuat

kehidupan kota begitu kontras dengan perbedaan dan mencoloknya kesenjangan

para masyarakat, khususnya menyangkutaspek ekonomi atau kemiskinan. Faktor

ekonomi membawa dampak yang besar bagi terciptanya strata sosial ekonomi

sehingga membuat kesenjangan masyarakat nampak nyata hadir dalam kehidupan

kota.

Masyarakat kaya otomatis memiliki harta benda, sedangkan masyarakat

miskin dikenali sebagai masyarakat yang tidak memiliki apa-apa. Pada

kenyataannya, tidak sedemikian adanya jika diperhatikan, berhubung dengan

keadaan kota yang begitu padat, jumlah penduduk yang banyak, terjadinya

keterbatasan lahan, maka kasus tata ruang yang salah dan buruk menjadi satu dari

sekian banyak masalah yang dihadapi. Ujungnya masalah tata ruang menimbulkan

masalah pemukiman. Pemukiman sebagai tempat hunian serta berkumpulnya

rumah-rumah suatu masyarakat, tampak dari bentuk hunian serta lokasi

44

sudut kota. Di Kota Medan, dari pemukiman elit sampai pemukiman yang biasa-

biasa saja, dari yang bagussampai pemukiman kumuhlengkap keberadaannya di

kota.

Orang yang berada dan tinggal di kawasan elit menandakan dirinya

mampudalam segi ekonomi dan jelas sekali rumah yang dia tempati dapat

dikatakan sebagai aset dan menjadi bagian harta benda yang dimiliki. Lalu

masyarakat yang kurang beruntung secara ekonomi dan kurang beruntung dalam

menempati pemukiman yang layak sangat sulit untuk dikatakan tidak memiliki

harta benda, karena tidak semua masyarakat yang susah secara ekonomi tidak

memiliki harta.Meskipun terdapat penduduk di kota yang bermukim di

lingkungan kumuh namun pengetahuan serta pandangan mereka akan harta benda

justru ada dan melekat dalam kehidupan mereka, bahkan menjadi sebuah nilai

budaya. Nilai budaya yang terbentuk yang didasari oleh pengetahuan akan harta

benda sesuai pandangan masing-masing penduduk yang bermukim pada pinggiran

Sungai Babura Medan di Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah, dan Sungai

Deli, Kelurahan Sukaraja Medan juga terjadi dibarengi dengan keadaan dan

kondisi lingkungannya baik struktur masyarakat, historis/sejarah, kenyamanan,

serta kebersamaan masyarakat yang terikat dalam sifat Gemeinschaft/paguyuban.

Tidak selamanya kawasan pinggiran sungai dihuni oleh rumah-rumah

kumuh malah sebaliknya terdapat bangunan-bangunan megah yang malah berdiri

kokoh persis di pinggiran sungai. Untuk itu, pemukiman di pinggiran sungai yang

tadinya banyak dihuni oleh masyarakat kelas bawah/masyarakat yang kurang

sanggup untuk tinggal di tempat yang lebih baik dan membeli lahan yang berizin,

lambat laun justru diisi oleh masyarakat yang bahkan mampu mendirikan rumah

45

dengan lingkungan dan keadaan sekitarnya yang masih bertetangga dengan

rumah-rumah yang sangat sederhana, masih ada yang semi permanen dan non

permanen, misalnya rumah-rumah seperti pada umumnya namun disalahgunakan.

Kemunculan pemukiman di pinggiran sungai melahirkan kekumuhan yang

disebutSlum.Di pemukiman kumuh adalah rumahnya kecil, terbuat dari papan,

tepas-tepas, untuk di pinggiran sungai rumah sengaja ditinggikan dengan

menggunakan tiang-tiang penyangga seperti kayu karena pinggiran sungai

memang rendah dan sekaligus tiang penyangga dibuat untuk mensiasati rumah

dari banjir maupun luapan sungai.

Sekarang yang terjadi malah dinamika kehidupan daerah pemukiman

kumuh cukup menarik karena berbagai lapisan orang tinggal dan jika dilihat

sekilas ternyata rumah-rumah yang berada di pinggiran sungai yang masuk ke

dalam daerah kumuh diisi oleh rumah-rumah yang sebagian sudah bagus dan

layak jadi. Padahal sesungguhnya alasan adanya masyarakat yang bertempat

tinggal di pemukiman yang liar dan menggantungkan hidup di tempat kumuh

semuanya karena faktor ekonomi maupun biaya. Ketidaksanggupan untuk tinggal

di tempat yang baik, rumah yang bagus, lingkungan yang sehat serta tanah dan

lahan yang sah menjadi milik pribadi tidak dapat diperoleh mereka. Dan alasan

mereka bertahan tinggal di sekitar sungai karena di sana mencari makan mudah

karena dengan dengan pasar, harga sewa rumah murah, begitulah pengakuan Bu

Mardiana Nst, warga lingkungan V kelurahan Sukaraja yang sering terkena

banjir.Pemukiman kumuh menandakan adanya kemiskinan yang terjadi di kota

Oleh sebab itulah, masyarakat masih bertahan tinggal di bantaran/dekat

46

terjadi banjir besar (kategori gawat) dari banjir kiriman, mereka harus siap-siap

menguras air yang menggenangi rumah mereka. Walaupun begitu, mereka tetap

bertahan tinggal di bantaran/sekitar sungai karena mereka tidak mampu membeli

rumah di luar dari daerah dekat sungai sebab terlalu mahal membeli rumah yang

jauh dari sungai seperti di Perumnas, begitulah pengakuan salah satu warga

kelurahan Sungai Deli. Mereka hanya mampu mengontrak rumah di sekitar sungai

karena penghasilan mereka pun tidak banyak jadi merekahanya dapat membeli

rumah di daerah sekitar sungai karena lebih murah harga jualnya ataupun harga

kontrakannya. Dan mereka yang terkena banjir juga mengatakan bahwa mereka

tetap bertahan tinggal di sekitar sungai karena sudah enak bertetangga dan

tempatnya strategis.

Dokumen terkait