• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Sistem Hukum Lawrence Meir Friedman

Dalam dokumen BAB II LANDASAN TEORI (Halaman 43-51)

Sistem merupakan suatu kesatuan yang terdiri yang terdiri dari unsur-unsur atau elemen yang saling berinteraksi satu sama lain, dalam sistem tidak menghendaki adanya konflik antar unsur-unsur yang ada dalam sistem, kalau sampai terjadi konflik maka akan segera diselesaikan oleh sistem tersebut.50

Menurut Friedman terdapat tiga komponen dalam sistem hukum yaitu:

a. Struktur Hukum (legal structure) yaitu keseluruhan institusi-institusi hukum yang ada beserta aparatnya, mencakupi antara lain kepolisian dengan para polisinya, kejaksaan dengan para jaksanya, pengadilan dan para hakimnya dan lain-lain. Komponen struktur merupakan kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum itu dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung bekerjanya sistem tersebut, komponen ini dimungkinkan untuk melihat bagaimana sistem hukum itu memberikan pelayanan terhadap penggarapan bahan hukum secara teratur.51

49

Ibid, Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

50

Teguh Prasetyo & Abdul Halim Barkatullah, Filsafat, Teori & Ilmu Huk um : Pemik iran Menuju

Masyarak at yang berk eadilan dan Bermartabat, PT.RajaGrafindo Persada:Jakarta, 2012, hal.311 51

b. Substansi hukum (legal substance) yaitu keseluruhan aturan hukum, norma hukum dan asas hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, termasuk putusan pengadilan. Substansi diartikan sebagai produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem itu meliputi keputusan yang dikeluarkan atau aturan baru yang mereka susun. Substansi mencakup living law (hukum yang hidup) bukan hanya aturan-aturan yang ada dalam kitab undang-undang atau law

books.52

c. Kultur Hukum (legal culture) yaitu opini-opini, kepercayaan-kepercayaan (keyakinan-keyakinan), kebiasaan-kebiasaan, cara berpikir dan cara bertindak, baik para penegak hukum maupun dari warga masyarakat , tentang hukum dan berbagai fenomena yang berkaitan dengan hukum. Kultur hukum merupakan sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum,. Pemikiran dan pendapat ini sedikit banyak menjadi penentu jalannya proses hukum.

Struktur hukum yang baik tidak akan berjalan dengan baik kalau tidak ditunjang oleh adanya substansi hukum yang baik pula. Demikian pula substansi hukum yang baik tidak akan dapat dirasakan manfaatnya kalau tidak ditunjang oleh struktur hukum yang baik. Selanjutnya struktur dan substansi yang baik tidak akan dapat dirasakan eksistensinya kalau tidak didukung oleh budaya hukum masyarakat yang baik pula. Dengan kata lain, hukum akan berperan dengan baik manakala ketiga aspek subsistem yaitu struktur, substansi dan budaya hukum itu saling berinteraksi dan memainkan peranan sesuai dengan fungsinya, sehingga hukum akan berjalan secara serasi dan seimbang, sesuai dengan fungsinya. Diibaratkan seekor ikan, ia akan hidup dengan baik manakala ditunjang dengan kualitas air kolam yang baik dan makanan yang baik pula. Apabila ketiga subsistem hukum ini tidak berfungsi dengan baik, maka akan

52 Ibid.

muncul problem dalam upaya memfungsikan hukum sebagai sarana pembaharuan dan pembangunan masyarakat itu sendiri.53

Struktur hukum dalam penelitian ini adalah Kantor Pertanahan Kota Surakarta. Substansi yang ada dalam penelitian ini berupa berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Konversi dan Pendaftaran Tanah misalnya UUPA beserta peraturan pelaksanannya. Kultur hukum atau budaya hukum dalam penelitian ini adalah sikap manusia diantaranya yaitu :para pemegang hak atas tanah bekas swapraja, pejabat pembuat akta tanah, pegawai kantor pertanahan kota Surakarta, atau juga dapat berupa kepercayaan, nilai-nilai, pemikiran serta harapan.

53

Moch kusumaatmadja, k onsep-k onsep hukum dalam pembangunan , alumni: bandung, 2002 hal.3

Konversi Hak Atas Tanah Bekas

Swapraja

Sesuai Tidak Sesuai

Solusi Hambatan

Diktum Kedua UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA) + PP NO 24 TAHUN 1997

+Peraturan Kepala BPN Nomor 1

Tahun 2010 B. Kerangka Berpikir

Keterangan:

Konversi bagi hak-hak atas tanah yang ada sebelum lahirnya UUPA merupakan suatu keharusan yang wajib ditempuh oleh pemegang haknya agar hak atas tanahnya dapat diakui oleh UUPA. Sebagaimana yang

diatur dalam Penegasan Konversi yang termuat dalam Diktum Kedua UUPA . Dalam Diktum Kedua Pasal 2 ketentuan–ketentuan mengenai konversi

dalam Undang-undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) disebutkan bahwa:

“(1) Hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak yang dimaksud dalam pasal 20 ayat 1 seperti yang disebut dengan nama sebagai di bawah, yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini, yaitu: hak agrarisch eigendom, milik, yasan, andarbeni, hak atas druwe, hak atas druwe desa,

pesini, grant Sultan, landerijenbezitrecht, altijddurende erfpacht,

hak usaha atas bekas tanah partikelir dan hak-hak lain dengan nama apapun juga yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria, sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi hak milik tersebut dalam pasal 20 ayat 1, kecuali jika yang mempunyainya tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam pasal 21.

(2) Hak-hak tersebut dalam ayat 1 kepunyaan orang asing, warganegara yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing dan badan hukum yang tidak ditunjuk oleh Pemerintah sebagai yang dimaksud dalam Pasal 21 ayat 2 menjadi hak guna usaha atau hak guna bangunan sesuai dengan peruntukan tanahnya, sebagai yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria54.”

Dalam Diktum Kedua Pasal 6 UUPA:

“Hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak yang dimaksud dalam pasal 41 ayat 1 seperti yang disebut dengan nama sebagai di bawah, yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini, yaitu : hak vruchtgerbruik, gebruik, grant

controleur, bruikleen, ganggam bauntuik, anggaduh, bengkok, lungguh, pituwas, dan hak-hak lain dengan nama apapun juga yang

54

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Diktum Kedua

akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria, sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi hak pakai tersebut dalam pasal 41 ayat 1, yang memberi wewenang dan kewajiban sebagaimana yang dipunyai oleh pemegang haknya pada mulai berlakunya Undang-undang ini, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini55.

Pelaksanaan konversi merupakan bagian dari penyelenggaraan pendaftaran tanah untuk pertama kali. Dalam Pasal 1 Peraturan Menteri

Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962 tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia atas Tanah disebutkan bahwa pendaftaran konversi dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (yang telah diubah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah). Selanjutnya dalam Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah juga diatur mengenai Pembuktian Hak Lama, “Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi

hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.”

Mengenai mekanisme prosedur, tarif dan jangka waktu konversi secara umum sendiri diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan. Di dalam Peraturan turut juga termuat peraturan-peraturan yang nantinya akan berhubungan dengan proses konversi itu sendiri, seperti Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Peraturan

55

Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional, Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, dan Peraturan Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Panitia Pemeriksaan Tanah.

Dalam pelaksanaan Pendaftaran Tanah Hak -hak Baru maupun Konversi Hak-hak Lama seringkali mengalami hambatan-hambatan yang dimana apabila hambatan-hambatan tersebut dapat diurai, untuk kemudian dapat ditemukan solusi-solusi. Solusi-solusi tersebut penting artinya guna mencapai tujuan akhir dari suatu pendaftaran tanah yaitu penerbitan Sertipikat. Dalam Pasal 32 Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah disebutkan bahwa “Sertipikat merupakan surat tanda

bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.”

C. Penelitian Yang Relevan

a) Tesis Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Penulis : APRILLIYANI (2007);

Judul : Pelaksanaan Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat “Studi Mengenai Konversi Hak Atas Tanah Grant Sultan Di Kota Medan”.

Rumusan Masalah : 1. Bagaimana Pelaksanaan pendaftaran konversi hak atas tanah adat Grant Sultan di Kantor Pertanahan Kota Medan?

2. Apakah kendala yang dihadapi, dalam pelaksanaan pendaftaran konversi hak atas tanah adat Grant Sultan di Kantor Pertanahan Kota Medan tersebut?

3. Upaya apa yang dilakukan dalam menghadapi kendala yang timbul dalam pelaksanaan pendaftaran konversi hak atas tanah adat grant sultan di Kantor Pertanahan Kota Medan tersebut?

Perbedaan : 1. Penelitian yang Relevan:

Memfokuskan pada bagaimana jenis-jenis tanah grant sultan di Kota Medan yang bisa dikonversi di Kantor Pertanahan Kota Medan, beserta kendala yang muncul serta upaya yang dilakukan dalam menghadapi kendala tersebut.

2. Penelitian yang dilakukan Penulis:

Memfokuskan pada kesesuaian pelaksanaan konversi bekas swapraja Kota Surakarta di Kantor Pertanahan Kota Surakarta dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria beserta Peraturan Pelaksanaanya, sekaligus hambatan-hambatan yang muncul dalam proses konversi serta solusi yang ada dalam menyelesaikan hambatan tersebut.

b) Tesis Program Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Penulis : AGUNG RAHARJO (2010);

Judul : Pendaftaran Konversi Tanah Hak Milik Adat Oleh Ahli Waris (Studi di Kantor Pertanahan Kabupaten Klaten).

Rumusan Masalah : 1. Bagaimana kekuatan hukum bukti kepemilikan tanah hak milik adat berupa petuk pajak atau letter c?

2. Bagaimana pelaksanaan pendaftaran konversi tanah hak milik adat oleh ahli waris?

3. Bagaimana perlindungan hukum apabila salah satu ahli waris tidak tercatat dalam sertipikat? Perbedaan : 1. Penelitian yang Relevan:

Memfokuskan pada bagaimana kekuataan hukum tanah hak milik adat yaitu letter c, serta bagaimana perlindungan hukum pada pemegang bukti hak letter c.

2. Penelitian yang dilakukan Penulis:

Memfokuskan pada kesesuaian pelaksanaan konversi bekas swapraja Kota Surakarta di Kantor Pertanahan Kota Surakarta dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria beserta Peraturan Pelaksanaanya, sekaligus hambatan-hambatan yang muncul dalam proses konversi serta solusi yang ada dalam menyelesaikan hambatan tersebut

Dalam dokumen BAB II LANDASAN TEORI (Halaman 43-51)

Dokumen terkait