• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teoritis

2.1.2. Manajemen Laba

2.1.3.1 Teori Bid-Ask Spread

Jika seorang investor ingin membeli atau menjual suatu saham atau sekuritas lain di pasar modal, dia biasanya melakukan transaksi melalui broker/dealer yang memiliki spesialisasi dalam sekuritas. Broker/dealer inilah yang siap untuk menjual pada investor untuk harga ask jika investor ingin membeli suatu sekuritas. Jika investor sudah mempunyai suatu sekuritas dan ingin menjualnya, maka broker/dealer ini yang akan membeli sekuritas dengan harga bid. Perbedaan antara harga bid dan harga ask adalah

spread.

Penggunaan bid-ask spread sebagai proksi dari asimetri informasi menurut Komalasari (2001:73) dikarenakan dalam

mekanisme pasar modal, pelaku pasar modal juga menghadapi masalah keagenan. Partisipan pasar saling berinteraksi di pasar modal guna mewujudkan tujuannya yaitu membeli atau menjual sekuritasnya, sehingga aktivitas yang mereka lakukan dipengaruhi oleh informasi yang diterima baik secara langsung (laporan publik) maupun tidak langsung (insider trading). Namun dealer menghadapi suatu ketidakpastian mengenai informasi harga saham. Untuk mengurangi ketidakpastian tersebut dealer membutuhkan biaya untuk mendapatkannya informasi. Dealers atau market-makers

memiliki daya pikir terbatas terhadap persepsi masa depan dan menghadapi potensi kerugian ketika berhadapan dengan informed traders. Hal inilah yang menimbulkan adverse selection yang mendorong dealers untuk menutupi kerugian dari pedagang terinformasi dengan meningkatkan spread-nya. Dealer selalu berusaha menentukan spread secara wajar dengan memperhatikan kejadian tertentu atau kondisi atau informasi apa saja yang memberikan sinyal mengenai surat berharga yang dimilikinya. Besarnya ketidakseimbangan informasi yang dihadapi dealer akan tercermin pada spread yang ditentukannya.

Terdapat tiga komponen kos dalam menetapkan bid-ask spread menurut Krinsky dan Lee (dalam Rahmawati, dkk, 2006:10) menyatakan bahwa :

a. Kos pemrosesan pesanan (order processing cost), terdiri dari biaya yang dibebankan oleh pedagang sekuritas (efek) atas

kesiapannya mempertemukan pesanan pembelian dan penjualan, dan kompensasi untuk waktu yang diluangkan oleh pedagang sekuritas guna menyelesaikan transaksi.

b. Kos penyimpanan persediaan (inventory holding cost), yaitu kos yang ditanggung oleh pedagang sekuritas untuk membawa persediaan saham agar dapat diperdagangkan sesuai dengan permintaan.

c. Adverse selection component, menggambarkan suatu upah (reward) yang diberikan kepada pedagang sekuritas untuk mengambil suatu risiko ketika berhadapan dengan investor yang memiliki informasi superior. Komponen ini terkait erat dengan arus informasi di pasar modal.

Berkaitan dengan bid-ask spread, fokus perhatian akuntan adalah pada komponen adverse selection karena berhubungan dengan penyediaan informasi ke pasar modal. \

2.1.4. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan merupakan salah satu faktor indikator yang digunakan investor dalam menilai aset maupu kinerja perusahaan. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium-size) dan perusahaan kecil (small firm). Total asset merupakan salah satu ukuran umum untuk menentukan besar kecilnya suatu perusahaan tersebut.

Ukuran perusahaan merupakan faktor yang dipertimbangkan oleh investor dalam melakukan investasi. Perbedaan ukuran perusahaan menimbulkan risiko usaha yang berbeda secara signifikan antara perusahaan besar dan perusahaan kecil (Pujiningsih, 2011:26) Perusahaan besar dianggap mempunyai risiko yang lebih kecil dibanding dengan perusahaan kecil. Selain itu. Perusahaan yang berukuran besar memiliki basis pemegang kepentingan

yang lebih luas, sehingga berbagai kebijakan perusahaan besar akan berdampak lebih besar terhadap kepentingan publik dibandingkan dengan perusahaan kecil.

Perusahaan dengan ukuran yang lebih besar memiliki akses yang lebih besar untuk mendapat sumber pendanaan dari berbagai sumber, sehingga untuk memperoleh pinjaman dari kreditur pun akan lebih mudah karena perusahaan dengan ukuran lebih besar memiliki profitabilitas lebih besar untuk memenangkan persaingan atau bertahan dalam industri. Pada sisi lain, perusahaan dengan skala kecil lebih fleksibel dalam menghadapi ketidakpastian, karena perusahaan kecil lebih bereaksi terhadap perubahan yang mendadak sehingga memungkinkan perusahaan untuk melakukan manajemen laba.

2.1.5. Leverage

Struktur keuangan perusahaan memiliki kaitan yang erat dengan informasi keuangan yang akan disampaikan kepada penyedia dana. Struktur ini juga mencakup leverage. Leverage adalah perbandingan antara total kewajiban dengan total aktiva perusahaan. Rasio ini menunjukkan besarnya besar aktiva yang dimiliki perusahaan yang dibiayai dengan hutang. Semakin tinggi nilai leverage maka risiko yang akan dihadapi investor akan semakin tinggi dan para investor akan meminta keuntungan yang semakin besar.selain itu dikhawatirkan perusahaan tidak dapat melunasi kewajiban tepat waktu dan hal ini yang menyebabkan suatu perusahaan dapat di likuidasi. Dengan

demikian, tingkat leverage perusahaan menggambarkan resiko keuangan perusahaan.

Kebijakan hutang merupakan salah satu alternatif pendanaan perusahaan selain menjual saham di pasar modal. Hutang yang dipergunakan secara efektif dan efisien akan meningkatkan nilai perusahaan. Tetapi bila dilakukan dengan dalih menarik perhatian para kreditur, maka justru akan memicu manajer untuk melakukan manajemen laba. Perusahaan yang memiliki hutang tinggi akan memilih kebijakan akuntansi dengan menggeser laba masa depan ke masa sekarang. Pernyataan ini juga dibuktikan oleh penelitian Herawati dan Baridwan (2007:32) yang memberikan bukti empiris tentang adanya tingkat manajemen laba yang lebih besar pada perusahaan yang terikat perjanjian hutang daripada perusahaan yang tidak terikat perjanjian hutang.

2.1.6. Return On Asset (ROA)

ROA merupakan salah satu rasio yang mengukur tingkat profitabilitas

suatu perusahaan. Rasio ini merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return)

atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan (Kasmir, 2011:197). ROA dipengaruhi oleh profit margin dan perputaran total aktiva. Untuk menaikkan ROA, suatu perusahaan bisa memilih dengan menaikkan profit margin dan mempertahankan perputaran total aktiva. Profit margin yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu. Semakin tinggi laba yang dihasilkan

perusahaan akan mengakibatkan harga saham perusahaan juga akan meningkat sehingga semakin tinggi pula return saham yang diperoleh.

Pada rasio ini, angka laba yang digunakan dalam perhitungan adalah yang berasal dari kegiatan usaha pokok perusahaan. Rasio ini mencerminkan tingkat efisiensi perusahaan dan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba, Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen perusahaan dalam memperoleh laba secara keseluruhan. ROA berfungsi untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan laba melalui pengoperasian aktiva yang dimiliki. Semakin besar ROA suatu perusahaan, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisi perusahaan tersebut dari segi penggunaan akitva. Jadi memungkinkan manajer melakukan manajemen laba untuk mendapatkan keadaan tersebut.

Dokumen terkait