• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.2. Teori Tentang Pelayanan

Kotler dan Keller (2008) mengemukakan bahwa jasa/layanan (service) adalah semua tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain yang pada intinya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Dalam Tjiptono (2008), ada empat definisi konsep service, pertama service menggambarkan berbagai subsektor dalam kategorisasi aktivitas ekonomi, seperti transportasi, finansial, perdagangan ritel, personal services, kesehatan, pendidikan dan layanan publik. Kedua, service dipadang sebagai produk intangible yang hasilnya lebih berupa aktivitas ketimbang obyek fisik, meskipun dalam kenyataan bisa saja produk fisik dilibatkan (umpamanya, makanan dan minuman direstoran dan pesawat di jasa penerbangan). Dalam hal ini lingkupnya adalah tawaran produk. Ketiga, service merefleksikan proses, yang mencakup penyampaian produk utama, interaksi personal, kinerja dalam arti luas (termasuk di dalamnya drama dan keterampilan) serta pengalaman layanan. Keempat, service bisa pula dipandang sebagai sebuah sistem yang terdiri atas dua komponen utama, yaitu service operation yang kerap kali tidak tampak atau tidak diketahui keberadaanya oleh pelanggan (back office atau

backstage) dan service delivery yang biasanya tampak (visible) atau diketahui pelanggan (sering disebut pula front office atau fronstage).

Sari (2008) mengemukakan bahwa pelayanan diharapkan membuat pasien merasa puas (customer satisfaction) adalah dengan memberikan kepada pelanggan apa yang betul-betul mereka butuhkan dan inginkan, bukan memberikan apa yang kita pikirkan dibutuhkan oleh mereka. Memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pelanggan merupakan merupakan hal penting yang mempengaruhi kinerja kompetitif organisasi dan kualitas maupun produktivitas yang tinggi, merupakan hal yang penting. Sedarmayanti (2004) mengemukakan bahwa pelayanan berawal dari desain produk dan termasuk interaksi dengan pelanggan, dengan tujuan memberikan kepuasan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Jika harapan pelanggan terpenuhi, pelanggan mungkin lebih puas, membuat komentar yang menyenangkan orang lain atau menjadi pelanggan yang berulang. Sehubungan dengan hal tersebut, organisasi harus meningkatkan daya saingnya, dengan cara bekerja untuk meningkatkan pelayanan.

Menurut Kotler (2005) mengemukakan bahwa jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak ke pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Menurut Albrecht dalam Sedarmayanti (2004) mendefinisikan palayanan sebagai “... a total organizational appoarch that makes quality of service as perceived by the customer, the number one driving force for the operation of the business”. (suatu pendekatan organisasi total yang menajdi kualitas pelayanan yang diterima pengguna jasa, sebagai kekuatan

penggerak utama dalam mengoperasikan bisnis). Dengan demikian pelayanan dapat diartikan sebagai suatu upaya atau tindakan yang memberikan sesuatu dalam bentuk jasa kepada orang lain dengan tujuan agar kebutuhan orang tersebut dapat terpenuhi yang akan menimbulkan kepuasan terhadap orang yang menerima pelayanan. Lebih lanjut Ratminto dan Winarsih (2005) mendefinisikan pelayanan publik atau pelayanan umum sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa public yang pada prinsipnya menjadi yanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurut Kotler (2005) pelanggan menciptakan harapan-harapan layanan dari pengalaman masa lalu, cerita dari mulut ke mulut, dan iklan. Jika persepsi jasa berada di bawah jasa yang diharapkan, pelanggan akan kecewa. Jika persepsi jasa memenuhi atau melebihi harapan mereka, mereka akan cenderung menggunakan penyedia tersebut lagi. Menurut Parasuraman, dkk dalam Lupiyoadi dan Hamdani (2009) jika kenyataan lebih dari yang diharapkan maka layanan dapat dikatakan berkualitas, dan sebaliknya.

Sari (2008) mengemukakan untuk memenuhi harapan pelanggan, rumah sakit dituntut untuk dapat memberikan pelayanan prima ataupun dengan mengembangkan: 1. Kemampuan memahami kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan.

2. Pengembangan data base yang lebih akurat dibandingkan dengan organisasi yang lain.

3. Pemanfaatan informasi yang diperoleh dari hasil riset pasar dalam suatu kerangka strategic.

Menurut Moenir (2004) pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain. Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya pelayanan yaitu:

a. Adanya rasa cinta dan kasih sayang.

Cinta dan kasih sayang membuat manusia bersedia mengorbankan apa yang ada padanya sesuai kemampuannya, diwujudkan menjadi layanan dan pengorbanan dalam batas ajaran agama, norma, sopan santun, dan kesusilaan yang hidup dalam masyarakat.

b. Adanya keyakinan untuk saling tolong menolong sesamanya.

Rasa tolong menolong merupakan naluri yang sudah melekat pada manusia. Apa yang dilakukan oleh seseorang untuk orang lain karena diminta oleh orang yang membutuhkan pertolongan hakikatnya adalah pelayanan, disamping ada unsur pengorbanan, namun kata pelayanan tidak pernah digunakan dalam hubungan ini. c. Adanya keyakinan bahwa berbuat baik kepada orang lain adalah salah satu bentuk

amal saleh.

Inisiatif berbuat baik timbul dari orang yang bukan berkepentingan untuk membantu orang yang membutuhkan bantuan, proses ini disebut bantuan.

Selanjutnya menurut Payne (2000) layanan pelanggan memiliki pengertian: 1.Segala kegiatan yang dibutuhkan untuk menerima, memproses, menyampaikan dan

memenuhi pesanan pelanggan dan untuk menindak lanjuti setiap kegiatan yang mengandung kekliruan.

2.Ketepatan waktu dan reliabilitas penyampain produk dan jasa kepada pelanggan sesuai dengan harapan mereka.

3.Serangkaian kegiatan yang meliputi semua bisnis yang terpadu untuk menyampaikan produk-produk dan jasa tersebut sedemikian rupa sehingga dipersepsikan memuaskan oleh pelanggan dan yang merealisasikan pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.

4.Total pesanan yang masuk dan seluruh komunikasi dengan pelanggan.

5.Penyampaian produk kepada pelanggan tepat waktu dan akurat dengan tindak lanjut serta tanggapan dan keterangan yang akurat.

Disamping itu ada suatu system pelayanan yang baik terdiri dari 3 elemen, yaitu:

1.Strategi layanan, suatu strategi untuk memberikan layanan dengan mutu yang sebaik mungkin kepada para pelanggan.

2.Sumber daya manusia yang memberikan pelayanan.

3.Sistem pelayanan, prosedur atau tata cara untuk memberikan layanan kepada para pelanggan yang melibatkan seluruh fasilitas fisik yang dimiliki dan seluru sumber daya manusia yang ada.

Gasperz dalam Sedarmayanti (2004), mengutarakan tentang sejumlah kriteria yang menjadi ciri pelayanan atau jasa sekaligus membedakannya dari barang, yaitu: 1. Pelayanan merupakan output tak berbentuk (intangible output).

2. Pelayanan merupakan output variabel, tidak standart.

3. Pelayanan tidak dapat disimpan dalam inventori, tetapi dapat dikonsumsi dalam produksi.

4. Terdapat hubungan yang langsung dan erat dengan pelanggan melalui proses pelayanan.

5. Pelanggan berpartisipasi dalam proses memberikan pelayanan.

6. Keterampilan personel “disarankan” atau diberikan secara langsung kepada pelanggan.

7. Pelayanan tidak dapat diproduksi secara massal.

8. Membutuhkan pertimbangan pribadi yang tinggi dari individu yang tinggi dari individu yang memberikan pelayanan.

9. Perusahaan jasa pada umumnya bersifat padat karya. 10.Fasilitas pelayanan berada dekat lokasi pelanggan. 11.Pengukuran efektivitas pelayanan bersifat subyektif.

12.Pengendalian kualitas terutama dibatasi pada pengendalian proses. 13.Option penetapan harga lebih sulit.

II.2.2. Karakteristik Pelayanan

Pelayanan atau jasa memiliki karakteristik yang berbeda dengan karakteristik barang. Kotler (2005) mengemukakan bahwa jasa memiliki empat karakteristik utama yang sangat mempengaruhi desain program pemasaran : tidak berwujud (intangibility), tidak terpisahkan (inseparability), bervariasi (variability), dan tidak tahan lama (perishability). Tidak berwujud berbeda dengan produk fisik, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum dibeli. Tidak terpisah dapat diartikan bahwa biasanya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Hal ini tidak berlaku barang-barang fisik, yang diproduksi, disimpan sebagai persediaan, didistribusikan melalui banyak penjual, dan dikonsumsi kemudian. Jika seseorang memberikan jasa tersebut, penyedianya adalah bagaian dari jasa itu. Jasa dikatakan bervariasi karena bergantung pada siapa memberikannya dan kapan dan dimana diberikan, jasa sangat bervariasi. Jasa dikatakan tidak tahan lama karena jasa tidak dapat disimpan. Sifat jasa yang mudah rusak (perishability) tersebut tidak akan menajdi masalah apabila permintaan tetap berjalan lancar, jika permintaan berfluktuasi perusahaan jasa akan menghadapi masalah yang rumit.

Menurut Payne (2000), ada empat karakteristik yang paling sering dijumpai dalam jasa adalah:

1. Tidak berwuju; bersifat abstrak dan tidak berwujud.

2. Heterogenitas; merupakan variabel yang non standar dan sangat bervariasi.

3. Tidak dapat dipisahkan; biasa umunya dihasilkan dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan dengan partisipasi konsumen dalam proses tersebut.

4. Tidak tahan lama; jasa tidak mungkin disimpan dalam persediaan.

Lebih lanjut Kotler dan Keller (2008) mengemukakan bahwa ada beberapa sifat jasa antara lain:

1. Tak berwujud (intangibility): tidak seperti produk fisik, jasa tidak dapat dilihat, dirasakan, diraba, didengar, atau dibaui sebelum jasa itu dibeli.

2. Tak terpisahkan (inseparability): sementara barang fisik dibuat, dimasukkan dalam persediaan, didistribusikan melalui berbagai perantara dan dikonsumsi kemudian. Jasa umumnya diproduksi dan dikonsumsi sekaligus.

3. Bervariasi (variability): karena kualitas jasa tergantung kepada siapa yang menyediakannya, kapan dan dimana dan kepada siapa, jasa sangat bervariasi. 4. Dapat musnah (perishability): jasa tidak dapat disimpan, jadi musnahnya jasa

bisa menjadi masalah ketika permintaan berfluktuasi.

II.2.3. Dimensi Kualitas Pelayanan

Kotler dan Armstrong (2006), mendefinisikan Kualitas sebagai karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan pelanggan yang dinyatakan atau tersirat. Selanjutnya Siemens dalam Kotler dan Armstrong (2006) juga mengemukakan bahwa Kualitas adalah ketika pelanggan kita kembali dan produk kita tidak kembali. Menurut Goetsh dan Davis dalam Sari (2008) kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Dalam Kotler dan Keller (2008) kualitas (quality) adalah totalitas fitur dan karakteristik

produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.

Sviokla dalam dalam Lupiyoadi dan Hamdani (2009) mengemukakan kualitas memiliki delapan dimensi pengukuran yang terdiri atas aspek-aspek sebagai berikut: 1.Kinerja (performance). Kinerja di sini merujuk pada karakter produk inti yang

meliputi merek, atribut-atribut yang dapat diukur, dan aspek-aspek kinerja individu. Kinerja beberapa produk biasanya didasari oleh preferensi subjektif pelanggan yang pada dasarnya bersifat umum.

2.Keragaman Produk (features). Dapat berbentuk produk tambahan dari suatu produk inti yang dapat menambah nilai suatu produk. Keragaman produk biasanya diukur secara subjektif oleh masing-masing individu (dalam hal ini konsumen) yang menunjukkan adanya perbedaan kualitas suatu produk (jasa). Dengan demikian perkembangan kualitas suatu produk menurut karakter fleksibilitas agar dapat menyesuaikan diri dengan permintaan pasar.

3.Keandalan (reliability). Dimensi ini berkaitan dengan timbulnya kemungkinan suatu produk mengalami keadaan tidak berfungsi (malfunction) pada suatu periode. Keandalan suatu produk yang menandakan tingkat kualitas sangat berarti bagi konsumen dalam memilih produk. Hal ini menjadi semakin penting mengingat besarnya biaya penggantian dan pemeliharaan yang harus terus dikeluarkan apabila produk yang dianggap tidak andal mengalami kerusakan.

4.Kesesuaian (conformance). Dimensi lain yang berhubungan dengan kualitas suatu barang adalah kesesuaian produk dengan standar dalam industrinya. Kesesuaian

suatu produk dalam industri jasa diukur dari tingkat akurasi dan waktu penyelesaian termasuk juga perhitungan kesalahan yang terjadi, keterlambatan yang tidak dapat diantisipasi dan beberapa kesalahan lain.

5.Ketahanan atau daya tahan (durability). Ukuran ketahanan suatu produk meliputi segi ekonomis maupun teknis. Secara teknis, ketahanan suatu produk didefinisikan sebagai sejumlah kegunaan yang diperoleh seseorang sebelum mengalami penurunan kualitas. Secara ekonomis, ketahanan diartikan sebagai usia ekonomis suatu produk dilihat dari jumlah kegunaan yang diperoleh sebelum terjadi kerusakan dan keputusan untuk mengganti produk.

6.Kemampuan Pelayanan (serviceability). Kemampuan pelayanan bisa juga disebut dengan kecepatan, kompetensi, kegunaan dan kemudahan produk untuk diperbaiki. Dimensi ini menunjukkan bahwa konsumen tidak hanya memperhatikan adanya penurunan kualitas produk tetapi juga waktu sebelum produk disimpan, penjadwalan pelayanan, proses komunikasi dengan staf, frekuensi pelayanan perbaikan akan kerusakan produk dan pelayanan lainnya. Variabel-vaeiabel tersebut dapat merefleksikan adanya perbedaan standar perorangan mengenai pelayanan yang diterima. Dimana kemampuan pelayanan suatu produk tersebut menghasilkan suatu kesimpulan kualitas produk yang dinilai secara subjektif oleh konsumen.

7.Estetika (aesthetics). Estetika merupakan dimensi pengukuran yang paling subjektif. Estetika suatu produk dilihat dari bagaimana suatu produk terdengar oleh konsumen, bagaiman penampilan luar suatu produk, rasa, maupun bau. Dengan

demikian, estetika jelas merupakan penilaian dan refleksi yang dirasakan oleh konsumen.

8.Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality). Konsumen tidak selalu memiliki informasi yang lengkap mengenai atribut-atribut produk (jasa). Namun umumnya merek, nama, dan negara produsen. Ketahanan produk misalnya dapat menjadi hal yang sangat kritis dalam pengukuran kualitas produk.

Fitzsimmons dalam Sedarmayanti (2004) mengutarakan bahwa kualitas pelayanan merupakan sesuatu yang kompleks, sehingga untuk menentukan sejauhmana kualitas dari pelayanan, dapat dilihat dari lima dimensi yaitu:

1. Reliability, kemampuan untuk memberikan secara tepat dan benar, jenis

pelayanan yang telah dijanjikan kepada konsumen/pelanggan.

2. Responsiveness, kesadaran atau keinginan untuk membantu konsumen dan

memberikan pelayanan, serta respek terhadap konsumen.

3. Assurance, pengetahuan atau wawasan, kesopanansantunan, kepercayaan diri dari

pemberi layanan, serta respek terhadap konsumen.

4. Emphaty, kemauan pemberi layanan untuk melakukan pendekatan, memberi

perlindungan, serta berusaha untuk mengetahui keingina dan kebutuhan konsumen.

5. Tangibles, penampilan para pegawai dan fasilitas fisik lainnya, seperti peralatan atau perlengkapan yang menunjang pelayanan.

Selanjutnya Parasuraman, dkk dalam Lupiyoadi dan Hamdani (2009) mengemukakan bahwa ada lima dimensi Service Quality yakni:

1. Berwujud (tangible), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapat diandalkan keadaaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik (contoh: gedung, gudang, dan lain-lain), perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya.

2. Keandalan (reliability), yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan cepat. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.

3. Ketanggapan (responsiveness), yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.

4. Jaminan dan kepastian (assurance), yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).

5. Empati (emphaty), yaitu memberi perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami

keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

Kotler dan Keller (2008) mengemukakan atribut Service Quality (SERVQUAL) sebagai berikut:

1. Keandalan merupakan kemampuan untuk melaksankan jasa yang dijanjikan dengan andal dan akurat. Misalnya:

a. Menyediakan jasa sesuai dengan yang dijanjikan.

b. Keandalan dalam penanganan masalah layanan pelanggan. c. Melaksanakan jasa dengan benar pada saat pertama. d. Menyediakan jasa pada waktu yang dijanjikan. e. Mempertahankan catatan bebas kesalahan.

f. Karyawan yang mempunyai pengetahuan untuk menjawab pertanyaan pelanggan.

2. Responsivitas merupakan kesediaan membantu pelanggan dan memberikan layanan tepat waktu.

a. Selalu memberi tahu pelanggan tentang kapan pelayanan akan dilaksanakan. b. Layanan tepat waktu bagi pelanggan.

c. Kesediaan untuk membantu pelanggan.

d. Kesiapan untuk merespons permintaan pelanggan.

3. Jaminan merupakan pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menunjukkan kepercayaan dan keyakinan.

a. Karyawan yang menanamkan keyakinan pada pelanggan. b. Membantu pelanggan merasa aman dalam transaksi mereka. c. Karyawan yang selalu sopan.

4. Empati merupakan kondisi memperhatikan dan memberi perhatian pribadi kepada pelanggan.

a. Memberi perhatian pribadi kepada pelanggan.

b. Karyawan yang menghadapi pelanggan dengan cara yang penuh perhatian. c. Mengutamakan kepentingan terbaik bagi pelanggan.

d. Karyawan yang memahami kebutuhan pelanggan mereka. e. Jam bisnis yang nyaman.

5. Wujud merupakan penampilan fisik, peralatan, personel dan bahan komunikasi. b. Peralatan modern.

c. Fasilitas yang tampak menarik secara visual.

d. Karyawan yang memiliki penampilan rapi dan profesional.

e. Bahan-bahan yang berhubungan dengan jasa mempunyai daya tarik visual. Dalam Tjiptono (2008) dikemukakan cara konsumen menilai lima dimensi kualitas jasa kesehatan yakni:

1. Reliabilitas: janji ditepati sesuai jadwal dan diagnosisnya terbukti akurat.

2. Daya Tanggap: mudah diakses, tidak lama menunggu dan bersedia mendengar keluh kesah pasien.

4. Empati: mengenal pasien dengan baik, mengingat masalah (penyakit, keluhan, dll) sebelumnya, pendengar yang baik dan sabar.

5. Bukti fisik: ruang tunggu, ruang operasi, peralatan dan bahan-bahan tertulis. Selanjutnya menurut Palmer dalam Sari (2008) mengemukakan ada lima dimensi mutu pelayanan yang perlu diperhatikan yaitu:

1. Reliability (Keandalan) yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang

dijanjikan dengan tepat dan dipercaya. Misalnya:

a. Pelayanan pemeriksaan, pengobatan dan perawatan yang tepat. b. Jadwal pelayanan dijalankan secara tepat.

c. Prosedur pelayanan yang tidak berbelit-belit.

2. Responsiveness (Ketanggapan) yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan

memberikan jasa dengan cepat atau tanggap. Misalnya:

a. Kemampuan dr/drg/perawat/bidan untuk tanggap menyelesaiakan keluhan pasien.

b. Petugas memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti. c. Tindakan cepat pada saat pasien membutuhkan.

3. Assurance (Jaminan) yaitu pengetahuan dan kesopanan petugas serta kemampuan

mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan/assurance. a. Pengetahuan dan kemampuan medis menetapkan diagnosis. b. Keterampilan medis/ para medis dalam bekerja.

c. Pelayanan yang sopan dan ramah.

d. Jaminan keamanan, kepercayaan status sosial, dll.

4. Empathy (empati) merupakan syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi

kepada pelanggan. Misalnya:

a. Memberi perhatian khusus kepada setiap pelanggan. b. Kepedulian terhadap keluhan pelanggan.

c. Pelayanan kepada semua pelanggan tanpa memandang status, dll.

5. Tangibles (keberwujudan) yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel dan media komunikasi.

Misalnya:

a. Kebersihan, kerapihan dan kenyamana ruangan. b. Penataan interior dan eksterior ruangan.

c. Kelengkapan, persiapan dan kebersihan alat. d. Penampilan, kebersihan penampilan petugas.

II.3. Teori Kepuasan Pelanggan

Dokumen terkait