• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

II.4. Teori Tentang Program Pelatihan Berbasis Kompetensi 1. Pengertian Program Pelatihan

Menurut Rivai (2005), pelatihan secara singkat didefinisikan sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja di masa mendatang. Hal-hal berikut ini penting untuk mengetahui konsep pelatihan lebih lanjut, yaitu:

1. Pelatihan adalah proses secara sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai untuk melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu pegawai untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam melaksanakan pekerjaannya.

2. Program pelatihan formal adalah usaha pemberi kerja untuk memberikan kesempatan kepada pegawai untuk memperoleh pekerjaan atau bidang tugas yang sesuai dengan kemampuan, sikap, dan pengetahuannya.

Menurut Captureasia (2009), pelatihan adalah suatu proses belajar mengenai sebuah wacana pengetahuan dan keterampilan yang ditujukan untuk penerapan hasil belajar yang sesuai dengan tuntutan tertentu. Pelatihan yang baik memiliki ciri-ciri antara lain: mengembangkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan; diberikan

PEGAWAI STANDAR KOMPETENSI BANDING  PEGAWAI PROGRAM PELATIHAN PENILAIAN REKAMAN PENILAIAN PENGAKUAN INDUSTRI

secara instruksional; obyeknya seseorang atau sekelompok orang; prosesnya mempelajari dan mempraktekkan dengan menuruti prosedur sehingga menjadi kebiasaan; dan hasilnya terlihat dengan adanya perubahan, tepatnya perbaikan cara kerja di tempat kerja.

II.4.2. Pelaksanaan Program Pelatihan Berbasis Kompetensi

Tahap selanjutnya setelah proses assessment pada karyawan perusahaan selesai dilakukan adalah pelaksanaan program pelatihan pada karyawan. Proses pelatihan berbasis kompetensi tersebut dapat dijelaskan pada bagan berikut:

Sumber: IASPD, 1998

Gambar II.2. Kerangka Kerja CBT

Program pelatihan berbasis kompetensi dilaksanakan apabila pegawai yang dinilai ternyata belum kompeten. Pegawai tersebut akan disarankan untuk mengikuti ragam pelatihan guna memenuhi jenis keahlian yang belum dikuasainya. Setelah

menempuh pelatihan diharapkan pegawai telah memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang kerja/jabatannya. Setelah mengikuti ragam pelatihan dan dianggap telah memiliki kompetensi pegawai diberi sertifikat sebagai bentuk pengakuan industri dan kompetensi teknis yang dimiliki setelah mengikuti pelatihan.

II.4.3. Jenis Pelatihan

Jenis-jenis pelatihan yang diberikan kepada pegawai Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai berdasarkan sumber dari pusdiklat Bea dan Cukai, antara lain:

1. Diklat Teknis Umum Kesamaptaan

2.Diklat Fungsional, Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen (PFPD) 3.Diklat Teknis Substantif Dasar Kepabeanan dan Cukai

4.Diklat Teknis Substantif Dasar Kepabeanan dan Cukai Khusus ex. Prodip I 5. Diklat Tenkis Substantif Spesialisasi (DTSS) Pemeriksaan Sarana Pengangkut 6. Diklat Teknis Substantif Spesialisasi (DTSS) Intelijen Taktis

7. Diklat Teknis Substantif Spesialisasi (DTSS) Post Clearance Audit 8. Diklat Teknis Substantif Spesialisasi (DTSS) Kepatuhan Internal 9. Diklat Teknis Substantif Spesialisasi (DTSS) Penyidik Lanjutan 10. Diklat Teknis Substantif Spesialisasi (DTSS) Client Coordinator

II.4.4. Komponen Pelatihan Berbasis Kompetensi

Beberapa komponen yang menjadi parameter penerapan program pelatihan berbasis kompetensi antara lain sebagai berikutt:

1. Standar Kompetensi, kemampuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan.

2. Pengujian, proses untuk menilai apakah seseorang telah memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan.

3. Strategi dan Materi Belajar, bagaimana cara seseorang mendapatkan pengetahuan dan keterampilan.

4. Kerangka Kompetensi, sistem untuk pengakuan pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai.

Berikut ini adalah gambar komponen pelatihan berbasis kompetensi menurut jurnal Captureasia Indonesia (2009):

Sumber: Captureasia Indonesia, 2009 Gambar II.3. Komponen CBT

II.4.5. Keuntungan Remunerasi Berbasis Kompetensi

Menurut Long (1998) terdapat 3 (tiga) keuntungan penting dari sistem penggajian (remunerasi) berbasis kompetensi tersebut yang berkaitan dengan pengembangan keahlian dan fleksibilitas, yaitu:

a.Menyediakan insentif besar bagi tenaga kerja untuk mempelajari berbagai keahlian sehingga memudahkan pemindahan tenaga kerja ke pekerjaan yang berbeda-beda sesuai kebutuhan. Dalam hal ini maka keinginan untuk mengembangkan sumber daya manusia akan tercapai.

b.Fleksibilitasnya sangat ‘menguntungkan’ organisasi yang bagian-bagian proses produksi dan pelayanannya sering naik-turun. Misalnya, terjadi kekurangan di salah satu bagian dari fokus produksi sehingga seorang tenaga kerja yang sedang tidak berfungsi harus pindah ke fungsi dengan aktivitas tinggi. Sistem ini juga mempermudah peng-cover-an tenaga kerja yang absen atau sedang cuti.

c.Keuntungan besar dari sistem penggajian (remunerasi) berbasis kompetensi adalah tidak dibutuhkannya job description sebagai landasan. Ini merupakan keuntungan besar bagi organisasi yang perubahannya cepat.

Dengan melaksanakan RBK pekerjaan yang harus dilakukan tenaga kerja menjadi lebih umum dan sangat bermanfaat dalam pelayanan pelanggan sehingga menyediakan lebih banyak imbalan intrinsik. Schuster dan Zingheim menyatakan bahwa sistem RBK menyiapkan tenaga kerja untuk menangani isu-isu pelanggan tanpa memindahkan dari satu meja ke meja lain. Ini lebih efisien bagi organisasi dan

Karena menggunakan workforce (gugus kerja) yang lebih efisien maka perusahaan yang menggunakan RBK seharusnya bisa beroperasi dengan tenaga kerja yang lebih kecil. Sehingga bagian yang tidak begitu penting dapat dikurangi sesuai kebutuhan perusahaan.

Sistem RBK mendukung perilaku yang dibutuhkan oleh perusahaan yang berusaha mempraktekkan manajemen high-involvement. Dimana pengetahuan yang menjadi bagian dari sistem ini membuat tenaga kerja bisa secara efektif terlibat dalam pengambilan keputusan, membuat penilaian dan bertindak cepat apabila ada permasalahan. Sistem ini juga membuat individu dan tim lebih mengelola dirinya sendiri.

II.5. Teori Tentang Kinerja II.5.1. Pengertian Kinerja

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan sacara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika (Prawirosentono, 1999). Kinerja karyawan lebih mengarah pada tingkatan prestasi kerja karyawan. Kinerja karyawan merefleksikan bagaimana karyawan memenuhi keperluan pekerjaan dengan baik (Senen, 2008).

Mathis dan Jackson (2002), mendefinisikan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan dan tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah

yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada organisasi, yang antara lain termasuk :

1. Kuantitas keluaran 2. Kualitas keluaran 3. Inisiatif

4. Kehadiran di tempat kerja 5. Sikap kooperatif

II.5.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Sumber daya manusia merupakan faktor yang berperan aktif dalam menggerakkan perusahaan/organisasi dalam mencapai tujuannya. Tercapainya tujuan perusahaan hanya dimungkinkan karena upaya para pelaku yang terdapat dalam perusahaan, untuk berkinerja dengan baik. Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional performance) atau kinerja perusahaan (corporate performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain bila kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik. Kinerja seorang karyawan akan baik bila ia mempunyai keahlian (skill) yang tinggi, bersedia bekerja karena gaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian dan mempunyai harapan (expectation) masa depan lebih baik (Prawirosentono, 1999).

Menurut Gibson (1996), ada 3 (tiga) variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu, yaitu:

1.Variabel individu, terdiri dari kemampuan dan ketrampilan (mental dan fisik), latar-belakang (keluarga, tingkat sosial, dan pengalaman), demografis (umur, asal-usul, dan jenis kelamin).

2.Variabel organisasional, terdiri dari sumberdaya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.

3.Variabel psikologis, terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi.

Sumber daya manusia merupakan faktor yang berperan aktif dalam menggerakkan perusahaan/organisasi dalam mencapai tujuannya. Tercapainya tujuan perusahaan hanya dimungkinkan karena upaya para pelaku yang terdapat dalam perusahaan, untuk berkinerja dengan baik. Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional performance) atau kinerja perusahaan (corporate performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain bila kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik. Kinerja seorang karyawan akan baik bila ia mempunyai keahlian (skill) yang tinggi, bersedia bekerja karena gaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian dan mempunyai harapan (expectation) masa depan lebih baik (Prawirosentono, 1999).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dokumen terkait