• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Penelitian Terdahulu

II.2.3. Teori-teori Motivasi

Teori-teori motivasi yang akan dikemukakan berikut ini merupakan hal penting, karena teori motivasi ini dapat memudahkan bagi manajemen perusahaan untuk dapat menggerakan, mendorong dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepada para pegawai. Menurut Hasibuan (2005) teori-teori diklasifikasikan atas:

1. Teori Kepuasan (Content Theory)

Teori ini mendasarkan pada faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu sehingga mereka mau melakukan aktivitasnya. Teori ini mencoba mencari tahu tentang kebutuhan apa yang dapat memuaskan dan yang dapat mendorong semangat kerja seseorang. Semakin tinggi standar kebutuhan dan kepuasan yang diinginkan, maka semakin giat seseorang untuk bekerja.

Teori kepuasan (Content Theory) ini yang dikenal antara lain: 1. Teori Kepuasan (Content Theory)

a. Teori Motivasi Klasik

Frederick Winslow Taylor mengemukakan teori motivasi klasik atau teori motivasi kebutuhan tunggal. Teori ini berpendapat bahwa manusia mau bekerja giat untuk memenuhi kebutuhan fisik/biologisnya, berbentuk uang/barang dari hasil pekerjaannya.

Konsep dasar teori ini adalah orang yang akan bekerja giat, bilamana ia mendapat imbalan materi yang mempunyai kaitan dengan tugas-tugasnya. Manajer menentukan bagaimana tugas dikerjakan dengan menggunakan sistem insentif untuk memotivasi para pekerja. Semakin banyak mereka berproduksi, maka semakin besar penghasilan mereka.

b. Teori Abraham H. Maslow

Teori Hirarki Kebutuhan Maslow atau A Theory of Human Motivation, dikemukakan oleh A. H. Maslow tahun 1943. Teori ini merupakan

kelanjutan dari “Human Science Theory” Elton Mayo (1880-1949) yang menyatakan bahwa kebutuhan dan kepuasan seseorang itu jamak, yaitu kebutuhan biologis dan psikologis berupa kebutuhan materiil dan non-materiil.

Dalam teori ini Maslow menyatakan adanya suatu hirarki kebutuhan pada setiap orang. Setiap orang memberi prioritas pada suatu kebutuhan sampai kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Jika suatu kebutuhan sudah terpenuhi, maka kebutuhan yang kedua akan memegang peranan, demikian seterusnya menurut urutannya.

Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivasi bagi pelakunya, hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang menjadi alat motivasi. Hirarki kebutuhan manusia menurut Abraham H. Maslow yaitu: 1) Physiological Needs (kebutuhan badaniah) yaitu kebutuhan untuk

makan, minum, istirahat dan tempat berteduh. Kebutuhan ini merupakan salah satu dorongan yang sangat kuat pada diri manusia untuk melindungi diri.

2) Safety Needs (kebutuhan rasa aman) yaitu kebutuhan akan perlindungan dari mara bahaya, kehilangan sesuatu dan jaminan keamanan. Bila kebutuhan rasa aman ini belum terpenuhi, maka ada kecemasan kehilangan pendapatan karena usia tua dan kehilangan pekerjaan.

3) Social Needs (kebutuhan sosial) yaitu kebutuhan akan persahabatan, memberi dan menerima kasih sayang dan afiliasi.

4) Esteem Needs (kebutuhan ego) yaitu kebutuhan akan penghargaan dan prestasi. Setiap orang ingin dipandang bahwa mereka adalah penting, bahwa apa yang mereka lakukan ada artinya, bahwa mereka mempunyai konstribusi terhadap organisasi dan lingkungannya.

5) Self Actualization Needs (kebutuhan perwujudan diri) yaitu kebutuhan akan perwujudan diri dan pencapaian cita-cita diri.

c. Herzberg’s Two Factors Motivation Theory

Frederick Herzberg (1950) mengemukakan Teori Motivasi I Dua Faktor atau Herzberg’s Two Factors Motivation Theory atau sering disebut juga Teori Motivasi Kesehatan (Faktor Higienis). Menurut Herzberg, orang menginginkan dua macam faktor kebutuhan, yaitu:

1) Kebutuhan akan kesehatan atau kebutuhan akan pemeliharaan atau maintenance factors. Maintenance factors (faktor pemeliharaan) ini berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman dan kesehatan badaniah.

2) Faktor pemeliharaan ini menyangkut kebutuhan psikologis seseorang. Kebutuhan ini meliputi serangkaian kondisi instrisik, kepuasan pekerjaan (job content) yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan

tingkat motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik.

d. Douglas Mc. Gregor dengan Teori X dan Teory

Douglas Mc. Gregor adalah seorang psikolog sosial Amerika yang memimpin suatu varietas proyek riset dalam hal motivasi dan tingkah laku umum dari para anggota organisasi. Mc. Gregor terkenal dengan teori X dan teory Y-nya, dalam bukunya “The Human Side of Enterpise” (Segi Manusiawi Perusahaan). Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia secara jelas dan tegas dapat dibedakan atas manusia penganut teori X (teori tradisional) dan manusia penganut teori Y (teori demokratik).

Menurut teori X, untuk memotivasi pegawai harus dilakukan dengan cara pengawasan yang ketat, dipaksa dan diarahkan supaya mereka mau bekerja sungguh-sungguh. Jenis motivasi yang diterapkan adalah cenderung kepada motivasi negatif yakni dengan menerapkan hukuman yang tegas. Tipe kepemimpinan teori X adalah otoriter sedang gaya kepemimpinannya berorientasi pada kinerja.

Sedangkan menurut teori Y, untuk memotivasi pegawai hendaknya dilakukan dengan cara peningkatan partisipasi pegawai, kerja sama dan keterikatan pada keputusan. Tegasnya, dedikasi dan partisipasi akan lebih menjamin tercapainya sasaran. Mc. Gregor memandang suatu organisasi efektif sebagai organisasi bila menggantikan pengawasan dan pengarahan

dengan integrasi dan kerja sama serta pegawai ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

e. Douglas Mc. Gregor dengan Teori X dan Teory

Teori ini berpendapat bahwa pegawai mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi ini dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan-dorangan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia. Energi ini akan dimanfaatkan oleh pegawai karena didorong oleh: 1). Kekuatan motif dan kebutuhan dasar yang terlibat.

2). Harapan keberhasilannya.

3). Nilai insentif yang terlekat pada tujuan. Hal-hal yang memotivasi seseorang adalah: 1) Kebutuhan akan Prestasi (Need for Achivement), 2) Kebutuhan akan Affiliasi (Need for Affiliation), 3) Kebutuhan akan Kekuatan (Need for Power). f. Teori Motivasi Claude S. George

Teori ini mengemukakan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan yang berhubungan dengan tempat dan suasana di lingkungan ia bekerja, yaitu: 1). Upah yang adil dan layak,

2). Kesempatan untuk maju/promosi, 3). Pengakuan sebagai individu, 4). Keamanan kerja,

5). Tempat kerja yang baik, 6). Penerimaan oleh kelompok, 7). Perlakuan yang wajar, 8). Pengakuan atas prestasi. 2. Teori Proses (Process Theory)

Teori ini berusaha agar setiap pegawai mau bekerja giat sesuai dengan harapan. Daya penggerak yang memotivasi semangat kerja terkandung dari harapan yang akan diperolehnya. Jika harapan menjadi kenyataan maka pegawai cenderung akan meningkatkan kualitas kerjanya, begitu pula sebaliknya. Teori motivasi proses yang dimaksud adalah:

a. Teori Harapan (Expectacy Theory)

Teori harapan ini dikemukakan oleh Viktor Vroom. Vroom mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting yaitu:

1) Harapan (Expectancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku. Harapan mempunyai nilai yang berkisar dari nol yang menunjukkan tidak ada kemungkinan bahwa sautu hasil akan muncul sesudah perilaku atau tindakan tertentu.

2) Nilai (Valence)

Nilai adalah akibat dari perilaku tertentu yang mempunyai nilai/martabat tertentu (daya atau nilai memotivasi) bagi setiap individu tertentu.

Pertautan adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan tingkat kedua.

b. Teori Keadilan (Equity Theory)

Inti dari teori keadilan adalah bahwa pegawai membandingkan antara usaha mereka dan imbalan yang mereka terima dengan usaha dan imbalan yang diterima orang lain dalam situasi kerja yang serupa. Teori motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa individu itu dimotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara adil dalam pekerjaan. Orang bekerja untuk mendapatkan imbalan dari organisasi. Empat istilah penting dalam teori motivasi ini adalah:

1) Orang (Person): Individu yang merasa diperlakukan secara adil atau tidak adil. 2) Perbandingan dengan orang lain (Comparasion Other): Setiap kelompok atau

orang yang digunakan oleh orang (Person) sebagai perbandingan mengenai rasio dari input dan perolehan.

3) Masukan (Input): Karakteristik individual yang dibawa serta oleh orang (Person) ke pekerjaan yang dapat dicari (Misalnya: umur, jenis kelamin, suku).

4) Perolehan (Outcomes): Apa yang diterima oleh orang (Person) dari pekerjaan (Misalnya: penghargaan, tunjangan, upah). Keadilan terdapat apabila pegawai merasa bahwa perbandingan dari usaha mereka terhadap perolehan (Outcomes) adalah sama. Dengan kata lain bahwa gaji atau upah mereka sesuai dengan pekerjaan mereka.

c) Teori Pengukuhan (Reinforecement Theory)

Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi. Misalnya, promosi tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Bonus kelompok tergantung pada produksi kelompok. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku itu.

Teori pengukuhan terdiri dari dua jenis, yakni:

1) Pengukuhan positif (positive reinforcement) yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadai apabila pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.

2) Pengukuhan negatif (negative reinforcement) yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadai apabila pengukuh negatif dihilangkan secara bersyarat. II.2.4. Jenis-jenis Motivasi

Dalam hal pemberian motivasi ini pimpinan harus mampu melihat situasi serta suasana kerja para pegawai pada saat bekerja, hal ini berguna untuk memberikan motivasi pada saat kapan para pegawai diberikan motivasi, baik itu motivasi positif maupun negatif. Secara garis besarnya, menurut Hasibuan (2005) motivasi terdiri dari:

1. Motivasi positif (incentive positif), maksudnya manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi. Dengan motivasi positif, semangat kerja bawahan akan meningkatkan karena umumnya manusia senang yang baik-baik saja.

2. Motivasi negatif (incentive negatif), maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan memberi hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik, dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik.

Dalam prakteknya kedua jenis motivasi di atas sering digunakan oleh suatu perusahaan, insentif (positif/negatif) harus sesuai dengan perjanjian, penggunaan harus tepat dan seimbang agar dapat meningkatkan semangat kerja serta dapat meraih kinerja yang diinginkan. Yang menjadi masalah ialah kapan motivasi positif atau motivasi negatif dapat efektif untuk jangka panjang sedangkan motivasi negatif sangat efektif untuk jangka pendek. Akan tetapi pimpinan harus konsisten dan adil dalam menerapkannya.

II.3. Teori tentang Budaya Organisasi II.3.1. Pengertian Budaya Organisasi

Dalam beberapa literatur pemakaian istilah corporate culture biasa diganti dengan istilah organization culture. Kedua istilah ini memiliki pengertian yang sama. Karena itu dalam penelitian ini kedua istilah tersebut digunakan secara bersama-sama, dan keduanya memiliki satu pengertian yang sama. Budaya organisasi berkaitan dengan bagaimana pegawai mempersepsikan karakteristik dari budaya suatu organisasi, bukannya dengan apa mereka menyukai budaya itu atau tidak. Artinya,

budaya itu merupakan suatu istilah deskriptif. Budaya organisasi menyatakan suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu. Ada begitu banyak definisi mengenai budaya yang pada hakikatnya tidak jauh berbeda antara satu ahli dengan ahli lainnya.

David (2004) menyatakan bahwa: “Budaya organisasi adalah pola tingkah laku yang dikembangkan oleh suatu organisasi yang dipelajarinya ketika menghadapi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang telah terbukti cukup baik untuk disahkan dan diajarkan kepada anggota baru sebagai cara untuk menyadari, berpikir dan merasa”. Menurut Sule dan Saefullah (2005) budaya organisasi merupakan nilai-nilai dan norma yang dianut dan dijalankan oleh sebuah organisasi terkait dengan lingkungan di mana organisasi tersebut menjalankan kegiatannya.

Robbins (2001) mendefinisikan “budaya organisasi (organizational culture) sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain”. Lebih lanjut, Robbins (2001) menyatakan bahwa sebuah sistem pemaknaan bersama dibentuk oleh warganya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai organisasi.

Hal ini selaras dengan pendapat Schein yang dikutip Moeljono (2005) mendefinisikan budaya sebagai: Pola asumsi dasar yang dimiliki bersama oleh kelompok ketika memecahkan masalah penyesuaian eksternal dan integrasi internal. Artinya, bahwa budaya organisasi merupakan perekat sosial yang mengikat

angota-anggota organisasi secara bersama-sama melalui nilai-nilai bersama, norma-norma standar yang jelas dan hal tersebut menjadi landasan gerak organisasi.

Schein dalam Darma (2004) menyatakan bahwa budaya organisasi dapat diartikan sebagai pola asumsi dasar yang ditemukan, diteliti atau dikembangkan oleh berbagai kelompok yang ada dalam organisasi. Definisi Schein ini mengilustrasikan bahwa budaya mencakup asumsi dasar yang dipelajari oleh anggota organisasi yang kemudian dikembangkan di dalam organisasi tersebut. Menurut Moeljono (2005) budaya organisasi adalah: Sistem nilai-nilai yang diyakini semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Pengertiannya, bahwa budaya perusahaan adalah nilai yang menentukan arah perilaku dari anggota di dalam organisasi. Jika value tadi menjadi shared value, maka terbentuk sebuah kesamaan persepsi akan perilaku yang sesuai dengan karakter organisasi. Dengan demikian, budaya organisasi memandu dan membentuk sikap serta perilaku pegawai.

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi budaya organisasi merupakan nilai-nilai dasar yang dibentuk, dikembangkan dan menjadi pedoman bertindak bagi anggota organisasi, yang menjadi identitas dari organisasi tersebut dan membedakan dari organisasi yang lain.

Dokumen terkait