• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) A. Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia

Setiap manusia memiliki sumber daya yang terdapat dalam diri, yakni meliputi perasaan, akal, pengetahuan, keahlian, kapasitas, keinginan, dan sebagainya. Berbagai sumber daya tersebut dapat menjadi potensi bagi suatu organisasi dalam melakukan pencapaian terhadap visi, misi dan tujuan yang ingin ditempuh. Organisasi yang dimaksud yakni meliputi organisasi swasta, publik atau pemerintahan yang mana sangat membutuhkan sumber daya manusia yang unggul.

Seiring dengan perkembangan dan kemajuan yang semakin pesat pada bidang teknologi dan informasi, organisasi juga akan tetap membutuhkan sumber daya manusia dalam pencapaian tujuannya. Karena untuk melakukan pengelolaan terhadap daya pada bidang tersebut, organisasi tetap memerlukan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan baik. Selain itu, manajemen sumber daya juga menjadi aspek vital yang diperhitungkan pada dunia industri, sebab peran manajer sumber daya manusia dalam pengelolaan aktivitas SDM di lingkungan perusahaan sangat penting karena memperoleh cakupan yang cukup luas.

Manajemen juga berarti sebagai proses yang dilakukan oleh sumber daya manusia dalam melakukan penyelarasan antara kebutuhan SDM dan tujuan organisasi,

30 merumuskan pemberian insentif dan penugasan kepada karyawan dengan tepat, optimalisasi dalam mendayagunakan SDM, evaluasi kebutuhan SDM. Sehingga dibutuhkan sumber daya manusia yang tepat dalam melakukannya (Widodo, 2015)

Menurut Hasibuan (2012) Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu seni dan juga ilmu yang bermanfaat untuk mewujudkan tujuan karyawan, masyarakat atau perusahaan melalui pengelolaan peran dan hubungan tenaga kerja dengan cara yang efisien dan efektif. Sedangkan manajemen juga berarti sebagai proses dalam merumuskan penilaian, kompensasi, pelatihan, perhatian hubungan kerja, permasalahan keadilan, keamanan dan kesehatan pada tenaga kerja (Widodo, 2015)

Melalui beberapa pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia ialah suatu proses yang dilakukan oleh manusia dalam berupaya melaksanakan pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi. Pemanfaatan individu tersebut juga memerlukan pemenuhan kebutuhan yang tepat, agar kinerja yang diberikan terhadap organisasi mendapatkan stimulus yang efisien dan efektif.

B. Peran Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Hasibuan (2015) Manajemen sumber daya manusia memiliki beberapa peran, antara lain sebagai berikut:

a. Melakukan penetepan dan kualitas, serta menempatkan tenaga kerja melalui identifikasi job specification, job description dan job evaluation pada kebutuhan perusahaan dengan cara yang efektif.

b. Merumuskan peramalan pada permintaan dan penawaran sumber daya manusia di masa depan atau yang akan datang.

31 d. Melaksanakan pengelolaan atau pengaturan pada mutasi karyawan

(vertical/horizontal), pension, pemberhentian, serta pesangon.

e. Merancang program kesejahteraan, pemberhentian, promosi, atau pengembangan tenaga kerja.

f. Monitoring UU Ketenagakerjaan/buruh dan memberikan kebijaksanaan atas pemberian balas jasa

g. Merancang pendidikan, pelatihan dan penilaian prestasi karyawan.

C. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia mempunyai fungsi operasional yang bermanfaat sebagai suatu dasar (basic) dalam melaksanakan proses manajemen sumber daya manusia. Hal ini berguna dalam pencapaian tujuan organisasi/perusahaan, melalui cara yang efisien dan efektif. Terdapat beberapa fungsi operasional dalam MSDM (Widodo, 2015) yaitu:

a. Perencanaan (planning) merupakan proses atau tahapan yang dihadapi pada masa depan atau masa yang akan datang. Perencanaan bermanfaat dalam penyusunan rangkaian pekerjaan, seperti persyaratan kerja, penentuan sumber penarikan SDM, analisis pekerjaan, dsb.

b. Pengadaan (procurement) ialah segala hal yang dilakukan manajer SDM dalam pengadaan calon pegawai sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Antara lain seperti seleksi, orientasi, penempatan dan induksi, promosi, serta hal-hal yang umum seperti penerimaan dan pengumuman lamaran kerja.

c. Pengembangan (development) bermanfaat dalam meningkatkan keterampilan karyawan, baik dalam aspek konseptual, teknis, teoritis ataupun moral melalui proses pendidikan atau pelatihan. Output yang akan dihasilkan oleh

32 pengembangan ini ialah prestasi kerja, motivasi, perencanaan karir, pemberian tugas, dsb.

d. Kompensasi (compensation) ialah balas jasa perusahaan yang diberikan kepada karyawan secara langsung atau tidak langsung atas kontribusi yang telah dilaksanakan.

e. Pengintegrasian (integration) merupakan langkah atau program untuk melakukan harmonisasi antara kepentingan karyawan dan kepentingan perusahaan. Sehingga dapat menghasilkan kerjasama yang baik dan saling menguntungkan.

f. Pemeliharaan (maintenance) meliputi program dalam peningkatan dan pemeliharaan aspek fisik karyawan. Baik berupa kondisi mental, fisik, ataupun loyalitas dalam bekerjasama hingga karyawan tersebut pension dari perusahaan. g. Kedisiplinan (discipline) merupakan kesadaran dan keinginan karyawan untuk kontinu dalam menaati peratuhan dan normal sosial yang berlaku pada perusahaan. h. Pemberhentian (separation) ialah pemutusan hubungan kerja (PHK), dimana

hubungan antara karyawan dan perusahaan dalam pekerjaan teleh putus. 2. Motivasi

A. Pengertian Motivasi

Motivasi memiliki arti yakni bergerak, bersumber dari bahasa latin yakni movere. Kekuatan dalam melakukan upaya atau usaha bagi suatu individu merupakan makna dari kata motivasi. Sehingga motivasi dapat didefinisikan sebagai suatu faktor pada individu yang memberikan dorongan dalam melaksanakan berbagai aktivitas, karena hal itu motivasi kerap dimaknai sebagai faktor pendorong seseorang dalam berperilaku (Edy Sutrisno, 2011).

33 Motivasi merupakan hal yang dapat mendorong individu dalam menunjukkan perilaku tertentu (French and Raven, 1959). Sedangkan motivasi juga terdapat pada jiwa yang memiliki kondisi untuk mencapai prestasi maksimal melalui dorongan (McClelland, 2011).

Motivasi yang terdapat pada pribadi atau diri seseorang dapat berupa energi yang memiliki perubahan, seperti munculnya reaksi dan perasaan dalam proses pencapaian tujuan sebagai tandanya (Hamalik, 1992). Menurut Wibowo (2010) motivasi ialah hal yang mendorong manusia dalam berperilaku dan berproses dalam mencapai tujuannya, melalui rangkaian elemen yang terkandung dalam motivasi, seperti gairah, sifat secara terus menerus, intensitas yang ditunjukkan, rasa untuk bangkit, serta memiliki tujuan.

Gitosudarmo (2009)memiliki pandangan bahwa setiap individu dalam melakukan aktivias pasti memiliki faktor-faktor yang menjadi dorongan untuk melakukan aktivitas tersebut. Faktor yang menjadi pendorong individu tersebut antara ialah kebutuhan dan keinginan yang berperngaruh pada perilaku individu tersebut. Sedangkan menurut Bahri (2002) munculnya motivasi ditandai oleh perasaan melalui tanggapan pada keberadaan tujuan sebagai pendahuluan, serta menjadi bentuk perubahan energi pada diri seseorang. Kegiatan fisik yang berbentuk suatu aktivitas nyata dihasilkan oleh seseorang yang memilki perubahan energi. Apabila seseorang memiliki kekuatan motivasi dalam pencapaian berbagai tujuannya, ia akan melaksanakan segala upaya dan aktivitas untuk mencapai tujuan

Melalui pernyataan atau pendapat para ahli di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa motivasi berada pada diri seseorang secara tersirat, berupa gairah atau

34 semangat yang mendorong orang tersebut dalam melakukan aktivitas seoptimal mungkin demi mencapai tujuan yang dimilikinya.

B. Dimensi Motivasi

1) Teori Kebutuhan dari Maslow

Teori ini berasal dari psikolog yang bernama Abraham Maslow. Ia memiliki pendapat bahwa di dalam melakukan pekerjaan, perilaku suatu individu atau seseorang terpengaruh oleh motivasi pada pemenuhan kebutuhannya. Menurut Maslow (1994)terdapat 5 hirarki kebutuhan yang dimiliki setiap orang dalam pemenuhan kebutuhannya, yaitu:

a) Kebutuhan Fisik

Pada hirarki kebutuhan maslow, kebutuhan fisik menjadi kebutuhan paling dasar dimana motivasi manusia untuk bekerja berorientasi pada kebutuhan fisik. Hal ini meliputi kebutuhan biologis, kebutuhan makanan, kebutuhan seksual, dan sebagainya.

b) Kebutuhan Keamanan

Apabila kebutuhan fisik telah terpenuhi, kebutuhan akan keamanan ialah kebutuhan yang akan dipenuhi. Kebutuhan keamanan dapat berupa perasaan aman untuk menghadapi ketidakpastian pada masa yag akan datang dan kebutuhan keamanan pada keridakpastian gangguan mental serta fisik.

c) Kebutuhan Sosial

Kebutuhan selanjutnya ialah kebutuhan sosial, dimana karyawan merasa perlu untuk memiliki interasi dan penerimaan agar membentuk hubungan pada lingkungan sosial tempat ia berada.

35 d) Kebutuhan akan Penghargaan

Kebutuhan akan suatu penghargaan merupakan kebutuhan yang dapat memotivasi suatu individu serta mempengaruhi individu tersebut untuk bekerja secara optimal. Kebutuhan ini dapat diimplementasikan pada tenaga kerja, seperti mendapatkan penghargaan pada lingkungan pekerjaan atas prestasi yang dilakukan, bonus dari atasan, dan sebagainya.

e) Kebutuhan Aktualisasi Diri

Aktualisasi diri yang dimaksud merupakan kebutuhan pada seseorang dalam penempatan diri pada lingkungan dan melakukan pengembangan diri. Kebutuhan aktualisasi diri yakni meliputi tantangan dalam pekerjaan, tekanan yang diberikan atasan untuk meningkatkan kinerja, tuntutan untuk memiliki pengembangan karir yang nyata, dan lain-lain.

Maslow berpendapat jika kelima kebutuhan diatas dapat berlaku melalui hirarki. Untuk memperoleh pemenuhan lima kebutuhan tersebut, dapat dimulai melalui tingkatan dari yang paling bawah yakni kebutuhan fisik, sampai tingkatan yang paling tinggi yakni kebutuhan untuk aktualisasi diri. Kebutuhan pada hirarki yang paling bawah harus dipenuhi terlebih dulu oleh suatu individu jika ingin memperoleh kebutuhan pada hirarki yang lebih tinggi, karena individu atau tenaga cenderung tidak akan termotivasi jika kebutuhan paling bawah tidak dipenuhi.

2) Teori Kebutuhan McCelland

Pemahaman pada teori motivasi telah dikembangkan oleh David McCelland dengan kontribusinya dalam melakukan identifikasi pada motivasi dengan membagi kebutuhan menjadi tiga macam. McClelland (2009) berpendapat bahwa kebutuhan terdiri dari tiga macam klasifikasi, yakni kebutuhan akan pencapaian atau prestasi

36 (Need for Achievement), kebutuhan akan kekuasaan (Need for Power), serta kebutuhan akan hubungan atau afiliasi (Need for Affiliation). Berikut adalah penjelasan mengenai klasifikasi tiga kebutuhan tersebut:

a) Kebutuhan akan pencapaian atau prestasi (Need for Achievement)

Orientasi yang dimiliki suatu individu pada proses pencapaian tujuan yang dimiliki organisasi merupakan cerminan kebutuhan akan prestasi. Individu tersebut memiliki ketertarikan pada pekerjaan yang mempunyai tantangan, realistis dan level yang cukup sulit. Mereka tidak memberikan harapan pada bantuan orang lain untuk menyelesaikan pekerjaan, karena merasa mampu dan yakin pada kemampuan yang dimiliki diri sendiri. Jika merasa butuh akan bantuan dari orang lain, mereka akan meminta bantuan pada orang yang memiliki hubungan pada pekerjaannya.

b) Kebutuhan akan kekuasaan (Need for Power)

Kebutuhan yang tinggi untuk memiliki kekuasaan dimiliki oleh orang-orang agar mendapatkan kendali dan pengaruh atas orang lain pada organisasi. Motivasi dapat lahir jika mereka mampu untuk mempengaruhi atau memberikan perintah pada orang lain. Kekuasan dan pengaruh yang didapatkan digunakan oleh orang tersebut dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang dimilikinya. Posisi yang disukai oleh orang yang mempunyai kebutuhan yakni posisi yang dapat menggunakan orang lain menjadi alat dalam pencapaian tujuan organisasi serta posisi yang dapat memberikan opini atau saran.

c) Kebutuhan akan hubungan atau afiliasi (Need for Affiliation)

Afiliasi dapat dilihat pada diri seseorang, yakni melalui cerminan akan kebutuhan dalam melakukan pemeliharaan, serta menciptakan jalinan hubungan dengan

37 perasaan dan kebatinan oleh suasana yang bahagia pada sesama anggota dalam organisasi. Pribadi yang mempunyai kebutuhan tinggi untuk menjalin hubungan afiliasi cenderung untuk menghindari kekecewaan yang diakibatkan oleh kelompok sosial dalam melakukan suatu penolakan dan lebih mementingkan rasa kasih sayang dan bahagia. Motivasi berupa kebutuhan dalam berafiliasi mempunyai berada pada suatu individu yang memiliki tujuan untuk menjalin persahabatan dengan rekan dalam organisasi, sehingga ia tidak menyukai persaingan dan berorientasi untuk mendekatkan diri dan bersahabat dengan rekan dalam organisasi, karena hubungan baik yang telah dibentuk dalam organisasi disukai oleh seseorang karena dapat memberikan timbal balik positif. Untuk pribadi yang mempunyai latar belakang akan kebutuhan afiliasi ini, biasanya disenangi oleh rekan dalam pekerjaan atau pimpinan, karena ia tidak terlalu memberikan prioritas pada pencapaian prestasi dan berorientasi untuk menjalin persahabatan dengan erat.

3) Teori Dua Kebutuhan dari Herzberg

Frederick Herzberg telah melakukan penelitian empiris mengenai teori motivasi sekitar tahun 1950-an. Penelitian yang dilakukan membuahkan hasil yakni tendensi seseorang untuk termotivasi atau tidak didasarkan oleh jenis faktor yang terbagi dua pada lingkungan kerja. Menurut Herzberg (2006) faktor tersebut ialah faktor berupa dorongan kepada kepuasan (satisfier atau motivating factors), dalam pekerjaan dan faktor berupa dorongan pada ketidakpuasan dalam pekerjaan (dissatisfier atau hygiene factors).

a) Motivating Factors

Faktor yang pertama ini ialah dorongan yang berada pada suatu individu yang memilki berbagai kebutuhan serta tuntutan untuk memenuhinya. Sehingga ia hanya

38 memilki kepuasan dalam pekerjaan apabila ia telah mencapai segala kebutuhannya. Faktor-faktor yang termasuk ke dalam kebutuhan ini antara lain seperti; kesempatan agar dapat memiliki tanggung jawab (responsibility), kesempatan agar dapat berkembang atau mengembangkan diri (advancement and growth), kesempatan untuk memperoleh prestasi (achievement), serta pengakuan dalam lingkup pekerjaan (recognition). Individu tersebut dapat memiliki motivasi yang baik dan menghasilkan kinerja yang baik pada setiap pekerjaan yang diemban, apabila apa yang diharapkan dan dibutuhkan pada lingkungan pekerjaannya telah terpenuhi.

b) Hygiene Factors

Faktor yang kedua ialah hygiene factors yang terdapat dalam diri seseorang, berupa kebutuhan pada situasi atau kondisi dalam lingkungan pekerjaan yang diemban, dimana orang tersebut akan merasa tidak puas jika kondisi lingkungan yang diharapkan tidak sesuai dengan ekspektasi. Faktor yang termasuk dalam hygiene factors antara lain seperti: hubungan dengan supervise mempunyai keserasian (relationship with supervision), pekerjaan yang diemban memiliki kondisi yang kondusif, (working condition), kejelasan pada status pekerjaan (job status), pembuatan administrasi dan kebijakan yang adil dan jelas oleh perusahaan (company policy and administration), supervise yang mumpuni (supervision), penghargaan pada kehidupan pribadi (personal life), menjalin keserasian dalam hubungan dengan bawahan (relationship with subordinates), memiliki masa depan yang baik dalam pekerjaan yang telah dijalani (job safety), hubungan yang baik antar pekerja (relationship with peers), serta pemberian upah yang layak dan gaji kondusif (salary). Suatu individu memiliki kecenderungan untuk menunjukkan kinerja buruk dan tidak memilki motivasi yang baik untuk melaksakan pekerjaan, apabila segala

39 kebutuhannya pada faktor tersebut tidak sesuai atau tidak terpenuhi secara keseluruhan dengan apa yang diharapkan.

C. Prinsip-prinsip dalam Motivasi

Menurut A. A. Anwar Prabu Mangkunegara (2006) untuk memberikan motivasi pada kinerja karyawan dapat menggunakan beberapa prinsip yaitu sebagai berikut:

1) Prinsip Partisipasi

Partisipasi yang dimaksud ialah karyawan membutuhkan kesempatan untuk berkontribusi pada penentuan tujuan yang akan dicapai oleh pimpinan, agar karyawan dapat memiliki motivasi dalam melaksanakan pekerjaan.

2) Prinsip Komunikasi

Motivasi dalam melaksanakan pekerjaan akan lebih mudah diperoleh, apabila pegawai diberikan bimbingan oleh pimpinan melalui komunikasi atau hubungan yang baik, serta informasi yang jelas pada usaha pencapaian tugas.

3) Prinsip Mengakui Andil Bawahan

Pegawai akan mempunyai motivasi kerja yang baik melalui pengakuan, dimana pimpinan mengakui bawahannya dengan memberikan andil dalam melakukan usahan mencapai tujuan.

4) Prinsip Pendelegasian Wewenang

Karyawan dapat termotivasi dalam mencapai tujuan yang didelegasikan oleh pimpinan, jika pimpinan mendelelagisikan suatu wewenang atau otoritas kepada karyawan terkait untuk dapat melakukan pengambilan keputusan pada pekerjaan yang dilakukan.

40 Pemberian perhatian oleh pemimpin terhadap karyawan dapat memberikan motivasi apabila perhatian tersebut sesuai dengan apa yang diinginkan atau diharapkan oleh karyawan atau bawahan.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Karyawan dapat merasakan motivasi yang baik dalam melaksanakan pekerjaan melalui dua faktor, yakni faktor dari dalam (intrinsik) dan faktor dari luar (ekstrinsik) (Siagian, 2007) yakni dengan penjelasan sebagai berikut:

1) Faktor intrinsik, berupa kapasitas dorongan yang berasal melalui pribadi masing-masing karyawan yakni:

a) Pekerjaan itu sendiri (the work it self)

Tantangan yang dirasakan karyawan dalam melakukan pekerjaan baik ringan atau berat.

b) Kemajuan (advancement)

Karyawan memiliki potensi besar atau kecil dalam memperoleh kemajuan, seperti kenaikan jabatan.

c) Tanggung jawab (responsibility)

Besar atau kecilnya pemberian tanggung jawab oleh pimpinan kepada karyawan atau bawahan.

d) Pengakuan (recognition)

Besar atau kecilnya pimpinan dalam memberikan pengakuan atas hasil pekerjaan yang telah dilaksanakan karyawan.

41 Besar atau kecilnya peluang karyawan untuk melakukan pencapaian pada prestasi kerja tinggi.

2) Faktor ekstrinsik, yaitu faktor yang datang dari luar pribadi suatu individu, terutama dalam organisasi tempat ia bekerja dan dapat berguna sebagai pendorong. Faktor ekstrinsik terdiri dari:

a) Administrasi dan kebijakan perusahaan

Karyawan terkait telah menghadapi berbagai peraturan atau kebijakan perusahaan yang berlaku dengan perasaan dalam tingkat kesesuaian. Peraturan dapat memiliki pengaruh untuk memberikan motivasi kerja pada perusahaan atau organisasi terkait, dimana fleksibilitas aturan tidak mengekang karyawan dan merangkul karyawan untuk bekerja lebih baik dari sebelumnya.

b) Penyeliaan

Tingkatan yang wajar dalam pemberian penyeliaan yang dirasakan karyawan. c) Gaji

Imbalan dalam pelaksaan job desc atau tugas pekerjaan sesuai dengan tingkat kewajaran gaji, dimana tanggung jawab yang telah diemban karyawan memperoleh pemberian gaji yang pantas.

d) Hubungan antar pribadi

Hubungan yang dimaksud ialah tingkat kesesuaian yang dirasakan pada interaksi antar tenaga kerja. Persaingan merupakan tahapan kompetisi, tetapi harus dilakukan dengan batas yang wajar dan cara yang sportif.

e) Kondisi kerja

Kondisi kerja memiliki tingkat kesesuaian pada proses dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan. Kondisi kerja berupa lingkungan kerja yaitu meliputi alat bantu dan

42 fasilitas pekerjaan, kebersihan, tempat bekerja, ketenangan dan pencayahaan dalam melakukan pekerjaan, serta hubungan kerja pada orang-orang yang terdapat pada tempat tersebut.

3. Kompetensi SDM

A. Pengertian Kompetensi SDM

Kompetensi merupakan kombinasi atas beragam aspek, seperti sikap, perilaku, nilai, keterampilan dan pengetahuan, serta karakter yang dimiliki seseorang dalam melakukan pekerjaan untuk mencapai kesuksesan optimal (Hermawan, 2006)Aspek kompetensi SDM lain yang berada pada seseorang berada ketika ia melakukan penampilan berupa afeksi, perilaku psikomotorik dan penampian kognisi yang didukung oleh kemampuan dan keahlian (Sudarmanto 2009). Kompetensi yang dimiki pada suatu individu ini dimanfaatkan untuk melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan, berdasarkan keterampilan atau pengetahuan yang dimiliki, melalui profesionalisme atau keunggulan pada bidang tertentu (Wibowo, 2013).

Kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan berupa sifat dasar yang dimiliki suatu individu dengan sendirinya. Hal ini berhubungan dengan bagaimana individu tersebut melakukan eksekusi pada berbagai pekerjaan yang diberikan melalui cara yang efektif sehingga berhasil (and underlying charactheristic: of an individual which is casually related to effective or superior performance in job), dimana setiap orang mempunyai suatu keunggulan, perilaku, serta prestasi yang berbeda akibat latar belakang kompetensi yang tidak sama. Pada proses pelaksanaan tugas dalam melakukan pencapaian kinerja optimal, terdapat kadar kecukupan atau rata-rata yang bernama kompetensi istimewa, kompetensi esensial atau kompetensi batas (competencies thresold). Kompetensi batas ini berada pada suatu strukur atau

43 sistem pekerjaan yang meliputi; penilaian kinerja (performance appraisal), pengalihan tugas melalui perencanaan (succestion planning), pengembangan SDM, serta pedoman dalam melakukan pemilihan karyawan (personel selection) (Alain, 1995).

Efektivitas seseorang suatu dalam melakukan pekerjaan (kinerja) juga didasari oleh karakteristik, yakni kinerja dapat diukur melalui kompetensi yang melekat dalam diri seseorang, merujuk pada kompetensi menurut Spencer (1993) yaitu ―an underlying characteristic’s of an individual which is causally related to criterion-referenced effective‖. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kompetensi yang dimiliki seseorang berada dalam diri orang tersebut dengan melekat, baik berupa pengetahuan atau kemampuan yang dapat dinilai melalui proses seleksi.

Kompetensi SDM ialah suatu cerminan yang terdapat dalam diri seseorang, seperti keahlian, pengalaman, intuisi atau pendidikan yang telah diperoleh. Dimana kepemilikan kompetensi berupa kecapakan tenaga kerja, serta pengetahuan dan skill pribadi menjadi acuan individu yang kompeten dan dapat memberikan produktivitas atau nilai tambah ekonomis (Sheffrin, 2003).

Menurut Khalique (2013) Kompetensi SDM atau disebut juga human capital merupakan urat nadi pada sebuah organisasi, karena menjadi sumber daya vital dalam proses pengembangan dan inovasi organisasi sehingga menjadi hal yang sangat dipertimbangkan dan krusial. Senada dengan teori yang didefinisikan Stewart et al (1998) dalam Sawarjuwono (2003) yakni Kompetensi SDM atau human capital berperan sebagai modal berupa intelektualitas yang melahirkan improvement dan innovation dan menjadi komponen yang cukup sulit untuk dilakukan pengukuran.

44 Bagi suatu organisasi, kompetensi SDM juga berarti sebagai sustainable revenue, yakni kontribusi nilai tambah yang didapatkan pada masa depan atau masa yang akan datang (Rachmawati, 2004) .Investasi tersebut dapat menjadi suatu keuntungan atau profit bagi suatu organisasi atau unit bisnis melalui kompetensi SDM dengan tiga hal esensial menurut Nafukho (2010) yaitu:

1. Investasi pada suatu individu akan memberikan timbal balik bagi organisasi berupa profit yang lebih (return), sesuai dengan pengeluaran pada biaya pendidikan orang tersebut.

2. Investasi bertujuan agar produktivitas individu mengalami peningkatan, baik pada aspek keterampilan, pengetahuan, sikap ataupun motivasi demi kebutuhan penmbangunan sosial dan ekonomi. Investasi inti ditempuh melalui pelatihan atau pendidikan yang disediakan secara formal atau informal.

3. Return akan didapatkan oleh investasi melalui pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan, berupa return pribadi dan sosial.

Melalui beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa Kompetensi SDM dimiliki oleh individu masing-masing memiliki perbedaan, dimana kompetensi menjadi ciri khas berupa modal manusia yang membedakan satu sama lain . Kompetensi ini dapat menjadi suatu aset yang bernilai dan menjadi modal non fisik bagi suatu organisasi perusahaan secara non fisik, seperti pengetahuan, kemampuan, ide atau pendapat, energi atau komitmen, yang dapat dimanfaatkan oleh seseorang untuk melakukan pencapaian tujuan organisasi melalui kinerja yang efektif. Kompetensi SDM juga dapat dikembangkan atau ditingkatkan melalui potensi pada kemampuan yang dimiliki, sehingga dapat memberikan dampak positif pada proses

45 pembangunan ekonomi, sosial ataupun politik dengan kecakapan yang semakin inovatif dan terampil.

B. Dimensi Kompetensi SDM

Menurut Marshall (2000) Kompetensi SDM dapat dijelaskan melalui tiga klasifikasi yang berada pada suatu individu, yaitu:

1) Kompetensi Intelektual

Kompetensi intelektual memiliki sifat yang cenderung stabil. Pembentukan sifat tersebut dapat melalui motivasi pada internal, watak yang mempunyai sinergitas, konsep diri ataupun pengetahuan kontekstual pada kapasitas pribadi, guna melakukan penyelesaian pada berbagai masalah yang terjadi pada organisasi atau perusahaan

Dokumen terkait