• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISA DATA

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Teori Umum Adsorpsi

Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cair ataupun gas) terikat pada suatu padatan (zat penyerap, adsorben) dan akhirnya membentuk suatu lapisan tipis atau film (zat terserap, adsorbat) pada permukaannya. Berbeda dengan absorpsi yang merupakan penyerapan fluida oleh fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan. [6]

Untuk mengetahui karateristik yang terjadi dalam proses adsorpsi dapat diilustrasikan dengan gambar 2.2 dimana padatan berpori (pores) yang menghisap

(adsorp) dan melepaskan (desorp) suatu fluida disebut adsorben. Molekul fluida

yang dihisap tetapi tidak terakumulasi atau melekat pada adsorben disebut

adsorptive, sedangkan yang terakumulasi disebut adsorbat.[7]

Gambar 2.2 Proses adsorpsi oleh karbon aktif[7]

2.2.1Jenis-Jenis Proses Adsorpsi

Berdasarkan interaksi molecular antara permukaan adsorben dengan adsorbat, adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

adsorben

a. Adsorpsi Fisika (physical adsorption)

Pada adsorpsi jenis ini, adsorpsi terjadi tanpa adanya reaksi antara molekul-molekul adsorbat dengan permukaan adsorbat. Molekul-molekul adsorbat terikat secara lemah karena adanya gaya van der waals. Adsorpsi ini relatif berlangsung cepat dan bersifat reversible (reversible). Karena dapat berlangsung di bawah temperatur kritis adsorbat yang relatif rendah, maka panas adsorpsi yang dilepaskan juga rendah. Adsorbat yang terikat secara lemah pada permukaan adsorben, dapat bergerak dari suatu bagian permukaan ke bagian permukaan lain. Peristiwa adsorpsi fisika menyebabkan molekul-molekul gas yang teradsorpsi mengalami kondensasi. Besarnya panas yang dilepaskan dalam proses adsorpsi fisika adalah kalor kondensasinya.[7]

Proses adsorpsi terjadi tanpa memerlukan energi aktifasi, sehingga proses tersebut membentuk lapisan jamak (multilayers) pada permukaan adsorben. Ikatan yang terbentuk dalam adsorpsi fisika dapat diputuskan dengan mudah, yaitu melalui degassing atau pemanasan pada temperatur sekitar 1500C-2000C selama 2-3 jam.

b. Adsorpsi Kimia (Chemical Adsorpstion)

Adsorpsi ini terjadi karena adanya reaksi kimia antara molekul-molekul adsorbat dengan permukaan adsorben. Adsorpsi jenis inilah yang biasa disebut

“absorption” dan bersifat tidak reversible hanya membentuk satu lapisan

tunggal (monolayer). Umumnya terjadi pada temperatur diatas temperatur kritis adsorbat. Sehingga kalor adsorpsi yang dibebaskan tinggi. Adsorben yang mengadsorpsi secara kimia pada umumnya sulit untuk diregenerasi.

Perbedaan antara adsorpsi fisika dan kimia ditunjukkan pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Perbedaan antara adsorpsi fisika dan kimia[8]

Karateristik Adsorpsi Fisika Adsorpsi Kimia

Gaya yang bekerja

Gaya tarik secara fisika sehingga adsorpsi fisika sering disebut adsorpsi

Van der Waals

Gaya tarik atau ikatan kimia sehingga adsorpsi kimia sering

disebut adsorpsi teraktifasi Tebal lapisan Banyak lapisan (multilayer) Satu lapis (single layer) Energi aktifasi Kurang dari 1 kkal/gr-mol 10-60 kkal/gr-mol

Temperatur Terjadi pada temperatur di bawah titik didih adsorbat

Dapat terjadi pada temperatur tinggi

Kemampuan adsorpsi

Lebih bergantung pada adsorbat daripada adsorben

Bergantung pada adsorben dan adsorbat

Jumlah zat

teradsorpsi Sebanding dengan kenaikan tekanan

Sebanding dengan banyaknya inti aktif adsorben yang dapat

bereaksi dengan adsorbat

Driving force

Tidak ada transfer electron, meskipun mungkin terjadi polarisasi pada

adsorbat

Ada transfer electron, terbentuk pada ikatan antara adsorbat dan

permukaan padatan Kalor adsorpsi 5-10 kkal/gr-mol gas 10-100 al/gr-mol gas

2.2.2Adsorben

Adsorben adalah zat padat yang digunakan untuk mengadsorp atom-atom atau ion-ion (disebut juga solute) yang terkandung dalam gas atau cairan.[8] Adsorben yang memiliki kemampuan menyerap air disebut hydrophilic yaitu silica gel, zeolit, dan alumina aktif. Sedangkan adsorben yang memiliki kemampuan menyerap oli atau gas disebut hydrophobic yaitu karbon aktif dan adsorben yang polimer.[7]

Kriteria-kriteria adsorben yang baik, antara lain: [9]

a. memiliki selektivitas tinggi untuk proses pemisahan

diperlukan

c. memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang mendukung proses perpindahan massa secara cepat

d. memiliki stabilitas kimia dan termal, serta sifat kelarutan yang rendah terhadap fluida yang kontak dengan adsorben

e. memiliki ketahanan fisik dan mekanik

f. tidak memiliki kecenderungan untuk mendorong terjadinya reaksi-reaksi kimia yang tidak dikehendaki

g. memiliki kemampuan untuk diregenerasi h. memiliki harga relatif murah

2.2.2.1Karbon Aktif Sebagai Adsorben

Karbon aktif merupakan zat padat amorf yang mempunyai luas permukaan internal dan volume pori yang sangat besar.[10] Produk komersial karbon aktif memiliki luas permukaan spesifik antara 500- 2000 m2/g, tetapi seiring perkembangan teknologi telah dikembangkan pula karbon aktif dengan luas permukaan spesifik antara 3500-5000 m2/g.[8]

Pada dasarnya karbon aktif dapat dibuat dari bahan yang mengandung karbon, baik berasal dari tumbuhan, hewan maupun barang tambang. Bahan yang sering dibuat menjadi karbon aktif antara lain jenis kayu, sekam padi, tulang hewan, batu bara, tempurung kelapa, kulit biji kopi dan lain-lain. Daya serap dari karbon aktif umumnya bergantung pada senyawa karbon berkisar 85% sampai 95% karbon bebas. Semua jenis adsorbat dapat digunakan sebagai pasangan karbon aktif kecuali air.[7]

Gambar 2.3 Karbon Aktif[11]

Adsorben karbon aktif yang digunakan dalam penelitian ini terbuat dari cangkang kelapa. Adapun sifat dari adsorben karbon aktif yang digunakan adalah sebagai berikut ini.

Tabel 2.2 Sifat Adsorben Karbon Aktif[12][13]

2.2.2.2 Pembuatan Karbon Aktif

Prinsip pembuatan karbon aktif adalah proses karbonisasi yaitu proses pembentukan bahan menjadi arang (karbon) kemudian diaktifasi.[8]

a. Proses karbonisasi

Proses karbonisasi umumnya dilakukan pada temperatur 600oC – 700oC. Pada proses karbonisasi akan terjadi penguapan air (H2O) yang No Sifat Adsorben Karbon Aktif Nilai Sifat Karbon Aktif

1 Massa Jenis 22 – 34 lb/ft3

2 Panas Spesifik 0.27 – 0.36 btu/lboF

3 Pore Volume 0,56 – 1,20 cm3/g

4 Diameter Rata-rata Pori 15-25 Å 5 Temperatur Regenerasi 100 - 140 oC 6 Temperatur Maksimum Diizinkan 150oC

disusul dengan pelepasan gas karbondioksida (CO2) dan selanjutnya terjadi peristiwa eksotermis yang merupakan tahap permulaan proses karbonisasi. Karbonisasi dianggap sempurna jika asap sudah tidak terbentuk lagi. Kualitas hasil karbonisasi ditentukan oleh banyaknya kandungan karbon, semakin tinggi kandungan karbon maka semakin baik kualitasnya.

b. Aktifasi karbon

Proses pengaktifan karbon dilakukan dengan tujuan untuk memperbesar luas permukaan karbon dengan cara membuka pori-pori yang tertutup sehingga memperbesar kapasitas adsorpsi terhadap zat warna. Pori-pori dalam karbon umumnya mengandung tar, hidrokarbon, dan zat-zat organik lainnya seperti fixed carbon, abu, air, persenyawaan yang mengandung nitrogen dan sulfur.

Langkah-langkah untuk mengaktifkan karbon dapat dilakukan dengan berikut ini:

a. Arang dimasukkan ke dalam tangki aktivasi (pirolisis) dan ditutup rapat. b. Pastikan sambungan pipa pendingin, dan termocouple untuk pengamatan

temperatur berfungsi sebagaimana mestinya.

c. Alirkan air pendingin ke dalam pipa pendingin, kemudian kompor tungku pirolisis mulai dinyalakan. Kompor bisa menggunakan bahan bakar minyak tanah atau solar. Pengaturan api bisa diatur menggunakan kompresor.

d. Melakukan pengamatan terhadap kerja dari tungku aktivasi dengan mengamati kenaikan temperatur. Temperatur selama proses sekitar 600°C, apabila temperatur telah mencapai 600°C dan terlihat pada ujung

pendingin tidak adanya tar (cairan berwarna coklat) yang keluar, ditandai dengan adanya gelembung air, maka pembakaran dipertahankan selama 3 jam. Setelah waktu tersebut proses telah selesai. Kemudian api dimatikan, dan tungku aktivasi dibiarkan sampai dingin, setelah itu bisa dibuka dan dikeluarkan untuk dilakukan penggilingan sesuai mesh yang diinginkan. Arang aktif atau karbon aktif siap digunakan.

Untuk memenuhi kebutuhan bagi aplikasi-aplikasi spesifik, karbon aktif dibuat dan diklasifikasikan dalam bentuk granular, bubuk (powder) dan bentuk tertentu ((extrude). Karbon aktif granular diproduksi secara langsung dengan menggunakan bahan baku granular, misalnya serbuk gergaji. Karbon aktif yang berupa bubuk diperoleh dengan cara menggiling karbon aktif granular. Produk dengan bentuk tertentu (extrude) biasanya diproduksi dalam bentuk pellet silinder dengan cara extrusion bahan baku dengan binder yang sesuai sebelum bahan baku mengalami proses aktifasi.[8]

2.2.2.3Aplikasi Penggunaan Karbon Aktif

Aplikasi penggunaan karbon aktif dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:[10]

a. Aplikasi karbon aktif untuk fasa cair

Karbon aktif yang digunakan untuk aplikasi fasa cair berbeda dengan karbon aktif untuk fasa gas. Perbedaannya terutama terletak pada distribusi ukuran pori dimana karbon aktif untuk fasa cair memiliki volume pori yang lebih besar pada bagian macropore yang menyebabkan cairan dapat berdifusi lebih cepat ke bagian mesopore dan micropore. Karbon aktif yang

digunakan untuk fasa cair dapat berupa bubuk, granular, maupun dalam bentuk tertentu.

Aplikasi penggunaan karbon aktif pada fasa cair antara lain sebagai berikut :

- penjernihan air (menghilangkan kontaminan)

- pengolahan limbah cair industri (menghilangkan zat-zat berbahaya dan bahan organik lainnya dalam limbah cair)

- dekolorisasi bahan pemanis, misalnya pemurnian gula

- industri makanan dan minyak (proses pemurnian), dan industri minuman (menghilangkan bau tertentu pada minuman)

b. Aplikasi karbon aktif untuk fasa gas

Karbon aktif yang digunakan untuk aplikasi fasa gas umumnya berupa granular atau dengan bentuk tertentu (extrude). Karbon aktif untuk fasa gas terutama digunakan dalam proses-proses pemisahan. Proses pemisahan tersebut didasarkan pada perbedaan daya adsorpsi karbon aktif terhadap gas dan uap.

2.2.3Adsorbat

Adsorbat adalah substansi dalam bentuk cair atau gas yang terkonsentrasi pada permukaan adsorben.[7] Adsorbat yang biasa digunakan pada sistem pendingin adalah air (polar substances) dan kelompok non-polar substances seperti metanol, etanol, amonia dan kelompok hidrokarbon.

2.2.3.1Metanol Sebagai Adsorbat

adalah senyawa kimia dengan rumus CH3OH. Metanol merupakan bentuk alcohol paling sederhana.[14] Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan aditif bagi etanol industri. [6]

Gambar 2.4 Metanol[15] Tabel 2.3 Sifat Metanol[16]

No Sifat Metanol Nilai Sifat Metanol 1 Massa Jenis (cair) 0.79 Kg/liter

2 Ttitik Lebur -97.7 oC

3 Titik Didih 64,5 oC

4 Klasifikasi EU Flamamable (F), Toxic (T)

5 Panas Jenis (Cp) 2530 J/kg K

6 Panas Laten Penguapan (Le) 1168 kg

2.3Kalor

Kalor merupakan energi yang berpindah yang mengakibatkan perubahan temperatur.[17] Pada abad ke-19 berkembang teori bahwa kalor merupakan fluida

suatu benda mengandung banyak kalor, maka temperatur benda tersebut tinggi (panas). Sebaliknya jika benda tersebut mengandung sedikit kalor, maka dikatakan bertempertur rendah (dingin). Kuantitas energi kalor (Q) dihitung dalam satuan Joule (J). Laju aliran energi kalor dihitung dalam satuan Joule/detik (J/s) atau Watt (W). Laju aliran energi ini sering disebut sebagai daya, yaitu laju dalam melakukan usaha.

2.3.1Kalor Sensibel

Kalor sensibel adalah kalor yang diterima atau dilepaskan oleh suatu substansi sehingga menyebabkan perubahan temperatur (naik atau turun) tanpa menyebabkan perubahan fasa dari substansi tersebut.[17]

Qs = m. Cp.ΔT [J]...………...(2.6)

dimana: Qs adalah kalor sensibel (J); m adalah massa zat (kg); Cp adalah panas jenis (J/kg.K); �T adalah selisih temperatur (K)

2.3.2Kalor Laten

Suatu substansi biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi perpindahan kalor antara substansi tersebut dengan lingkungannya. Pada satu situasi tertentu, aliran kalor ini tidak merubah temperaturnya. Hal ini terjadi bila substansi mengalami perubahan fasa. Misalnya padat menjadi cair, cair menjadi uap dan perubahan struktur kristal (zat padat).[17] Kalor yang diperlukan untuk

merubah fasa ini disebut kalor transformasi.

QL = Le. m [J]……….(2.7)

dimana: QL adalah kalor laten (J); Le adalah kapasitas kalor laten (J/kg); m adalah massa zat (kg).

Dokumen terkait