• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II POLIGAMI DAN GANGGUAN JIWA

C. Teori Umum Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut tidak disebabkan oleh sakit atau rusaknya bagian-bagian anggota badan, meskipun kadang-kadang gejalanya terlihat pada fisik. Keabnormalan dapat dibagi atas dua golongan yaitu: gangguan jiwa (neurose) dan sakit jiwa (psychose).12

Menurut Zakiah Daradjat terdapat perbedaan antara neurose dan

psychose yaitu orang yang kena neurose masih mengetahui dan merasakan

kesukarannya, sebaliknya yang kena psychose tidak. Di samping itu orang yang kena neurose kepribadiannya tidak jauh dari realitas, sedangkan orang yang kena psychose, kepribadiannya dari segala segi (tanggapan, perasaan atau emosi dan dorongan-dorongannya) sangat terganggu, tidak ada integritas dan ia hidup jauh dari alam kenyataan. Neurose merupakan gangguan kepribadian yang ringan sebagai akibat ketegangan psikis karena terjadi

11 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, h. 199.

konflik terus-menerus dalam pribadi orang yang bersangkutan. Contoh dari beberapa jenis gangguan jiwa (neurose) di antaranya sebagai berikut13 : 1) Neurasthenia

Penyakit Neurasthenia adalah penyakit yang membuat penderitanya merasa payah. Penderita tidak sanggup berfikir tentang sesuatu persoalan, sukar mengingat dan memusatkan perhatian. Ia juga apatis, acuh tak acuh terhadap persoalan luar karena ia merasa seolah-olah akan ambruk saja sewaktu-waktu, sangat sensitif terhadap cahaya dan suara sehingga detik jam bisa menyebabkan tidak bisa tidur. Sebab terpenting dari penyakit

Neurasthenia adalah ketidaktenangan jiwa, kegelisahan, tekanan,

pertentangan batin dan persaingan.

2) Hysteria

Seperti gangguan jiwa lainnya hysteria juga terjadi akibat ketidakmampuan seseorang menghadapi kesukaran-kesukaran, tekanan perasaan, kegelisahan, kecemasan dan pertentangan batin. Dalam menghadapi kesukaran itu orang tidak mampu menghadapinya dengan cara yang wajar, lalu melepaskan tanggung jawab dan lari secara tidak sadar kepada gejala-gejala hysteria yang tidak wajar.

13 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1985), h. 33-50.

3) Psychastenia

Gangguan jiwa yang bersifat paksaan, yang berarti kurangnya kemampuan jiwa untuk tetap dalam integrasi yang normal. Gangguan ini memiliki beberapa bentuk yaitu phobia, obsesi dan kompulsi.

4) Psychopath

Psychopath ialah apabila penderita mempunyai kepribadian menyimpang

sehingga selalu bertentangan dengan dunia luar dan dirinya sendiri. Dalam bahasa jawa penyakit semacam ini disebut gendeng. Macam Psychopath yang kini banyak terdapat dalam masyarakat ialah insania moralis. In yaitu tidak, sania yaitu sehat, moralis yaitu akhlaq, insania moralis adalah tidak sehat akhlaqnya. Penderita tidak dapat mengendalikan nafsunya dan penyakit ini dinamai sesuai nafsunya. Misalnya tidak dapat menahan nafsu untuk menyiksa atau membunuh disebut sadisme. Pada saat ini sadisme sedang merajalela di dalam masyarakat Indonesia. Perlu dicatat, meskipun penyakit jiwa tetapi para psychopat dapat dikenai hukuman.14

Sedangkan psychose adalah gangguan jiwa yang bersifat menyeluruh atau gangguan jiwa berat yang meliputi seluruh kepribadian penderita, sehingga kehilangan orientasi terhadap lingkungannya, bahkan penderita tidak dapat memahami tingkah lakunya sendiri (terjadi disorientasi pikiran, gangguan dalam emosionalitas, disorientasi waktu, ruang dan orang).15

14 Su’dan R.H, Al Qur’an dan Panduan Kesehatan Masyarakat, (Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), h. 93.

15 Henry Narendrany Hidayati dan Andi Yudiantoro, Psikologi Agama, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 168.

Adapun ciri-ciri dari psychose ini adalah:16

1. Delusi atau waham yaitu timbulnya suatu fantasi atau khayalan yang diyakini penderita sebagai kenyataan. Contoh: merasa dirinya diawasi, diejek atau dimusuhi.

2. Halusinasi: penderita seolah-olah mendengar, mencium atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Ia seakan-akan mendengar orang lain membicarakannya atau melihat sesuatu yang menakutkannya.

3. Tidak dapat berkomunikasi seperti biasanya, contoh: tidak mampu mengurus rumah tangga, bekerja dan bergaul dalam masyarakat.

4. Tidak menyadari bahwa dirinya menderita gangguan jiwa (lack of illness

insight).

Kemudian terdapat dua macam faktor penyebab penyakit jiwa (psychose), yaitu17:

Pertama, yang disebabkan pada kerusakan pada anggota tubuh

misalnya otak, saraf pusat atau hilangnya kemampuan berbagai kelenjar, saraf-saraf atau anggota fisik lainnya untuk menjalankan tugasnya. Hal ini mungkin disebabkan oleh keracunan akibat minuman keras, obat-obat perangsang atau narkotik atau karena penyakit kotor dan lain-lain.

Kedua, disebabkan oleh gangguan-gangguan jiwa yang telah

berlarut-larut sehingga mencapai puncaknya tanpa suatu penyelesaian yang wajar.

16 Syidat Zubair, Gangguan Jiwa (Mental Disorder), artikel diakses 19 Maret 2010, dari http://medicblueprint.blogspot.com/2009/06/gangguan-jiwa-mental-disorder.html.

Dapat pula disebabkan hilangnya keseimbangan mental secara menyeluruh akibat suasana lingkungan yang sangat menekan dan adanya ketegangan batin. Di antara penyakit jiwa yang terkenal salah satunya adalah schizophrenia.

Mengingat kasus yang diangkat penulis dalam penulisan skripsi ini adalah permohonan izin poligami yang dilakukan seseorang dengan alasan isteri mengalami sejenis penyakit gangguan jiwa yaitu schizophrenia, maka penjelasan mengenai penyakit ini sedikit lebih luas.

Skizofrenia (schizophrenia) merupakan gangguan psikosis atau psikotik yang ditandai terutama oleh distorsi-distorsi mengenai realitas, juga sering terlihat adanya perilaku menarik diri dari interaksi sosial, serta disorganisasi dan fragmentasi dalam hal persepsi, pikiran dan kognisi. Pada suatu saat, orang-orang dengan skizofrenia berpikir dan berkomunikasi dengan sangat jelas, memiliki pandangan yang tepat atas realitas, dan berfungsi secara baik dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat yang lain, pemikiran dan kata-kata mereka terbalik-balik, mereka kehilangan sentuhan dengan realita, dan mereka tidak mampu memelihara diri mereka sendiri, bahkan dalam banyak cara yang mendasar.18

Skizofrenia menyentuh setiap aspek kehidupan dari orang yang terkena. Episode akut dari skizofrenia ditandai dengan waham, halusinansi, pikiran yang tidak logis, pembicaraan yang tidak koheren, dan perilaku aneh. Di antara episode-episode akut, orang yang mengalami skizofrenia mungkin tetap tidak dapat berfikir secara jernih dan mungkin kehilangan respon

18 Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Psikologi Abnormal, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2005), h. 134.

emosional yang sesuai terhadap orang-orang dan peristiwa-peristiwa dalam hidupnya. Mereka mungkin berbicara dengan nada yang mendatar dan menunjukkan sedikit (jika ada) ekspresi.19

Schizophrenia adalah penyakit jiwa yang paling banyak terjadi

dibandingkan dengan penyakit jiwa lainnya. Skizofrenia juga merupakan gangguan mental yang cukup luas yang dialami di Indonesia, di mana sekitar 99% pasien di rumah sakit jiwa di Indonesia adalah penderita skizofrenia. Skizofrenia tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi individu penderitanya, tapi juga bagi orang-orang yang terdekat kepadanya. Biasanya keluargalah yang paling terkena dampak dari hadirnya skizofrenia di keluarga mereka.20

Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti apa sesungguhnya yang menimbulkan penyakit Schizophrenia itu. Ada yang berpendapat karena keturunan atau kerusakan kelenjar-kelenjar tertentu dari tubuh mulai menyerang setelah orang menghadapi satu peristiwa yang menekan, yang akibatnya muncul penyakit yang mungkin tersembunyi di dalam diri orang itu.21

Demikianlah antara lain gejala-gejala gangguan dan penyakit jiwa yang membuktikan betapa besar akibatnya bila terganggunya kesehatan mental seseorang, yang akan menghilangkan kebahagiaan dan ketenangan hidupnya.

19

Jeffrey S. Nevid, dkk, Psikologi Abnormal, judul asli: Abnormal Psychology in a

Changing World, Alih bahasa: Tim Fakultas Psikologi UI, (Jakarta: Erlangga, 2005), jilid 2, h. 103

20 Iman Setiadi Arif, Skizofrenia: Memahami Dinamika Keluarga Pasien, (Bandung: PT. Rafika Aditama, 2006), cet-1, h. 4.

Dokumen terkait