• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Provinsi Aceh yang terletak di ujung Barat Pulau Sumatera, antara 2o00’00” LU – 6o04’30” LU dan 94o58’34” BT – 98o15’03” BT. Wilayah pesisirnya mempunyai panjang garis pantai 1.660 km. Berdasarkan letak geografis perairan Aceh dibagi manjadi dua, perairan pantai Barat Aceh dan perairan pantai Timur Aceh. D iapit oleh Samudera Hindia dan Selat Malaka. Potensi perikanan laut di daerah i ni cukup potensial.

Potensi sumberdaya ikan pelagis besar 386.26x103 ton/tahun di WPP Samudera Hindia dan pelagis kecil 526.57x103 ton/tahun. Luas laut teritorial

320.071 km2 dan wilayah laut ZEEI seluas 534.520 km2. Potensi sumberdaya ikan yang terkandung di zona teritorial dan ZEEI Selat Malaka sebesar 276.03x103 ton/tahun dan Samudera Hindia sebesar 1076.89x103 ton/tahun (BKPMA 2011).

Perairan laut Kabupaten Simeulue yang merupakan WPP-RI 572 Samudera Hindia dan berada di pantai Barat Daya Aceh memilik potensi perikanan laut yang potensial. Sumberdaya perikanan yang terkandung didalamnya telah dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas ekonomi masyarakat antara lain kegiatan penangkapan ikan, pembudidaya ikan, pariwisata dan transportasi. Perikanan tangkap merupakan kegiatan ekonomi yang melibatkan sebagain besar nelayan skala kecil di wilayah pesisir Kabupaten kepulauan ini.

Nelayan di wilayah pesisir memiliki ketergantungan yang sangat tinggi pada sumberdaya perikanan sebagai sumber mata pencaharian. Dominasi nelayan kecil di wilayah pesisir Kabupaten Simeulue mempengaruhi perkembangan teknologi penangkapan ikan. Teknologi penangkapan adalah semua aspek yang berhubungan dengan peralatan, operasional, metode, faktor biologi dan lingkungan untuk memperoleh ikan hasil tangkapan (Baskoro, 2006). Beragamnya jenis alat tangkap, mengalami kesulitan dalam menilai alat penangkapan yang produktif dan efisien digunakan. Beragamnya jenis alat tangkap yang digunakan, menyebabkan praktek penggunaan alat tangkap destruktif dan tidak ramah lingkungan dalam melakukan

36

eksploitasi sumberdaya ikan masih terjadi di Kabupaten Simeulue. Fakta ini memunculkan permasalahan, apakah unit usaha perikanan tangkap saat ini sudah dioperasikan dengan kelayakan secara biologi, teknis, ekonomi dan sosial budaya. Padahal seharusnya penggunaan teknologi alat penangkapan ikan itu sendiri harus sesuai kaedah-kaedah pengelolaan perikanan berkelanjutan.

Penggunaan teknologi penangkapan ikan dalam pengelolaan perikanan dilakukan dengan prinsip kehati-hatian agar sumberdaya dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan. Menurut pendapat Widodo et al. (2006), jika pengelolan perikanan tidak terukur menyebabkan lokasi penangkapan menjadi lebih jauh, waktu melaut menjadi lebih lama, ukuran mata jaring menjadi lebih kecil, ukuran ikan target semakin kecil, produktivitas (CPUE) mengalami penurunan dan biaya penangkapan semakin tinggi. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Laapo (2005), menyatakan bahwa penurunan produksi ikan menyebabkan rendahnya pendapatan nelayan dalam jangka panjang sehingga berdampak pada penurunan kontribusi sektor perikanan tangkap terhadap pendapatan asli daerah (PAD), kesempatan kerja dan penyediaan protein hewani. Sudah selayaknya pengelolaan perikanan mempertimbangkan aspek produksi dan potensi perikanan yang dibatasi oleh faktor biologi, ekologi dan lingkungan, teknologi, sosial, kultural dan ekonomi (Widodo

et al. 2006).

Melihat permasalahan ini, sebaiknya solusi untuk mengantisipasi permasalahan tersebut yaitu diperlukan suatu analisis pemilihan teknologi penangkapan ikan tepat guna. Menurut Haluan dan Nurani (1988), pemilihan teknologi penangkapan dapat dilakukan melalui analisis aspek bio-technico-socio-

ekonomic-approach. Dengan diketahuinya teknologi penangkapan ikan yang

efisien diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup nelayan, menjaga keberlanjutan sumberdaya, dan dapat meningkatkan tarap hidup manusia sebagai pengguna teknologi.

Tujuan penelitian ini memilih jenis teknologi penangkapan ikan yang layak diprioritaskan untuk dikembangkan di perairan laut Kabupaten Simeulue dengan mempertimbangkan aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi.

Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan antara bulan Oktober 2013 sampai dengan Januari 2014. Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Simeulue Provinsi Aceh. Penentuan lokasi berdasarkan pertimbangan wilayah pesisir, kepulauan, keragaan alat penangkapan ikan.

Penentuan Sampel

Obyek penelitian ini adalah nelayan pemilik sekaligus pelaku usaha perikanan tangkap. Penentuan jumlah nelayan sebagai sampel disesuaikan dengan heterogenitas nelayan dan usaha yang tekuninya. Penarikan sampel dilakukan secara porposive sampling. Jumlah sampel nelayan dalam penelitian ini adalah 29 narasumber dengan jumlah sampel setiap unit penangkapan yakni bagan perahu 10 nelayan, pukat pantai 8 nelayan, rawai 5 nelayan, dan alat pengumpul 6 nelayan.

37

Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei dan observasi lapangan. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari narasumber melalui wawancara nelayan yang terdiri atas data kegiatan usaha perikanan, sosial ekonomi, upaya pemanfaatan, hasil tangkapan dan input produksi. Data sekunder diperoleh melalui instansi-instansi terkait dan bahan-bahan pustaka yang berhubungan dengan penelitian.

Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini adalah metode skoring (multi

criteria analysis). Tujuan analisis ini menetapkan prioritas unit penangkapan ikan.

Hasil analisis digunakan sebagai data pendukung dalam penyusunan alternatif strategi kebijakan pengelolaan perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Simeulue.

Pendekatan yang digunakan dalam multi criteria analysis yaitu aspek biologi, teknis, sosial, dan ekonomi. Kriteria yang digunakan dalam analisis ini dimodifikasi dari Haluan dan Nurani (1988) dan Monintja (1987). Penilaian didasarkan pada kondisi yang ada di lapangan. Sehingga diharapkan dapat mewakili gambaran teknologi penangkapan ikan tepat guna yang digunakan oleh nelayan skala kecil di Kabupaten Simeulue.

Skoring diberikan dengan nilai terendah sampai tertinggi. Untuk nilai tertinggi diberikan urutan prioritas satu begitupun selanjutnya. Penilaian semua kriteria atau aspek digunakan nilai tukar. Sehingga semua nilai mempunyai standar yang sama. Jenis alat tangkap yang memperoleh nilai tertinggi berarti lebih baik daripada yang lainnya, demikian juga sebaliknya. Standarisasi dengan fungsi nilai dapat dilakukan dengan menggunakan rumus dari Mangkusubroto dan Trisnadi (1985) sebagai berikut: � X = XiXa --XoXo……….………. 1 � � = ∑Vi (Xi) n i=a ………(2) V(X) fungsi nilai dari variabel X, Xi nilai variabel X yang ke – i, Xo nilai terendah pada kriteria X, Xanilai tertinggi pada kriteria X, V(A) fungsi nilai dari alternatif A, V1(Xi) fungsi nilai dari alternatif pada kriteria ke-i dan i = a, b, c, d...n (jenis unit penangkapan ikan).

Hasil

Pemilihan teknologi penangkapan ikan adalah menentukan urutan prioritas alat tangkap terbaik untuk dikembangkan dalam usaha perikanan tangkap. Penentuan teknologi penangkapan ikan unggulan di perairan laut Kabupaten Simeulue dilakukan terhadap empat alat tangkap utama. Alat tangkap tersebut yaitu

38

bagan perahu, pukat pantai, rawai dan alat pengumpul. Keempat alat tangkap dianalisis berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, dan ekonomi.

Analisis Aspek Biologi

Penilaian aspek biologi adalah analisis jenis alat tangkap yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan, mengganggu atau tidak terhadap kondisi biologis sumberdaya ikan. Aspek biologi unit penangkapan yang dianalisis yaitu komposisi hasil tangkapan, ukuran ikan hasil tangkapan dan lama waktu musim penangkapan.

Kriteria setiap alat tangkap diberikan urutan prioritas. Urutan prioritas pada masing-masing kriteria tersebut mempunyai nilai yang berbeda setiap alat penangkapan ikan. Pemberian nilai terhadap unit penangkapan ikan dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Skoring dan standarisasi fungsi nilai aspek biologi unit penangkapan ikan di Kabupaten Simeulue Unit penangkapan Kriteria penilaian V(A)1 UP X1 V1 (X1) X2 V2 (X2) X3 V3 (X3) Bagan perahu 65 0,44 21 0,37 6 0,33 1,14 3 Pukat pantai 40 0,00 10 0,00 5 0,00 0,00 4 Rawai 70 0,53 40 1,00 8 1,00 2,53 1 Alat pengumpul 97 1,00 22,5 0,42 6 0,33 1,75 2 Keterangan:

X1 = Komposisi target spesies (%) X2 = Ukuran hasil tangkapan utama (cm)

X3 = Lama waktu musim penangkapan ikan (bulan) V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari Vi(Xi) UP = Urutan prioritas

Hasil analisis (Tabel 4.1), menunjukkan urutan prioritas unit penangkapan yang memiliki nilai terbaik berdasarkan penilaian aspek biologi adalah alat penangkapan rawai. Diikuti alat tangkap bagan perahu, pukat pantai dan alat pengumpul.

Analisis Aspek Teknis

Analisis aspek teknis adalah aspek yang berhubungan dengan efektifitas pengoperasian setiap alat penangkapan ikan. Kriteria penilaian yang digunakan dalam aspek teknis adalah lama trip penangkapan, daya jangkau operasi dan nilai produktivitas alat tangkap. Data yang digunakan berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan. Hasil analisis aspek teknis disajikan pada Tabel 4.2.

39

Tabel 4.2 Skoring dan standarisasi fungsi aspek teknis unit penangkapan ikan di Kabupaten Simeulue Unit penangkapan Kriteria penilaian V(A)2 UP X1 V1 (X1) X2 V2 (X2) X3 V3 (X3) Bagan perahu 1 0,00 7 0,67 603,3 1,00 1,67 2 Pukat pantai 1 0,00 1 0,00 414,7 0,64 0,64 4 Rawai 3 0,40 10 1,00 301,4 0,42 1,82 1 Alat pengumpul 6 1,00 3 0,22 81,8 0,00 1,22 3 Keterangan:

X1 = Lama trip penangkapan (hari) X2 = Daya jangkau operasi (mil) X3 = Nilai produktivitas (kg/trip)

V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari Vi (Xi) UP = Urutan prioritas

Berdasarkan Tabel 4.2, penilaian keunggulan berdasarkan aspek teknis, menempatkan unit penangkapan rawai pada prioritas pertama dari seluruh kriteria. Urutan kedua adalah bagan perahu, diikuti oleh alat pengumpul dan pukat pantai.

Analisis Aspek Sosial

Aspek sosial meliputi penilaian terhadap penyerapan tenaga kerja tiap alat penangkapan, pendapatan nelayan per bulan dan tingkat penguasaan teknologi (Tabel 4.3). Semua data berdasarkan wawancara langsung dengan nelayan.

Kriteria penyerapan tenaga kerja dilihat dari jumlah tenaga kerja yang ikut dalam pengoperasian untuk setiap unit alat tangkap. Nilai pada kriteria pendapatan nelayan per bulan dan pengusaan teknologi diperoleh dari hasil wawancara.

Tabel 4.3 Skoring dan standarisasi fungsi nilai aspek sosial unit penangkapan ikan di Kabupaten Simeulue Unit penangkapan Kriteria penilaian V(A)3 UP X1 V1 (X1) X2 V2 (X2) X3 V3 (X3) Bagan perahu 7 0,30 2800000 1,00 2 0,33 1,63 2 Pukat pantai 14 1,00 925000 0,00 4 1,00 2,00 1 Rawai 4 0,00 1600000 0,36 3 0,67 1,03 3 Alat pengumpul 4 0,00 2250000 0,71 1 0,00 0,71 4 Keterangan:

X1 = Jumlah tenaga kerja (orang)

X2 = Pendapatan nelayan per bulan (Rp)

X3 = Tingkat penguasaan teknologi (4) mudah; (3) sedang; (2) sedikit; (1) sukar V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari Vi(Xi)

UP = Urutan prioritas

Penilaian keunggulan unit penangkapan ikan berdasarkan aspek sosial menempatkan pukat pantai pada urutan prioritas pertama sedangkan bagan perahu pada prioritas kedua, rawai menempati prioritas ketiga dan alat pengumpul pada

40

urutan keempat. Penilaian terhadap aspek sosial secara keseluruhan setelah dilakukan standarisasi didapatkan pukat pantai lebih baik daripada bagan perahu, rawai dan alat pengumpul.

Analisis Aspek Ekonomi

Analisis aspek ekonomi meliputi penilaian terhadap penerimaan bersih per bulan, nilai investasi dan biaya operasional per trip. Berikut ini pada Tabel 4.4 dapat dilihat penentuan urutan prioritas terhadap aspek ekonomi berdasarkan kriteria efisiensi usaha.

Tabel 4.4 Skoring dan standarisasi fungsi nilai aspek ekonomi unit penangkapan ikan di Kabupaten Simeulue

Unit penangkapan Kriteria penilaian V(A)4 UP X1 V1 (X1) X2 V2 (X2) X3 V3 (X3) Bagan perahu 25.000.000 1,00 399.500.000 1,00 1.135.000 0,37 2,37 1 Pukat pantai 3.118.750 0,00 61.000.000 0,00 200.000 0,00 0,00 4 Rawai 9.708.140 0,30 98.000.000 0,12 2.750.000 1,00 1,42 2 Alat pengumpul 11.363.000 0,38 98.825.000 0,09 1.971.000 0,69 1,17 3 Keterangan: X1 = Tingkat keuntungan (Rp) X2 = Nilai investasi (Rp)

X3 = Biaya operasional per trip (Rp)

V (A) = Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari Vi (Xi)

UP = Urutan prioritas

Penilaian keunggulan unit penangkapan ikan berdasarkan aspek ekonomi menempatkan bagan perahu pada urutan prioritas pertama sedangkan rawai pada prioritas kedua, alat pengumpul pada prioritas ketiga dan pukat pantai menempati prioritas keempat. Penilaian terhadap aspek ekonomi secara keseluruhan setelah dilakukan standarisasi didapatkan bagan perahu lebih baik dari rawai, alat pengumpul dan pukat pantai.

Analisis Aspek Biologi, Teknis, Sosial dan Ekonomi

Pemilihan unit penangkapan dimaksudkan untuk mendapatkan jenis alat tangkap yang terbaik. Prioritas terbaik berdasarkan penilaian dari aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi. Sehingga alat tangkap yang memiliki nilai terbaik merupakan alat tangkap yang efisien dan layak dikembangkan. Empat jenis alat tangkap yaitu bagan perahu, pukat pantai, rawai dan alat pengumpul yang dipilih dalam analisis dengan metode skoring ini. Keempat alat penangkapan tersebut merupakan alat tangkap utama di perairan laut Kabupaten Simeulue. Hasil penilaian gabungan analisis pemilihan teknologi penangkapan ikan yang menjadi proritas terbaik sebagaimana disajikan pada Tabel 4.5.

41

Tabel 4.5 Penilaian gabungan pemilihan teknologi penangkapan ikan tepat guna di Kabupaten Simeulue

Unit penangkapan

Kriteria penilaian V(A)

Total UP

V (A)1 V (A)2 V (A)3 V (A)4

Bagan perahu 1,14 1,67 1,63 2,37 6,81 1

Pukat pantai 0,00 0,64 2,00 0,00 2,64 4

Rawai 2,53 1,82 1,03 1,42 6,80 2

Alat pengumpul 1,75 1,22 0,71 1,17 4,84 3

Keterangan :

V(A)1 = Aspek biologi

V(A)2 = Aspek teknis

V(A)3 = Aspek sosial

V(A)4 = Aspek ekonomi

V(A) total = Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari V(Xi) UP = Urutan Prioritas

Berdasarkan hasil analisis total standarisasi terhadap aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi unit penangkapan di Kabupaten Simeulue maka yang menjadi prioritas pengembangan adalah alat tangkap bagan perahu pada urutan pertama. Urutan kedua adalah rawai, diikuti oleh pukat pantai dan alat pengumpul lainnya.

Pembahasan

Pengembangan alat penangkapan berkelanjutan adalah salah satu alternatif strategi pengelolaan perikanan tangkap. Terdapat empat alat penangkapan ikan utama yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Simeulue saat ini. Keempat alat penangkap tersebut adalah bagan perahu, pukat pantai, rawai dan alat pengumpul. Alat tangkap ini dianalisis berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi. Hasil analisis menempatkan berturut-turut prioritas tertinggi sampai terendah yaitu bagan perahu, rawai, pukat pantai dan alat pengumpul.

Berdasarkan penilaian aspek biologi, rawai menempati urutan pertama. Diikuti oleh bagan perahu, pukat pantai dan alat pengumpul. Alat tangkap rawai merupakan urutan tertinggi dari aspek biologi dibanding alat tangkap lainnya. Karena rawai sangat selektif di tinjau dari cara pengoperasiannya. Dilihat dari komposisi dan ukuran ikan hasil tangkapan yang didapatkan oleh rawai rata-rata sudah layak tangkap. Hal ini disebabkan ukuran mata pancing yang digunakan dalam penangkapan sangat menentukan ukuran ikan yang tertangkap. Hasil pengamatan umumnya ukuran mata pancing rawai yang digunakan nelayan nomor 5 dan nomor 6. Ukuran mata pancing tersebut dapat dikatakan mendekati seragam. Karena ukuran yang digunakan tidak jauh berbeda. Penggunaan mata pancing yang seragam memungkinkan ukuran ikan yang tertangkap relatif seragam. Lebih lanjut pengoperasian rawai tidak memilik dampak signifikan terhadap habitat dan keanekaragaman hayati.

Hasil analisis aspek teknis alat tangkap menunjukkan bagan perahu adalah urutan pertama diikuti oleh rawai, alat pengumpul dan pukat pantai. Berdasarkan

42

kriteria yang digunakan maka bagan perahu adalah alat tangkap yang paling produktif untuk penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Simeulue. Dibuktikan dari hasil analisis terhadap produktivitas. Bagan perahu menempati nilai produktivitas tertinggi sebesar 604,4 kg/trip, lebih tinggi dari alat tangkap lainnya. Selain produktivitas, pengoperasian bagan perahu menggunakan lampu akan lebih muda ikan-ikan jenis pelagis terkumpul kedalam jaring. Karena pengoperasian bagan perahu sendiri lebih memanfaatkan tingkah laku ikan yang tertarik akan cahaya. Hal tersebut sesuai pendapat Ayodhyoa (1981), yang menyatakan cahaya merangsang dan menarik ikan untuk berkumpul pada sumber cahaya atau karena rangsangan cahaya (stimulus) sehingga ikan akan memberikan responnya untuk mendekati sumber cahaya. Selanjutnya dilihat dari kriteria daya jangkau operasi, jarak pengoperasian bagan perahu berkisar 7-8 mil laut dari garis pantai. Hal ini memberi gambaran daerah penangkapan bagan perahu tidak terbatas. Peta sebaran daerah penangkapan ikan nelayan skala kecil di Kabupaten Simeulue di sajikan pada Lampiran 3.

Hasil penelitian terhadap aspek sosial menunjukkan pukat pantai adalah alat tangkap terbaik pada urutan pertama. Selanjutnya bagan perahu sebagai urutan kedua, diikuti oleh rawai dan alat pengumpul. Pukat pantai memiliki keunggulan penyerapan tenaga kerja yang lebih banyak dari ketiga alat tangkap lainnya. Hasil pengamatan terdapat 14 orang tenaga kerja pada saat pengoperasian alat tangkap tersebut.

Keunggulan berdasarkan aspek ekonomi menunjukkan bagan perahu adalah urutan prioritas pertama, diikuti berturut-turut oleh rawai, alat pengumpul dan pukat pantai. Kriteria pada aspek ekonomi yang dipertimbangkan adalah kelayakan usaha secara finansial yaitu tingkat keuntungan usaha. Hasil pengamatan, disebabkan adanya sistem kerja antara nelayan dengan pengusaha/pemilik unit penangkapan. Sehingga si pemilik memasarkan hasil tangkapan tidak hanya pasar lokal melainkan pasar di luar Kabupaten Simeulue.

Hasil analisa gabungan matrik indeks kinerja terhadap aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi, menghasilkan bagan perahu menempati urutan prioritas pertama. Diikuti oleh rawai, pukat pantai dan alat pengumpul. Dari aspek biologi kriteria produktivitas (CPUE), bagan perahu lebih unggul dibandingkan dengan alat penangkapan lainnya. Selanjutnya dari aspek teknis, bagan perahu memiliki daya jangkau operasi yang lebih jauh, sehingga daerah penangkapan bagan perahu tidak terbatas. Kemapuan bagan perahu lebih besar untuk menangkap ikan pelagis dibandingkan dengan alat tangkap lain. Walaupun bagan perahu menangkap ikan pelagis kecil dengan nilai jual yang relatif rendah dibandingkan dengan pelagis besar. Namun, produksinya yang tinggi menghasilkan pendapatan dari penjualan hasil tangkapan juga lebih besar.

Melihat potensi sumberdaya di laut lepas (di luar wilayah pengelolaan kabupaten) sampai saat ini belum di manfaatkan secara optimal. Potensi tersebut memberi peluang yang cukup besar dalam pengembangkan unit penangkapan bagan perahu di Kabupaten Simeulue. Karena potensi perikanan di laut lepas masih tinggi dan daerah penangkapan yang potensial untuk bagan perahu cukup tersedia.

43

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap empat alat penangkapan ikan pada lokasi penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Unit-unit usaha perikanan tangkap yang layak dikembangkan berdasarkan pertimbangan aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi yakni usaha bagan perahu sebagai skala prioritas pertama, lalu berturut-turut rawai, pukat pantai dan alat pengumpul; dan

2. Pemerintah perlu mempertimbangkan pengembangan usaha perikanan bagan perahu di luar jalur penangkapan I sampai dengan 12 (dua belas) mil laut.

5

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP

Dokumen terkait