Tepung terigu merupakan bahan dasar aneka produk makanan yang berasal dari biji gandum. Kata terigu dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Portugis, yaitu trigo yang berarti gandum. Selain banyak mengandung protein, tepung terigu juga mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air (Emil, 2011).
Tepung terigu merupakan tepung yang dihasilkan dari hasil penggilingan biji gandum. Keistimewaan tepung terigu jika dibandingkan dengan serealia lainnya adalah kemampuannya membentuk gluten pada adonan sehingga tidak mudah hancur pada proses pemasakan. Gluten merupaka protein tidak larut dalam air yang terdapat pada tepung terigu (Muchtadi et al., 2013).
Jenis tepung terigu dibedakan atas kandungan protein yang dimiliki oleh tepung terigu dan kandungan protein pada terigu menentukan gluten. Kualitas protein serta gluten menentukan kualitas jenis gandum. Protein sangat terkait dengan gluten, dimana gluten sendiri adalah suatu zat yang ada pada tepung terigu. Zat ini bersifat elastis dan kenyal. Semakin tinggi kadar proteinnya, semakin banyak gluten yang ada pada tepung tersebut, demikian pula sebaliknya.
Semakin tinggi kualitas proteinnya, semakin bagus kualitas glutennya.
Menurut Emil, (2011) berdasarkan kadar proteinnya, terigu diklasifikasikan sebagai berikut.
1. Tepung terigu berprotein tinggi (bread flour), memiliki kadar protein tinggi 11%-13%, sangat baik sebagai bahan pembuat roti, mi, pasta, donat, dan roti yang membutuhkan kekenyalan tinggi.
2. Tepung terigu berprotein sedang atau serbaguna (all purpose flour), memiliki kadar protein sedang, 8%-10%, cocok sebagai bahan pembuat cake.
3. Tepung terigu berprotein rendah (pastry flour), memiliki kadar protein sekitar 6%-8%, sesuai untuk membuat kue renyah, seperti biskuit, kulit gorengan, atau keripik dan lain-lain.
Selain dipengaruhi oleh kadar protein, kualitas terigu juga dipengaruhi oleh kadar air (moisture) yang terkandung dalam tepung terigu. Kadar air memiliki
15 pengaruh sangat besar terhadap kualitas tepung. Bila kadar air pada tepung terigu tinggi maka tepung akan mudah rusak, yang disebabkan oleh pertumbuhan jamur, serta berbau apek. Bila kadar air tinggi maka kualitas tepung terigu rendah dan harga jual pun rendah (Emil, 2011).
Kualitas terigu juga dipengaruhi oleh kadar abu yang ada pada tepung terigu. Kadar abu ini sangat mempengaruhi produk akhir. Kadar abu (ash content) yang tinggi dapat memutuskan serat gluten. Kadar abu yang tinggi dapat menunjukkan tepung terigu memiliki kualitas yang rendah. Beberapa jenis produk sangat memperhatikan jumlah kandungan abu karena mempengaruhi warna tepung, tetapi ada beberapa jenis produk yang tidak terlalu memperhatikan kadar abunya (Emil, 2011).
Kualitas tepung terigu juga dipengaruhi oleh water absorption, yaitu kemampuan tepung terigu menyerap sejumlah air secara maksimal dalam adonan.
Kemampuan daya serap air berkurang bila kadar proteinnya rendah. Semakin tinggi proteinnya, daya serap air semakin besar, semakin rendah kadar proteinnya, daya serap air semakin rendah (Emil, 2011).
Menurut Emil, 2011 komposisi kimiawi tepung terigu terdiri dari kadar air sebanyak 12%, kadar protein sebanyak 8-13%, kadar abu sebanyak 1,3%, kadar pati sebanyak 60-68%, kadar serat sebanyak 2-2,5%, dan kadar lemak sebanyak 1,5-2%. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3751-2000), syarat mutu tepung terigu sebagai bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Spesifikasi Persyaratan Tepung Terigu
16 2.4. Flakes
Flakes adalah salah satu sereal yang dapat dikategorikan sebagai ready-to-eat product, dimana produk ini dapat dimakan secara langsung tanpa diseduh maupun dicampur dengan bahan lain (Syamsir, 2008). Flakes pada umumnya terbuat dari bahan baku berupa jagung, oat, maupun serealia lainnya.
Serpihan (flakes) pada umumnya dibuat dari bahan tepung biji-bijian atau sereal diolah menjadi bentuk serpihan, setrip (shredded), ekstrukdat (extruded), dan siap santap (saji) untuk sarapan pagi (cereal breakfast). Flakes merupakan salah satu bentuk dari produk sereal dalam bentuk serpihan. Flakes merupakan produk pangan yang menggunakan bahan pangan serealia seperti beras, gandum, atau jagung dan umbi-umbian seperti kentang, ubi kayu, ubi jalar, dan lain-lain (Marsetio, 2006).
Flakes merupakan bentuk pertama dari produk sereal siap santap. Secara tradisional, pembuatan produk flake dilakukan dengan mengukus biji serealia yang sudah dihancurkan (kurang lebih sepertiga dari ukuran awal biji) pada kondisi bertekanan selama dua jam atau lebih lalu dipipihkan di antara dua rol baja. Setelah itu dikeringkan dan dipanggang pada suhu tinggi (Tribelhorn, 1991).
Proses pembuatan flakes juga dapat dilakukan dengan menggunakan dua buah roller drum dryer dengan jarak 0,25 mm dan 3 mm yang disertai dengan pisau untuk mengikis lapisan tipis atau serpihan (flakes) (Lawesss, 1990).
Flakes dibuat dengan menggunakan flaking roll hingga membentuk lapisan tipis atau serpihan dengan kadar air 3% dan total padatan 97%. Prinsip dasar pembuatan flakes adalah pengeringan pati yang telah mengalami gelatinisasi. Pati yang telah keringmemiliki kemampuan untuk menyerap air dalam jumlah yang cukup besar. Setelah air diserap oleh pati, maka bahan tersebut dapat langsung dikonsumsi (Guy, 2001)
Menurut Tribelhorn (1991), produk sarapan sereal dapat dikelompokkan berdasarkan sifat fisik alami dari produk. Sereal sarapan yang ada di pasaran dikategorikan menjadi lima jenis, yaitu:
1. Sereal tradisional yang memerlukan pemasakan, adalah sereal yang dijual di pasaran dalam bentuk bahan mentah yang telah diproses. Biasanya dalam bentuk sereal yang biasa dikonsumsi panas.
17 2. Sereal panas instan tradisional, yaitu sereal yang dijual dalam bentuk biji-bijian atau serbuk yang telah dimasak dan hanya memerlukan air mendidih dalam persiapannya.
3. Sereal siap santap, yaitu produk yang telah diolah dan direkayasa menurut jenis atau bentuk diantaranya flaked, puffed, dan shredded.
4. Ready-to-eat cereal mixes, yaitu produk sereal yang telah diolah bersama biji-bijian atau kacang-kacangan, serta buah kering.
5. Bermacam produk sereal sarapan yang tidak dapat dikategorikan dengan keempat jenis di atas karena proses khusus dan atau kegunaan akhirnya.
Contoh dari jenis ini adalah cereal nuggets dan makanan bayi.
Ciri khas dari produk breakfast adalah kadar air rendah dan tekstur renyah.
Berdasarkan teknik pengolahannya, breakfast cereal dijumpai dalam bentuk serpihan (flake), hancuran atau parutan (shredded), mengembang (puffed), panggangan (baked) dan extrudat (extruded). Proses pemasakan merupakan tahapan proses yang harus dilakukan dalam proses pembuatan breakfast cereal.
Proses pemasakan membentuk sifat fisik yang diperlukan untuk membentuk tekstur produk yang diinginkan (Syamsir, 2008).
Flakes termasuk pangan ekstruksi. Ekstruksi bahan pangan adalah proses dimana bahan tersebut dipaksa mengalir di bawah satu atau lebih kondisi seperti pencampuran (mixing), pemanasan dan pemotongan (shear) melalui suatu cetakan (die) yang dirancang untuk membentuk suatu hasil ekstruksi yang bervariasi.
Pemasakan dengan ekstruksi dipakai untuk menggantikan metode konvensional.
Sereal siap santap (corn flake/breakfast cereal) secara tradisional menggunakan biji jagung dalam jumlah besar dimana ukuran biji menentukan ukuran flakes yang dihasilkan. Biji jagung dimasak bertekanan selama 3 jam, dikeringkan hingga kadar air 21%, didiamkan selama 2 jam untuk meyakinkan terjadinya distribusi air yang seragam, dipipihkan, dipanggang dan disemprot dengan larutan vitamin. Total waktu proses mencapai 5 jam (Muchtadi, 2008).
Secara umum pembuatan flakes sangat sederhana. Bahan baku akan mengalami proses-proses sebagai berikut:
1. Pati tergelatinasi dan tidak tertutup kemungkinan terjadi hidrolisa;
18 2. Partikel akan mengalami reaksi pencoklatan yang disebabkan oleh interaksi
antara protein dan gula;
3. Proses enzimatik akan berhenti yang mengakibatkan hasil akhir yang stabil;
4. Karamelisasi dari gula yang muncul sebagai efek dari tingginya suhu oven pemanggang;
5. Lempengan akan menjadi lebih renyah karena kandungan air dalam bahan semakin rendah (Matz, 2005). Mutu kualitas flakes sebagai sereal dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Syarat Mutu Flakes (SNI 01-4270-1996)
Kriteria Uji Satuan Spesifikasi
(Sakarin dan Siklamat) - Tidak Boleh Ada
- Pewarna - Sesuai SNI 01-0222-1995
19 2.5. Bahan Tambahan Pembuatan Flakes
2.5.1. Garam
Garam adalah benda padat berwarna putih berbentuk kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Chlorida (>80%) serta senyawa lainnya, seperti Magnesium Chlorida, Magnesium Sulfat, dan Calsium Chlorida. Sumber garam yang didapat di alam berasal dari air laut, air danau asin, deposit dalam tanah, tambang garam, sumber air dalam tanah (Burhanuddin, 2001). Komponen-komponen tersebut mempunyai peranan penting bagi tubuh manusia, sehingga diperlukan konsumsi garam dengan ukuran yang tepat untuk menunjang kesehatan manuasia. Konsumsi garam per orang per hari diperkirakan sekitar 5 -15 g atau 3 kg per tahun per orang (Winarno, 1995).
Fungsi garam dalam pembuatan flakes adalah penambah rasa gurih, pembangkit rasa bahan-bahan lainnya. Syarat garam yang baik untuk digunakan dalam bahan pangan adalah harus larut dalam air, bebas dari gumpalan-gumpalan dan bebas dari rasa pahit (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
2.5.2. Gula Pasir
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Fungsi gula pasir dalam pembuatan flakes adalah sebagai penambah rasa manis.gula pasir terbuat dari tebu yang mengalami proses kristalisasi. Warnanya ada yang putih dan kecokelatan (raw sugar) (Dewi, 2012).
Penambahan gula pada bahan makanan berfungsi untuk memperbaiki cita rasa sekaligus sebagai bahan pengawet alami dengan tujuan menghambat bakteri.
Gula dalam industri pangan biasanya menggunakan sukrosa, yaitu gula yang diperoleh bit atau gula tebu (Hidayat, 2005).
Menurut (Sugiyono, 2002) gula termasuk ke dalam golongan senyawa yang disebut karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama yang terdiri dari tiga golongan, yaitu monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Monosakarida adalah contoh gula sederhana yang merupakan turunan disakarida. Apabila sukrosa dihidrolisis akan menghasilakan dua molekul gula sederhana satu molekul glukosa dan satu molekul fruktosa. Gula dalam bentuk glukosa, fruktosa, sukrosa, maltosa dan laktosa adalah suatu bahan
20 yang umum digunakan sebagai pemanis. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, dan aren. Meskipun demikian terdapat sumber gula minor lainnya seperti kelapa. Proses untuk menghasilkan gula mencakup tahap ekstraksi diikuti dengan permurnian melalui destilasi (penyulingan). Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel. Gula terbagi atas 3 jenis yaitu;
gula merah, gula bit dan gula tebu atau biasa juga disebut gula pasir (Ayodya, 2009).
2.5.3. Air
Air merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan flakes karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa flakes tersebut. penggunaan air dalam pengolahan harus memenuhi persyaratan air yang baik, sama halnya dengan persyaratan air untuk diminum, yaitu tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, dan mempunyai pH netral (Sutrisno, 2002).
Suprapti (2005) menjelaskan bahwa air yang dipergunakan dalam proses pengolahan makanan serta minuman, baik yang digunakan secara langsung (ditambahkan ke dalam produk), maupun tidak langsung (digunakan dalam proses pencucian dan perendaman), harus memenuhi persyaratan sebagai air minum.
Persyaratan air sebagai air minum antara lain:
a. Tidak berasa, tidak berwarna, dan tidak berbau b. Bersih dan jernih
c. Tidak mengandung logam atau bahan kimia berbahaya d. Derajat kesadahan nol
21