• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.10 Terapi Kasus Laminitis

Terapi terhadap kasus laminitis dapat dilakukan dengan tahapan terapi secara causalis, symptomatic, dan supportive. Terapi secara causalis diberikan sesuai dengan penyebab dan perdisposisi terjadinya laminitis. Kuda yang menderita laminitis akibat resistensi insulin dan Cushing’s Syndrome (Equine Metabolic Syndrome) dapat diberikan terapi berupa makanan rendah glukosa seperti rice brain, karena pakan dengan kadar glukosa tinggi seperti biji-bijian dan molasses mengakibatkan resistensi insulin yang menyerang kuda di kemudian hari (Ross & Williams 2005).

Laminitis akibat kelebihan asupan karbohidrat dapat ditangani dengan mengatur pola pakan melalui diet dan mengganti pakan secara bertahap yaitu mengurangi konsumsi karbohidrat yang kemudian diganti dengan protein. Kandungan nutrisi pada kuda yang melakukan diet harus diperhatikan, biasanya pada kuda yang diet, kandungan lemak, protein, dan karbohidrat tidak lebih dari 5%, 7-12%, dan 20% (Frape 2010). Terapi lain yang dapat diberikan pada kuda yang menderita laminitis karena kelebihan asupan karbohidrat berupa pemberian antibiotik seperti Virginiamycin®. Dosis yang dapat diberikan sebanyak 5 g/kgBB selama 4 hari sebelum pemberian pakan yang mengandung karbohidrat tinggi untuk mencegah produksi asam D-laktat yang berasal dari bakteri di dalam usus. Kasus laminitis akibat overload grain dapat diberikan mineral oil atau

activated charcoal(Pollitt 2008).

Terapi terhadap kasus laminitis dengan memberikan antibiotik, dalam penggunaannya harus diperhatikan keamanan dan kontraindikasi terhadap spesies tertentu. Antibiotik golongan tetrasiklin pada kuda merupakan kontraindikasi terutama pada kuda yang mengalami stress karena tindak operasi, pembiusan dan trauma, karena dapat menginduksi terjadinya diare yang parah atau kolik (Susan & Plumb 2003). Antibiotik lain yang dapat diberikan pada kuda adalah antibiotik golongan cephalosporins. Golongan ini hampir sama dengan penisilin karena mempunyai cincin beta laktam dan secara umum aktif terhadap kuman gram positif dan gram negatif. Pemberian cephalosporins pada kuda cukup baik karena low toxicity dan high margin of safety (Giguère et al. 2006).

Kasus laminitis karena endotoxemia dapat diberikan anti-endotoksin hyperimmune plasma secara intravena seperti flunixin meglumine (Finadyne®) dengan dosis 0, 25 mg/kg TID atau 1,1 mg/kg BID, sediaan tersebut memiliki efek anti-endotoksin dengan mengurangi produksi prostaglandin melalui penghambatan siklooksigenase. Ketoprofen dengan dosis 2,2 mg/kgBID secara intravena dapat diberikan untuk menggantikan flunixin (Kellon 2007).

Terapi secara symptomatic merupakan terapi yang diberikan pada kuda penderita laminitis berdasarkan gejala klinis yang tampak dengan tujuan agar laminitis tidak berkembang menjadi lebih parah. Preparat Non Steroidal Anti Inflammatory Drug (NSAID) dapat diberikan sebagai terapi symptomatic. NSAID adalah golongan obat yang terutama bekerja perifer, memiliki aktivitas penghambat radang dengan mekanisme kerja menghambat biosintesis prostaglandin melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase. Fungsi dari pemberian NSAID pada kasus laminitis adalah untuk menekan reaksi peradangan dan meringankan nyeri (Dannhard & Laufer 2000).

Jenis NSAID yang dapat diberikan diantaranya asam asetil salisilat, di samping sebagai obat antiradang, asam asetil salisilat memiliki peranan lain dalam terapi obat, yaitu sebagai zat penghambat agregasi trombosit (Steinhilber 2002). NSAID lain yang dapat diberikan sebagai obat antiradang phenylbutazone, indometasin dan ibuprofen (Dannhard & Laufer 2000). Dosis phenylbutazone yang dapat diberikan sebanyak 4,4 mg/kg IV/PO setiap 12 jam, berfungsi untuk mengurangi rasa sakit pada kaki dan memberi kenyamanan pada kuda untuk bergerak. Kuda yang menderita laminitis akut dapat diberikan phenylbutazone dengan dosis menurun selama 2 minggu dimulai dengan dosis 2,2 mg/kg sampai 1,1 mg/kg. Laminitis yang terjadi diawali dengan penyempitan pembuluh darah (vasokonstriksi) dan terapi yang dapat diberikan berupa hydrotherapy (kompres menggunakan air panas), serta pemberian obat sebagai vasodilator seperti isoxuprine hydrochloride, acepromazine dan glyceryl trinitrate (Pollitt 2008).

Terapi secara supportive juga dapat dilakukan pada kuda yang menderita laminitis. Terapi supportive merupakan terapi yang dapat diberikan untuk mendukung terapi lain yang sudah dilakukan agar proses penyembuhan dapat berlangsung dengan baik. Konsumsi pakan yang mengandung high fructan hays

seperti timothy, orchard dan brome, serta  cool season grasses (rumput pada musim dingin) seperti bermuda baik diberikan pada kuda yang menderita laminitis. Pengobatan menggunakan tanaman tradisional seperti Aconitum napellus, Belladonna, Nux vom, Calcarea fluorica juga dapat diberikan pada kuda yang menderita laminitis (Ross & Williams 2005).

Pemberian vitamin dan mineral dalam menjaga sistem imun dan kesehatan kuku seperti vitamin C untuk mengobati peradangan dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh (Ross & Williams 2005). Vitamin E, zinc, biotin, dan methionine diberikan sebagai suplemen untuk kuku dan membantu detoksifikasi hati dapat diberikan pada kuda yang menderita laminitis (Kellon 2007). Suplemen seperti zinc, biotin, dan methionine dapat ditambahkan dalam pakan kuda yang menderita laminitis. Manfaat pemberian suplemen tersebut adalah untuk pertumbuhan kuku, perkembangan dinding kuku agar lebih kuat, kokoh dan mengkilat. Biotin merupakan suplemen essential untuk sintesis keratin-protein dan formasi rantai panjang asam lemak dalam perkembangan intercellular matrix dari tanduk kuku (hoof horn) (Mulling & Lischer 1999). Zinc dan methionine berperan penting sebagai enzim katalisator dalam sintesis keratin yang berfungsi terhadap kesehatan kuku (Sobhanirad et al. 2010).

Terapi supportive lain yang dapat dilakukan terhadap kuda yang menderita laminitis adalah dengan melakukan penapalan secara tepat dan pemotongan kuku secara teratur. Pemotongan kuku yang baik dapat membuat kuda menjadi lebih nyaman serta melindungi coffin bone dan laminae. Menurut Manske et al. (2001), pemotongan kuku berfungsi untuk mendeteksi lesio pada kuku di tahap awal sebelum timbul gejala klinis atau keparahan lesio yang terus berkembang. Kasus laminitis dengan rotasi os phalanx III pada tahap awal dapat diterapi dengan melakukan pemotongan kuku di bagian tumit yang bertujuan untuk memposisikan os phalanx III kepada keadaan normal (Gambar 7A), sedangkan kasus laminitis yang disertai rotasi os phalanx III≥5° dapat diterapi dengan pemasangan ladam khusus ”four point shoe” (Redden 1997). Teknik tersebut merupakan teknik pemasangan ladam khusus untuk kaki yang menderita laminitis yang berfungsi untuk mengembalikan keseimbangan kaki saat berdiri (Foor 2007). Menurut Redden (1997), four point shoe juga berfungsi untuk memberikan perlindungan

terhadap bagian toe (ujung) dan sole (telapak kaki) dari os phalanx III pada saat berdiri (Gambar 7B).

Pollitt (2008) mengemukakan bahwa terapi terhadap kuda yang menderita laminitis dapat menggunakan Natural Balance Shoe yaitu ladam khusus yang diberikan pada kuda penderita laminitis yang dibentuk untuk membantu kuda selama bergerak, namun terbatas pada kasus laminitis dengan kerusakan laminae yang sobek atau terpisah karena faktor mekanik (Gambar 7C).

Gambar 7 A. Pemotongan kuku (Sumber: Foor 2007), B. Pemasangan Four point shoe, C. Natural Balance Shoe (Sumber: Pollitt 2008).

Terapi lain yang dapat diberikan dengan melakukan bandaging (penggantian perban), dressing dan cleansing secara teratur, serta pada kasus rotasi os phalanx III ≥15° dapat dilakukan check ligament desmotomy yaitu pemotongan check ligament (ligamentum accessorium) pada tendon flexor digitalis profundus. Check ligament secara anatomi berfungsi untuk melindungi otot dan persendian terhadap peregangan yang berlebihan dari tendon flexor digitalis profundus (Floyd 2007b). Check ligament desmotomy pada kasus laminitis kronis dapat dilakukan apabila terdapat kelainan pada kuku yang tidak dapat diperbaiki dengan pemotongan dan pemasangan ladam (White 1995).

Kasus laminitis juga dapat diterapi dengan melakukan bloodletting yaitu, pengeluaran darah dari tubuh melalui pembuluh darah untuk terapi suatu penyakit atau kelainan seperti, nekrosa jaringan, hydrops, kembung dan demam (Cramer 2006). Terapi tersebut dapat dilakukan pada kuda yang menderita laminitis, darah dikeluarkan melalui vena jugularis sebanyak 5-10 L disesuaikan dengan berat

badan kuda. Tujuan pengeluaran darah tersebut adalah untuk mengeluarkan racun yang beredar dalam tubuh yang menjadi penyebab terjadinya laminitis. Setelah melakukan bloodletting kuda dapat diberikan pakan yang telah ditambahkan elektrolit dan saline (Schneider 2000).

Perkembangan kasus laminitis yang terjadi pada setiap kuda selama proses terapi berbeda-beda, tergantung tingkat keparahan laminitis berdasarkan pemeriksaan radiograf dan keinginan pemilik hewan terhadap tindakan terapi, karena terapi kasus laminitis merupakan terapi yang membutuhkan waktu lama dan dengan biaya yang besar. Menurut Pollitt (2008), terapi kasus laminitis yang efektif terjadi ketika mekanisme disintegrasi antara laminae dengan dinding kuku secara anatomi dipahami. Terapi juga dapat berjalan efektif apabila penyakit primer yang mendasari terjadinya laminitis ditangani dengan baik, sehingga kemungkinan peningkatan keparahan laminitis tidak terjadi.

Dokumen terkait