• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ada 6 alasan mengapa pengobatan kombinasi pada hipertensi dianjurkan: a. Mempunyai efek aditif

b. Mempunyai efek sinergisme c. Mempunyai sifat saling mengisi

d. Penurunan efek samping masing-masing obat

f. Adanya “fixed dose combination” akan meningkatkan kepatuhan pasien (adherence)

Fixed-dose combination yang paling efektif adalah sebagai berikut:47 1. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan diuretik 2. Penyekat reseptor angiotensin II (ARB) dengan diuretik

3. Penyekat beta dengan diuretik

4. Diuretik dengan agen penahan kalium

5. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan antagonis kalsium 6. Agonis α-2 dengan diuretik

7. Penyekat α-1 dengan diuretik

2.10 Kebijakan Pengelolaan Penyakit Hipertensi Menurut Kemenkes

Untuk mengelola penyakit hipertensi, Kemenkes membuat kebijakan yaitu (Kemenkes, 2012) :

1. Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini hipertensi secara aktif (skrining).

2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini melalui kegiatan Posbindu PTM.

3. Meningkatkan akses penderita terhadap pengobatan hipertensi melalui :

a. Revitalisasi puskesmas untuk pengendalian PTM melalui peningkatan sumber daya tenaga kesehatan yang profesional dan kompeten dalam

upaya pengendalian PTM khususnya tatalaksana PTM di fasilitas pelayanan kesehatan dasar seperti puskesmas;

b. Peningkatan manajemen pelayanan pengendalian PTM secara komprehensif (terutama promotif dan preventif) dan holistik;

c. Peningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana promotif-preventif, maupun sarana prasarana diagnostik dan pengobatan.

Upaya Pencegahan dan Penanggulangan hipertensi dimulai dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup ke arah yang lebih sehat. Untuk itu Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dasar perlu melakukan :

a. Pencegahan Primer

Pencegahan primer yaitu kegiatan untuk menghentikan atau mengurangi faktor risiko Hipertensi sebelum penyakit hipertensi terjadi, melalui promosi kesehatan seperti diet yang sehat dengan cara makan cukup sayur-buah, rendah garam dan lemak, rajin melakukan aktifitas dan tidak merokok

b. Pencegahan Sekunder

Puskesmas juga perlu melakuka pencegahan sekunder yang lebih ditujukan pada kegiatan deteksi dini untuk menemukan penyakit.Bila ditemukan kasus, maka dapat dilakukan pengobatan secara dini.

c. Pencegahan Tertier

Sementara pencegahan tertier difokuskan pada upaya mempertahankan kualitas hidup penderita. Pencegahan tertier dilaksanakan melalui tindak lanjut dini

dan pengelolaan hipertensi yang tepat serta minum obat teratur agar tekanan darah dapat terkontrol dan tidak memberikan kompslikasi seperti penyakit ginjal kronik, stroke dan jantung. Penanganan respon cepat juga menjadi hal yang utama agar kecacatan dan kematian dini akibat penyakit hipertensi dapat terkendali dengan baik.Pencegahan tertier dilaksanakan agar penderita hipertensi terhindar dari komplikasi yang lebih lanjut serta untuk meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang lama ketahanan hidup. Untuk mendeteksi atau menegakkan diagnosis penyakit hipertensi, sangat sederhana yaitu dengan mengukur tekanan darah menggunakan tensimeter.

Hipertensi ditegakkan bila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg. Pengobatan atau penatalaksanaan hipertensi membutuhkan waktu lama, seumur hidup dan harus terus menerus. Jika modifikasi gaya hidup tidak menurunkan tekanan darah ke tingkat yang diinginkan, maka harus diberikan obat.

2.11 Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM)

Sarana dan prasarana untuk diagnosis dan mengobati hipertensi, termasuk mendeteksi kemungkinan terjadi kerusakan organ target atau komplikasi pada dasarnya sudah tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan.

Keberadaan Posbindu PTM setiap bulan dalam wadah Desa Siaga aktif di setiap kelurahan sebenarnya sudah cukup untuk mewaspadai dan memonitor tekanan darah dan segera ke puskesmas/fasilitas kesehatan jika tekanan darahnya tinggi. Melalui Puskesmas dan Posbindu PTM, masyarakat cukup mendapat kemudahan

akses untuk mendeteksi atau monitoring tekanan darah nya. Jika mampu membeli tensimeter sendiri untuk memonitor tekanan darah keluarga secara rutin akan lebih baik. Namun yang paling penting adalah meningkatkan perilaku hidup sehat. Keberadaan Posbindu PTM di masyarakat lebih tepat untuk mengendalikan faktor risiko Penyakit Tidak Menular (obesitas, hiperkolesterol, hipertensi, hiperglikemi, diet tidak sehat, kurang aktifitas dan merokok). Kegiatan deteksi dini pada Posbindu PTM dilakukan melalui monitoring faktor risiko secara terintegrasi, rutin dan periodik. Kegiatan monitoring mencakup kegiatan minimal yaitu hanya memantau masalah konsumsi sayur/buah dan lemak, aktifitas fisik, indeks massa tubuh (IMT), dan tekanan darah, dan kegiatan monitoring lengkap yaitu memantau kadar glukosa darah, dan kolesterol darah, pemeriksaan uji fungsi paru sederhana dan IVA. Tindak lanjut dini berupa peningkatan pengetahuan masyarakat tentang cara mencegah dan mengendalikan faktor risiko PTM dilakukan melalui penyuluhan/dialog interaktif secara massal dan / atau konseling faktor risiko secara terintegrasi pada individu dengan faktor risiko, sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Kasus faktor risiko PTM yang ditemukan yang tidak dapat dikendalikan melalui konseling dirujuk ke fasilitas pelayanan dasar di masyarakat (puskesmas, klinik swasta, dan dokter keluarga) untuk tidak lanjut dini.

2.12 Landasan Teori

Teori segitiga epidemiologi model penyakit tidak menular memperlihatkan kondisi dan status penyakit yang mempengaruhi populasi yang kompleks dan bahwa

penyebab penyakit terdiri dari banyak faktor. Selain itu, teori ini juga memperlihatkan bahwa banyak faktor dan elemen yang berkontribusi dalam kejadian penyakit dan kesakitan di masyarakat. Bila dibandingkan dengan segitiga epeidemiologi klasik dari Gordon, konsep agen digantikan dengan faktor resiko, yang menyiratkan perlunya dilakukan identifikasi terhadap faktor penyebab atau faktor etiologi penyakit. Teori faktor risiko ini memperlihatkan pentingnya pengkajian terhadap berbagai penyebab atau sekumpulan faktor yang berkontribusi pada kejadian penyakit (Timmreck, 2005). Pada umumnya penyakit memiliki lebih dari satu penyebab (multikausal) terutama pada penyakit non infeksi. Banyak faktor yang dapat memperbesar risiko atau kecenderungan seseorang menderita hipertensi, diantaranya ciri-ciri individu seperti umur, jenis kelamin dan suku, faktor genetik serta faktor lingkungan yang meliputi obesitas, stres, konsumsi garam, merokok, konsumsi alkohol, dan sebagainya. Beberapa faktor yang mungkin berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi biasanya tidak berdiri sendiri, tetapi secara bersama-sama sesuai dengan teori mozaik pada hipertensi esensial. Teori tersebut menjelaskan bahwa terjadinya hipertensi disebabkan oleh beberapa faktor yang saling mempengaruhi, di mana faktor utama yang berperan dalam patofisiologi adalah faktor genetik dan paling sedikit tiga faktor lingkungan yaitu asupan garam, stres, dan obesitas (Kaplan, 2006).

Dokumen terkait