• Tidak ada hasil yang ditemukan

IVF merupakan pilihan terapi jika terapi lini Pertama dan kedua gagal. IVF biasanya menjadi pilihan terapi pada kasus berat seperti endometriosis, obstruksi pada tuba, dan kelainan obstetri lain yang mengganggu kesuburan, serta laki-laki dengan azoospermia atau kelainan kesuburan pria lainnya. Sindrom hiperstimulasi

ovarium (OHSS) merupakan efek samping yang umum terjadi pada terapi gonadotropin. OHSS adalah kumpulan gejala dimana ovarium bereaksi berlebihan dan menghasilkan terlalu banyak kantung telur atau folikel (Ni Luh, 2020).

Pada IVF dilakukan transfer embrio tunggal pada endometrium, sehingga IVF menjadi alternatif untuk mengurangi kemungkinan komplikasi tersebut. Hal hal yang harus dilakukan sebelum dilakukannya prosedur IVF di antaranya kombinasi atau dosis tunggal Clomiphene, Human Menopausal Gonadotropins (hMG), rekombinan FSH, agonis GnRH, dan antagonis GnRH. Protokol yang paling dil-akukan yaitu desensitisasi FSH yang dimulai pada fase awal, tengah, dan akhir fase luteal untuk mengawali siklus dari fase folikel hingga pemberian hCG. Tingkat keberhasilan terapi IVF pada pasien SOPK sama dengan pasien tanpa SOPK. Hal tersebut berarti SOPK tidak mempengaruhi proses implantasi embrio pada SOPK (Ni Luh, 2020).

Gambar 2.9 IVF Procedure Sumber : Mayo Clinic

Gambar 2.10 Embryo Transfer pada IVF Sumber : Advanced Fertility Center of Chicago

d. PENGOBATAN ALTERNATIF

Pengobatan alternatif yang dapat dilakukan yaitu kinesiologi, herbalisme, homeopati, refleksiologi, akupresur, akupuntur, induksi ovulasi, dan terapi pijat.

Akupunktur merupakan terapi yang paling umum dan terbukti dapat memperbaiki siklus menstruasi pada pasien SOPK, menurunkan berat badan, memperbaiki mood, dan mengurangi nyeri kepala. Pengaplikasian jarum akupunktur dapat meningkatkan aliran darah, menstimulasi organ, menormalkan kadar hormon, dan meningkatkan fungsi sistem reproduksi. Penelitian di Universitas Göteborg di Swedia (2000) terhadap 24 wanita SOPK yang menjalani terapi akupunktur selama 2-3 bulan. Pada akhir penelitian, sembilan diantaranya (38%) mengalami ovulasi teratur. Tetapi hasil yang berlawanan ditemukan pada pasien dengan kadar testosteron dan insulin tinggi serta obesitas (Ni Luh, 2020).

9. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS

Komplikasi tersering terkait dengan Sindroma Ovarium Polikistik adalah infer-tilitas. Hubungan antara Sindroma Ovarium Polikistik dengan infertilitas dapat dikaitkan dengan adanya gangguan ovulasi pada seorang individu dengan Sin-droma Ovarium Polikistik sehingga memperkecil kemungkinan pertemuan antara sperma dengan ovum. Jika ditatalaksana dengan baik seperti memperbaiki siklus

ovulasi dan mengatasi etiologinya seperti hiperinsulinemia dan obesitas, penderita sindrom ovarium polikistik akan mempunyai peluang Untuk memiliki keturunan.

Paparan berkepanjangan terhadap estrogen yang berlebihan dapat menyebab-kan hiperplasia endometrium, yang dapat berkembang menjadi karsinoma. Faktor risiko karsinoma endometrium termasuk obesitas, hipertensi, diabetes tipe II, estro-gen yang berlebihan , dan nuliparitas. Ini semua adalah kondisi yang terkait dengan SOPK. Demikian pula, peningkatan konsentrasi estrogen serum yang berkelanjutan juga berpotensi mendorong pertumbuhan tumor sensitif hormon lainnya seperti kanker payudara dan ovarium. Berchuck dkk. (1990) mengemukakan bahwa gangguan konsentrasi lokal steroid, hormon dan faktor pertumbuhan dapat mengakibatkan perubahan ganas pada epitel ovarium. Karena perubahan ini ter-bukti pada SOPK, orang mungkin mendalilkan bahwa wanita dengan SOPK dapat meningkatkan risiko karsinoma ovarium. Hal ini didukung oleh Rao dan Slotman (1991) yang menunjukkan mayoritas tumor ovarium ganas tampaknya memiliki reseptor hormon steroid. Tampaknya tidak ada mekanisme yang masuk akal untuk menjelaskan mengapa SOPK menyebabkan peningkatan risiko kanker vulva, serviks, atau vagina (BG Chittenden et al , 2009).

Hubungan potensial antara SOPK dan karsinoma endometrium telah dijelaskan dalam beberapa laporan (Dockerty dan Jackson, 1957; Gallup dan Stock, 1984; Ku-rabayashi et al., 2003), meskipun tinjauan sistematis formal belum dilakukan. Ada beberapa penelitian yang mengeksplorasi hubungan antara SOPK dan kanker ginekologi lainnya. Ada beberapa bukti anekdotal dari sarkoma uterus pada pasien yang terkena SOPK (Press dan Scully, 1985; Karabakhtsian et al., 2002) dan laporan yang bertentangan tentang hubungan SOPK dengan ovarium (Schildkraut et al., 1996; Balen, 2001) dan kanker payudara (Gammon dan Thompson, 1991;

Anderson et al., 1997).

10. PENGARUH SINDROMA OVARIUM POLIKISTIK TERHADAP TER-JADINYA INFERTILITAS

Infertilitas mempengaruhi 40% wanita dengan SOPK. SOPK adalah penyebab paling umum dari infertilitas anovulasi. Sekitar 90%-95% wanita anovulasi yang datang ke dokter untuk berkonsultasi. Wanita dengan SOPK memiliki jumlah folikel primordial normal dan folikel primer dan sekunder meningkat secara signifikan. Namun, karena gangguan pada faktor-faktor yang terlibat dalam perkembangan folikel normal, pertumbuhan folikel terhenti saat folikel mencapai diameter 4-8 mm. Karena folikel dominan tidak berkembang, tidak terjadi ovulasi.

Selain itu, aborsi spontan lebih sering terjadi pada SOPK dengan insiden berkisar antara 42% -73% (Susan dan Kristen, 2013).

Keadaan infertilitas ini terjadi akibat absennya ovulasi dan disfungsi endometrium, penelitian oleh Lopes et al memperlihatkan dosis konvensional progesteron mungkin belum cukup untuk memperbaiki SOPK terkait endometrial disfungsi. Apabila pengaturan ovulasi dapat membantu menghasilkan konsepsi, kejadian aborsi spontan , kelahiran preterm , dan pre-eklamsia tetap dapat mudah terjadi. Hal ini diperkuat pula oleh penelitian Palomba et al pada wanita hamil 12 minggu dengan SOPK ditemukan kualitas plasenta yang lebih rendah dari berat plasenta, volume , ketebalan dan densitas dibandingkan dengan wanita hamil 12 minggu tanpa SOPK . Hubungan antara SOPK dengan infertilitas dapat dikaitkan dengan adanya gangguan ovulasi pada seorang individu dengan SOPK sehingga memperkecil kemungkinan pertemuan antara sperma dengan ovum (Fitria dan In-drani, 2016).

2. PENGETAHUAN 1. DEFENISI

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia yaitu indera pendengaran, penglihatan, penciuman, perasaan

dan perabaan. Sebagian pengetahuan manusia didapat melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012).

2. TINGKAT PENGETAHUAN

Menurut Kholid dan Notoadmodjo (2012) tedapat 6 tingkat pengetahuan, yaitu:

1. Tahu (Know) adalah rasa mengerti melihat atau mengamati sesuatu.

2. Memahami (Comprehension) adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan tentang suatu objek yang diketahui dan diinterpretasikan secara benar sesuai fakta.

3. Aplikasi (Application) adalah suatu kemampuan untuk mempraktekkan ma-teri yang sudah dipelajari pada kondisi nyata atau sebenarnya.

4. Analisis (Analysis) adalah kemampuan menjabarkan atau menjelaskan suatu objek atau materi tetapi masih ada kaitannya satu dengan yang lainnya.

5. Sintesis (Synthesis) adalah suatu kemampuan menghubungkan bagian-ba-gian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (Evaluation) adalah pengetahuan untuk melakukan penilaian ter-hadap suatu materi atau objek.

3. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN Menurut Budiman dan Riyanto (2013) faktor - faktor yang mempengaruhi pengetahuan:

1. Pendidikan

Proses perubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok dan merupakan usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin capat menerima dan memahami suatu informasi sehingga pengetahuan yang dimiliki juga semakin tinggi (Sriningsih, 2011).

2. Informasi atau Media Massa

Suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisis dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu.

Informasi mempengaruhi pengetahuan seseorang jika sering mendapatkan informasi tentang suatu pembelajaran maka akan menambah pengetahuan dan wawasannya, sedangkan seseorang yang tidak sering menerima informasi tidak akan menambah pengetahuan dan wawasannya.

3. Sosial, Budaya dan Ekonomi

Tradisi atau budaya seseorang yang dilakukan tanpa penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk akan menambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi juga akan menentukan tersedianya fasilitas yang dibutuhkan untuk kegiatan tertentu. Seseorang yang mempunyai sosial budaya yang baik maka pengetahuannya akan baik tapi jika sosial budayanya kurang baik maka pengetahuannya akan kurang baik. Status ekonomi seseorang mempengaruhi tingkat pengetahuan karena seseorang yang memiliki status ekonomi dibawah rata-rata maka seseorang tersebut akan sulit untuk meningkatkan pengetahuan.

4. Lingkungan

Mempengaruhi proses masuknya pengetahuan kedalam individu karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspons sebagai pengetahuan oleh individu. Lingkungan yang baik akan pengetahuan yang didapatkan akan baik tapi jika lingkungan kurang baik maka pengetahuan yang didapat juga akan kurang baik.

Jika seseorang berada di sekitar orang yang berpendidikan maka pengetahuan yang dimiliki seseorang akan berbeda dengan orang yang berada di sekitar orang pengangguran dan tidak berpendidikan.

5. Pengalaman

Bagaimana cara menyelesaikan permasalahan dari pengalaman sebelumnya yang telah dialami sehingga pengalaman yang didapat bisa dijadikan sebagai pengetahuan apabila medapatkan masalah yang sama. 6) Usia, Semakin bertambahnya usia maka akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh juga akan semakin membaik dan bertambah (Budiman dan Riyanto, 2013).

3. SIKAP 1. DEFENISI

Menurut (Bimo Walgito , 2001) , Sikap adalah organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar pada orang tersebut untuk membuat respons atau berpenilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya.

2. KOMPONEN POKOK SIKAP

Menurut Alport (1954) yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) ada tiga komponen pokok sikap yaitu :

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Kecenderungan untuk bertindak laki-laki dan perempuan berbeda. Hal ini dikarenakan, perempuan lebih banyak menggunakan intuisinya dalam bertindak dibanding laki-laki. Perempuan lebih banyak memilih dalam setiap tindakannya dan selalu memikirkan faktor resiko dari perbuatannya sehingga kecenderungan untuk bertindakpun tidak seagresif kaum lelaki. Laki-laki lebih banyak menggunakan emosionalnya dibanding intuisinya tanpa memikirkan resiko dari tindakannya, sehingga kaum lelaki paling sering terkena resiko tindakannya dibanding perempuan (Smartpsikologi, 2007)

3. TINGKATAN SIKAP

Tingkatan sikap menurut Notoatmodjo (2003) adalah sebagai berikut : a. Menerima (receiving)

Menerima dapat diartikan bahwa orang (subjek) mau dan mempertahankan stimulus yang diberikan (objek)

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,

terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Indikasi sikap ketiga adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi adalah bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko.

4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP

Menurut Azwar (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap antara lain :

a. Pengalaman pribadi

Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Middlebrook (1974) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu objek psokologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Keinginan ini antara lain dimotifasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

c. Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah karena kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.

d. Media massa

Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini

seseorang. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Kedua lembaga ini meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam individu sehingga kedua lembaga ini merupakan suatu sistem yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap.

f. Pengaruh faktor emosional

Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Peran gender sangat mempengaruhi keadaan emosional, perempuan menekankan pada tanggung Jawab sosial dalam emosinya. Oleh sebab itu kaum perempuan biasanya jauh lebih memiliki empati terhadap penderitaan orang lain ketimbang laki-laki.

(Smartpsikologi, 2007).

4. PERILAKU 1. DEFENISI

Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas.

Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar (Notoatmodjo, 2012). Teori ini disebut teori S-O-R (Stimulus-Organisme-Respon) (Skiner dalam Notoatmodjo, 2012).

2. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU

Menurut teori Lawrance Green dan kawan-kawan (dalam Notoatmodjo, 2007) menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behaviorcauses) dan faktor diluar perilaku (non behaviour causes).

Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu:

1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yang mencakup a. Pengetahuan

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting) daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang dalam hal ini pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai tingkatan (Notoatmodjo, 2007).

b. Sikap

Menurut Zimbardo dan Ebbesen, sikap adalah suatu predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) terhadap seseorang, ide atau obyek yang berisi komponen-komponen cognitive, affective dan behavior (dalam Linggasari, 2008). Terdapat tiga komponen sikap, sehubungan dengan faktor-faktor lingkungan kerja, sebagai berikut:

1) Afeksi (affect) yang merupakan komponen emosional atau perasaan.

2) Kognisi adalah keyakinan evaluatif seseorang.

3) Perilaku, yaitu sebuah sikap berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk bertindak terhadap seseorang atau hal tertentu dengan cara tertentu (Winardi, 2004).

2. Faktor pemungkin (enabling factor), yang mencakup lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana keselamatan kerja, misalnya ketersedianya alat pendukung, pelatihan dan sebagainya.

3. Faktor penguat (reinforcement factor), faktor-faktor ini meliputi undang-undang, peraturan-peraturan, pengawasan dan sebagainya menurut Notoatmodjo (2007).

34

5. KERANGKA TEORI

Gambar 2.11 Kerangka Teori

Faktor - faktor Penge-tahuan (Budiman dan Ri-yanto , 2013)

1. Pendidikan

2. Informasi dan media massa

3. Sosial, budaya, dan ekonomi

4. Lingkungan 5. Pengalaman

Faktor - faktor Sikap (Azwar, 2007) :

1. Pengalaman Pribadi 2. Pengaruh orang lain 3. Pengaruh kebudayaan 4. Media massa

5. Lembaga pendidikan dan agama

6. Faktor emosional

Faktor - faktor Perilaku ( Lawrance Green et al ):

1. Faktor predisposisi ( pengetahuan dan

6. KERANGKA KONSEP

Gambar 2.12 Kerangka Konsep

Pengetahuan, Sikap, dan

Dokumen terkait