• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sampai diagnosis hormonal dapat ditegakkan pasien sebaiknya diberikan anjuran

terapi non farmakologis selama 2 sampai 3 bulan.2;11;17;27

2.7.1.Terapi Non Farmakologis

a. Modifikasi diet seperti pembatasan garam, kafein, coklat, alkohol dan lemak (sebanyak 20-30%).

b. Suplemen makanan berupa :

 Kalsium 1200 mg/hari

 Magnesium 400 mg/hari

 Vitamin E 400 unit/hari

 Vitamin B6 50-100mg/hari

 L-tryptophan 6g/hari dimulai dari ovulasi hingga hari ketiga menstruasi

c. Olahraga teratur seperti : jalan pagi selama 30 menit atau latihan aerobik

sedang

d. Tehnik relaksasi untuk menetralisir dan menghilangkan stress.

2.7.2. Terapi Farmokologis

Suatu penelitian cohort study yang dilakukan pada tahun 2002 di Inggris, yang menganalisis obat-obatan yang paling sering diresepkan oleh dokter umum, pada

kurun waktu 1992 – 1998 terhadap 612.700 orang wanita menunjukkan lebih dari 300 jenis terapi yang berbeda. Terapi yang mengandung progestagen merupakan yang paling sering diresepkan (sebanyak 44% pada 1993, 42% pada 1998), kemudian diikuti oleh selective seretonine-reuptake inhibitors (sebanyak 2% pada 1993, 11% pada 1998) yang merupakan hasil dari efek samping neurotoksik yang mungkin timbul bila diberikan dalam dosis besar. Bila ditemukan fungsional

hiperprolaktinemia (70% wanita yang mengalami mastalgia memiliki kadar prolactin yang abnormal) pada wanita dengan Sindrom Premenstruasi, terapi rutin terhadap kondisi ini harus segera dimulai. Penggunaan bromocriptine dengan dosis 5 mg setiap harinya pada sore hari menunjukan hasil yang memuaskan dalam

menghilangkan keluhan mastalgia pada wanita yang mengalami tumor payudara jinak.3;12

Pada penelitian lain menunjukkan, penghentian gejala Sindrom Premenstruasi pada wanita yang menderita fungsional hiperprolactinemia yang diobati dengan

ekstrak Vitex Agnus Castus (VAC) dengan dosis 20 mg/hari yang kemudian

dibandingkan dengan placebo. Perbaikan klinis terjadi secara biokimia melalui penurunan kadar prolactin pada fase luteal dan penghambatan sekresi hormon tersebut yang terlihat pada tes dinamik, sejalan dengan peningkatan level progesteron pada fase luteal, yang berakhir dengan penghentian kehamilan

melalui persalinan.6;15;21

Penelitian yang membandingkan efektifitas antara antara bromociptine dan VAC

yang dilakukan oleh Kilicdag et al, memberikan hasil yang hampir sama; namun

laporan menyatakan bahwa sebanyak 12,5% wanita yang diterapi dengan

bromocriptine mengalami keluhan mual dan muntah.15 Sebuah survey yang

bahwa kemungkinan kedua terbanyak yang mungkin diobati oleh Sindrom

Premenstruasi. Beberapa wanita menderita efek samping yang lebih parah, yang membuat mereka mencari metode yang natural. Berri merupakan bagian yang paling populer dari tanaman VAC dan mengandung zat potensial yang aktif dalam jumlah besar, meliputi minyak, iridoids dan flavonoids. Penelitian yang dilakukan terhadap manusia dan hewan menunjukkan ekstrak dari tanaman ini mengikat reseptor dopamin yang terletak pada anterior hipofisis dan menurunkan sekresi prolactin baik basal ataupun stimulus (TRH dan MCP). Disimpulkan juga bahwa ekstrak dari VAC menurunkan sekresi prolactin, yang menimbulkan penekanan berulang terhadap LH, yang mengakibatkan pertumbuhan maksimal dari korpus luteum pada fase luteal dan peningkatan kadar progesterone sehingga

mengurangi Sindrom Premenstruasi. Jarry et al, menyimpulkan bahwa

phytoestrogen pada VAC menghasilkan aktifitas ER beta-selektif. Efek dari aktifitas VAC adalah terkait dengan dosis. Badan kesehatan Jerman membuktikan

kegunaan VAC untuk mengatasi siklus menstruasi yang ireguler, Sindrom Premenstruasi, dan mastodinia/mastalgia. Karena kemampuannya dalam berikatan dengan hormon, dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi VAC selama

kehamilan dan menyusui.28

Pada sebuah penelitian double blind yang dilakukan secara acak terhadap 175 wanita, VAC diberikan dengan dosis 3,5 atau 4,2 g per hari kemudian

dibandingkan dengan vitamin B6 dengan dosis 2x100 mg per hari. Perkembangan yang signifikan terlihat pada 77,1% wanita yang menderita Sindrom Premenstruasi yang diterapi dengan menggunakan VAC berbanding dengan 60,6% wanita yang diterapi dengan vitamin B6. Insidens terhadap timbulnya efek samping seperti ruam kulit, jerawat, sakit kepala, dan peningkatan aliran darah menstruasi adalah

minimal. Pada penelitian yang lain, efek positif dari 20 mg VAC terhadap gejala yang timbul pada Sindrom Premenstruasi adalah sebesar 52% dari seluruh

wanita, berbanding dengan 24% yang menggunakan placebo. Tidak ada penelitian jangka panjang yang pernah dilakukan untuk membandingkan terapi standar (SSRIs, OC) dengan VAC. Dari data yang diperoleh menunjukkan efek teraupetik dari VAC sangat menjanjikan, akan tetapi masih terdapat kontroversi dan

membutuhkan lebih banyak penelitian.28;29

Setelah hiperprolactenimea disingkirkan, gangguan pada fase luteal harus

diperhitungkan. Bila terbukti, standar terapi berupa progesteron dan progestagen adalah rutin. Akan tetapi artikel mega analisis yang diterbitkan pada tahun 2002 membuktikan bahwa berdasarkan bukti – bukti medis, keuntungan yang diperoleh melalui terapi menggunakan progesteron dan progestagen pada wanita yang menderita sindrom premenstruasi semakin berkurang.

Baru – baru ini ACOG merekomendasikan penggunaan Selective Serotonine Reuptake Inhibitors (SSRIs) sebagai terapi sindrom premenstruasi. Banyak gejala sindrom premenstruasi seperti depresi, gangguan tidur, cemas, agressif,

menurunnya ambang rasa nyeri dan kesulitan untuk konsentrasi adalah karena penurunan neurotransmisi serotonin. Bukti lain menunjukkan peranan yang

signifikan dari sistem serotoninergik dalam hubungannya dengan fase luteal pada wanita penderita sindrom premenstruasi. Lebih lanjut lagi, efek terhadap seks hormon pada peningkatan serotonin, ikatan, dan transport juga menjadi indikasi. Untuk alasan inilah telah dipikirkan akan adanya gangguan regulasi terhadap sistem serotonin, yang bertanggung jawab terhadap banyaknya kasus sindrom

Sebuah literatur review menunjukkan bahwa banyak data yang menunjukkan fluoxetine merupakan obat yang efektif, diikuti oleh sertraline, citalopram,

paroxetine, dan clomopramine. Baik fluoxetine dan sertraline telah terbukti efektif dalam mengobati gangguan mental dan fungsi psikososial, performa kerja, dan kualitas hidup dari wanita penderita sindrom premenstruasi. Obat diberikan dengan dosis harian atau hanya pada fase luteal. Wanita dengan rasa cemas yang

menetap, kepada merekalah terbukti SSRIs tidak efektif setelah pemakaian selama 3 bulan, mungkin diperlukan penggunaan obat jenis anxiolitic pada fase luteal. Namun, observasi menunjukkan buspirone dan alprazolam merupakan

kontraindikasi. Pada wanita denga fase luteal yang tidak sesuai yang

menggunakan kontrasepsi, penggunaan hormon seks dosis rendah secara oral sepertinya menjanjikan, sama halnya dengan progestine-drospirenone, yang merupaka analog dari antagonis mineralokortikoid, spironolacton. Sebuah penelitian percobaan secara double blind terhadap 326 wanita menunjukkan bahwa penggunaan 3mg drospirenone dengan 30µg ethynil estradiol selama 6

bulan secara signifikan mengurangi gejala sindrom premenstruasi.19

Yang harus diingat adalah, terutama dalam menulis resep untuk terapi sindrom premenstruasi, banyak wanita menggunakan suplemen makanan dan obat – obatan yang dijual bebas, terutama bila resep yang mereka terima terbukti tidak efektif di masa lalu, yang mungkin menimbulkan berbagai interaksi. Selanjutnya dalam setiap kunjungan pasien haruslah ditanyakan mengenai gejala tambahan

yang mungkin timbul ataupun perubahan lain yang timbul selama pengobatan.28-30

Kesimpulan, beberapa terapi sepertinya akan menunjukkan keberhasilan dan efktif. Diantaranya meliputi peningkatan aktifitas fisik, perubahan pola

Banyak penelitian yang masih harus dikembangkan untuk dapat secara penuh memahami keuntungan penggunaan terapi VAC pada wanita yang menderita

sindrom premenstruasi.28;29

Tabel 4. Manajemen Sindrom Premenstruasi

Sequential approach to the office management of Premenstrual syndrome

1 Listening, charting, stress reduction

2 Dietary modification

3 Step 2 + Pyridoxine

4 Step 3 + EPO

5 Step 3 + vitamine E

6 Step 2 + Progesteron suppositories

7 Psychoteraphy or group support at any stage above

 

 

Dokumen terkait