• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar Serum Magnesium Terhadap Gambaran Sindrom Premenstruasi Yang Dinilai Dengan Premenstrual Syndrome Scale

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kadar Serum Magnesium Terhadap Gambaran Sindrom Premenstruasi Yang Dinilai Dengan Premenstrual Syndrome Scale"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

KADAR SERUM MAGNESIUM TERHADAP GAMBARAN

SINDROM PREMENSTRUASI YANG DINILAI DENGAN

PREMENSTRUAL SYNDROME SCALE

         

 

OLEH:

T. JEFFREY ABDILLAH

(2)

PEMBIMBING :

Dr. ICHWANUL ADENIN, SpOG.K

Dr. FIDEL G SIREGAR, SpOG

 

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP. H. ADAM MALIK – RSUD. Dr. PIRNGADI

M E D A N

(3)

ABSTRAK

Tujuan penelitian : Untuk mengetahui hubungan kadar serum magnesium terhadap

gambaran sindrom premenstruasi dengan menggunakan Premenstrual Syndrome

Scale.

Rancangan penelitian : Desain penelitian ini adalah “cross sectional” dengan

rancangan penelitian case control study. Peneliti akan menguji data pada satu titik

waktu. Data dikumpulkan hanya pada satu kesempatan dari kelompok subyek

wanita usia reproduktif ( usia 18 – 22 tahun ). Peneliti juga berusaha memaparkan

variabel penelitian dan menguji hubungan antar variabel independen dan dependen

untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang hubungan hubungan

kadar serum Magnesium terhadap Sindrom Premenstruasi pada wanita usia

reproduktif di akademi kebidanan RSU Imelda.

Hasil penelitian : rata-rata kadar serum Magnesium pada kelompok PMS lebih

rendah dibandingkan dengan kelompok yang tidak PMS. Dari uji statistik dengan uji

t-test menunjukkan adanya perbedaan bermakna (P < 0,05). Hal ini menunjukkan

adanya penurunan kadar magnesium pada PMS, dengan mean pada kelompok

PMS 1,953 ± 0,074 dan pada Non PMS 2,116 ± 0,072. kelompok PMS mempunyai

hubungan dengan riwayat ibu atau saudara perempuan dengan PMS di bandingkan

yang tidak PMS. Dari uji statistik didapatkan nilai bermakna dimana nilai P = 0,0001.

Nilai rata-rata indeks massa tubuh pada kelompok PMS lebih besar dibandingkan

pada kelompok non PMS. Dari uji statistic dengan uji t-test menunjukkan adanya

perbedaan bermakna (P < 0,05), hal ini menunjukkan adanya peningkatan indeks

massa tubuh pada kelompok PMS, dengan mean pada kelompok PMS 25,27 ±

(4)

kelompok PMS dan kelompok non PMS adalah sama . Dari uji statistic dengan uji

t-test menunjukkan adanya perbedaan tidak bermakna (P > 0,05) dengan mean

pada kelompok PMS sebesar 29,36 ± 1,25 dan pada kelompok Non PMS sebesar

28,76 ± 1,89.

Kesimpulan : Didapatkan kadar serum magnesium rata-rata lebih rendah pada kelompok PMS dibandingkan dengan kelompok non PMS, Didapatkan indeks massa

tubuh rata-rata lebih tinggi pada kelompok PMS di bandingkan dengan kelompok

non PMS, riwayat keluarga mempunya hubungan yang bermakna dengan

kelompok PMS .

Kata kunci : sindrom premenstruasi, serum magnesium, Premenstrual Syndrome

(5)

DAFTAR ISI Sindrom Premenstruasi (PMS) 2.1 Pendahuluan ... 6

2.2 Defenisi ... 6

2.3 Epidemiologi dari PMS ... 7

2.4 Etiologi ... 7

2.5 Gejala Klinis pada Premenstrual Syndrome ... 13

(6)

Bab III

Metodologi Penelitian

3.1 Rancangan Penelitian ... 29

3.2 Waktu dan Tempat ... 29

3.3 Subyek Penelitian ... 29

3.4 Perhitungan Jumlah Sampel ... 30

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 31

3.6 Cara Penelitian 3.6.1 Pengumpulan Data ... 31

3.6.2 Pengolahan Data ... 31

3.7 Batasan Operasional ... 32

3.8 Alur Penelitian ... 33

Bab IV Hasil ... 34

Tabel 4.1 Tabel karakteristik responden PMS dan Non PMS berdasarkan siklus haid, usia menarche, riwayat keluarga dengan PMS, indeks massa tubuh dan kadar serum Magnesium... 34

Tabel 4.2 Tabel distribusi responden berdasar kadar magnesium dan hasil uji statistic dengan Student t test ... 37

Tabel 4.3 Tabel Silang Hubungan Riwayat Ibu atau Saudara Perempuan PMS dengan PMS... 39

Tabel 4.4 Tabel distribusi responden berdasar Indeks Massa Tubuh dan hasil uji statistic dengan Student t test... 41

(7)

Bab V

Kesimpulan dan Saran ... 44

(8)

ABSTRAK

Tujuan penelitian : Untuk mengetahui hubungan kadar serum magnesium terhadap

gambaran sindrom premenstruasi dengan menggunakan Premenstrual Syndrome

Scale.

Rancangan penelitian : Desain penelitian ini adalah “cross sectional” dengan

rancangan penelitian case control study. Peneliti akan menguji data pada satu titik

waktu. Data dikumpulkan hanya pada satu kesempatan dari kelompok subyek

wanita usia reproduktif ( usia 18 – 22 tahun ). Peneliti juga berusaha memaparkan

variabel penelitian dan menguji hubungan antar variabel independen dan dependen

untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang hubungan hubungan

kadar serum Magnesium terhadap Sindrom Premenstruasi pada wanita usia

reproduktif di akademi kebidanan RSU Imelda.

Hasil penelitian : rata-rata kadar serum Magnesium pada kelompok PMS lebih

rendah dibandingkan dengan kelompok yang tidak PMS. Dari uji statistik dengan uji

t-test menunjukkan adanya perbedaan bermakna (P < 0,05). Hal ini menunjukkan

adanya penurunan kadar magnesium pada PMS, dengan mean pada kelompok

PMS 1,953 ± 0,074 dan pada Non PMS 2,116 ± 0,072. kelompok PMS mempunyai

hubungan dengan riwayat ibu atau saudara perempuan dengan PMS di bandingkan

yang tidak PMS. Dari uji statistik didapatkan nilai bermakna dimana nilai P = 0,0001.

Nilai rata-rata indeks massa tubuh pada kelompok PMS lebih besar dibandingkan

pada kelompok non PMS. Dari uji statistic dengan uji t-test menunjukkan adanya

perbedaan bermakna (P < 0,05), hal ini menunjukkan adanya peningkatan indeks

massa tubuh pada kelompok PMS, dengan mean pada kelompok PMS 25,27 ±

(9)

kelompok PMS dan kelompok non PMS adalah sama . Dari uji statistic dengan uji

t-test menunjukkan adanya perbedaan tidak bermakna (P > 0,05) dengan mean

pada kelompok PMS sebesar 29,36 ± 1,25 dan pada kelompok Non PMS sebesar

28,76 ± 1,89.

Kesimpulan : Didapatkan kadar serum magnesium rata-rata lebih rendah pada kelompok PMS dibandingkan dengan kelompok non PMS, Didapatkan indeks massa

tubuh rata-rata lebih tinggi pada kelompok PMS di bandingkan dengan kelompok

non PMS, riwayat keluarga mempunya hubungan yang bermakna dengan

kelompok PMS .

Kata kunci : sindrom premenstruasi, serum magnesium, Premenstrual Syndrome

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Sindrom Premenstruasi adalah sekumpulan gejala berupa perubahan fisik dan

psikis yang dialami + 7-10 hari menjelang menstruasi dan menghilang beberapa hari

setelah menstruasi. Keluhan yang ditimbulkan bisa bervariasi bisa menjadi lebih

ringan ataupun lebih berat sampai berupa gangguan mental (mudah tersinggung,

sensitif) maupun gangguan fisik. Diperkirakan kurang lebih 85% wanita usia

reproduktif antara usia 15-35 tahun mengalami satu atau lebih gejala dari Sindrom

Premenstruasi.1-4

Berdasarkan beberapa penelitian dapat diidentifikasikan ada banyak gejala umum

Sindrom Premenstruasi dan yang paling sering dilaporkan, yaitu : Gejala-gejala fisik

seperti sakit kepala, perut kram, sembelit atau diare, sakit punggung dan pinggang,

fatigue, pada payudara terjadi nyeri, membengkak dan mengeras, gangguan tidur,

sendi atau otot lemas, timbulnya jerawat, pembengkakan tungkai pada kaki, ,

kenaikan nafsu makan dan berat badan. Gejala psikis dan tingkah laku seperti

mudah tersinggung, mudah marah, mood berubah-ubah, menangis tiba-tiba,

perubahan libido, pelupa, cemas, depresi, gangguan konsentrasi, dan agresif.1;2;4;5

Pada beberapa wanita masa menstruasi merupakan masa-masa yang sangat

menyiksa. Itu akibat adanya gangguan-gangguan pada siklus menstruasi mereka.

(11)

antara lain sindrom premenstruasi, nyeri pada menstruasi, siklus menstruasi tidak

teratur. 2

Hasil Penelitian di Amerika membuktikan bahwa 85% wanita menstruasi mengalami

Sindrom Premenstruasi. Ironisnya, banyak wanita yang belum tahu apa sebenarnya

Sindrom Premenstruasi itu.2;6

Terdapat beberapa faktor yang meningkatkan resiko terjadinya Sindrom

Premenstruasi diantaranya berkaitan dengan karakteristik wanita itu sendiri. Menurut

Oakley et al (1998), setiap individu mempunyai karakteristik biografi yang berbeda,

karakteristik tersebut dapat mempengaruhi kondisi fisik, psikologis dan sosial

seseorang. Karakteristik wanita usia reproduktif yang berhubungan dengan Sindrom

Premenstruasi. 6;7

Masalah kesehatan pada wanita usia reproduktif berhubungan dengan Indikator

Kesehatan. Adapun masalah kesehatan memiliki ruang lingkup yang luas antara

lain menyangkut perkembangan manusia yang harmonis dalam upaya

meningkatkan kualitas hidup. Salah satunya adalah kesehatan wanita usia

reproduktif sangat menentukan tercapainya kualitas hidup yang baik pada keluarga

dan masyarakat, sehingga merupakan aspek yang penting untuk diperhatikan.

Dimana, di Indonesia, keberhasilan pembangunan bidang kesehatan salah satunya

tercermin pada usia harapan hidup wanita.8

Ditinjau dari salah satu faktor predisposisinya, Sindrom Premenstruasi berhubungan

dengan perubahan pola nutrisi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

(12)

1-2 minggu menjelang menstruasi dapat mengurangi gejala Sindrom Premenstruasi.

Salah satunya, dengan komposisi makanan yang mengandung Magnesium (Mg).9

Kadar Magnesium yang seimbang memainkan peran penting dalam mekanisme

stabilisasi membran sel . Penurunan magnesium meningkatkan transmisi sinaptik

dan menyebabkan hipereksitabilitas otot uterus. Tingkat intraseluler magnesium

diatur oleh berbagai faktor seperti 17β-Estradiol (E2) dan meningkatkan

Progesteron. Hormon E2 dalam fase pre-ovulasi, menyebabkan penurunan kadar

magnesium di intraseluler. Peningkatan progesteron, yang terjadi dalam fase

pramenstruasi, menyebabkan peningkatan tingkat intraseluler dari magnesium. Pada

nyeri menstruasi, ditemukan tingkat penurunan Progesteron yang menyebabkan

penurunan magnesium dan peningkatan kontraktilitas miometrium. Menurut

penelitian Miriam C et al dari data yang diperoleh didapatkan manfaat yang sangat

berarti pada sindrom premenstruasi yang diberi pengobatan magnesium yang

dikombinasi dengan vitamin B6 untuk mengurangi gejala cemas dan keinginan untuk

makan 9;10

1.2. Rumusan Masalah

Hasil penelitian yang telah diperoleh sebelumnya menunjukkan keterkaitan antara

kebiasaan intake makanan yang mengandung magnesium terhadap gambaran

Sindrom Premenstruasi. Sehingga, peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai

berikut Apakah terdapat hubungan kadar serum Magnesium terhadap gambaran

Sindrom Premenstruasi

(13)

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan kadar serum Magnesium terhadap gambaran

Sindrom Premenstruasi dengan menggunakan Premenstrual Syndrome

Scale.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan kadar serum Magnesium terhadap gambaran

Sindrom Premenstruasi dengan menggunakan Premenstrual Syndrome

Scale.

2. Untuk mengetahui hubungan faktor-faktor karakteristik yaitu menarche,

Indeks Massa tubuh dan riwayat keluarga yang menderita sindrom

premenstruasi terhadap gambaran Sindrom Premenstruasi dengan

menggunakan Premenstrual Syndrome Scale.

1.4. Hipotesis Penelitian

 Ha = Ada hubungan kadar serum Magnesium terhadap gambaran Sindrom

Premenstruasi

 Ho = Tidak ada hubungan kadar serum Magnesium gambaran Sindrom

(14)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Kadar serum Magnesium dapat digunakan sebagai acuan untuk mengatasi

Sindroma Premenstruasi pada wanita usia reproduktif dengan pengaturan

pola makan yang mengandung Magnesium dengan kadar yang seimbang.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memprediksi terjadinya

Sindroma Premenstruasi berdasarkan faktor-faktor karakteristik yaitu

menarche, Indeks Massa tubuh dan riwayat keluarga yang menderita

sindrom premenstruasi .

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan untuk

meningkatkan upaya promotif dalam pemberian nutrisi seimbang untuk

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

SINDROM PREMENSTRUASI

2.1 Pendahuluan

Sebagian besar wanita yang berada pada usia reproduktif (85 s/d 97 %) mengeluh

terhadap nyeri somatis dan gangguan mental yang timbul sebelum menstruasi

namun, karakteristik asal dan tingkat keluhan yang berbeda membuat mereka tidak

memperhatikannya setiap siklus sehingga menghasilkan dasar yang tidak adekuat

untuk mendiagnosa Sindrom Premenstruasi. 3;9-12

2.2 Defenisi

Definisi yang dianut terhadap sindrom ini meliputi gangguan mental dan somatik

yang berat yang muncul secara siklik terutama pada fase premenstruasi yang

secara signifikan menghambat aktivitas sehari-hari. Kumpulan dari gejala gejal

tersebut muncul pada fase luteal pada siklus menstruasi ( 1 sampai 2 minggu

sampai terjadinya menstruasi) dan gejala tersebut hilang setelah terjadinya

menstruasi.3;9-12

Penelitian yang dilakukan oleh Borenstein J et al pada wanita di Amerika Serikat

menunjukkan hubungan antara sindrom premenstruasi dan tingkat ketidak hadiran

(16)

pada waktu bekerja dan pada akhirnya akan menjadi masalah dalam pembayaran

gaji para wanita dengan Sindrom Premenstruasi. 13

Pada kenyataannya terjadi peningkatan prevalensi dari keluhan dan gangguan pada

Sindrom Premenstruasi. Walaupun sindrom ini sudah diteliti pada waktu yang lalu

penyebab timbulnya gangguan masih belum dimengerti sepenuhnya sehingga

terdapat berbagai kemungkinan terapi yang terbukti tidak efektif. 13;14

2.3. Epidemiologi dari Sindrom Premenstruasi

Menurut kriteria diagnosis yang diterbitkan oleh America Collage Of Obstetricsn

Gyneconogy (ACOP), Diagnosa Sindrom Premenstruasi dapat ditegakkan bila

sedikitnya satu gangguan mental dan satu keluhan somatik yang timbul dengan

tingkat keparahan sedang dan berat.6;15

Menurut kriteria DSM IV dalam mendiagnosis PMDD yaitu singkatan yang lebih

parah dari Sindrom Premenstruasi setidaknya lima dari keluhan dari dalam daftar

dibawah harus ada, termasuk gangguan mental yang hebat. Bentuk yang parah dari

Sindrom Premenstruasi ditemukan sebanyak 2,5 s/d 3 % pada wanita pada usia

reproduktif, sementara sekitar 40 % wanita akan mengalami keluhan Sindrom

Premenstruasi dengan tingkat yang tidak terlalu parah.6;15-17

2.4. Etiologi

Untuk memperoleh pengertian yang lebih baik terhadap faktor penyebab potensial

dari Sindrom Premenstruasi dan bagaimana zat gizi mempengaruhi biokimia wanita

(17)

fase folikuler dan fase luteal yang merupakan hasil dari interaksi yang kompleks

antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium.18

Fase folikuler awal yang ditandai dengan menstruasi memiliki memiliki karakteristik

berupa kadar hormon FSH yang tinggi dan kadar hormon LH estrogen dan

progesteron yang rendah. Kadar FSH yang tinggi memicu pertumbuhan folikel

sementara estrogen berfungsi sebagai sintesis dan poliferasi dari endomentrium.

Estrogen akan mengikat secara cepat pada saat terjadi pematangan folikel yang

akan merangsang Luteinizing hormon. Hormon ini akan merangsang ovulasi yang

muncul 14 hari sebelum menstruasi dan berakhir pada saat berhentinya fase

folikuler. Pada fase Luteal LH menyebabkan sel granulosa dari folikel yang ruptur

dan akan membentuk corpus luteum, yang akan menghasilkan progesteron dalam

jumlah besar dan sedikit estrogen.18;19

Fase luteal ditandai dengan berkurangnya produksi ovarium terhadap estrogen dan

peningkatan produksi progesteron oleh corpus luteum yang mencapai puncaknya

pada pertengahan fase luteal , kadar LH dan FSH kembali rendah. Bila tidak terjadi

fertilisasi ovum akan mengalami degenerasi menjadi corpus luteum yang akan

menyebabkan turunnya kadar progesteron dan estrogen secara cepat. Penurunan

kadar progesteron dan esterogen ini menghasilkan kerusakan dan peluruhan dinding

endomentrium, yang selanjutnya ditandai sebagi hari pertama dari siklus menstruasi

(18)

Gambar 1 Siklus Menstruasi

Etiologi dari sindrom ini bersifat multifaktor dan belum sepenuhnya dimengerti. Efek

dari gangguan hormonal, terutama tingkatan progesteron yang rendah pada fase

luteal, mengganggu fungsi dari aktifitas Adosteron yang mengakibatkan retensi air,

ketidak seimbangan Hipofisis – Pituitary - Adrenal mengakibatkan sekresi yang

tidak adekuat dari hormon adrenal, mengganggu sekresi dari neurotransmiter yang

menghasilkan hiperprolactinemia fungsional kekurangan kalsium, magnesium

,piridoksin, alkohol gangguan toleransi glukosa, obesitas dan faktor lingkungan

seperti stres semua pernah dilakukan. Secara umum penyebab utama dari sindrom

(19)

dapat menimbulkan kecemasan melalui kerja metabolisme dari progesteron

terutama aloprecnenolon yang merupakan neuron aktifator yang bekerja pada

sistem gabah yang terdapat diotak. Namun data yang mengenai para partisipan

yang mengalami gangguan hormonal permanen pada Sindrom Premenstruasi masih

sangat kurang, kadar progesteron tidak selalu berubah pada wanita penderita

Sindrom Premenstruasi. Sindrom Premenstruasi dipercaya berkaitan dengan

metabolit neurobolit progesteron termasuk metabolit yang secara spontan yang

dihasilkan didalam saraf pusat. Metabolit yang paling utama adalah 3 α

-hiddrogsi-5-α-dihigroprogerteron dan 3-α-5-tetra hiderodiocsi korticosteron.8

Komponen-komponen ini bersifat ansiolitik analgetik dan analstetik yang akan berinteraksi

dengan reksektor gabah, yang merupakan reksektor utama penghambat reotramisi.

Disisi lain pregnenolon sulfat (PS) yang dapat dihidrolisasi menjadi pregnenolon oleh

steroit sulfat dan MMDA yang merupakan reseptor perantara susunan saraf pusat

terhadap pertukaran kalsium interasel. 18;19

Perbedaan konsentrasi dari steroid diatas terbukti berkaitan dengan angka kejadian

Sindrom Premenstruasi. Siklus menstruasi yang disertai dengan gejala Sindrom

Premenstruasi yang parah pada pase premenstrual telah terbukti berkaitan dengan

peningkatan level ekstradiol secara Signifikan dan tampak penurunan dari

progesteron. Semakin beratnya gejala Sindrom Premenstruasi yang terjadi pada

siklus dengan level ektradiol yang tinggi, preknenollon, dan preknenolllon sulfat.

Sementara level yang tinggi dari 3-α-OHDHP dan 3-α-THDOC berkaitan dengan

keluhan Sindrom Premenstruasi yang sedang. Peningkatan keparahan dari gejala

Sindrom Premenstruasi berkaitan dengan kadar yang lebih tinggi dari pregnenollon

sulfat (PS) mempengaruhi proses prilaku dan memori penemuan ini menunjukkan

(20)

Pada fase luteal Sindrom Premenstruasi mempengaruhi proses perilaku dan memori

penemuan ini mengkonfirmasi peran yang penting dari steroid sebagai etiologi

Sindrom Premenstruasi. Lebih lanjut peran yang signifikan dari interaksi antara

alkohol dan Gama amino butiric acid ( GABA ) telah diformulasikan pada

simtomatologi dari Sindrom Premenstruasi. Hal ini menunjukkan selama fase luteal

terjadi penurunan alkohol yang menghasilkan penurunan Allopregnenolon

diperifer.Mastalgia/mastodinia salah satu dari komposisi Sindrom Premenstruasi,

merupakan gejala yang sering dijumpai berkaitan dengan kelainan pada

payudara.2;5;20

Levin et al menyimpulkan suatu hipotesis bahwa regulasi normal dari vasodilator dan pemanjangan vaskularisasi pada saat fase luteal pada siklus menstruasi

bertujuan untuk meningkatkan pelepasan endotelial Nitric Oxide (NO). Sebagai hasil

akan muncul kadar estrogen dan progesteron yang maksimal pada fase ini.Kadar

yang berlebih dari NO memiliki efek sistemik tambahan yang mungkin muncul

sebagai Sindrom Premenstruasi. Obesitas dan insulin resisten diduga sebagai faktor

terjadinya Sindrom Premenstruasi. Sama halnya dengan diet rendah kalsium dan

vitamin D3 yang menyertai obesitas. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa

hambatan reuptek dari serotin meningkatkan sensifitas jaringan terhadap insulin dan

akan mengurangi indeks masa tubuh. Susan thys et al dalam penelitiannya

perubahan siklus metabolisme kalsium pada yang berhubungan dengan siklus

menstruasi dengan premenstrual sindrom dengan hasil terjadi penurunan kadar

kalsium yang bermakna pada penderita premenstrual sindrom di bandingkan

(21)

Sedangkan metabolisme magnesium beberapa peneliti salah satunya Bolte et al 2001,metabolisme dari magnesium yang abnormal berhubungan dengan gangguan

neuropsikiatri tampak dari gangguan mood dan gejala fisik yang tampak seperti

migrain, epilepsy,nyeri kronik. Dikarenakan magnesium mempunyai hubungan

secara langsung dengan fungsi dari sel yang normal, maka jika terjadi penurunan

kadar magnesium akan menimbulkan gejala gejala pada Sindrom Premenstruasi.

9;16;20-22

Beberapa penelitian memperlihatkan terjadinya penurunan kadar magnesium secara

bermakna dibandingkan dengan kadar magnesium pada wanita normalPeran

magnesium dalam gejala Sindrom Premenstruasi bersifat multi faktor karena

fungsinya yang banyak dalam metabolisme seluler. Magnesium berperan dalam :

1. Sintesa dopamin.

2. Konjugasi estrogen dengan secara langsung meningkatkan aktifitas

glucuronyl transferase, enzim yang berperan dalam glukoronidasi estrogen di

hati.

3. Aktivasi vitamin B terutama vitamin B6.

4. Produksi energi.

5. Sintesa second messenger cAMP (cyclic AMP), yang mempunyai peranan

penting dalam keseimbangan hormon.

6. Konversi LA menjadi GLA,pada batasan rata rata anti inflamasi pada sintesis

(22)

Penurunan magnesium dapat disebabkan karena penggunaan diuretik, pengguna

alkohol dan asupan lemak yang tinggi setiap harinya dan malabsorbsi syndrome.

9;21-25

2.5. Gejala klinis pada sindrom premenstruasi

Terdapat banyak gejala yang dihubungkan dengan sindrom premenstruasi namun

gejala yang paling sering adalah gejala iritabilitas ( mudah tersinggung) dan disforia

( perasaan sedih ) gejala mulai dirasakan 7- 10 hari menjelang menstruasi berupa

gejala fisik maupun psikis yang mengganggu aktifitas sehari hari dan menghilang

setelah menstruasi .11;17;26

Menurut American Standart Assocition – DSM IV menyebutkan bahwa gejala -

gejala sindrom premenstruasi dapat meliputi gejala fisik dan psikis di jelaskan pada

(23)

Tabel 1

American College of Obstetricians and Gynecologist diagnostic criteria for SINDROM PREMENSTRUASI

Patient reports one or more of the following affective and somatic symptomes during 5 days before menses in each of 3 prior menstrual cycles

Affective

Depression

Angry outbursts

Anxiety

Irritability

Confusion

Social withdrawal Somatic

Breast tenderness

Abdominal bloating

Headache

Swelling of extremities

Symptoms relived within 4 days of menses onset without

recurrence until at least cycle day 13

Symptoms present in absence of any pharmacologic

therapy, hormone ingestion or drug or alcohol abuse

Symptoms occur reproducibly during 2 cycles of

prospective recording

Patient suffers from identifiable dysfunction in social or

economic performance

(24)

Tabel 2

Kriteria diagnostik menurut DSM-IV

DSM-IV diagnostic criteria for PMDD

One year duration of symptoms which are present for the majority of cycles (occur luteal, remit follicular

Five of the following symptoms (with at least one of these marked with*) must occur during the week before menses and remit within days of menses:

Irritability*

Affective lability* (sudden mood swings)

Depressed mood or hopelessness*

Tension or anxiety*

Decreased interest in activities

Difficulty concentrating

Change in sleep

Feeling out of control

Lack of energy

Change in appetite (food cravings)

Other physical symptoms (breast tenderness, bloating)

Seriously interferes with work, social activities, relationship Not an exacerbation of another disorder

(25)

Tabel 3

Pembagian Dari Sindrom Premenstruasi

(26)

intake 

Dan menurut Guy E Abraham et al menyatakan gejala gejala klinis yang di jumpai

pada sindrom premenstruasi di bagi menurut gejala yaitu : tipe A,H,C dan tipe D.

Sekitar 80 % merupakan gangguan premenstrual syndrome tipe A, sedangkan tipe

H sekitar 60 %,premenstrual syndrome tipe C sebanyak 40 % dan sindrom

premenstruasi tipe D sebanyak 20 % kadang kadang seorang wanita mengalami

gejala gabungan misalnya tipe A dan D secara bersamaan.27

Setiap tipe sindrom premenstruasi memiliki gejalanya sendiri yaitu tipe A (anxiety)

ditandai dengan gejala seperti cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan

beberapa wanita mengalami depresi ringan sampai sedang saat sebelum mendapat

haid. Gejala ini timbul akibat tidak seimbangnya hormon estrogen dan progesteron ,

dan dijumpai kadar estrogen terlalu tinggi dibandingkan dengan progesteron.

sindrom premenstruasi tipe H ( hyperhydration ) memiliki gejala edema (

(27)

kaki, peningkatan berat badan sebelum haid ). Gejala tipe dari ini dapat juga

dirasakan bersamaan dengan tipe sindrom premenstruasi tipe lain. Pembengkakan

ini terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan di luar sel ( ekstrasel ) karena

tingginya asupan garam atau gula pada diet penderita. Pemberian obat diuretik

untuk mengurangi retensi (penimbunan) air dan natrium pada tubuh hanya

mengurangi gejala yang ada. Sindrom premenstruasi tipe C (craving) ditandai

dengan rasa lapar ingin mengonsumsi makan yang manis-manis (biasanya coklat)

dan karbohidrat sederhana (biasanya gula). Pada umumnya sekitar 20 menit setelah

menyantap gula dalam jumlah banyak,timbul gejala hipoglikemia seperti

kelelahan,jantung berdebar, pusing kepala yang terkadang sampai pingsan.

Hipoglikemia timbul karena pengeluaran hormon insulin dalam tubuh meningkat.

Rasa ingin mengkonsumsi makanan manis disebabkan stres, tinggi garam dalam

diet makanan, tidak terpenuhinya asam lemak essensial (omega 6), atau kurangnya

magnesium. Sindrom premenstruasi tipe D (depression) ditandai dengan gejala

depresi,ingin menangis,lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam

mengucapkan kata-kata (verbalisasi), bahkan kadang- kadang muncul rasa ingin

bunuh diri atau mencoba bunuh diri. Biasanya premenstrual syndrom tipe D

berlangsung bersamaan dengan sindrom premenstruasi tipe A, hanya sekitar 3 %

dari seluruh tipe sindrom premenstruasi benar-benar murni tipe D.(27) sindrom

premenstruasi tipe D murni disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon

progesteron dan estrogen, dimana hormon progesteron dalam siklus haid terlalu

tinggi dibandingkan dengan hormon estrogennya. Kombinasi sindrom premenstruasi

tipe D dengan tipe A dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu stres, kekurangan

asam amino tyrosine, penyerapan dan penimbunan timbal di tubuh, atau kekurangan

(28)

2.6. Diagnosis

Dalam mendiagnosa sindrom premenstruasi, adalah sangat penting untuk

menyingkirkan apakah ada penyakit lain yang mendasari timbulnya gejala yang

dirasakan. Premenstrual sindrom dapat diduga pada wanita yang mengalami

gangguan fisik ataupun mental beberapa saat sebelum menstruasi yang

berlangsung setiap siklusnya.14;18;27

Ada 3 elemen penting yang menjadi dasar diagnosa apakah seorang wanita

mengalami sindrom premenstruasi yaitu jika ditemukan:

1. Gejala yang sesuai dengan gejala sindrom premenstruasi.

2. Dialami setiap siklus menstruasi (konsisten).

3. Menimbulkan gangguan dalam aktifitas sehari- hari.

Menurut The National Institute of Mental Health Criteria seseorang dapat dikatakan

mengalami sindrom premenstruasi apabila mengalami 1 dari 6 gejala gangguan

perilaku dan 1 dari 4 gangguan somatik Hamilton et al, 1994. Apabila seorang

wanita mengalami 5 atau lebih dari gejala sindrom premenstruasi dan sangat

menggangu aktivitas sehari maka dapat dikategorikan dalam premenstrual dysphoric

disorders menurut Freeman et al, 2004. sindrom premenstruasi harus dibedakan dengan perubahan yang biasa dirasakan sebelum menstruasi yang tidak

menimbulkan gangguan dalam melaksanakan aktifitas sehari- hari misalnya rasa

tegang pada payudara. Keadaan ini adalah ciri khas dari siklus ovulasi normal yang

(29)

wanita adalah gejala sindrom premenstruasi maka perlu dilakukan secara

retrospektif terhadap keluhan yang dialami minimal 2- 3 sikuls haid Nick Panay et

al 2006.14;18;27

2.7.Terapi

Sampai diagnosis hormonal dapat ditegakkan pasien sebaiknya diberikan anjuran

terapi non farmakologis selama 2 sampai 3 bulan.2;11;17;27

2.7.1.Terapi Non Farmakologis

a. Modifikasi diet seperti pembatasan garam, kafein, coklat, alkohol dan

lemak (sebanyak 20-30%).

b. Suplemen makanan berupa :

 Kalsium 1200 mg/hari

 Magnesium 400 mg/hari

 Vitamin E 400 unit/hari

 Vitamin B6 50-100mg/hari

 L-tryptophan 6g/hari dimulai dari ovulasi hingga hari ketiga menstruasi

c. Olahraga teratur seperti : jalan pagi selama 30 menit atau latihan aerobik

sedang

d. Tehnik relaksasi untuk menetralisir dan menghilangkan stress.

2.7.2. Terapi Farmokologis

Suatu penelitian cohort study yang dilakukan pada tahun 2002 di Inggris, yang

(30)

kurun waktu 1992 – 1998 terhadap 612.700 orang wanita menunjukkan lebih dari

300 jenis terapi yang berbeda. Terapi yang mengandung progestagen merupakan

yang paling sering diresepkan (sebanyak 44% pada 1993, 42% pada 1998),

kemudian diikuti oleh selective seretonine-reuptake inhibitors (sebanyak 2% pada

1993, 11% pada 1998) yang merupakan hasil dari efek samping neurotoksik yang

mungkin timbul bila diberikan dalam dosis besar. Bila ditemukan fungsional

hiperprolaktinemia (70% wanita yang mengalami mastalgia memiliki kadar prolactin

yang abnormal) pada wanita dengan Sindrom Premenstruasi, terapi rutin terhadap

kondisi ini harus segera dimulai. Penggunaan bromocriptine dengan dosis 5 mg

setiap harinya pada sore hari menunjukan hasil yang memuaskan dalam

menghilangkan keluhan mastalgia pada wanita yang mengalami tumor payudara

jinak.3;12

Pada penelitian lain menunjukkan, penghentian gejala Sindrom Premenstruasi

pada wanita yang menderita fungsional hiperprolactinemia yang diobati dengan

ekstrak Vitex Agnus Castus (VAC) dengan dosis 20 mg/hari yang kemudian

dibandingkan dengan placebo. Perbaikan klinis terjadi secara biokimia melalui

penurunan kadar prolactin pada fase luteal dan penghambatan sekresi hormon

tersebut yang terlihat pada tes dinamik, sejalan dengan peningkatan level

progesteron pada fase luteal, yang berakhir dengan penghentian kehamilan

melalui persalinan.6;15;21

Penelitian yang membandingkan efektifitas antara antara bromociptine dan VAC

yang dilakukan oleh Kilicdag et al, memberikan hasil yang hampir sama; namun

laporan menyatakan bahwa sebanyak 12,5% wanita yang diterapi dengan

bromocriptine mengalami keluhan mual dan muntah.15 Sebuah survey yang

(31)

bahwa kemungkinan kedua terbanyak yang mungkin diobati oleh Sindrom

Premenstruasi. Beberapa wanita menderita efek samping yang lebih parah, yang

membuat mereka mencari metode yang natural. Berri merupakan bagian yang

paling populer dari tanaman VAC dan mengandung zat potensial yang aktif dalam

jumlah besar, meliputi minyak, iridoids dan flavonoids. Penelitian yang dilakukan

terhadap manusia dan hewan menunjukkan ekstrak dari tanaman ini mengikat

reseptor dopamin yang terletak pada anterior hipofisis dan menurunkan sekresi

prolactin baik basal ataupun stimulus (TRH dan MCP). Disimpulkan juga bahwa

ekstrak dari VAC menurunkan sekresi prolactin, yang menimbulkan penekanan

berulang terhadap LH, yang mengakibatkan pertumbuhan maksimal dari korpus

luteum pada fase luteal dan peningkatan kadar progesterone sehingga

mengurangi Sindrom Premenstruasi. Jarry et al, menyimpulkan bahwa

phytoestrogen pada VAC menghasilkan aktifitas ER beta-selektif. Efek dari aktifitas

VAC adalah terkait dengan dosis. Badan kesehatan Jerman membuktikan

kegunaan VAC untuk mengatasi siklus menstruasi yang ireguler, Sindrom

Premenstruasi, dan mastodinia/mastalgia. Karena kemampuannya dalam

berikatan dengan hormon, dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi VAC selama

kehamilan dan menyusui.28

Pada sebuah penelitian double blind yang dilakukan secara acak terhadap 175

wanita, VAC diberikan dengan dosis 3,5 atau 4,2 g per hari kemudian

dibandingkan dengan vitamin B6 dengan dosis 2x100 mg per hari. Perkembangan

yang signifikan terlihat pada 77,1% wanita yang menderita Sindrom Premenstruasi

yang diterapi dengan menggunakan VAC berbanding dengan 60,6% wanita yang

diterapi dengan vitamin B6. Insidens terhadap timbulnya efek samping seperti

(32)

minimal. Pada penelitian yang lain, efek positif dari 20 mg VAC terhadap gejala

yang timbul pada Sindrom Premenstruasi adalah sebesar 52% dari seluruh

wanita, berbanding dengan 24% yang menggunakan placebo. Tidak ada penelitian

jangka panjang yang pernah dilakukan untuk membandingkan terapi standar

(SSRIs, OC) dengan VAC. Dari data yang diperoleh menunjukkan efek teraupetik

dari VAC sangat menjanjikan, akan tetapi masih terdapat kontroversi dan

membutuhkan lebih banyak penelitian.28;29

Setelah hiperprolactenimea disingkirkan, gangguan pada fase luteal harus

diperhitungkan. Bila terbukti, standar terapi berupa progesteron dan progestagen

adalah rutin. Akan tetapi artikel mega analisis yang diterbitkan pada tahun 2002

membuktikan bahwa berdasarkan bukti – bukti medis, keuntungan yang diperoleh

melalui terapi menggunakan progesteron dan progestagen pada wanita yang

menderita sindrom premenstruasi semakin berkurang.

Baru – baru ini ACOG merekomendasikan penggunaan Selective Serotonine

Reuptake Inhibitors (SSRIs) sebagai terapi sindrom premenstruasi. Banyak gejala

sindrom premenstruasi seperti depresi, gangguan tidur, cemas, agressif,

menurunnya ambang rasa nyeri dan kesulitan untuk konsentrasi adalah karena

penurunan neurotransmisi serotonin. Bukti lain menunjukkan peranan yang

signifikan dari sistem serotoninergik dalam hubungannya dengan fase luteal pada

wanita penderita sindrom premenstruasi. Lebih lanjut lagi, efek terhadap seks

hormon pada peningkatan serotonin, ikatan, dan transport juga menjadi indikasi.

Untuk alasan inilah telah dipikirkan akan adanya gangguan regulasi terhadap

sistem serotonin, yang bertanggung jawab terhadap banyaknya kasus sindrom

(33)

Sebuah literatur review menunjukkan bahwa banyak data yang menunjukkan

fluoxetine merupakan obat yang efektif, diikuti oleh sertraline, citalopram,

paroxetine, dan clomopramine. Baik fluoxetine dan sertraline telah terbukti efektif

dalam mengobati gangguan mental dan fungsi psikososial, performa kerja, dan

kualitas hidup dari wanita penderita sindrom premenstruasi. Obat diberikan dengan

dosis harian atau hanya pada fase luteal. Wanita dengan rasa cemas yang

menetap, kepada merekalah terbukti SSRIs tidak efektif setelah pemakaian selama

3 bulan, mungkin diperlukan penggunaan obat jenis anxiolitic pada fase luteal.

Namun, observasi menunjukkan buspirone dan alprazolam merupakan

kontraindikasi. Pada wanita denga fase luteal yang tidak sesuai yang

menggunakan kontrasepsi, penggunaan hormon seks dosis rendah secara oral

sepertinya menjanjikan, sama halnya dengan progestine-drospirenone, yang

merupaka analog dari antagonis mineralokortikoid, spironolacton. Sebuah

penelitian percobaan secara double blind terhadap 326 wanita menunjukkan

bahwa penggunaan 3mg drospirenone dengan 30µg ethynil estradiol selama 6

bulan secara signifikan mengurangi gejala sindrom premenstruasi.19

Yang harus diingat adalah, terutama dalam menulis resep untuk terapi sindrom

premenstruasi, banyak wanita menggunakan suplemen makanan dan obat –

obatan yang dijual bebas, terutama bila resep yang mereka terima terbukti tidak

efektif di masa lalu, yang mungkin menimbulkan berbagai interaksi. Selanjutnya

dalam setiap kunjungan pasien haruslah ditanyakan mengenai gejala tambahan

yang mungkin timbul ataupun perubahan lain yang timbul selama pengobatan.28-30

Kesimpulan, beberapa terapi sepertinya akan menunjukkan keberhasilan dan

efktif. Diantaranya meliputi peningkatan aktifitas fisik, perubahan pola

(34)

Banyak penelitian yang masih harus dikembangkan untuk dapat secara penuh

memahami keuntungan penggunaan terapi VAC pada wanita yang menderita

sindrom premenstruasi.28;29

Tabel 4. Manajemen Sindrom Premenstruasi

Sequential approach to the office management of Premenstrual

syndrome

1 Listening, charting, stress reduction

2 Dietary modification

3 Step 2 + Pyridoxine

4 Step 3 + EPO

5 Step 3 + vitamine E

6 Step 2 + Progesteron suppositories

7 Psychoteraphy or group support at any stage above

 

 

2.8. Magnesium

Magnesium adalah salah satu unsur kimia yang mempunyai nomor atom 12 dengan

berat molekul 24,23Da . Magnesium merupakan kation ke empat terbesar dalam

(35)

Magnesium merupakan kofaktor untuk sebagian enzim yang berada dalam tubuh

yang mempunyai peranan penting untuk metabolisme energi, yang berperan dalam

tranfer phospat yang melibatkan ATP. Magnesium mempunyai peranan penting di

intrasellular.9;23

Aktifasi Magnesium

Di dalam tubuh manusia dewasa kadar magnesium mencapai 24 gram ( 1mol) yang

mana sebagian besar berada di tulang dan jaringan lunak , hanya 0,3% kadar

magnesium dari massa tubuh berada dalam darah. Magnesium yang berkerja pada

enzime mengalami hemostasis di intrasellular yang berfungsi mengaktifkan tiamin

sehinga dapat disimpulkan bahwa peran magnesium sangat penting. Distribusi

magnesium dalam tubuh diperkirakan 66% di dalam tulang, 33% di dalam otot dan

(36)

dalam keadaan bebas (dalam bentuk ion) dan secara fisiologi aktif, 30% berikatan

dengan protein (terutama albumin), dan 15% dalam bentuk anion kompleks. 31;32

Magnesium berfungsi sebagai kofaktor pada semua proses transphosporilase,

sehingga fungsi sangat penting. Rata-rata didalam makanan kita sehari-hari

mengandung sekitar 300 mg magnesium perhari,yang diperoleh dari sayuran hijau,

biji-bijian dan daging. 40% dari magnesium yang dikonsumsi akan diabsorbsi di usus

halus setelah 1 jam dan membutuhkan waktu hampir 12 jam untuk mencapai usus

besar. Absorbsi magnesium berbeda dengan absorbsi dengan elektrolit lainnya.

Hampir 70 – 80 % plasma magnesium di filter di gromerulus dan magnesium yang

terikat dengan protein. Hanya sekitar 20-30 % saja yang absorbsi ditubulus proximal,

artinya tubulus proximal akan lebih banyak mengabsorbis air dibandingkan

magnesium ini. Setelah digunakan pada sintesis berbagai sel, magnesium akan

diekresikan secara sirkadian di ginjal, dimana ekskresikan terbanyak terjadi pada

malam hari. 31;32

2.8.1. Defisiensi Magnesium

Fungsi magnesium mempunyai peranan penting , dimana sangat berkaitan satu

komponen dengan lainnya. Berlawanan dengan kalsium, dimana membutuhkan

parathyroid dan vitamin D, magnesium justru menstimulasi kerja parathyroid dan

vitamin D. Beberapa substansi yang dapat menurunkan absorsi magnesium adalah

ethanol, obat-obat diuretic, kopi, teh, garam, soda, Kalsium, foscarnet, amphoterisin

(37)

Beberapa hal yang dapat menyebabkan peningkatan magnesium adalah diare,

muntah, fistula billiar, penyakit pancreas, akut tubular nekrosis, diabetic

ketoasidosis, dan lainnya. Abraham (1982) melalui penelitiannya menyatakan

adanya hubungan antara defisiensi magnesium dan sindrom pre menstruasi.

Facchinetti (1991) meneliti hubungan pemberian magnesium dan plasebo sebagai

terapi sindrom pre-menstruasi. Hasilnya, ternyata pemberian magnesium pada

sindroma pre-menstruasi efektiv mengobati gejala-gejala tersebut.25;31-33

2.9. Kerangka Konsep

 

 

Karakteristik Wanita Usia

Reproduktif

Kadar Serum Magnesium

SINDROM

PREMENSTRUASI

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Desain penelitian ini adalah “cross sectional” dengan rancangan penelitian

case control study. Peneliti akan menguji data pada satu titik waktu. Data

dikumpulkan hanya pada satu kesempatan dari kelompok subyek wanita usia

reproduktif ( usia 18 – 22 tahun ). Peneliti juga berusaha memaparkan variabel

penelitian dan menguji hubungan antar variabel independen dan dependen untuk

mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang hubungan hubungan kadar

serum Magnesium terhadap Sindrom Premenstruasipada wanita usia reproduktif di

akademi kebidanan RSU Imelda.

3.2. Waktu dan tempat

Penelitian dilakukan Akademi Kebidanan RSU Imelda . Penelitian dimulai pada

bulan Juli 2010, sampel jumlah sampel terpenuhi.

3.3.Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah wanita usia reproduktif yaitu mahasiswi di Akademi

Kebidanan RSU Imelda. Sampel penelitian di bagi menjadi dua kelompok, satu

kelompok adalah kelompok dengan sindrom premenstruasi yang mana pengambilan

(39)

dan satu kelompok merupakan kontrol yaitu kelompok yang tidak menderita sindrom

premenstruasi.

3.4. Perhitungan Jumlah Sampel

Sampel penelitian memakai rumus :

n = Zα2 p(1-p)

d2

dimana :

n = Besar sampel

d = Penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang

diinginkan 15%

Z = standar deviasi normal pada 1,96 sesuai dengan tingkat kepercayaan

95%

p = Proporsi keadaan yang dicari, bila proporsi sebelumnya tidak diketahui,

maka pada subyek yang dipilih secara simple random sampling

dipergunakan nilai p = 0,50

q = 1,0 – p

(40)

(0,2)2

n = 24,7  25 orang  Jumlah sampel penelitian

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1 Kriteria inklusi

- Wanita usia 18 –22 tahun

- Tidak sedang mengkonsumsi suplemen yang mengandung

magnesium

- Bersedia ikut dalam penelitian

3.5.2 Kriteria Eksklusi

- Perdarahan Uterus Disfungsional

3.6. Cara Penelitian

3.6.1. Pengumpulan Data

Data primer diperoleh dari hasil pengisian kuesioner dari pengambilan sampel

darah dari subyek penelitian untuk diperiksakan kadar serum magnesium. Subyek

(41)

3.6.2. Pengolahan Data

Data diolah dengan analisis statistik secara komputerisasi.Analisis data meliputi

statistik deskriptif danstatistik inferensial. Statistik deskriptif digunakan untuk

menampilkan data karakteristik. Dalam hal ini data ditampilkan dalam bentuk

frekuensi, mean, standar deviasi (SD), dan Confidence Interval (CI 95%). Statistik

inferensial yang digunakan adalah analisis bivariat dengan analitik komparatif

menggunakan uji chi square dan uji t-independen. Kekuatan hubungan antara

kelompok data karakteristik dan kadar serum Magnesium (Mg) terhadap

Premenstrual Syndrome (PMS) dinyatakan dengan koefisien korelasi. Adapun

variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

o Karakteristik Wanita Usia

Reproduktif

o Kadar Magnesium

 

o Premenstrual Syndrome (PMS) 

Tabel 5. Variabel Independen dan Dependen

(42)

- Sindrom Premenstruasi adalah sekumpulan gejala berupa perubahan fisik dan psikis yang dialami + 7-10 hari menjelang menstruasi dan menghilang beberapa

hari setelah menstruasi.

- Wanita usia reproduktif adalah wanita yang berusia 18 -22 tahun pada sampel penelitian ini.

- Karakteristik adalah data yang meliputi :

 Umur : Usia yang dinilai berdasarkan tahun

IMT (Indeks Masa Tubuh) : Berat badan (kg) dibagi tinggi badan

kuadrat(meter)

 Menarche : adalah usia pertama kali menstruasi

Riwayat keluarga yang menderita sindroma pemenstruasi : adalah

anggota keluarga yang mempunyai hubungan primer dengan

penderita sindrom premenstruasi dan menderita gejala sindrom

premenstruasi.

3.8. Alur Penelitian

Responden yang memenuhi kriteria inklusi/eksklusi 

(43)

Penilaian karakteristik 

Menarche  

Siklus Haid 

IMT ( indeks Masa Tubuh ) 

Kadar Serum Magnesium 

Riwayat keluarga yang menderita 

sindroma pemenstruasi 

(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Tabel karakteristik responden PMS dan Non PMS berdasarkan siklus haid, usia menarche, riwayat keluarga dengan PMS, indeks massa tubuh dan

kadar serum Magnesium

Karakteristik PMS Non PMS

(45)

b.>12 8 32 5 20

V.INDEKS MASSA TUBUH

a.Underweight

Dari tabel distribusi karakterisrik PMS dan Non PMS diatas, didapatkan siklus haid

terbanyak adalah 30 hari baik pada kelompok PMS dan Non PMS yaitu sebesar

64%, dan 52 %. Berdasarkan usia menarche didapati pada kelompok PMS yaitu

sebesar 68 % menarche pada usia kurang dari 12 tahun, sedangkan pada kelompok

(46)

Riwayat keluarga dengan PMS pada kelompok PMS didapati sebanyak 60 %,

sedangkan riwayat keluarga dengan PMS pada kelompok non PMS didapati

sebanyak 8 %.

Tabel karakteristik diatas juga menunjukkan indeks massa tubuh normoweigh pada

kelompok PMS sebesar 80%, overweigh sebesar 20%, dan tidak ada seorang

sampel yang underweigh. Pada kelompok Non PMS didapati indeks massa tubuh

underweigh sebesar 8%, normoweigh sebesar 84 %, dan overweigh sebesar 8 %.

Kadar serum magnesium pada kelompok PMS di dapati sebesar 80 % dengan kadar

magnesium sedang, dan 20 % dengan kadar serum magnesium tinggi. Pada

(47)

4.2. Tabel distribusi responden berdasar kadar magnesium dan hasil uji statistic dengan Student t test

KADAR MAGNESIUM UJI STATISTIK

(48)

1.97

2.05

2.03

1.87

1.99

2.10

2.03

2.12

2.04

2.08

Mean = 1,9532

Std Deviasi = 0,074

Mean = 2,1164

Std Deviasi = 0,072

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata kadar serum Magnesium pada

kelompok PMS lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang tidak PMS. Dari

uji statistic dengan uji t-test menunjukkan adanya perbedaan bermakna (P < 0,05).

Hal ini menunjukkan adanya penurunan kadar magnesium pada PMS, dengan mean

pada kelompok PMS 1,953 ± 0,074 dan pada Non PMS 2,116 ± 0,072. Hal ini sesuai

dengan tulisan Gurjit (2004) dkk yang menyatakan wanita dengan PMS mempunyai

(49)

Menurut James Meschino dkk beberapa nutrisi yang dapat mengurangi gejala PMS adalah Vitamin B6 dan Magnesium, dimana vitamin B6 dan magnesium

mempengaruhi prostaglandin yang berkaitan dengan gejala PMS. Semakin banyak

prostaglandin yang dibentuk , maka gejala PMS akan berkurang. Saadatu (2007)

dkk juga menyatakan pemberian vitamin B6 yang dikombinasikan dengan

magnesium dapat mengurangi gejala-gejala cemas pada penderita PMS.

Adriane bendich (2000) melakukan penelitian dengan sampel sebanyak 38 dengan PMS ringan, pemberian suplemen 200 mg magnesium mengurangi 1 dari 6 gejala

PMS. Pada 32 wanita PMS pemberian suplemen magnesium sebanyak 360 mg

perhari menunjukkan pengurangan gejala-gejal PMS secara bermakna.

Gambar Grafik Kadar Magnesium Pada Penderita PMS Dan Non PMS

(50)

4.3.Tabel Silang Hubungan Riwayat Ibu atau Saudara Perempuan PMS dengan PMS

Riwayat ibu atau saudara

perempuan dengan PMS Status PMS

Ada Tidak ada

PMS

Tidak PMS

15

2

10

23

Jumlah 17 33

X2 = 15,062 P = 0,0001

Dari tabel silang diatas dapat dilihat bahwa pada kelompok PMS mempunyai

hubungan dengan riwayat ibu atau saudara perempuan dengan PMS di bandingkan

yang tidak PMS. Dari uji statistic didapatkan nilai bermakna dimana P < 0,005.

Hal ini sesuai dengan penelitian Condon (1993) dkk yang menyatakan adanya

hubungan erat antara PMS yang diderita ibu dengan kemungkinan PMS pada anak

(51)

menyatakan adanya kesamaan tipe PMS pada anak kembar, hal ini menunjukkan

hubungan herediter pada kejadian PMS.

Gambar Grafik Distribusi Riwayat Ibu atau Saudara Perempuan PMS dengan PMS

status PMS

KONTROL PMS

C

o

u

n

t

30

20

10

0

riwayat ibu/ saudara

ada

(52)

4.4. Tabel distribusi responden berdasar Indeks Massa Tubuh dan hasil uji statistic dengan Student t test.

INDEKS MASSA TUBUH UJI STATISTIK

(53)

27.29

27.50

37.94

17.31

20.00

22.36

Mean = 25,27

Std Deviasi = 3,902

Mean = 20,29

Std Deviasi = 1,929

Tabel diatas menunjukkan rata-rata indeks massa tubuh pada kelompok PMS lebih

besar dibandingkan pada kelompok non PMS. Dari uji statistic dengan uji t-test

menunjukkan adanya perbedaan bermakna (P < 0,05), hal ini menunjukkan adanya

peningkatan indeks massa tubuh pada kelompok PMS, dengan mean pada

kelompok PMS 25,27 ± 3,902 dan pada kelompok Non PMS 20,29 ± 1,929.

Gambar Grafik distribusi Indeks Massa Tubuh Pada Kelompok PMS dan Non

(54)
(55)

4.5. Tabel distribusi responden berdasarkan Siklus Haid dan hasil uji statistik

dengan Student t test

SIKLUS HAID (Hari) UJI STATISTIK

(56)

30

32

26

30

30

30

30

28

30

28

Mean = 29,36

Std Deviasi = 1,254

Mean = 28,76

Std Deviasi = 1,899

Tabel diatas menunjukkan rata-rata siklus haid pada kelompok PMS dan kelompok

non PMS adalah sama . Dari uji statistic dengan uji t-test menunjukkan adanya

perbedaan tidak bermakna (P > 0,05) dengan mean pada kelompok PMS sebesar

(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Didapatkan kadar serum magnesium rata-rata lebih rendah pada

kelompok PMS dengan mean 1,95 ± 0,07 dibandingkan kelompok non

PMS dengan mean 2,11 ± 0,07.

2. Terdapat hubungan bermakna antara kadar serum magnesium dengan

kelompok PMS dengan P 0,0001.

3. Didapatkan indeks massa tubuh rata-rata lebih tinggi pada kelompok PMS

dengan mean 25,27 ± 3,90 dibandingkan kelompok non PMS dengan

mean 20,29 ± 1,929.

4. Terdapat hubungan bermakna antara indeks massa tubuh dengan

kelompok PMS dengan P 0,0001.

5. Didapatkan hubungan bermakna antara riwayat ibu atau saudara

perempuan PMS dengan PMS dengan P 0,0001

SARAN

1. Berdasarkan penelitian ini, perlu dipertimbangkan pemberian suplemen

magnesium pada penderita PMS untuk mengurangi gejala-gejala sindrom

premenstruasi

2. Perlu penelitian lanjutan mengenai dosis magnesium untuk penderita sindrom

(58)

3. Di perlukan penelitin lebih lanjut terhadap etiologi yang mendukung terhadap

(59)

Daftar Pustaka

1. Daniel M.Campagne, Ghislaine Campagne. The Premenstrual Syndrome

Revisited. European Journal Of Obstetrics & Gynecology And Reproductive

Biology 2007;130:4-17.

2. Ginger R.Kraemer , Obert R.Kraemer. Premenstrual Syndrome:

Diagnosis And Treatment Experiences. Journal Of Women's Health 1998;7:8-12.

3. Joseph F Mortanna. Premenstrual Syndrome. Elsevier 2000;2-4.

4. Khaled M K Ismail. Premenstrual Syndrome. Elsevier 2007;2-4.

5. Giordana Bruna Cross. Premenstrual Syndrome Food Preferences,

Increasing Brain Serotonin Aviability And Mood In Women 2002.

6. Moira Connolly. Premenstrual Sindrom ; An Up Date Of Definitions,

Diagnosis And Management. Advances In Psyciatric 2001;7:469-77.

7. Antai A.B, Umoiyoho A.U, Dezi Aw, Ekanem Ee, Kon Uj. Premenstrual

Syndrome: Prevalence In Students Of The University Of Calabar, Nigeria. African Journal Of Biomedical Research 2004;7:45-50.

8. Bambang Supriyono. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Sindroma

(60)

9. Donald L.Rosenstein, Ronald J.Elin, Jeanette M.Hosseini, Gay Grover,

David R.Rubinow. Magnesium Measures Across The Menstrual Cycle In

Premenstrual Syndrome. Biopsykiatry 1994;1-5.

10. Miriam C., Ann F.Walker, Paul A.Robinson, Kim Bolland. A Synergistic

Effect Of A Daily Supplement For 1 Month Of 200 Mg Magnesium Plus

50 Mg Vitamin B6 For The Relief Of Anxiety-Related Premenstrual Symptoms: A Randomized, Double-Blind, Crossover Study. Journal Of Women's Health & Gender-Based Medicine 2000;9:6-8.

11. John Edenfranz. Premenstrual Syndrome (Pms). Womens Mental Healths

2005;2-5.

12. K.M.K.Ismail , .M.S.O'brien. Premenstrual Syndrome. Current Obstetrics &

Gynaecology 2010;11:251-5.

13. Jo George. A Review Of Treatment Approaches To Pre-Menstrual

Syndrome- What Do British Women Perceive To Be Effective For Their Symptoms? Elsevier 1995;2-6.

14. Sue Douglas. Premenstrual Syndrome. Canadian Family Physician

2002;48.

15. Kimberly Ann Yonkers. Premenstrual Syndrome. 2008.

16. Freeman Ew, Rickels K. Premenstrual Syndrome No

(61)

17. Hal Elliott. Premenstrual Dysphoric Disorder A Guide For The Treating Clinician. Ncmj 2002;63:2-4.

18. Uriel Halbreich. The Etiology, Biology, And Evolving Pathology Of

Premenstrual Syndromes. Elsevier 2003;22-8.

19. Sa'adatu Bose Usman, Radha Indusekhar, Shaughn O'brien. Hormonal

Management Of Premenstrual Syndrome. Elsevier 2007;251-6.

20. I.Blum, Et All. Lack Of Plasma Norepinephrine Cyclicity,Increased

Estradiol During The Follicular Phase,And Of Progesterone And

Gonadotrophins At Ovulation In Women With Premenstrual Syndrome. Krager Journal 2004;4-8.

21. Lotta Andre´En , Ri Bixo, Igrid Nyberg, Nger Sundstro¨M-Poromaa,

Orbjo¨Rn Ba¨Ckstro¨M. Progesterone Effects During Sequential

Hormone Replacement Therapy. European Journal Of Endocrinology

2003; 148:571-7.

22. Susan Thys, Don Mahon. Differences In Free Estradiol And Sex

Hormone-Binding Globulin In Women With And Without The Premenstrual Syndrome. J Clin Endocrinol Metab 2008;93:96-102.

23. Diana Bommsma. The Magic Magnesium. International Journal Of

Pharmaceutical 2008;12.

24. I.Sundström Poromaa, S.Smith, M.Gulinello. Gaba Receptors,

Progesterone And Premenstrual Dysphoric Disorder. Arch Womens

(62)

25. Marilyn L.Collins, Anna F Walkers. Magnesium Supplementation Alleviates Premenstrual Symptoms Of Fluid Retention. Journal Of Women's Healthvolume 7 1998;7:5-8.

26. Gurjit Kaur, Lilian Gonsalves, Holly L.Thacker. Premenstrual Dysphoric

Disorder: A Review For The Treating Practitioner. Cleveland Clinic

Journal Of Medicine 2004;71:303-8.

27. Carlyn Dean At Al. Medical Management Of Premenstrual Syndrome.

Canadian Family Physician 1986;32:841-52.

28. Susan Thys Yacobs. Micronutrien And Premenstrual Syndrome. Journal

Of American Nutrition 2000;19:240-64.

29. Marry Macdougall, Leslie Born, Catherine E. Prementrual Syndrome :

Guidlines For Assessment And Treatment. Springer 2006;55:550-5.

30. Andrea J.Rapkin M. New Treatment Approaches For Premenstrual

Disorders. The American Journal Of Managed Care 2005;11:480-91.

31. Garrison M.Tong, Robert K.Rude. Magnesium Deficiency In Critical

Illness. Journal Of Intensive Care Medicine 2005;10-2.

32. Michael John Nisbett. Evidence-Based Magnesium Usage. Nutrition

Journal 2000;2-7.

(63)

Hubungan Serum Magnesium dengan sindrom premenstruasi ( Non PMS)

Nama Umur

(thn)

Menarche (thn)

Siklus Haid (hari)

Riwayat Ibu/Saudara PMS

Kadar Magnesium (mg/dl)

ni 19 12 28 tidak ada 2,15

h 19 12 28 tidak ada 2,01

rdianti Syam 20 14 28 tidak ada 2,17

tan Sipahutar 18 13 30 tidak ada 2,12

Cahya Irmana 18 13 28 tidak ada 2,1

a Wati S. 20 13 28 tidak ada 2,26

Sari 18 12 28 tidak ada 2,2

(64)

Soriani Nasution 18 13 30 tidak ada 2,12

Hubungan Serum Magnesium dengan sindrom premenstruasi (PMS)

(65)

Anggraini 18 12 30 adik 1,86

ufita Sari 18 14 30 tidak ada 2,15

ati H. R. Pasaribu 20 14 28 adik 1,89

awati Yuli Pane 18 15 28 kakak 1,97

rihatini Daulay 18 12 30 tidak ada 1,97

Hasibuan 18 12 32 tidak ada 2,05

A

 

rdila Pranata 18 13 26 tidak ada 2,03

driani 18 14 30 tidak ada 1,87

Gambar

Gambar 1  Siklus Menstruasi
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

[r]

[r]

Pada parameter TSS, dosis koagulan yang rendah akan menghasilkan penurunan konsentrasi TSS yang rendah pula sedangkan dosis yang tepat akan memberikan hasil yang

Semakin sedikit etanol yang terbentuk maka produk sampingan (asam asetat dan asam format) yang terbentuk pun juga sedikit sehingga tidak sampai membunuh sel-sel

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi praktis bagi pemangku keputusan di Perguruan Tinggi dalam merencanakan pengembangan arsitektur sistem informasi

Pada penelitian ini juga diketahui bahwa sebagian besar remaja putri (51,8%) diketahui memiliki siklus menstruasi yang tidak normal yang panjangnya lebih dari 35