BAB III : TERBENTUKNYA PASUKAN KANCIL MERAH D
B. Terbentuknya pasukan Kancil Merah
Pasukan Kancil Merah adalah nama samaran Pasukan Siliwangi yang berkedudukan di wilayah Cirebon dengan komandannya yang bernama Letnan Abdoel Kadir. Pasukan Kancil Merah, merupakan salah satu pasukan gerilya yang memiliki persenjataan yang lengkap dengan jumlah personil yang cukup banyak sekitar 43 orang serta dikenal dengan kedisiplinan dan keberaniannya. Sekitar bulan Maret 1948 setelah Abdoel Kadir kembali dari Yogyakarta beliau mengadakan pertemuan dengan teman-teman pejuangnya yang masih berada disekitar pinggiran Kota untuk berkumpul di Sunyaragi di antaranya terdiri dari kawan-kawan pejuang antara lain : Eddy Hamzah, Eddy Yusuf, M.S. Djanaka, Abdoellah Marsoedi, Soeta, Misnen, Tadi, Ahmad Koelidi, Kemis, Kaim, dan Rais. 85 83 Lihat lampiran 6, hlm. 106. 84 Kosah, dkk, op.cit., 72.
Mereka merumuskan untuk mengorganisir kembali kegiatan Gerilya di pinggiran kota dengan nama Pasukan Kancil Merah. Berikut organisasinya:
Nama Pangkat Jabatan
Abdoel Kadir LETDA/Letnan Dua Ketua
Eddy Hamzah PELDA/Pembantu Letnan Dua Wakil
M.S. Djanaka SERMA/Sersan Mayor Kepala Staf I Eddy Yusuf SERKA/Sersan Kepala Kepala Staf I
Targani SERKA/Sersan Kepala Komandan Regu I
Abdoellah Marsoedi PRATU/Prajurit Satu Anggota
Soeta SERDA/Sersan Dua Anggota
Misnen PRATU/Prajurit Satu Anggota
Tadi PRATU/Prajurit Satu Anggota
Ahmad Koelidi PRATU/Prajurit Satu Anggota
Kemis PRATU/Prajurit Satu Anggota
Kaim PRATU/Prajurit Satu Anggota
Rais PRATU/Prajurit Satu Anggota
Saleh PRATU/Prajurit Satu Anggota
Radi PRATU/Prajurit Satu Anggota
Kusen SERTU/Sersan Satu Komandan Regu II
Sarma PRATU/Prajurit Satu Anggota
Sobari PRATU/Prajurit Satu Anggota
85
Sulendraningrat, P.S, Sejarah Cerbon, (Jakarta: Balai Pustaka, 1978), hlm. 51.
Anwar PRATU/Prajurit Satu Anggota
Rosidi PRATU/Prajurit Satu Anggota
Sadikin PRATU/Prajurit Satu Anggota
Samari PRATU/Prajurit Satu Anggota
Toam PRATU/Prajurit Satu Anggota
Madrais PRATU/Prajurit Satu Anggota
Kamsi SERTU/Sersan Satu Komandan Regu III
Soedigdo PRATU/Prajurit Satu Anggota
Amat PRATU/Prajurit Satu Anggota
Tjaroem PRATU/Prajurit Satu Anggota
Naim PRATU/Prajurit Satu Anggota
Tjasmita PRATU/Prajurit Satu Anggota
Djata PRATU/Prajurit Satu Anggota
Akin PRATU/Prajurit Satu Anggota
Karna PRADA/Prajurit Dua Anggota
Hoesen PRADA/Prajurit Dua Anggota
Moenadi PRADA/Prajurit Dua Anggota
Kosim SERTU/Sersan Satu Komandan Regu IV
Soenar PRADA/Prajurit Dua Anggota
Haroen PRADA/Prajurit Dua Anggota
Rasioen PRADA/Prajurit Dua Anggota
Sajoem PRADA/Prajurit Dua Anggota
Soetisna PRADA/Prajurit Dua Anggota
Soekanta PRADA/Prajurit Dua Anggota86
dengan kekuatan satu paket senjata lengkap 1 regu yang terdiri:
1pucuk PM 1 pucuk Owengun
2 pucuk Steyer 3 pucuk Karibijn Jepang 1 pucuk L.E 1 pucuk FN (pistol 9 mm) 1 pucuk Stangun
1 pucuk pistol Buldog
2 pucuk pistol Colt 38 9 buah Granat tangan 1 pucuk Vieker
Setelah keadaan wilayah dipinggiran Kota sudah dapat di yakinkan aman beberapa hari kemudian Abdoel Kadir dan teman-teman pejuangnya yang tergabung dalam Pasukan Kancil Merah mendapat kontak dengan KPRM melalui Madradji dan Wiratna Sutarjo bahwa daerah Pasukan Kancil Merah menjadi daerah sektor IV KPRM, Pembagian ini berdasarkan perintah dari Kapten Mahmud Pasha dengan susunan organisasinya sebagai berikut:
Komandan : Abdoel Kadir
Kepala Staf Umum : Eddy Hamzah
Kepala Staf Khusus dan Kepala Intelegen : Eddy Yusuf
86
Panitya Penelitian Monumen Perjuangan Kotamadya Cirebon,loc.cit., hlm. 54.
Kapala Teritorial : M.S. Djanaka
Kepala Pembekalan : Perim Sutisna
Kepala Perlengkapan : Sajoem
Koordinator Pemerintahan Sipil : R. Amami. dan M.S. Djanaka
Urusan Dapur Pasukan: Akmal
Komandan Regu I : Djoemhari Satoh (yang berkedudukan di wilayah Cirebon Barat/Cideng)
Komandan Regu II : Radi (yang berkedudukan di wilayah Cirebon Selatan/Cempaka )
Komandan Regu III : A. Latif (yang berkedudukan di Cirebon Kota/Kayu malang)
Komandan Regu IV : Saleh (yang Berkedudukan di Cirebon Timur/Gambiran)87
Bergabungnya pasukan KPRM dangan pasukan Kancil Merah membuat kedua pasukan ini semakin kuat dan berfungsi sebagai kesatuan tempur untuk melawan tentara Belanda dengan maksud mengusai kembali kota Cirebon dan sekitarnya, yang sempat di kuasai oleh Belanda pada 6 Agustus 1948.88
87
Marhayono, op.cit., hlm. 25.
88
Panitya Penelitian Monumen Perjuangan Kotamadya Cirebon,loc.cit., hlm. 56.
Kedudukan pasukan induk selalu berpindah-pindah antara lain di daerah: Sunyaragi, Kayumalang, Tanjakan, Majasem, Grenjeng, Cileres-Pegambiran, Pompongan, Comberan, Kalikoa, dan Ciledug. Pada saat itu kegiatan Pasukan Gerilya diarahkan untuk melakukan penembakan terhadap mobil-mobil Belanda pada jarak dekat, biasanya para Pasukan Gerilya berada didaerah berbukit dan pegunungan (Gronggong), biasanya dilakukan di jalan-jalan yang diapit pegunungan, jembatan atau tanjakan dimana mobil-mobil biasanya akan mengurangi kecepatannya, jalan keluar masuknya perkampungan tidak luput dari pantauan Pasukan Gerilya. Berikut strategi gerilya:
 Para Gerilyawan biasanya bersembunyi dengan baik dan tidak mudah untuk membedakan Gerilyawan dengan keadaan medan, biasanya Gerilyawan menduduki tempat-tempat yang tinggi. Biasanya para Gerilyawan melakukan penembakan-penembakan terhadap mobil yang tidak berlapis baja. Oleh karena itu senjata senapan dan senapan mesin terbidik dengan baik yang dilakukan secara tiba-tiba, baik dari arah depan maupun belakang yang dilakukan dengan jarak dekat, maka akibatnya sangat merugikan pihak Belanda. Biasanya serangan-serangan yang dilakukan oleh para gerilyawan dilakukan pada malam hari.
 Pemasangan kawat secara melintang di jalan-jalan: biasanya dipergunakan kawat telepon, meskipun tidak telalu kuat, akan tetapi kawat tersebut hampir tidak tampak dan dapat menimbulkan bahaya yang besar bagi para penumpang mobil bak terbuka.
 Pohon-pohon yang dengan sengaja ditumbangkan dan di letakkan begitu saja di jalanan, pembersihan terhadap rintangan-rintangan sedemikian rupa tersebut akan memakan yang lumayan lama, dikarenakan berpuluh-puluh pohon yang ditumbangkan dalam jarak beberapa kilometer. Pada saat itu lah para gerilyawan melakukan penembakan-penembakan dari jarak jauh.  Pengrusakan jembatan-jembatan ini biasanya dilalukan 4 sampai 5 buah
jembatan dalam semalam, biasanya para gerilyawan melakukan pengrusakan jembatan jarang sekali menggunakan alat-alat peledak untuk merusaknya, cara yang paling banyak dilakukan mengambil papannya dan tiang-tiang jembatanya, jembatan-jembatan yang terbuat dari kayu biasanya mereka siram dengan minyak tanah lalu membakarnya. Dalam waktu yang singkat jembatan-jembatan semacam itu lenyap seluruhnya.  Penanaman ranjau dijalan-jalan, biasanya para gerilyawan-gerilyawan
menaburkan paku yang berukuran 3-5 cm, di tengah jalan, biasanya penanaman ranjau paku ini dilakukan pada malam hari, dan dilakukan pada jalan-jalan menuju masuk wilayah kota.
 gerakan-gerakan militer antara lain, pembegalan, penculikan, penyergapan, sabotase jembatan untuk memperlambat gerak pasukan Belanda. dan kontak senjata dengan pihak Belanda.89
89