• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEJARAH PENJINAKAN (TERITORIALISASI DAN RETERITORIALISASI) HASRAT

1. Teritorialisasi 7 dalam Masyarakat Primitif

Masyarakat primitif adalah mesin sosial yang memiliki sepe-rangkat simbol atau kode-kode primitif. Kode-kode primitif (misalnya, nilai, norma, kebiasaan, kepercayaan, tradisi, institusi, atau apa saja yang termasuk dalam kompleksitas adat istiadat) merupakan sistem yang menjamin praksis dan keberlangsungan hidup masyarakat, memiliki bentuk (kode) tertentu, eksklusif, dan bersifat mengikat anggotanya. Keberlangsungan hidup sebuah tatanan hanya terjadi jika kode-kode diterima sebagai prinsip berpikir, bertindak, dan berada.

Dalam pengertian kode primitif di atas, terkandung makna bahwa semua unsur nonkode (bukan kode) atau dekode (belum dikodekan) dicurigai sebagai potensi yang mengganggu tatanan. Hal ini disebabkan karena setiap unsur nonkode dan dekode bersifat inklusif, bergerak dalam intensitas bebas, dan belum memiliki bentuk atau teritori tertentu. Kapasitas nonkode atau dekode, dengan demikian, mengacu pada hasrat, sebab hasrat adalah aliran yang bergerak dengan intensitas murni atau bergerak di luar kode. Hasrat adalah energi "tanpa teritori".

Dalam masyarakat primitif, aliran nonkode atau dekode (hasrat) yang "paling" berpotensi menumbangkan tatanan sebenarnya bukan

berasal dari "luar", tetapi dari masyarakat itu sendiri. Artinya, asal dari hasrat tanpa teritori ini adalah individu-individu baru (bayi) dan individu-individu antitatanan. Maka, dalam sebuah masyarakat, yang kelihatan tertib sekalipun, selalu terkandung konflik internal karena kemunculan terus-menerus hasrat atau aliran nonkode atau dekode ini. Bayi sebenarnya bukan tabula rasa. Pada dirinya yang kelihatan rapuh, terkandung unsur murni nonkode atau dekode yang powerfiill, yang disebut sebagai hasrat germinal tanpa teritori. Namun, hasrat powerfuli ini mendiami tubuh fragmentaris sehingga belum tampak kekuatan revolusionernya (masih berupa potensi). Potensi nonkode yang memboncengi tubuh fragmentaris bayi dan masih tersisa pada individu-individu antitatanan, dilihat sebagai ancaman besar bagi keberlangsungan hidup masyarakat. Karena itu, masyarakat primitif sebagai mesin sosial kolektif memiliki tugas besar untuk "membunuh" hasrat nonkode bayi. Pembunuhan hasrat germinal ini disebut sebagai pengkodean aliran hasrat. Berdasarkan pengertian leksikal,8 pengkodean aliran hasrat diterjemahkan sebagai usaha memberi bentuk atau sifat pada hasrat bayi. Dengan kata lain, hasrat diteritorialisasi.

Dalam pengertian di atas terkandung dua makna penjinakan hasrat germinal:

1. hasrat germinal direkam (diinskripsi). Inskripsi hasrat dimengerti sebagai usaha menyelaraskan hasrat dengan kode-kode primitif. Hasrat germinal nonkode difilterisasi, dikelupas unsur dekode atau nonkodenya. Hasil filterisasi ini adalah hilangnya ingatan purba bayi akan hasratnya sendiri dan terbentuknya tubuh fragmentaris ciptaan tatanan sosial.

2. tubuh fragmentaris ini, lalu diinskripsi oleh masyarakat dengan kode-kode primitif. Dengan kata lain, tubuh fragmentaris diinisiasi atau ditatoi dengan ingatan (kesadaran) baru,9 dan siap

menjadi bagian dari sebuah tatanan.

Usaha untuk menginisiasi atau mengode hasrat ini dilakukan oleh dua agen sosial, yaitu filiasi (ikatan berdasarkan hubungan darah atau ikatan germinal) dan aliansi (ikatan berdasarkan perkawinan).10 Baik dalam aliansi maupun dalam filiasi, aliran hasrat individu diarahkan pada sebuah "lingkaran tertutup". Hal ini disebabkan karena aliansi dan filiasi bukan hanya sebuah struktur tetapi juga metode, praksis, dan strategi yang mengatur individu dalam relasi tertutup (misalnya, karena ikatan filiatif dan aliantif pernikahan seseorang diatur, jodoh dan bukan jodoh ditentukan berdasarkan garis keturunan; untuk menjamin keberlangsungan keturunan, seorang pria etnis China dilarang menikahi perempuan pribumi, dan lain-lain).

Dalam filiasi, aliran hasrat genealogis dikode menjadi imaji, figur, dan gambaran tertentu.11 Contohnya, larangan untuk menikahi sepupu, penghormatan kepada benda-benda magis, dan lain-lain. Dengan kata lain, filiasi menyedot aliran hasrat personal, mengubah aliran produktifnya dan mengapropriasikan untuk kegunaan filiasi. Sehingga, filiasi menjadi seolah-olah tempat asal energi produktif (ini disebut sebagai filiasi sebagai agen magis atau quasi cause).

Dalam aliansi, pelbagai pengkodean aliran hasrat semakin diperluas karena suatu keluarga, dengan pernikahan, mentransfer kode-kode primitifnya dengan kode-kode dari keluarga lain. Contohnya, seorang pria dari suku Batak menikah dengan perem-puan dari suku Jawa. Pernikahan ini membawa konsekuensi bahwa perempuan tersebut mendapat ikatan aliantif dengan keturunan dari suami. Aliansi tidak pernah berasal dari filiasi dan tidak bisa direduksi menjadi filiasi. Sebab, aliansi itu sendiri sudah ada dari dulu kala dalam bentuk terberi, bukan berasal dari garis filiatif.12

struktural berdasarkan garis keturunan dan aliansi bersifat lateral berdasarkan pernikahan), kedua-duanya bertugas untuk mengode (menteritorialisasi) hasrat. Dalam menteritorialisasi atau mengode hasrat, aliansi dan filiasi melakukan dua hal, yaitu:

1. untuk mengkastrasi aliran hasrat individu, aliansi dan filiasi memahatkan pada individu sebuah memori baru. Artinya, ingatan akan aliran hasrat germinai (disebut juga hasrat kontinual yang intensif) direpresi dan diganti dengan memori yang sifatnya kolektif (ingatan akan kata-kata [parole], benda, tanda, dan efek, dan lain-lain; ingatan ini disebut juga sebagai ingatan somatik yang ekstensif)-13 Memori ini dipahatkan pada individu dan menjadi akut padanya karena ikatan filiatif semakin diperluas dan aliansi membangun relasi-relasi kualitatif. Filiasi diperluas dengan munculnya keturunan-keturunan baru dari satu garis keturunan (yang membentuk sistem kekerabatan matri-lineal atau patrimatri-lineal), sementara aliansi membangun relasi-relasi kualitatif secara horizontal melalui pernikahan-pernikahan. 2. aliansi dan filiasi merepresi hasrat dengan penempelan apelasi (peran) tertentu dalam keseluruhan konstelasi sosial. Nama, panggilan, atau gelar dalam aliansi dan filiasi menempatkan individu pada posisi dengan peran khusus. Peran khusus inilah yang mematikan energi kreatif hasrat dan ingatan akan aliran intensif hasrat. Selain itu, apelasi juga mengindikasikan pelem-paran individu pada tatanan kode-kode yang determinatif. Lévi-Strauss berpendapat, bahwa dalam sistem perluasan aliansi dan filiasi terkandung sesuatu yang mendasar, yaitu pembangunan sistem psikis. Dalam pembangunan sistem psikis ini, orang bergerak dari keadaan intensif menuju keadaan ekstensif, dari tatanan ambigu (tatanan nonkode hasrat) menuju tatanan kode yang determinatif atau eksklusif.14

Dari penjelasan di atas, kita dapat melihat bahwa sejak dari awal hasrat setiap individu sudah dikodekan. Pengkodean aliran hasrat ini membuat manusia melupakan aliran hasratnya sendiri dan patuh pada hukum sosial filiatif dan aliantif. Hukum sosial primitif ini mentato individu dengan utang-utang tanpa batas (kewajiban-kewajiban karena ikatan darah dan perkawinan), membebani individu dengan norma-norma dan larangan-larangan yang sifatnya tidak terbatas. Utang tanpa batas inilah yang kemudian menciptakan janin Oedipus dalam diri setiap subjek. Utang atau kewajiban ini membuat manusia terperangkap dalam hukum sosial dan melu-pakan hasratnya sendiri.