• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V STUDI TENTANG SISTEM PENANGKAL PETIR PADA BTS

V.3 Terminasi Udara

Telah diketahui bahwa tingkat proteksi Menara Telkomsel adalah tingkat I, dan menurut tabel 4.2. dapat di lihat bahwa untuk Menara Telkomsel dimana Tinggi (h) adalah 72 meter (melebihi nilai 60 meter), maka tidak didapatkan sudut proteksi yang dapat dipakai. Dengan kata lain, perancangan penempatan proteksi petir eksternal ditentukan dengan menggunakan Metode Bola Bergulir (Rolling Sphere Method ).

Untuk bahan yang digunakan bagi terminasi udara, maka bahan yang dipilih 35 mm2. Akan tetapi karena terminasi udara dihubungkan dengan konduktor penyalur, dimana luas penampang minimum untuk konduktor penyalur adalah 50 mm2, maka luas penampang dari terminasi udara pun lebih baik jika disesuaikan dengan konduktor penyalurnya, yaitu 50 mm2.

Berdasarkan kriteria yang telah di buat di dalam SNI 03-7015-2004, dimana tinggi terminasi udara adalah antara 2 – 3 meter, maka dipilihlah terminasi udara yang mempunyai ketinggian 2,5 meter.

V.3.1. Perancangan Terminasi Udara Menurut Metode Bola Bergulir

Dari tabel 4.2. di dapat jari-jari (R) bola bergulir yang dapat digunakan untuk merancang penempatan terminasi udara pada menera Telkomsel ini adalah 20 m.

Bola gulir dengan jari-jari 20 m tersebut digulirkan hingga menyentuh menara dan gedung yang di lindungi. Setiap bagian bangunan yang dikenai oleh bola gulir tersebut haruslah diberi terminasi udara. Daerah yang dilingkupi oleh bola gulir tersebutmerupakan daerah proteksi terhadap petir.

73

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

Adapun penempatan terminasi udara menurut metode bola gulir di dapat dilihat pada Gambar 5.9. – 5.10.

74

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

75

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

Gambar 5.10. Penempatan terminasi udara tampak atas menurut metode Bola Bergulir

76

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

Setiap titik yang dikenai oleh bola bergulir disarankan untuk diberi terminasi udara.. Dapat di lihat bahwa banyaknya terminasi udara yang ada pada menara Telkomsel hanya 1 buah , yaitu berada pada puncak menara. Untuk itu, berdasarkan analisis menggunakan metode Bola Bergulir ini, sebaiknya bangunan berupa gedung yang berada di sebelah menara yang berisi peralatan-peralatan sistem Kontrol telekomunikasi (misalnya,RBS Shelter, dan gedung-gedung lain jika ada) juga harus diberi terminasi udara pada sisi atasnya.

Seperti terlihat pada Gambar 5.11. berikut.

77

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

V.4. KONDUKTOR PENYALUR (DOWN CONDUCTOR)

Konduktor penyalur ke bawah merupakan konduktor yang menyalurkan arus petir yang di terima oleh terminasi udara baik itu verikal maupun horizontal untuk kemudian disalurkan menuju bumi. Mengingat arus petir sangat besar, maka konduktor penyalur yang disediakan sebaiknya lebih dari satu agar arus petir tersebut dapat terbagi-bagi.

Adapun syarat-syarat umum ang perlu diperhatikan I dalam memilih konduktor penyalur kebawah (Down Conductor) adalh sebagai berkut :

• Konduktor penyalur eksternal sebaiknya dipasang antara terminasi udara dan sistem terminasi bumi

• Konduktor penyalur sebaiknya disambung pada titik simpul sambungan jaringan terminasi udara dan di pasang secara vertical ke titik simpul dari sistem jaringan terminasi bumi

• Sistem terminasi udara, sistem konduktor penyalur, dan sistem terminasi bumi sebaiknya iselaraskan untuk menghasilkan lintasan arus petir sependek mungkin

Jarak konduktor penyalur dengan dinding atau tiang sebaiknya 0,1 meter untuk mengurangi induksi elektromagnetik yang terjadi saat terjadi sambaran petir. Konduktor penyalur tersebut disanggah oleh suatu braket yang dilekatkan ke tiang (lihat Gambar 5.8.). secara detail, bentuk down conductor dapat dilihat pada Gambar 5.12. – 5.13. berikut.

78

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

Gambar 5.12. Braket (penyangga) konduktor penyalur

Dalam penentuan bahan konduktor penyalur tersebut, kita dapat melihat pada tabel 4.6. setelah melihat tabel tersebut, maka bahan yang di pilih adalah tembaga, dimana bahan init aha terhadap bahan yang dapat menyebabkan korosi.

Setelah ditentukan jenis bahan, maka selanjutnya adalah menetukan luas penampang dari konduktor. Setela melihat tabel 4.4., maka luas penampang minimum yang diperbolehkan adalah 16 mm2. Aka tetapi karena konduktor penyalur dihubungkan dengan terminasi bumi adalh 50 mm2, maka luas penampang dari konduktor penyalur pu lebih lebih baik jika disesuaikan dengan terminasi buminya. Maka luas penampang konduktor penyalur yang dipilih adalah 50 mm2.

79

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

Gambar 5.13. Struktur pengelasan Cadweld Down Conductor

80

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

V.5. TERMINASI BUMI (GROUNDING SYSTEM)

Seperti yang sudah diketahui bahwa fungsi dari sistem terminasi bumi adalah: 1. Menyalurkan arus petir ke bumi

2. Sebagai IPP (Ikatan Penyama Potensial) diantara konduktor penyalur

3. Mengendalikan potensial pada sekitar daerah konduktif bangunan yang dilindungi

4. Mencegah arus petir sewaktu menyambar pada permukaan bumi

Maka untuk memenuhi semua hal-hal yang disebutkan diatas, maka elektroda bumi pondasi dan elektroda bumi cincin dapat menjadi pilihan didalam menentukan metode sistem terminasi bumi. Dari jenis-jenis pembumian tersebut, susunan pembumian jenis B yaitu elektroda bumi cincin, sesuai digunakan pada proteksi bangunan jenis menara. Elektroda pentanahan yang dipakai pada Menara Telkomsel ada dua tipe seperti terlihat pada Gambar 5.15 – 5.16 dan harus di Cadweld. Cadweld digunakan untuk menyatukan (las) konduktor BC (Bare Copper) pada instalai Grounding.

Ukuran minimumkabel menurut tabel 4.5. adalah 50 mm2. Maka kabel-kabel yang disambungkan pada elektroda pemumian adalah kabel tembaga 50 mm2. Sedangkan elektroda pembumiannya di pilih yang juga terbuat dari tembaga. Panjang elektroda pembumian dipakai minimal adalah 3 meter.

Konduktor penyalur ke bawah merupakan konduktor yang menyalurkan arus petir yang di terima oleh terminasi udara baik itu verikal maupun horizontal untuk

81

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

kemudian disalurkan menuju bumi. Mengingat arus petir sangat besar, maka konduktor penyalur yang disediakan sebaiknya lebih dari satu agar arus petir tersebut dapat terbagi-bagi.

82

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

Gambar 5.16. Detail Pentanahan Tekomsel Tipe A

83

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

84

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1. KESIMPULAN

1. Banyaknya hari guruh, kerapatan sambaran petir ke tanah (Ng), frekuensi sambaran petir tahunan setempat (Nc), dan area cakupan ekivalen dari bangunan (Ae) menentukan tingkat perlindungan bangunan, baik menara ataupun gedung, terhadap sambaran petir.

2. Bangunan dalam studi kasus ini memiliki dimensi yang cukup besar, Tinggi 72 meter, panjang 5 meter, dan lebar 5 meter.

3. Bangunan menara pada studi kasus ini merupakan bangunan yang memiliki ketinggian yang cukup tinggi yang terletak paa daerah yang mempunyai distribusi sambaran petir yang sedang, yaitu IKL 170 dan frekuensi sambaran petir tahunan rata-rata yang dihitung adalah 3,71/tahun, sehingga ini sangat memerlukan proteksi petir. Dan dalm kasus ini tingkat proteksinya adalah tingkat I.

4. Dalam kasus ini, proteksi menggunakan metode bola bergulir dimana radius bola gulir adalah 20 meter

5. Jumlah terminasi udara vertikal yang dianjurkan di dalam kasus ini adalah 1 terminasi udara utama ditambah minimal 2 terminasi udara tambahan.dimana terminasi tingginya masing-masing 2 – 2,5 meter

6. Panjang minimal elektroda terminasi bumi yang digunakan menara Telkomsel adalah 3 meter, dan terdiri dari 2 tipe elektroda

85

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

7. Susunan elektroda terminasi bumi yang digunakan adalah topologi ring (Tipe B) dan terdapat 6 titik pembumian yang tersebar di sekeliling bangunan menara (dilihat dari sisi ekonomis)

8. Bahan yang dipakai pada terminasi udara, konduktor penyalur, maupun terminasi bumi adalah tembaga dan luas penampangnya adalah 50 mm2.

VI.2. SARAN

1. Terminasi udara yang sudah ada di Menara Telkomsel adalah 1 buah terminasi udara. Maka sebaiknya ditambah minimal 2 buah teminasi pada bagian gedung di sebelah menara (misalnya RBS Shelter atau gedung lain

86

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aris, Munandar, ” Buku Pegangan Teknik Tenaga Listrik – Gardu Induk”, Pradnya Paramita, Jakarta, 1991.

2. Hutauruk, T.S,.”Pentanahan Netral

Sistem Tenaga dan Pentanahan Peralatan”, Erlangga, Jakarta, 1987. 3. Hutauruk, T.S.,” Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja”, Erlangga,

Jakarta,1991.

4. Tobing, Bonggas L,“Peralatan Tegangan Tinggi”, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003.

5. Razevig, D.V.,”High Voltage Engineering”,Khanna Publishers, Delhi, 1972.

6. Hasse, P.,”Overvoltage Prptection of Low Voltage System”, Short Run Press Ltd., England, 1988

7. SNI 03-7015-2004,”Sistem Proteksi Petir Pada Bangunan”, Standar Nasional Indonesia, 2004

8. PUIL 2000,”Persyaratan Umum instalasi listrik”,

9. OBO Presentation,”Surge protection in energy engineering”, 2001 10. Standar Desain BTS Telkomsel, Banda Aceh : P.T. Telkoms

11. P.T. Aman Berkah Sejahtera, Sistem Proteksi Petir Terpadu, http://www.petir.com

87

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

LAMPIRAN A

Tabel Indeks Menurut Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP)

Indeks A : Bahaya Berdasarkan Jenis Bangunan

Penggunaan dan isi Indeks A

Bangunan biasa yang tak perlu diamankan baik bangunan maupun isinya.

-10

Bangunan dan isinya jarang digunakan misalnya dangau di tengah sawah atau ladang, menara atau tiang dari metal.

0

Bangunan yang berisi peralatan sehari-hari atau tempat tinggal misalnya rumah tinggal, industri kecil, dan station kereta api.

1

Bangunan atau isinya yang cukup penting misalnya menara air, toko barang-barang berharga dan kantor pemerintahan.

2

Bangunan yang berisi banyak sekali orang, misalnya bioskop, sarana ibadah, sekolah dan monumen bersejarah yang penting.

3

Instalasi gas, minyak atau bensin, dan rumah sakit 5 Bangunan yang mudah meledak dan dapat menimbulkan bahaya

yang tidak terkendali bagi sekitarnya misalnya instalsi nuklir

88

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

Indeks B : Bahaya Berdasarkan Konstruksi Bangunan

Konstruksi Bangunan Indeks B

Seluruh bangunan terbuat dari logam dan mudah manyalurkan listrik

0

Bangunan dengan konstruksi beton bertulang atau rangka besi dengan atap logam

1

Bangunan dengan konstruksi beton bertulang atau rangka besi dengan atap bukan logam

2

Bangunan kayu dengan atap bukan logam 3

Indeks C: Bahaya Berdasarkan Tinggi Bangunan Tinggi Bangunan Sampai ….. (m) Indeks C

6 0 12 2 17 3 25 4 35 5 50 6 70 7 100 8 140 9

89

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

200 10

Indeks D: Bahaya Berdasarkan Situasi Bangunan

Situasi Bangunan Indeks D

Di tanah datar pada semua ketinggian 0

Di kaki bukit sampai ¾ tinggi bukit atau di pegunungan sampai 1000 meter

1

Di puncak gunung atau pegunungan yang lebih dari 1000 meter 2

Indeks E: Bahaya Berdasarkan Hari Guruh

Hari Guruh per Tahun Indeks E

6 0 12 2 17 3 25 4 35 5 50 6 70 7 100 8

90

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

Perkiraan Bahaya Sambaran Petir Berdasarkan PUIPP

R Perkiraan Bahaya Pengamanan

Di bawah 11 Diabaikan Tidak Perlu

Sama Dengan 11 Sama Dengan 12 Sama Dengan 13 Sama Dengan 14 Kecil Sedang Agak Besar besar Tidak Perlu Dianjurkan Dianjurkan Sangat dianjurkan

91

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

Lampiran B

HARI GURUH (THUNDERSTORM DAYS) di BANDA ACEH TAHUN 2008

(Data diperoleh dari Balai Besar Meteorologi dan Geofisika Wilayah I, Medan)

Lokasi Bulan

Rata-rata hari guruh per bulan

IKL Tingkat kerawanan petir MEDAN Januari 6 44.88 SEDANG Februari 3 Maret 10 April 15 Mei 12 Juni 14 Juli 19 Agustus 15 September 28 Oktober 21 Nopember 15 desember 12

92

Soli Akbar Hutagaol : Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

Dokumen terkait