• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN UMUM MENGENAI THÂGHÛT

2. Terminologi

Makna thâghût menurut terminologi tidak terlepas dari maknanya menurut etimologi. Dari segi terminologinya, thâghût merupakan sesuatu yang cenderung mempunyai sikap telah melampaui batas dalam bentuk yang disembah, diikuti atau yang ditaati, setiap kaum yang menjadikan rujukan perkara mereka selain Allah swt dan Rasul-Nya serta mengikuti sesuatu tanpa dasar ilmu dari Allah atau menta'atinya.8

Jadi dapat dikatakan sebagai manusia yang melampaui batas dan ukurannya. Yang dimaksud dengan batas (had) itu adalah batas-batasan Allah swt yang telah ditetapkan dan tidak boleh dilalui.

Adapun yang dimaksud dengan ukuran (had) itu sendiri adalah, bahwa manusia itu berada dalam eksistensinya sebagai makhluk Allah swt,

8 Muhammad ibn 'Alî ibn Muhammad ibn 'Atiq, Ibthâl al-Tandîd bikhtishâr Syarh al-

yang konsekwensi logisnya harus taat kepada Tuhannya dan harus selalu eksis dalam ruang lingkup pengabdian kepada-Nya.

Jika ia melampaui batas yang telah digariskan oleh Allah swt yang tidak boleh dilalui, atau ia melampaui ukurannya, maka ia telah terjerumus kepada kemaksiatan dan membangkang kepada Tuhannya. Untuk menguatkan apa yang penulis kemukakan diatas dari definisi menurut terminologi ini, sebagaimana firman Allah swt :

ﻢِﻘﺘﺳﺎﹶﻓ

ﻤﹶﻛ

ﺕﺮِﻣﹸﺃ

ﻦﻣﻭ

ﺏﺎﺗ

ﻚﻌﻣ

ﻭ

ﹶﻻ

ﺍﻮﻐﹾﻄﺗ

ﻪﻧِﺇ

ﺎﻤِﺑ

ﹶﻥﻮﹸﻠﻤﻌﺗ

ﲑِﺼﺑ

)

ﺩﻮﻫ

:

١١٢

(

“ Oleh itu, hendaklah engkau (wahai Muhammad) sentiasa tetap teguh di atas jalan yang benar, sebagaimana yang diperintahkan kepadamu, dan hendaklah orang-orang yang telah taubat kembali kepada kebenaran mengikutmu berbuat demikian; dan janganlah kamu melampaui batas hukum-hukum Allah swt; sesungguhnya Allah swt Maha Melihat akan segala apa yang kamu kerjakan." (QS. Hûd/11: 112)

al-Zamakhsyarî menafsirkan ayat

ﺍﻮـﻐﹾﻄﺗ

ﹶﻻﻭ

(dan janganlah kamu melampaui batas), yakni janganlah kamu keluar dari batas-batas Allah9.

al-Alusî berkata :

ﺍﻮـﻐﹾﻄﺗ

ﹶﻻﻭ

, yakni janganlah kamu berpaling dari

batas-batas kalian dengan melakukan keteledoran atau berlebih-lebihan10.

ﻫﹾﺫ

ﻰﹶﻟِﺇ

ﹶﻥﻮﻋﺮِﻓ

ﻪﻧِﺇ

ﻰﻐ

)

ﻪﻃ

:

٢٤

(

" Pergilah kepada Fir’aun: “ sesungguhnya ia telah melampaui batas." (QS. Thâha/20: 24)

9 Abû Qasîm Mahmûd ibn Umar al-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf 'an Haqâ'iq al-Tanzîl wa

'Uyun al-Awaqil fî W ujûh al-Ta'wîl, (Kairo: Mushtafa al-Bâb al-Halabî, 1966), Jilid. 2, h. 433

10 Abû Al-Sana’ Syihab al-Dîn, al-Sayyid Afandi al-Alûsî al-Baghdadî, Rûh al-M a’ânî fî

al-Qurthubî berkata mengenai makna :

ﻰﻐﹶﻃ

ﻪُـﻧِﺇ

(sesungguhnya dia

telah melampaui batas), yakni sesungguhnya dia (Fir’aun) berdosa, takabur, kufur, congkak dan melampaui batas.11

al-Alûsî berkata :

ﻰ ـﻐﹶﻃ

ﻪـﻧِﺇ

, yakni melampaui batas dalam takabur,

angkuh, congkak sehingga ia berani mengaku-ngaku sebagai tuhan12.

al-Qurthubî mengutip beberapa pendapat ulama dalam menerangkan

thâghût. Thâghût merupakan bentuk singular, sedangkan bentuk pluralnya

adalah thawâghin. Dimana pada dasarnya berarti berlebih-lebihan. Adapula yang berpendapat dengan mengartikan sebagai tukang sihir dan setan serta setiap mastermind kesesatan, sebagaimana yang disebutkan al-Jauhari.13

al-Sya'rawî dalam tafsirnya menjelaskan makna thâghût yang berasal dari lafazh

ﻰﻐﻃ

"melampaui batas". Thâghût sendiri merupakan kata superlatif dalam pengertian sesuatu hal yang melampaui batas/ thughyân. Allah Ta'ala tidak menyebutnya thaghî tetapi dengan thâghût seperti jabarût.

Thâghût sendiri memiliki banyak beraneka makna, bisa bermakna syaithân, atau orang-orang yang menganggap dirinya memiliki hak untuk membuat ketentuan syari'ah, atau memberikan label iman kepada orang-orang yang mereka kehendaki sesuai dengan hawa nafsu mereka, memberikan sesuatu sesuai dengan kekuasaan yang ada di tangan mereka. Thâghût juga bisa

11 Muhammad ibn Ahmad ibn Abû Bakar al-Farh al-Qurthubî, al-Jâmi' li Ahkâm al-

Qur'ân, (Kairo: Dâr al-Sya'b, 1327 H), Jilid. 30, h. 152

12 al-Alûsî, Rûh al-M a'ânî, Jilid. 16, h. 181

berarti para kâhin dan para pendusta. Sebagaimana thâghût juga diartikan dengan setiap tingkah seseorang yang cenderung mempunyai sikap telah melampaui batas dalam segala sesuatu.14

Dengan demikian, thâghût memiliki beragam makna, yakni syaithân,

kâhin, bahkan terkadang juga bisa dalam artian penguasa yang arogan dan

berlebihan dalam kekuasaannya.

Menurut Montgomery Watt15, Thaghâ adalah : "orang yang menekan

tanpa menghiraukan aturan dan terutama sekali tanpa menghiraukan pertimbangan-pertimbangan agama dan moral, yang tidak menghendaki apa pun yang menghalanginya dan keyakinan yang tidak terbatas kepada kemampuan dirinya". Dalam konteksnya yang khusus dalam al-Qur'an, ia menunjukkan "ketiadaan rasa kepatuhan, yang dikaitkan dengan sikap yang tidak hormat atau membelakangi al-Khalik."

al-Maudûdî, mendefinisikan thâghût dalam tafsirnya : "sebagai sosok makhluk yang melampaui batas-batas kemakhlukan dan menempelkan sifat ketuhanan kepada dirinya sendiri–orang yang tidak hanya membangkang

14 Muhammad Mutawallî al-Sya'rawî, Tafsîr al-Sy a'rawî, (ttp: Dâr al-Akhbâr al-Yaum,

1991), Jilid. 2, h. 1120-1121; lihat juga Fakhru al-Dîn al-Râzî, Tafsîr al-Kabîr (Tafsîr M afâtih al- Ghaib), (Beirût: Dâr al-Fikr, 1993), Jilid. 10, h. 133, dalam artian lebih luas menurut al-Razi,

thâghût dapat dibagi menjadi empat hal yakni: syaithân, berhala, kâhin dan Segala sesembahan selain Allah Ta'ala. Jadi thâghût dapat diartikan dengan : setiap sesembahan selain Allah swt; termasuk di dalamnya syaithân, tukang tenun (kâhin), berhala dan setiap orang yang menyeru kepada kesesatan. Yang mana selalu identik dengan kejelekan yang tidak ada nilainya; lihat juga Wahbah Zuhailî, Tafsîr al-M unîr; fî al-‘Aqîdah wa al-Syarî’ah wa al-M anhaj, (Beirût: Dâr al-Fikr, 1998), Jilid. 13, h. 128

kepada Allah swt, tetapi juga memaksakan kehendaknya kepada orang lain tanpa mengindahkan kehendak Allah swt".16

Sedangkan menurut Fazlur Rahman, thâghût dianggap sebagai prinsip kejahatan atau kekafiran yang lebih bersifat obyektif ketimbang person.17

Dan sehubungan dengan ini, al-Qur'an mengidentifikasi orang-orang kafir sebagai teman-teman thâghût sebagaimana mereka adalah teman-teman

syaithân. Seperti halnya thâghût, Fazlur Rahman memperkirakan bahwa

syaithân lebih merupakan prinsip kejahatan dan kekafiran yang obyektif daripada person, meskipun ia mengakui bahwa ketika kejahatan berhubungan dengan atau mempengaruhi seseorang individu, maka ia mengalami personalisasi menjadi syaithân.18

Ibn Qayyîm dalam I’lâm al-Muwaqqî'în19 memberi penjelasan lebih

komprehensif, katanya: “thâghût adalah perkara yang menyebabkan seseorang itu melebihi batasan sama dan ia berkaitandengan penyembahan, mengikutinya atau mematuhinya. Jadi thâghût dalamsegala bentuknya ialah mereka yang berpaling dari Allah dan Rasul-Nya untuk perkara hukum; atau merasa suka menyembah selain dari Allah serta mengikuti sesuatu

16 Abû A’lâ al-Maudûdî, Towards Understanding the Q ur'ân; English Version of Tafhîm

al-Qur’ân, (Leicester: The Islamic Foundation, 1989) Jilid. 1, h. 199-200

17 Fazlur Rahman, M ajor Themes of The Qur'an, (Chicago: Bibliotheca Islamic, 1980), h.

131

18 M. Asad, The M essage of The Qur'an, (Gibraltar: Dâr al-Andalûs, 1980), h. 130-131 19 Ibn Qayyîm al-Jauziyah, I'lâm al-M uwaqqî'în, Terj. Asep Saefulloh FM, Panduan

tanpa sembarang dalil dari Allah dan mematuhi sesuatu dalam perkara yang diketahui bahwa ia adalah keingkaran kepada Allah.”

Sedangkan Sayyid Quthb berpendapat bahwa thâghût merupakan pecahan kata dari al-thughyân, berlaku bagi segala yang menyeleweng dari kesadaran dan melanggar kebenaran serta melampaui batasan yang telah Allah swt gariskan bagi umat-Nya, sementara ia tidak memiliki pedoman dari aqidah “ di jalan Allah swt” dan syari’at yang ditetapkan oleh Allah swt. Di antara contohnya adalah setiap metode yang tidak bersumber dari Allah swt, demikian juga di setiap persepsi, disiplin, etika dan tradisi yang tidak bersumber dari Allah swt.20

Jadi, menurut penulis, yang dimaksud dengan thâghût dapat berupakan segala sesuatu kekuasaan yang tidak bersandar pada kekuasaan Allah swt, segala hukum yang tidak ditegakkan di atas syari’at Allah swt, dan segala permusuhan yang melanggar pada kebenaran dan bersikap pada melampaui pada batasan-batasan yang telah ditentukan. Sementara permusuhan terhadap kekuasaan Allah swt, uluhiyah dan pemerintahan Allah swt adalah suatu permusuhan dan pelanggaran yang amat berat dan dapat digolongkan para pelakunya tersebut pada kategori thâghût.

Dokumen terkait