• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3. KAS tercangkok Anhidrida Maleat 1.Sifat Fisika dan Kimia

4.3.4.2. Thermogravimetric Analysis (TGA)

Thermogram TGA produk reaksi pencangkokan AM pada KAS untuk semua variasi konsentrasi monomer diperlihatkan seperti pada Lampiran 37 sampai 40.

Dari thermogram TGA pada Lampiran 37 sampai 40 dapat dilihat bahwa terjadi kecenderungan yang sama untuk semua sampel. Baik sampel KAS tanpa penambahan AM/blanko maupun sampel KAS yang sudah mengalami reaksi pencangkokan memperlihatkan perubahan pada kisaran suhu dan kuantitas yang sama. Ditemukan dua fase suhu pengurangan massa sampel yaitu: suhu 100-an sampai 200-an dan suhu 300-an sampai 500-an. Pada suhu 123oC sampai 286oC terjadi pengurangan massa sampel 2,8% sampai 4%. Kemudian pada suhu 310oC sampai 584oC terjadi pengurangan massa sampel 93% sampai 95%. Selanjutnya pada suhu 664oC ditemukan sampel sisa (signal value) 1,9% sampai 3,1%.

C O O O C O C O O 2 2CO2 2 + p q H + + p q p q HC C O O HC C O + p q CH C O O H2C C O Benzoil Peroksida (BPO)

Karet Alam Siklis (KAS)

KAS-c-AM

Gambar 4.13. Reaksi yang mungkin terjadi pada pencangkokan AM pada KAS dengan inisiator BPO

Pengurangan massa sampel pada suhu 123oC sampai 286oC ini diduga karena terjadi penguapan senyawa-senyawa yang mudah menguap (mosture) yang terdapat

bersama sampel. Terdapatnya mosture dalam sampel dimungkinkan karena sampel disimpan dalam wadah yang dapat kontak dengan udara pada saat penyimpanan, setelah dikeringkan dalam oven dan sebelum dilakukan karakterisasi thermal TGA.

Kemudian pada suhu 310oC sampai 584oC terjadi pengurangan massa yang drastis pada semua sampel yaitu 93% sampai 95%. Hal ini diduga bahwa semua sampel mengalami dekomposisi. Dan pada suhu 664oC ditemukan sisa sampel sebagai abu (signal value) untuk semua sampel, masing-masing 1,9% sampai 3,1%.

Secara umum dapat dinyatakan bahwa sifat thermal KAS tercangkok AM dengan kehadiran inisiator peroksida benzoil peroksida, BPO tidak berubah secara nyata dibandingkan dengan KAS blanko maupun sampel tanpa kehadiran BPO. Sampel blanko dan yang sudah mengalami reaksi pencangkokan dengan kehadiran BPO di dalam pencampur internal memiliki sifat thermal yang sama, tidak terjadi perubahan sifat thermal dengan adanya reaksi pencangkokan di dalam pencampur internal. Demikian juga sampel KAS tercangkok dengan konsentrasi AM yang berbeda tidak menunjukkan sifat thermal yang berbeda pada produknya. Konsentrasi AM yang berbeda dan kehadiran Inisiator peroksida benzoil peroksida BPO tidak memberikan pengaruh nyata terhadap sifat thermal KAS tercangkok AM, seperti juga dapat dilihat dalam Gambar 4.14.

Gambar 4.14. Thermogram TGA gabungan KAS tercangkok AM dengan kehadiran BPO yaitu: blanko (1), 2 phr (2), 4 phr (3), 8 phr (4) dan 16 phr (5)

4.3.4.3.Differential Scanning Calorimetry (DSC)

Hasil karakterisasi dalam bentuk thermogram DSC sampel KAS tercangkok AM diperlihatkan dalam Lampiran 41 sampai 44. Dari thermogram DSC seperti dalam Lampiran 41 sampai 44 dapat dilihat bahwa KAS tercangkok AM dengan konsentrasi monomer 2, 4, 8 dan 16 phr memiliki suhu transisi gelas (Tg) masing-masing 69,51oC, 71,51oC, 72,03oC dan 73,05oC.

Suhu transisi gelas (Tg) memiliki kecendrungan yang meningkat dengan terjadinya pencangkokan AM pada KAS. Suhu transisi gelas produk pencangkokan AM dengan kehadiran inisiator peroksida benzoil peroksida, BPO meningkat dibandingkan dengan KAS blanko. Meningkatnya konsentrasi AM terlihat meningkatkan suhu transisigelas (Tg) produk reaksi pencangkokannya. Hal ini juga menunjukkan bahwa telah terjadi pencangkokan gugus maleat pada KAS. Semakin banyak gugus maleat yang tercangkok maka produk KAS menjadi lebih bulky atau lebih rigid, polar dan meningkatnya massa molekulnya. Struktur yang bulky dan meningkatnya sifat polar serta bertambahnya massa molekul suatu zat akan meningkatkan suhu transisi gelas zat itu (F.W. Fifield dan D. Kealey, 2000). Gabungan (overlay) thermogram KAS blanko dan produk reaksi pencangkokan AM dapat dilihat seperti pada Gambar 4.15.

Gambar 4.15. Thermogram DSC gabungan KAS tercangkok AM dengan kehadiran BPO yaitu: blanko (1), 2 phr (2), 4 phr (3), 8 phr (4) dan 16 phr (5)

4.3.5. Pengaruh penambahan komonomer stirena, tanpa Inisiator BPO 4.3.5.1. Fourir Transformed-Infra Red (FT-IR)

Untuk mengetahui pengaruh penambahan komonomer stirena (St) terhadap derajat pencangkokan AM pada KAS dilakukan percobaan dengan konsentrasi AM 16 phr dan penambahan komonomer stirena dengan variasi rasio mol. Banyaknya stirena yang digunakan dinyatakan dengan rasio mol (mol ratio). Rasio mol stirena terhadap AM yang digunakan dalam penelitian ini masing-masing adalah 1:2, 1:1 dan 2:1. Spektrum FT-IR produk pencangkokan AM pada KAS dengan penambahan stirena dapat dilihat pada Lampiran 12 sampai 14. Gabungan (overlay) spektrum-spektrum FT-IR produk hasil pencangkokan dengan penambahan stirena ditampilkan seperti Gambar 4.16.

Dari Gambar 4.16 dapat dilihat bahwa telah berhasil diperoleh produk pencangkokan AM pada KAS. Hal ini dapat dikonfirmasi dengan munculnya pita serapan pada bilangan gelombang 1720-1780 cm-1 dan 1854 cm-1, yang merupakan serapan khas gugus karbonil (C=O) dan cincin suksinik dari molekul AM ( Demin dkk., 2000; C. Nakason dkk., 2004 dan Eddiyanto, 2007). Semakin banyak stirena yang ditambahkan maka semakin tinggi intensitas serapan pada bilangan gelombang 1720-1780 cm-1 dan 1854 cm-1.

Gambar 4.16. Spektra FT-IR gabungan KAS tercangkok AM tanpa BPO dengan penambahan stirena yaitu: blanko (1), rasio mol St/AM=1:2 (2), 1:1 (3) dan 2:1 (4)

Selanjutnya pada Gambar 4.16 juga terlihat serapan baru pada bilangan gelombang 706 cm-1 yang merupakan serapan khas fenil dari stirena (Herve Cartier dkk., 1998; Demin Jia dkk., 2000 dan J. Saelao dkk., 2005). Serapan pada daerah bilangan gelombang 706 cm-1 juga menunjukkan intensitas yang meningkat dengan meningkatnya jumlah stirena yang dilibatkan dalam reaksi. Meningkatnya intensitas pada daerah 1720-1780 cm-1 sebanding dengan peningkatan intensitas serapan pada bilangan gelombang pada 706 cm-1.

Gambar 4.17 memperlihatkan hubungan antara indeks karbonil dengan rasio mol St/AM yang terdapat dalam reaksi. Semakin tinggi rasio mol St/AM, semakin banyak jumlah St yang ditambahkan dalam reaksi maka semakin tinggi indeks karbonilnya. Dengan penambahan komonomer stirena maka semakin tinggi derajat pencangkokan AM pada KAS. Semakin tinggi rasio mol St/AM maka semakin tinggi derajat pencangkokan AM pada KAS.

Pada Gambar 4.17 juga dapat dilihat bahwa peningkatan indeks karbonil, yang menujukkan intensitas serapan pada bilangan gelombang pada 1720 cm-1 sebanding dengan peningkatan indeks fenil. Dari observasi ini dapat dikatakan bahwa jumlah molekul AM yang tercangkok pada KAS sebanding dengan jumlah molekul komonomer stirena yang terlibat dalam reaksi pencangkokan.

Gambar 4.17. Indeks serapan fenil stirena (1) dan karbonil (2) pada berbagai rasio mol St/AM, tanpa kehadiran BPO

Stirena dilaporkan penggunaannya sebagai elektron donor untuk mengaktivasi AM pada reaksi polimerisasi cangkok pada polietilena dan polipropilena ( Samay G. dkk., 1995; Li Ye dkk., 2001 dan Demin Jia dkk., 2000).

Stirena memiliki kemampuan yang lebih tinggi untuk berpolimerisasi dibanding AM secara langsung pada rantai polipropilena. Komonomer stirena dapat berperan sebagai medium untuk menjembatani antara makroradikal karet alam dan AM ( J. Saelao dan P. Phinyocheep, 2004).

Gambar 4.18. Spektra FT-IR gabungan KAS yaitu: blanko (1), tanpa stirena (2) dan dengan stirena (3)

Pada Gambar 4.18 dapat dilihat perbedaan yang jelas pada spektrum FT-IR tanpa penambahan komonomer stirena dibandingkan dengan spektrum FT-IR dengan penambahan komonomer stirena. Penambahan komonomer stirena menyebabkan meningkatnya intensitas serapan pada daerah 1720-1780 cm-1 dan 1854 cm-1 serta munculnya serapan baru pada 706 cm-1.

Selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 4.19. yang diperoleh dengan analisis spektra FT-IR menggunakan OMNIC software. Pada Gambar 4.19 grafik (1) yaitu

reaksi tanpa BPO, dapat dilihat bahwa dengan penambahan stirena rasio mol St/AM=1:2 maka indeks karbonil meningkat dari 1,1734 menjadi 1,2805. Terjadi peningkatan indeks karbonil sebesar 0,1071 atau 9,1%. Kemudian untuk reaksi dengan rasio mol St/AM=1:1 dan 2:1 terjadi peningkatan sebesar masing-masing 47% dan 126%. Dengan penambahan komonomer stirena terjadi peningkatan derajat pencangkokan, yang diukur sebagai Indeks karbonil sebesar 9,1 - 126%. Jadi dapat dikatakan bahwa dengan penambahan komonomer stirena terjadi peningkatan derajat pencangkokan AM pada KAS. Meningkatnya derajat pencangkokan AM pada polimer polietilen dan polipropilena dengan penambahan komoomer stirena juga terjadi seperti dilaporkan oleh Samay G. dkk., 1995; Li Ye dkk., 2001 dan Demin Jia dkk., 2000.

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa dengan penambahan stirena sebanyak dua kali jumlah molekul AM maka akan meningkatkan derajat pencangkokan sebesar 126%. Hal berhubungan dengan jumlah makroradikal KAS-St yang terbentuk. Semakin banyak komonomer stirena yang ditambahkan maka semakin banyak makroradikal KAS-St yang terbentuk. Selanjutnya maka semakin banyak kemungkinan terbentuk produk cangkok AM yang berikatan dengan makroradikal KAS-St untuk membentuk produk akhir KAS-St-AM.

Gambar 4.19. Indeks serapan karbonil pada pencangkokan AM tanpa BPO dengan rasio mol St/AM

Dokumen terkait