BAB II URAIAN TEORITIS
2.1 Pengertian Pembangunan
2.1.3 Tiga Nilai Inti Pembangunan
Dalam bukunya Todaro mengutip pendapat Profesor Goulet dan tokoh- tokoh lainnya yang mengatakan bahwa paling tidak ada tiga komponen dasar atau nilai inti yang harus dijadikan basis konseptual dan pedoman praktis untuk memahami pembangunan yang paling hakiki. Ketiga komponen dasar tersebut adalah kecukupan (sustenance), jati diri (self-esteem), serta kebebasan (freedom); ketiga hal inilah yang merupakan tujuan pokok yang harus digapai oleh setiap orang dan masyarakat melalui pembangunan. Ketiganya berkaitan secara langsung dengan kebutuhan-kebutuhan manusia yang paling mendasar, yang terwujud dalam berbagai macam manifestasi (bentuk) di hampir semua masyarakat dan budaya sepanjang zaman.
a. Kecukupan: Kemampuan Untuk Memenuhi Kebutuhan-kebutuhan Dasar Apa yang dimaksud dengan “kecukupan” di sini bukan menyangkut makanan. Melainkan mewakili semua hal yang merupakan kebutuhan dasar manusia secara fisik. Kebutuhan dasar ini meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Jika satu saja dari sekian banyak kebutuhan dasar ini
tidak dipenuhi, maka muncullah kondisi “keterbelakangan absolut”. Fungsi dari semua kegiatan ekonomi pada hakekatnya adalah untuk menyediakan sebanyak mungkin perangkat dan bekal guna menghindari kesengsaraan dan ketidakberdayaan yang diakibatkan oleh kekurangan pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Atas dasar itulah kita menyatakan bahwa keberhasilam pembangunan ekonomi itu merupakan prasyarat bagi membaiknya kualitas kehidupan. Tanpa adanya kemajuan ekonomi secara berkesinambungan, maka realisasi potensi manusia, baik di tingkat individu maupun masyarakat, tidak mungkin berlangsung. Setiap orang harus “memiliki kecukupan untuk mendapatkan lebih”. Dengan demikian, kenaikan pendapatan per kapita, pengentasan kemiskinan absolut, penambahan lapangan kerja, dan pemerataan pendapatan, merupakan hal-hal yang harus ada (necessary conditions) bagi pembangunan, tapi tidak akan memadai tanpa adanya faktor-faktor positif lainnya (not sufficient conditions).
Cara lain untuk mengungkapkan hal yang sama dapat kita temukan pada laporan PBB, Human Development Report terbitan tahun 1994. Pada bab pembukaan laporan ini secara tegas mengatakan bahwa:
“Semua manusia lahir dengan membawa potensi kapabilitas tertentu. Tujuan pembangunan adalah menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan setiap orang mengembangkan kapabilitas itu, dan kesempatannya harus senantiasa dipupuk dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pondasi nyata bagi pembangunan manusia adalah universalisme pengakuan atas hidup manusia…kekayaan itu penting bagi kehidupan manusia. Namun jika semua perhatian dicurahkan ke hal itu, maka ini adalah suatu kekeliruan. Ada dua alasan pokok. Pertama, akumulasi kekayaan tidak menjamin tersedia atau terpenuhinya pilihan-pilihan yang terpenting bagi manusia…kedua, pilihan- pilihan manusia itu sendiri jauh lebih luas dari sekedar kekayaan”(Human Development Report,1994).
b. Jati Diri: Menjadi Manusia Seutuhnya
Komponen universal yang kedua dari kehidupan yang serba lebih baik adalah adanya dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau mengejar sesuatu, dan seterusnya. Semuanya itu terangkum dalam satu istilah, yakni jati diri (self- esteem). Pencarian jati diri ini sama sekali bukan suatu urusan yang sepele, karena jati diri itu sendiri bukan hal yang sepele. Penyebaran “nilai-nilai modern” yang bersumber dari negara-negara maju telah mengakibatkan kejutan dan kebingungan budaya di banyak negara berkembang. Kontak dengan masyarakat lain yang secara ekonomis dan teknologis lebih maju acapkali mengakibatkan defenisi dan batasan mengenai baik-buruk atau benar-salah menjadi kabur. Ini dikarenakan kesejahteraan nasional muncul sebagai berhala baru. Kemakmuran materiil lambat laun dianggap sebagai suatu ukuran kelayakan yang universal, dan dinobatkan menjadi landasan penilaian atas segala sesuatu. Derasnya serbuan nilai-nilai Barat yang mengagungkan materi telah mengikis jati diri masyarakat di banyak negara berkembang. Banyak bangsa yang tiba-tiba saja merasa dirinya kecil atau tidak berarti hanya karena mereka tidak memiliki kemajuan ekonomi dan teknologi setinggi bangsa-bangsa lain. Selanjutnya, yang dianggap hebat adalah yang mempunyai kemajuan ekonomi dan teknologi modern, sehingga masyarakat Dunia Ketiga pun berlomba-lomba mengejarnya, dan tanpa disadari mereka telah kehilangan jati dirinya.
c. Kebebasan Dari Sikap Menghamba: Kemampuan Untuk Memilih
Nilai universal yang ketiga dan terakhir yang harus terkandung dalam makna pembangunan adalah konsep kemerdekaan manusia. Kemerdekaan atau kebebasan di sini hendaknya diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam kehidupan ini. Kebebasan di sini juga diartikan sebagai kebebasan terhadap ajaran-ajaran dogmatis. Arthur Lewis (1954) bermaksud menekankan hubungan antara pertumbuhan ekonomi kebebasan dari sikap menghamba tatkala ia mengatakan bahwa “buah terbesar yang dihasilkan pertumbuhan ekonomi bukanlah tambahan kekayaan, melainkan tambahan pilihan”. Kekayaan itu pada hakekatnya dicari dan dikejar-kejar karena kekayaan itu memungkinkan seseorang untuk memperoleh kontrol yang lebih besar terhadap lingkungan alam dan fisik yang ada disekitarnya (yakni melalui produksi pangan, sandang, dan papan); bila Anda kaya, kemampuan Anda untuk mengendalikan segala sesuatu jelas lebih besar dibandingkan dengan bila Anda miskin. Manfaat inti yang terkandung dalam penguasaan yang lebih besar itu adalah kebebasan untuk memilih, misalnya untuk memilih merasakan kenikmatan yang lebih besar dan bervariasi, untuk memilih lebih banyak barang dan jasa. Konsep kebebasan manusia juga melingkupi segenap komponen yang terkandung di dalam konsep kebebasan politik, termasuk juga keamanan diri pribadi, kepastian hukum, kemerdekaan berekspresi, partisipasi politik, dan persamaan kesempatan. Perlu dicatat bahwa sebagian kisah sukses di bidang ekonomi selama dekade 1970-an dan 1980-an yang diraih oleh Arab Saudi, Cili, Korea Selatan, Malaysia, Singapura, Thailand, Indonesia, Turki, Cina dan sejumlah negara lainnya ternyata secara umum tidak
dibarengi dengan prestasi yang setara dalam kriteria Indeks Kebebasan Manusia (Human Freedom Index) yang disusun oleh Program Pembangunan PBB (UNDP, United Nations Development Program).