• Tidak ada hasil yang ditemukan

Botani Tanaman Padi (Oryza sativa L.)

Tanaman padi telah dibudidayakan untuk rentang waktu yang lama. Genus

Oryza L. terdiri dari 25 spesies yang tersebar di daerah tropis dan sub tropis benua Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, serta Australia Utara. Tanaman padi kemungkinan berasal dari dua sumber genetik, yang pertama di Asia dan yang lainnya di Afrika yang juga ditemukan di Amerika Utara. Oryza fatua Koenig dan

Oryza sativa L. yang berasal dari Asia, dan Oryza stapfii Roschev. dan

O.glaberrima Steud. dari Afrika Barat. Padi termasuk ke dalam genus Oryza Linn. Terdapat dua spesies yang dibudidayakan yaitu Oryza sativa Linn. dan Oryza glaberrima Steud. Oryza sativa Linn. telah tumbuh secara luas di wilayah tropis dan sub tropis, sebagai tanaman ladang maupun biasa ditanam di air (Grist, 1965).

Morfologi tanaman padi terdiri dari gabah, akar, daun dan tajuk, batang, dan bunga/malai. Gabah terdiri atas biji yang terbungkus oleh sekam. Biji yang sehari-hari dikenal dengan nama beras pecah kulit adalah karyopsis yang terdiri atas janin (embrio) dan endosperma yang diselimuti oleh lapisan aleuron, kemudian tegmen dan lapisan terluar disebut perikarp (Yoshida, 1981).

Akar berfungsi sebagai penguat/penunjang tanaman untuk dapat tumbuh tegak, menyerap hara dan air dari dalam tanah untuk selanjutnya diteruskan ke organ lainnya di atas tanah Akar tanaman padi termasuk golongan akar serabut.Akar primer (radikula) yang tumbuh sewaktu berkecambah bersama akar- akar lain yang muncul dari janin dekat bagian buku skutellum disebut akar seminal, yang jumlahnya 1-7. Apabila terjadi gangguan fisik pada akar primer, maka pertumbuhan akar-akar seminal lainnya akan dipercepat (Chang dan Bardenas, 1965), akar-akar seminal selanjutnya akan digantikan oleh akar-akar sekunder yang tumbuh dari buku terbawah batang. Akar-akar ini disebut akar adventif karena tumbuh dari bagian tanaman yang bukan embrio atau karena munculnya bukan dari akar yang telah tumbuh (Makarim dan Suhartatik, 2009).

Daun merupakan bagian tanaman yang berwarna hijau karena mengandung klorofil (zat hijau daun).Adanya klorofil ini menyebabkan daun tanaman dapat mengolah sinar radiasi surya menjadi karbohidrat/energi untuk

tumbuh dan berkembangnya organ-organ tanaman lainnya. Daun teratas disebut daun bendera yang posisi dan ukurannya tampak berbeda dari daun yang lain. Jumlah daun pada tiap tanaman bergantung pada varietas. Varietas-varietas baru di daerah tropik memiliki 14-18 daun pada batang utama (Vergara dalam

Makarim dan Suhartatik, 2009). Sementara itu, tajuk merupakan kumpulan daun yang tersusun rapi dengan bentuk, orientasi, dan besar (dalam jumlah dan bobot) nya tertentu antarvarietas padi sangat beragam. Tajuk menangkap radiasi surya untuk fotosintesis (Makarim dan Suhartatik, 2009).

Batang berfungsi sebagai penopang tanaman, penyalur senyawa-senyawa kimia dan air dalam tanaman, dan sebagai cadangan makanan (Makarim dan Suhartatik, 2009). Batang terdiri atas beberapa ruas yang dibatasi oleh buku. Daun dan tunas (anakan) tumbuh pada buku. Batang yang pendek dan kaku merupakan sifat yang dikehendaki dalam pengembangan varietas-varietas unggul padi. Hal ini karena tanaman menjadi tahan rebah, perbandingan antara gabah dan jerami lebih seimbang, dan tanggap terhadap pemupukan nitrogen (Yoshida, 1981).

Bunga padi secara keseluruhan disebut malai. Tiap unit bunga pada malai dinamakan spikelet yang pada hakikatnya adalah bunga yang terdiri atas tangkai, bakal buah, lemma, palea, putik, dan benang sari serta beberapa organ lainnya yang bersifat inferior (Makarim dan Suhartatik, 2009).

Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Tanaman Kekeringan didefinisikan sebagai periode waktu tanpa turun hujan. Cekaman kekeringan terjadi ketika kecukupan air yang tersedia di dalam tanah karena masukan air (oleh hujan atau irigasi) telah berkurang yang disebabkan oleh transpirasi dan evaporasi. Kekeringan memiliki pengaruh yang besar pada pertumbuhan tanaman, hasil, dan kualitas. Dampak awal dari cekaman kekeringan adalah terjadinya kehilangan turgor (termasuk layu) yang dapat mempengaruhi perluasan sel dan ukuran sel. Kehilangan turgor terlihat pada kebanyakan tumbuhan yang peka pada cekaman kekeringan. Kekeringan juga dapat mempertinggi pengguguran daun atau absisi, mengurangi luas total daun dan berpotensi memperbaiki kesegaran daun pada lingkungan air yang terbatas, dan perpanjangan akar lebih dalam (O’toole dan Garrity,1984). Cekaman kekeringan

adalah suatu kondisi kekurangan air sebagai akibat dari sedikitnya curah hujan atau jarangnya irigasi yang dilakukan (Scott, 2008).

Afzali et al. (2006) menyatakan bahwa cekaman abiotik berupa cekaman kekeringan dan salinitas merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap menurunnya produktivitas hasil tanaman secara luas. Defisit air berasosiasi dengan beberapa proses fisiologi yang berhubungan dengan pertumbuhan yang dapat menyebabkan kematian.

Kramer dalam Mathius et al. (2004) menyatakan bahwa secara morfologis pengaruh cekaman kekeringan terlihat pada pertumbuhan vegetatif, terutama pada luas daun, pertumbuhan tunas baru, nisbah tajuk-akar. Pada fase generatif menyebabkan pembungaan tidak normal, aborsi embrio, dan perkembangan biji dan buah tidak normal yang akhirnya dapat menurunkan hasil. Menurut Kandowangko et al. (2009), selain respon secara morfologis, tanaman yang berada pada kondisi cekaman kekeringan akan memperlihatkan respon secara fisiologis berupa akumulasi prolin bebas pada daun.

Prolin merupakan asam amino yang tidak mempunyai gugus amino dan merupakan asam amino yang termasuk dalam kelompok heterosiklik (Lakitan, 2008). Menurut Hanson et al. dalam Mapegau (2006), fungsi prolin bebas adalah sebagai penyimpan karbondan nitrogen selama cekaman air, karena pada saat itu, sintesis karbohidrat terhambat. Khaerana et al. (2008) juga menyatakan bahwa adanya akumulasi prolin dapat menjadi indikator tanaman yang toleran terhadap kekeringan dan salinitas tinggi.

PEG untuk Simulasi Cekaman Kekeringan

Polyethylene glycol (PEG) adalah senyawa polimer non ionik hidrofilik yang banyak digunakan pada industri dan biokimia. PEG mempunyai karakter non toksik sehingga digunakan pula pada kosmetik, makanan, dan produk obat-obatan (Annunziata et al., 2002). Sekilas, polimer yang diketahui sebagai poly (ethylene glycol) atau PEG ini merupakan molekul yang sederhana. PEG adalah molekul yang sangat linier atau bercabang, polieter netral, larut dalam air dan larutan organik. Molekul ini banyak diminati dalam bioteknik dan biomedika. Polimer ini

non toksik dan tidak berbahaya pada protein aktif atau sel, walaupun PEG berinteraksi dengan membran sel (Harris, 1992).

Polyethylene glycol merupakan senyawa inert dengan rantai polimer panjang yang telah digunakan secara meluas untuk penelitian (Steuter dalam

Lestari dan Mariska, 2006). PEG adalah salah satu senyawa yang dapat digunakan dalam penapisan (screening), karena PEG mempunyai sifat dalam mengontrol imbibisi dan hidrasi benih. Selain itu, PEG juga dapat digunakan dalam pengujian ketahanan benih terhadap kekeringan dengan memperhitungkan indeks kekeringan (Nemoto et al., 1995). PEG mempunyai kelemahan yaitu kelarutan oksigen yang berbanding terbalik dengan konsentrasi. Sebagai akibatnya, ketika PEG digunakan sebagai osmotikum, solusinya sering bercampur dengan udara yang tersediasehingga menjamin pasokan oksigen ke benih (Akers dalam

Copeland dan McDonald, 2001).

Menurut Michel dan Kaufmann (1973) penggunaan larutan PEG untuk seleksi tanaman terhadap cekaman kekeringan dapat dijadikan alternatif. PEG mampu menahan air sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Adisyahputra et al.

(2002) menambahkan bahwa dengan PEG cekaman kekeringan dapat diberikan secara homogen terhadap populasi tanaman yang diseleksi sehingga diduga dapat secara efektif menilai tanggap tanaman kacang tanah terhadap kekeringan.

Berdasarkan penelitian Lestari dan Mariska (2006), PEG 20% dapat digunakan untuk penapisan dini pada somaklon Gajahmungkur, IR 64 dan Towuti. Hasil penelitian Rumbaugh dan Johnson (1981) pada benih alfalfa (Medicago sativa L.) yang dikecambahkan pada PEG 6000 (-0.65 MPa) di laboratorium, menunjukkan bahwa benih dapat tumbuh dan mempunyai daya hidup yang tinggi pada kondisi kekeringan di lapangan bila dibandingkan dengan benih yang tidak berkecambah pada kondisi pemberian cekaman air di laboratorium.

Pengaruh Priming terhadap Viabilitas dan Vigor Benih

Tavili et al. (2010) menyatakan bahwa priming benih diketahui sebagai perlakuan pada benih yang dapat memperbaiki penampilan benih di bawah kondisi lingkungan tertentu. Priming benih merupakan sebuah cara hidrasi pada

benih kemudian benih dikeringkan sehingga proses perkecambahan dapat segera dimulai tapi tidak terjadi pemunculan radikula.

Menurut penelitian Corbineau et al. (2000), dalam kondisi kering benih tomat yang tidak dipriming, ATP nya hanya 2.1% dari adenylic nucleotide pool, dan energi serta rasio ATP/ADP sangat rendah (0.11 dan 0.12). Proses imbibisi benih dalam polietilen glikol 8000 di –1MPa dapat meningkatkan ATP (60% dari

adenylic nukleoide), energi (0.77 – 0.78) dan rasio ATP/ADP (1.75 – 2.32). Menurut Heydecker dalam Chinoy (1984) tujuan dilakukannya perlakuan pada benih antara lain meningkatkan persentase perkecambahan di lapangan, meningkatkan tingkat dan keseragaman tanaman, meningkatkan pertumbuhan bibit, meningkatkan kinerja benih dan bibit pada kondisi lingkungan suboptimum, serta meningkatkan hasil tanaman. Menurut Partohardjono dan Makmur (1993), perendaman benih semalam dapat membantu perkecambahan di lapang bila terjamin kelembaban tanah yang cukup.

Priming telah berhasil dilakukan pada tanaman seperti tomat, wortel, bawang merah, merica, seledri, peterseli, gandum, barley, sorgum, dan gandum rumput. Dalam kasus lain, priming telah mampu mengatasi thermodormansi dalam tanaman seperti selada dengan memperluas kisaran temperatur dimana benih akan berkecambah. Faktor-faktor yang mempengaruhi priming benih antara lain, kondisi ambien pertama selama hidrasi, jenis osmotika, ketersediaan oksigen, masa perawatan, kontrol, kontaminasi mikroba, dan pengeringan (Copeland dan McDonald, 2001).

Priming dengan Asam Askorbat (Vitamin C)

Asam askorbat atau vitamin C merupakan salah satu bentuk antioksidan yang secara alami terdapat pada tumbuhan. Askorbat merupakan senyawa metabolit utama pada tumbuhan yang memiliki fungsi sebagai antioksidan, yang melindungi tanaman dari kerusakan oksidatif yang dihasilkan dari metabolisme aerobik, fotosintesis dan berbagai polutan. Askorbat juga merupakan kofaktor untuk beberapa enzim hidroksilase (misalnya prolyl hidroksilase) dan

violaxanthin de-epoxidase. Askorbat berada di dinding sel di mana ia adalah baris pertama pertahanan terhadap ozon (Smirnoff, 1996).

Asam askorbat berbentuk kristal putih yang bersifat larut dalam air dan mudah teroksidasi secara reversible membentuk asam L-dehidroaskorbat (asam askorbat yang kehilangan 2 atom H) yang lebih mudah masuk ke dalam sel sebelum digunakan (Combs, 1992; Muchtadi, 2000).

Asam askorbat dapat menetralisir racun, melindungi sel dari senyawa oksigen reaktif dan radikal bebas serta mencegah kematian sel (Conklin dan Barth, 2004). Menurut Arora et al. (2002), asam askorbat dan askorbat peroksidase merupakan salah satu sistem antioksidatif pada tumbuhan yang digunakan untuk melindunginya dari kerusakan akibat reaksi oksidatif.

Bentuk aktif vitamin C adalah asam askorbat itu sendiri dimana fungsinya sebagai donor ekuivalen pereduksi dalam sejumlah reaksi penting tertentu. Asam askorbat dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat yang dengan sendirinya dapat bertindak sebagai sumber vitamin tersebut. Asam askorbat merupakan zat pereduksi dengan potensial hydrogen sebesar +0,008 V, sehingga membuatnya mampu untuk mereduksi senyawa-senyawa seperti oksigen molekuler, nitrat, dan sitokrom a serta c (Rusdiana, 2004).

Asam askorbat mempunyai peranan penting dalam perkecambahan dan pertumbuhan tanaman. Penggunaannya sebagai pre-treatment pada benih telah dikembangkan sejak lama. Basra et al. (2006) melakukan penelitian perendaman benih padi dengan asam askorbat dan asam salisilat. Penelitian ini dirancang untuk menyelidiki teknik invigorasi benih melalui perendaman benih dengan zat pengatur tumbuh (hormon priming) dan asam askorbat (vitamin priming) pada tanaman padi (Oryza Sativa L.). Benih padi dipriming dengan merendamnya dalam larutan asam askorbat (vitamin priming) atau asam salisilat (hormonal priming) pada konsentrasi 10 (у 0.06 mM) dan 20 ppm (≈ 0.11 mM) selama 48 jam. Semua perlakuan priming menghasilkan peningkatan vigor benih dibandingkan dengan kontrol. Khan et al. (2006) menyatakan bahwa aplikasi asam askorbat dapat membantu meningkatkan perkecambahan dengan menetralisasi radikal superoksida atau oksigen tunggal.

Demikian halnya dengan hasil penelitian Tavili et al. (2009), yang menggunakan asam salisilat dan asam askorbat untuk perlakuan hydopriming

Penambahan toleransi kekeringan dengan pretreatment benih menggunakan asam askorbat dapat digunakan untuk keberhasilan penanaman di lahan marjinal seperti lahan kering dan lahan masam. Menurut Shetty danWahlqvist dalam Burguieres (2007) vitamin C dan asam folat dapat menjadi stimulator langsung biosintesis prolin yang telah dikaitkan dengan aktivitas PPPselama stres.

McCue et al.dalam Burguiereset al. (2007) menyatakan bahwa vitamin C dan asam folat merupakan antioksidan potensial yang baik digunakan sebagai pengatur tumbuh yang dapat meningkatkan kekuatan benih dan elisitas fenolik. Kedua vitamin ini larut dalam air dengan potensi antioksidan yang memiliki kemampuan untuk menyumbangkan proton ke sitosol, sama halnya dengan asam salisilat.

BAHA DA METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, Laboratorium Fisika Tanah Instalasi Penelitian Tanah Sindang Barang-Bogor, dan Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan IPB dari bulan Nopember 2010 sampai dengan April 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan antara lain benih padi gogo varietas Towuti dan Situ Patenggang hasil panen bulan September 2010 yang diperoleh dari Instalasi Padi Pusaka Nagara-Subang (deskripsi varietas terdapat dalam Lampiran 29),

Polyethylene Glycol (PEG-6000), asam askorbat teknis, aquades, kertas merang untuk media perkecambahan, tanah Latosol Dramaga, pasir, kompos, pupuk NPK, dan kertas label.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pengecambah benih (APB) IPB 73-2B, alat pengepres kertas IPB 75-1, oven, desikator, pressure plate apparatus (PPA) untuk menetapkan kadar air media, soil moisture tester,magnetic stirer dan gelas piala untuk melarutkan PEG, timbangan digital, gelas ukur, saringan, dan polybag ukuran 35 cm x 35 cm, serta alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga rangkaian percobaan, yaitu :

Percobaan 1: Pengujian pengaruh cekaman kekeringan terhadap benih padi gogo varietas Towuti dan Situ Patenggang. Percobaan2: Pengujian pengaruh perendaman benih dengan beberapa konsentrasi asam askorbat terhadaptingkat toleransi kekeringan benih padi gogovarietas Towuti dan Situ Patenggang di laboratorium. Percobaan 3: Pengujian pengaruh perendaman benih dengan asam askorbat pada konsentrasi terpilih terhadap tingkat toleransi kekeringan benih padi gogo di rumah kaca.

Rancangan Percobaan Percobaan 1

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor, faktor pertama adalah tekanan osmotik menggunakan PEG yang terdiri atas enam taraf perlakuan sebagai berikut:

1. Tanpa perlakuan PEG sebagai kontrol (P0) 2. PEG tekanan osmotik -0.2 MPa (P1) 3. PEG tekanan osmotik -0.4 MPa (P2) 4. PEG tekanan osmotik -0.6 MPa (P3) 5. PEG tekanan osmotik -0.8 MPa (P4) 6. PEG tekanan osmotik -1.0 MPa (P5) Faktor kedua adalah varietas padi gogo, yaitu: 1. Towuti (V1)

2. Situ Patenggang (V2)

Setiap perlakuan terdiri atas tiga ulangan sehingga terdapat 36 satuan percobaan.Benih yang digunakan pada setiap ulangan sebanyak 50 butir yang dijadikan dua gulungan, sehingga terdapat 72 gulungan. Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + Pi + Vj+ (PV)ij + εijk

Keterangan :

Yijk : nilai pengamatan tekanan osmotik ke-i, varietas ke-j, dan ulangan ke-k

µ : rataan umum

Pi : pengaruh tekanan osmotik ke-i

Vj : pengaruh varietas ke-j

(PV)ij : pengaruh interaksi taraf tekanan osmotik ke-i dan varietas ke-j

εijk : galat percobaan

Data yang diperoleh selanjutnya diuji dengan uji F, jika menunjukkan perbedaan nyata maka dilakukan analisis lanjut dengan metode Duncan’s MultipleRange Test (DMRT) pada taraf 5 % (Gomez dan Gomez, 1995).

Percobaan 2

Percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktorial dengan dua faktor, faktor pertama adalah dua varietas padi gogo sebagai berikut :

1. Towuti (V1)

2. Situ Patenggang (V2)

Faktor kedua adalah perlakuan asam askorbat yang terdiri dari lima taraf, yaitu : 1. Asam askorbat konsentrasi 0 mM (A0)

2. Asam askorbat konsentrasi 55 mM (A1) 3. Asam askorbat konsentrasi 110 mM (A2) 4. Asam askorbat konsentrasi 165 mM (A3) 5. Asam askorbat konsentrasi 220 mM (A4) 6. Asam askorbat konsentrasi 275 mM (A5)

7. Tanpa perlakuan perendaman aquades dan asam askorbat (NA)

Setiap perlakuan terdiri atas tiga ulangan sehingga terdapat 42 satuan percobaan. Setiap ulangan terdiri dari dua gulungan sehingga terdapat 84 gulungan. Media perkecambahan sebelumnya dijenuhi larutan PEG 6000 pada tekanan osmotik - 0.2 MPa. Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + Vi + Aj+ (VA)ij + Rk + εijk

Keterangan :

Yijk : nilai pengamatan varietas ke-i, konsentrasi asam askorbat ke-j, dan

ulangan ke-k. µ : rataan umum

Vi : pengaruh varietas ke-i

Aj : pengaruh konsentrasi asam askorbat ke-j

(VA)ij : pengaruh interaksi varietas ke-i dan konsentrasi asam askorbat ke-j

Rk : pengaruh ulangan ke-k εijk : galat percobaan

Data yang diperoleh selanjutnya diuji dengan uji F, jika menunjukkan perbedaan nyata maka dilakukan analisis lanjut dengan metode Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 % (Gomez dan Gomez, 1995).

Percobaan 3

Percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktorial dengan dua faktor, faktor pertama adalah varietas padi gogo yang digunakan pada percobaan 1 dan 2 sebagai berikut :

1. Towuti (V1)

2. Situ Patenggang (V2)

Faktor kedua adalah konsentrasi asam askorbat sebagai berikut : 1. Asam askorbat konsentrasi 0 mM (A0)

2. Asam askorbat konsentrasi 55 mM (A1)

Setiap perlakuan terdiri atas tiga ulangan sehingga terdapat 12 satuan percobaan.Setiap ulangan terdiri dari 9 tanaman sehingga dibutuhkan 108 tanaman.

Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut : Yijk = µ + Vi + Aj+ (VA)ij + Rk + εijk

Keterangan :

Yijk : nilai pengamatan varietas ke-i, konsentrasi asam askorbat ke-j, dan

ulangan ke-k. µ : rataan umum

Vi : pengaruh varietas ke-i

Aj : pengaruh konsentrasi asam askorbat ke-j

(VA)ij : pengaruh interaksi varietas ke-i dan konsentrasi asam askorbat ke-j

Rk : pengaruh ulangan ke-k εijk : galat percobaan

Data yang diperoleh selanjutnya diuji dengan uji F, jika menunjukkan perbedaan nyata maka dilakukan analisis lanjut dengan metode Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 % (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Percobaan Percobaan 1

Benih yang digunakan diukur kadar airnya menggunakan oven pada suhu 130-133 0C selama ±2 jam untuk memastikan bahwa benih memilki kadar air yang relatif sama. Pada perlakuan kontrol, kertas merang direndam dalam air

kemudian dipres dengan menggunakan alat pengepres kertas IPB 75-1. Pada perlakuan kondisi cekaman, kertas merang dilembabkan dengan PEG-6000 (± 30 ml/ gulung) sesuai dengan perlakuan masing-masing. Benih padi gogo kemudian ditanam di kertas merang dan digulung menggunakan cara UKDdp (Uji Kertas Digulung dengan Plastik), kemudian dikecambahkan dalam Alat Pengecambah Benih IPB 73-2B.

Penentuan konsentrasi PEG 6000 yang digunakan menggunakan rumus Michel dan Kaufmann (1973).

ψs = - ( 1.18 x 10-2) C- (1.18 X 10-4) C2 + (2.67 x 10-4) CT + (8.39 X 10-7) C2T

Keterangan :

ψs = tekanan osmotik larutan (Bar)

C = konsentrasi PEG- 6000 dalam g PEG/kg H2O T = suhu ruangan dalam 0C

1 Bar = 0.98692 atm = 1x 105 Pa≈ 0.1 MPa 1 atm = 1.013 x 105 Pa

1 Pa = 1 x 10-6 MPa

Sehingga didapatkan konsentrasi PEG 6000 pada tekanan osmotik -2 Bar sebesar 124. 38 gram PEG/L (contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 30). Percobaan 2

Benih padi gogo direndam dalam larutan asam askorbat pada beberapa konsentrasi yang telah ditentukan selama 24 jam dengan perbandingan benih : larutan adalah 1 : 5, benih padi gogo kemudian dibilas dengan air mengalir dan dikeringanginkan selama 48 jam. Selanjutnya benih padi gogo ditanam pada media kertas merang yang telah dilembabkan dengan PEG-6000 dengan tekanan osmotik hasil yang didapatkan dari percobaan 1 dengan metode UKDdp dan dikecambahkan dalam alat pengecambah benih IPB 73-2B.

Percobaan 3

Percobaan ini terdiri dari tiga tahap kegiatan, yaitu: 1.Persiapan Media Tanam

Sebelum digunakan, tanah dikeringudarakan selama beberapa hari dan diayak dengan saringan 5 mm. Kemudian tanah dicampur dengan pasir yang

sebelumnya diayak dengan saringan 2 mm, rasio tanah dengan pasir adalah 3 : 2. Campuran tanah-pasir kemudian dicampur lagi dengan kompos yang akan menghasilkan rasio akhir tanah : pasir : kompos adalah 3 : 2 : 1 (v/v). Media yang digunakan adalah media 5.1 kg BKM (bobot kering mutlak). Polybag yang berisi media kemudian diberi pupuk N-P-K dengan dosis 1.2 gram/ polybag.

2. Penetapan Kadar Air Media Tanam pada Kondisi Kapasitas Lapang dan pada Kondisi Tekanan Osmotik -0.2 MPa

Sebelum dimasukkan ke dalam polybag, media campuran tanah-pasir- kompos itu terlebih dahulu diukur kadar airnya. Kadar air media ditetapkan dengan metode tekanan menggunakan alat pressure plate apparatus. Pengukuran kadar air media pada kapasitas lapang dengan cara: contoh media yang akan digunakan diletakkan di atas piringan pressure plate apparatus (PPA) kemudian dijenuhi air selama 48 jam, alat ditutup rapat-rapat dan diberi tekanan pada Pf 2.54 atau 1/3 bar. Contoh media kemudian dikeluarkan dan ditetapkan dengan metode gravimetrik berdasarkan bobot kering oven 1050C. Rumus perhitungan kadar air dengan metode gravimetrik adalah:

Keterangan:

BB = Bobot tanah sebelum dioven (gram) BK = Bobot tanah setelah dioven (gram)

Pressure Plate Apparatus ini juga digunakan untuk menentukan kadar air media pada pada tekanan 1 pF, 2 pF, dan 4.2 pF, sehingga akan didapatkan nilai kadar air untuk tekanan osmotik terpilih.Nilai yang equal dengan tekanan osmotik -0.2 MPa adalah nilai antara 2 pF dan 4.2 pF dapat dicari dengan membuat grafik.

Penetapan kadar air media bertujuan untuk menentukan jumlah air yang akan diberikan. Pada tiga minggu pertama tanaman berada pada kondisi optimum dan diberi air sesuai dengan kapasitas lapang. Memasuki minggu ketiga tanaman memasuki periode aklimatisasi dan mulai memasuki periode cekaman pada minggu keempat sampai minggu ketujuh. Perhitungan jumlah air yang harus diberikan adalah sebagai berikut:

a. perhitungan bobot media kering udara (BKU) berdasarkan bobot kering mutlak (BKM)

KA pada BKU = C/100

b. perhitungan bobot media pada kapasitas lapang berdasarkan BKM

!" !

KA pada BKU = C/100

c. banyaknya air yang harus diberikan adalah (Y-X) dikali massa jenis air. Massa jenis air (ρ) = 1 g/cm3.

Variable Y dapat disubstitusi dengan bobot media pada cekaman untuk menentukan jumlah air yang diberikan saat cekaman. Penyiraman dilakukan di atas timbangan untuk memastikan bobot media tidak berubah. Berikut besarnya nilai kadar air yang didapatkan dari penetapan kadar air media menggunakan alat

Pressure Plate Apparatus: KA media pada BKU = 19%

KA media pada kapasitas lapang = 23.5% KA media pada tekanan -0.2 MPa = 19.5% 3. Penanaman

Benih padi gogo yang telah direndam dalam konsentrasi asam askorbat 55 mM selama 24 jam dalam suhu kamar (25 0C), kemudian dibilas dengan air dan dikeringanginkan selama 48 jam sampai mencapai kadar air sebelum perendaman. Benih dengan perlakuan kontrol diberi perlakuan perendaman dengan air. Benih padi gogo kemudian ditanam dalam polybag 5.1 kg BKM dan

Dokumen terkait